• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: POKOK-POKOK PENDAMPINGAN IMAN REMAJA

B. GAMBARAN UMUM KAUM REMAJA

4. Perkembangan Remaja

Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas ini merupakan peristiwa yang paling penting, berlangsung cepat, drastis, tidak beraturan dan terjadi pada

sisitem reproduksi. Hormon-hormon mulai diproduksi dan mempengaruhi organ reproduksi untuk memulai siklus reproduksi serta mempengaruhi terjadinya perubahan tubuh. Menurut Santrock (2003: 91) perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat nampak pada saat masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan sosial. Di antara perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi). Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarlito Wirawan Sarwono, 2012: 62). b Perkembangan Mental Remaja

Perkembangan mental nampak pada gejala-gejala perubahan intelektual dalam cara berpikir. Dengan meninggalkan masa kanak-kanak kaum remaja meninggalkan cara berpikir sebagai kanak-kanak dan mulai berpikir sebagai orang dewasa. Remaja tidak lagi melulu berpikir konsep-konsep konkret, tetapi dengan konsep-konsep lebih abstrak (Mangunhardjana, 1986: 13).

Hal demikian kelihatan pada kata-kata yang mereka ucapkan dan mereka pergunakan, mereka mulai berpikir secara kritis. Dengan kecakapan berpikir kritis dan abstrak itu, kaum remaja menggali pengertian tentang diri mereka sendiri, membentuk gambaran diri, peran yang diharapkan dari mereka, panggilan dan hidup masa depan mereka.

c. Perkembangan Sosial Remaja

Santrock (2003: 24), mengungkapkan bahwa pada transisi sosial remaja mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam

emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan. Santrock (2003: 125) mengutip pendapat John Flavell menyebutkan bahwa kemampuan remaja untuk memantau kognisi sosial mereka secara efektif merupakan petunjuk penting mengenai adanya kematangan dan kompetensi sosial mereka. Perkembangan sosial telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja.

Hubungan sosial pertama-tama masih sangat terbatas dengan orang tuanya dalam kehidupan keluarga, khususnya dengan ibu dan berkembang semakin meluas dengan anggota keluarga lain, teman bermain dan teman sejenis maupun lain jenis. Remaja mulai belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara melalui interaksi dengan teman sebaya. Menurut Santrock, teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Sedangkan hubungan dengan orang tua, Santrock (2003: 42) mengutip pendapat Collins mengemukakan bahwa banyak orang tua melihat remaja mereka berubah dari seorang anak yang selalu menjadi seseorang yang tidak mau menurut, melawan, dan menantang standar-standar orang tua.

d. Perkembangan Emosi

Perkembangan emosi remaja nampak pada semangat yang meletup-letup, perpindahan gejolak hati yang cepat, munculnya sikap masa bodoh, keras kepala dan tidak jarang tingkah laku yang hingar-bingar (Mangunhardjana, 1986: 13). Menurut Rosenblum & Lewis sebagaimana yang dikutip Santrock (2007: 201), remaja memiliki suasana hati yang berubah-ubah. Remaja dapat merasakan perasaan senang sedih, marah, dan takut dalam waktu yang cepat. Pengaruh

perubahan hormon dan lingkungan di sekitar mempengaruhi kondisi emosional pada remaja. Sedangkan menurut Hurlock (1990: 212) “secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar”. Senada dengan pendapat Hall yang dikutip Santrock (2007: 201), sudah sejak lama masa remaja dinyatakan sebagai masa badai emosional.

Berdasarkan pemaparan para ahli, dapat dikatakan masa perkembangan remaja ialah masa di mana individu sedang mengalami perkembangan emosi yang memuncak. Artinya sangat mudah untuk berubah-ubah, mudah meledak. Keadaan ini berlangsung lebih sering sebagai akibat dari perubahan dan pertumbuhan fisik. e. Perkembangan Moral

Menurut Gibss, Walker dan Pitts sebagaimana yang dikutip Santrock, (2007: 301), mengemukakan perkembangan moral (moral development) melibatkan pemikiran, perilaku dan perasaan dalam mempertimbangkan mengenai benar salah. Patokan mana yang dipegang orang untuk menentukan mana yang baik dan benar serta mana yang tidak baik dan tidak benar berbeda-beda (Mangunhardjana, 1986: 15).

Berdasarkan rumusan di atas dapat dikatakan bahwa perkembangan moral merupakan suatu yang berkaitan dengan aturan mengenai apa yang harus dilakukan manusia dalam berinteraksi dengan orang lain. Pengalaman berinteraksi dengan orang lain menjadi pemicu dalam memahami prilaku mana yang baik dikerjakan dan yang tidak baik dikerjakan.

f. Perkembangan Iman Remaja menurut James Fowler.

Fowler mengatakan: iman menyangkut upaya mental untuk ”menciptakan, memelihara, dan mentransformasikan arti”. Iman yang menolong seseorang untuk mengambil posisi dan menentukan sikap dalam menghadapi suatu permasalahan. Manusia adalah mahkluk yang terbatas. Kesadaran akan kondisi-kondisi yang terbatas tersebut pun dapat dilihat melalui kacamata iman. James Fowler (Santrock, 2007: 330) mengatakan bahwa perkembangan religius berfokus pada motivasi untuk menemukan makna hidup, baik di dalam maupun di luar konteks agama. Fowler (Santrock, 2007: 330-331) mengajukan enam tahap perkembangan religius yang berkaitan dengan teori perkembangan Erikson, Piaget dan Kohlber : 1. Tahap 1. Iman Intuitif-proyektif atau intuitive-projective faith (masa kanak-

kanak awal).

Setelah bayi belajar mempercayai pengasuhnya (perumusan Erikson) mereka menemukan gambaran intuitifnya sendiri mengenai apa yang baik dan jahat. Ketika anak-anak mulai memasuki tahap praoperasional seperti dalam teori Piaget, dunia kognitif mereka mulai terbuka terhadap berbagai kemungkinan baru. Benar dan salah dilihat menurut konsekuensi bagi dirinya sendiri. Anak- anak mulai percaya akan adanya malaikat dan hal-hal gaib. Tahap ini pada usia 3- 7 tahun.

2. Tahap 2. Iman mistis-literal atau mythical-literal (masa kanak-kanak pertengahan dan akhir)

Ketika anak-anak mulai memasuki tahap operasional konkret menurut Piaget, mereka mulai bernalar secara lebih logis,konkret namun tidak abstrak.

Mereka memandang dunia secara lebih teratur. Anak-anak usia sekolah mengintepretasikan kisah-kisah religius secara literalis, dan pandangan mereka mengenai orang tua yang memberikan hadiah untuk kebaikan yang dilakukan dan memberikan hukuman untuk keburukan yang dilakukan. Tahap ini pada usia 7-12 tahun.

3. Tahap 3. Iman sintesis-konvensional atau synthetic-conventional faith (transisi antara masa kanak-kanak dan remaja, remaja awal).

Pada tahap ini remaja mulai mengembangkan pemikiran operasional formal dan mulai mengintegrasikan hal-hal yang pernah dipelajari mengenai agama ke dalam suatu sistem keyakinan yang koheren. Fowler mengatakan meskipun iman sintesis konvensional lebih abstrak dibandingkan dua tahap sebelumnya, remaja muda masih cenderung patuh terhadap keyakinan religius orang lain sebagaimana dinyatakan dalam tahap moralitas konvensional menurut Kohlber dan belum mampu menganalisis ideologi alternatif secara memadai. Benar salahnya perilaku seseorang ditinjau menurut apakah perilaku itu membahayakan relasi atau mengenai apa yang akan dikatakan orang lain. Iman remaja seringkali membentuk sebuah relasi pribadi dengan Tuhan. Tuhan dipandang sebagai sosok yang hadir untukku. Tahap ini pada usia 12-20 tahun. 4. Tahap 4. Iman individuatif-reflektif atau individuative-reflective faith (transisi

masa remaja dan masa dewasa, dewasa awal).

Fowler mengatakan bahwa ditahap ini untuk pertama kalinya individu mampu sepenuhnya bertanggung jawab terhadap kondisi religiusnya. Tahap ini seringkali didahului oleh pengalaman di mana orang muda mulai bertanggung

jawab akan kehidupannya sendiri dan mereka harus memperluas usahanya untuk mengikuti rangkaian kehidupan tertentu. Pemikiran dan intelektual operasional formal yang menantang nilai-nilai dan ideologi religius individu yang sering kali muncul di lingkungan sekolah atau kampus merupakan hal yang penting untuk mengembangkan iman individuatif-reflektif. Pada tahap ini usia 20-35 tahun. 5. Tahap 5. Iman konjungtif atau conjunctive faith (masa dewasa pertengahan).

Menurut Fowler, jumlah orang dewasa yang memasuki tahap ini hanya sedikit. Tahap ini lebih terbuka terhadap paradoks dan mengandung berbagai sudut pandang yang saling bertolak belakang. Keterbukaan ini beranjak dari kesadaran seseorang mengenai keterbatasan mereka. Pada tahap ini usia 35- 45 tahun.

6. Tahap 6. Iman universal atau universal faith (masa dewasa pertengahan atau dewasa akhir).

Fowler mengatakan, tahap tertinggi dari perkembangan religious yang melibatkan transendensi dari system keyakinan tertentu untuk mencapai penghayatan kesatuan dengan semua keberadaan dan komitmen untuk mengatasi berbagai rintangan yang memecah belah kesatuan dengan orang lain. Fowler menganggap hanya sangat sedikit orang yang bisa mencapai tahap perkembangan religius yang tertinggi ini. Tiga orang yang menurut Fowler bisa mencapai tahap ini adalah Mahatma Gandhi, Bunda Theresa dan Martin Luther King.

Berdasarkan keterangan di atas, posisi remaja pada tahap sintesis – konvensional (Usia 12-20 tahun). Pada tahap ini muncullah berbagai macam

kemampuan kognitif yang mendorong remaja untuk kembali meninjau pandangannya. Gaya kognitif memungkinkan terjadinya suatu cara interaksi baru. Akibatnya, ego harus berhadapan dengan aneka ragam bayangan diri yang kadang-kadang sangat bertentangan satu sama lain. Hal ini yang membingungkan remaja dan menimbulkan pertanyaan dalam hati individu tentang siapakah dirinya. Pertanyaan mengenai jati diri mulai menghantui pikiran sehingga perlu mengintegrasikan berbagai macam bayangan diri serta menjadikannya satu kesatuan indentitas diri yang dapat berfungsi dengan baik.

Dokumen terkait