• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Perkembangan Suku Bunga Deposito Berjangka

Suku bunga perbankan sudah menjadi masalah serius sejak diluncurkannya Deregulasi 1 Juni 1983. Sebab, dalam masa sebelum kebijakan 1 Juni 1983 itu, suku bunga hanya mengikuti tabel yang dikeluarkan Bank Indonesia berdasarkan Instruksi Presiden No. 28 tahun 1968. Namun, sejak Deregulasi itu, bank-bank mulai menetapkan suku bunganya sendiri. Dalam masa itu, hingga Oktober 1988 dapat dilihat belum terjadi gejolak yang cukup berarti, sebab selama itu bank-bank pemerintah masih sangat dominan mempengaruhi pasar.

Pada masa-masa awal Pakto’88 bahkan sampai sekarang, senjata yang selalu digunakan kalangan perbankan adalah suku bunga. Sejumlah bank dan bahkan sebagian besar bank menggunakan suku bunga sebagai strategi untuk mengumpulkan dana dari masyarakat. Jadi, penurunan suku bunga tidak bisa dilihat sebagai efesiensi suatu bank, tetapi karena pengaruh bank-bank pesaing. Setiap penurunan suku bunga selalu mengakibatkan perpindahan dana ke bank-bank lain yang menetapkan suku bunga yang lebih tinggi.

Dalam situasi normal, kondisi seperti ini tidaklah menjadi masalah, namun dalam situasi rentan likuiditas perilaku ”perang bunga” sangat berpengaruh.

Diketahui pula, sejumlah bank menetapkan ”premi rate” terhadap nasabah-nasabah tertentu dengan jumlah dana tertentu pula. Ada bank yang selalu likuid dan ada bank yang kesulitan likuiditasnya. Kondisi ini menyebabkan bank-bank dalam suasana penuh gejolak suku bunga.

Pada tahun 1991 pemerintah mengambil kebijakan uang ketat, yang sekaligus menaikkan suku bunga ke tingkat yang tidak wajar. Seluruh aktivitas ekonomi terhenti akibat kenaikan suku bunga, tidak terkecuali dunia perbankan sendiri. Pada saat itu suku bunga melambung sampai 30% untuk simpanan dana dan 37% untuk suku bunga kredit.

Kebijakan uang ketat dikeluarkan untuk mendinginkan mesin ekonomi setelah ekonomi nasional yang semakin panas akibat pengaruh tingkat inflasi. Tingginya tingkat inflasi itu jugalah yang menyebabkan bank-bank umum terpaksa menaikkan suku bunga kredit dan suku bunga simpanan, seperti deposito berjangka. Pengaruh tingginya tingkat inflasi dan dengan adanya suku bunga yang rendah akan mengakibatkan rendahnya minat pemilik uang untuk menanamkan uangnya ke bank. Jadi untuk mengimbangi inflasi, suku bunga bank menjadi pengaman agar dana-dana bisa masuk dan tidak lari keluar dari perbankan.

Kebijakan uang ketat terus berlanjut hingga akhir tahun 1992, walaupun saat itu suku bunga SBI sudah mengalami penurunan. Dengan dimotori oleh suku bunga pada bank pemerintah, suku bunga berlahan turun kendati pada saat yang bersamaan sejumlah bank-bank swasta masih mempertahankan suku bunga yang tinggi. Pada tahun 1993 hingga awal 1994 kondisi suku bunga benar-benar turun.

Tabel 4.3

Suku Bunga SBI dan Suku Bunga Rata-Rata Deposito Berjangka pada Bank Umum

(%)

Tahun Suku bunga SBI 3 bulan Suku bunga deposito berjangka 3 bulan

1994 11,59 14,27 1995 13.30 17,15 1996 13.10 17,03 1997 17.38 23,92 1998 37,84 49,23 1999 12,64 12,95 2000 14,31 13,84 2001 17,63 17,24 2002 13,12 13,63 2003 8,34 7,14 2004 7,29 6,71 2005 12,83 13,05

Sumber : Bank Indonesia Cabang Medan

Pergerakan suku bunga pada bank-bank umum menjadi mulai normal, terutama setelah tahun 1994. Dapat dikatakan pergerakan arahnya mengikuti perilaku

pergerakan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Hal ini memudahkan bank- bank umum mengikuti arah pergerakan suku bunga untuk jenis suku bunga kredit dan suku bunga simpanan seperti simpanan deposito berjangka.

Berdasarkan tabel di atas ( tabel 4.2 ) diketahui bahwa pergerakan perubahan suku bunga SBI cenderung diikuti oleh pergerakan suku bunga deposito berjangka pada rata-rata bank umum.

Pada tahun 2005, suku bunga hasil lelang SBI baik untuk 1 bulan dan 3 bulan mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2005 Bank Indonesia mengambil kebijakan moneter yang cenderung ketat,seperti yang tercermin dari kenaikan suku bunga BI rate, yang diperkuat pula dengan kenaikan beberapa indikator suku bunga, seperti suku bunga SBI. Suku bunga SBI meningkat menjadi 12,83%, sedangkan pada tahun 2004 suku bunga SBI sebesar 7,29%. Kenaikan suku bunga SBI mulai diikuti oleh perubahan suku bunga deposito berjangka, yaitu pada tahun 2004 tingkat suku bunganya sebesar 6,71% dan pada tahun 2005 tingkat suku bunganya sebesar 13,05%.

Kebijakan kenaikan suku bunga instrumen moneter (SBI) pada tahun 2005 menjadi 12,83% dipengaruhi oleh peningkatan laju inflasi akibat pasca kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ini mengakibatkan kenaikan harga-harga. Akibatnya jumlah uang beredar mengalami peningkatan, dimana peningkatan itu tidak sesuai dengan yang ditargetkan.

Peningkatan suku bunga instrumen moneter yang diikuti oleh kenaikan suku bunga deposito berjangka telah mendorong terjadinya peningkatan simpanan masyarakat. Pada perbankan, khususnya dalam bentuk simpanan berjangka (deposito). Setelah tumbuh negatif sepanjang tahun 2003-2004, pertumbuhan simpanan deposito berjangka tahun 2005 semakin menunjukkan perkembangan yang positif. Kondisi tersebut mendorong pesatnya pertumbuhan dana secara agregat pada bank-bank umum.

Tabel 4.4

Jumlah Deposito Berjangka 3 Bulan pada Bank Umum

( Juta Rupiah ) Tahun Bank Persero Bank Pembangunan Daerah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran Total 2000 42.281 783 25.075 4.995 73.132 2001 51.743 1.320 24.389 6.580 83.131 2002 46.838 2.305 26.676 4.631 80.449 2003 31.267 1.908 30.455 6.192 69.822 2004 22.260 1.668 22.031 6.165 52.155 2005 29.080 4.152 26.968 7.752 67.953

Sumber : Bank Indonesia Medan

Pada tahun 2004 simpanan deposito berjangka 3 bulan berjumlah 52.155 juta rupiah. Jumlah itu mengalami peningkatan menjadi 67.953 juta rupiah pada Juli 2005, dimana tingkat suku bunga deposito pada bulan itu sebesar 7,03%.

Di samping faktor suku bunga, peningkatan dana deposito tersebut juga terkait dengan perpindahan dana perorangan yang sebelumnya ditanamkan di reksa dana. Hal ini sejalan dengan semakin baiknya pemahaman pemilik dana akan resiko investasi di pasar Surat Utang Negara (SUN).

Kondisi ini terlihat dari kembalinya simpanan masyarakat atau terjadinya penambahan deposito milik perorangan yang naik mencapai 66,5 triliun rupiah (Maret-September), setelah gejolak redemtion reksa dana secara besar-besaran adanya kenaikan suku bunga lebih lanjut dan mencerminkan preferensi masyarakat akan likuiditas jangka pendek. Bagi nasabah yang membutuhkan dananya dalam jangka pendek, penanaman uang untuk jangka waktu 1 bulan akan mempermudah penarikannya. Jika dana tersebut belum dibutuhkan dan ekspektasi akan adanya kenaikan suku bunga deposito berjangka benar ada akan memberikan keuntungan bagi nasabah, yaitu pendapatan bunga akibat pengaruh peningkatan tingkat suku bunga tersebut. Perkembangan dana pada jumlah deposito berjangka 1 bulan dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.5

Jumlah Dana Deposito Berjangka 1 bulan pada Bank Umum ( Juta Rupiah ) Tahun Bank Persero Bank Pembangunan Daerah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran Total 2000 106.058 2.675 115.936 38.752 263.421 2001 126.362 4.363 130.256 42.134 303.115 2002 115.329 6.296 141.086 35.624 298.335 2003 107.765 6.386 137.799 39.937 291.886 2004 100.339 7.512 159.082 48.302 315.235 2005 110.277 13.046 165.298 58.266 346.086

Dokumen terkait