• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

4.3 Perlakuan Akuntansi Leasing Menurut Perpajakan

Kegiatan sewa guna usaha yang dilakukan oleh perusahaan digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi sesuai ketentuan KMK-1169/KMK.01/1991, karena memenuhi semua kriteria berikut:

a. Jumlah pembayaran sewa guna usaha ditambah dengan nilai sisa barang modal dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan

lessor,

Harga perolehan: Rp 112.471.400

Keuntungan lessor: Rp 8.328.000 + Jumlah pembayaran sewa guna usaha: Rp 120.799.400 b. Masa sewa guna usaha sekurang-kurangnya dua tahun, c. Perjanjian sewa guna usaha memuat opsi bagi lessee.

Persyaratan kegiatan sewa guna usaha perusahaan sesuai dengan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6:

a. Pembiayaan yang diberikan berupa barang modal, yaitu aktiva berwujud berupa kendaraan, yang mempunyai manfaat lebih dari satu tahun. Aktiva digunakan secara langsung untuk memperlancar distribusi barang oleh perusahaan,

b. Lessee telah memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP),

c. Perusahaan mempunyai kegiatan usaha untuk dijalankan.

Transaksi sewa guna usaha yang dilakukan perusahaan telah diikat dalam suatu perjanjian sewa guna usaha yang sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagaimana ketentuan pasal 9 KMK-1169. Dalam hal ketentuan umum menurut pasal 1 antara lain:

a. Lessor adalah perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa guna usaha

yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukan kegiatan sewa guna usaha.

PT BII Finance Center selaku lessor atas transaksi sewa guna usaha yang dilakukan perusahaan, didirikan pada tanggal 13 Februari 1991 dengan akte no. 163 oleh notaris Richardus Nangkih Sinulingga, SH, di Jakarta, sebagai perusahaan dengan aktivitas usaha yaitu anjak piutang, sewa guna usaha, dan pembiayaan konsumen dan kartu kredit (multi finance).

b. Simpanan jaminan (security deposit) adalah jumlah uang yang diterima

lessor dari lessee pada permulaan masa lease sebagai jaminan untuk

kelancaraan pembayaran lease. Ketentuan ini telah dilaksanakan oleh perusahaan dengan membayar sejumlah Rp30.960.000 sebagai uang muka sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha.

4.3.1 Pencatatan Perolehan Aktiva dan Kewajiban

Mengacu pada pasal 13 KMK-1169, perlakuan akuntansi transaksi sewa guna usaha dilaksanakan sesuai dengan standar akuntansi di bidang sewa guna usaha di Indonesia, dengan demikian pencatatan akuntansi transaksi sewa guna usaha menurut pajak diperlakukan sama dengan pencatatan menurut PSAK, kecuali perlakuan pajak penghasilan yang akan dibahas lebih rinci oleh penulis. Sesuai dengan ketentuan di atas maka penulis akan menggunakan metode pendekatan menurut pencatatan PSAK dibandingkan dengan pajak.

Pencatatan perolehan aktiva, pembayaran uang muka dan kewajiban menurut pajak sama dengan standar akuntansi keuangan, yaitu:

Kendaraan sewa guna usaha ... Rp 112.471.400 Uang muka sewa guna usaha ... Rp 30.960.000

Kewajiban sewa guna usaha ... Rp 103.200.000 Bank... Rp 40.231.400

71

4.3.2 Pencatatan Pembayaran Angsuran Pokok dan Bunga

Pembayaran sewa guna usaha dengan hak opsi yang dibayar atau terutang oleh perusahaan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (pasal 16 ayat 1c KMK-1169). Hal ini berbeda dengan perlakuan akuntansi menurut standar akuntansi keuangan.

Pada awal masa sewa, perusahaan mengakui sebagai aset dan liabilitas dalam laporan posisi keuangan, sebagai konsekuensinya angsuran pokok sewa guna usaha diperlakukan sebagai pembayaran (pelunasan) kewajiban sewa guna usaha sesuai PSAK paragraf 20 dan 21, sedangkan pembayaran bunga merupakan biaya (expense) yang dapat dibebankan. Pengakuan beban bunga menurut pajak dan PSAK telah sama, keduanya mengakui biaya tersebut sebagai beban keuangan. Pembayaran angsuran pokok dan bunga sewa guna usaha menurut PSAK dan pajak dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut:

Tabel 4.9 Perbandingan Jurnal Pembayaran Angsuran dan Bunga

Jurnal Debet Kredit

A Jurnal menurut PSAK

Kewajiban SGU 72.240.000

Beban bunga 8.328.000

Bank 80.568.000

B Jurnal menurut pajak

Biaya angsuran pokok 72.240.000

Beban bunga 8.328.000

Bank 80.568.000

4.3.3 Pencatatan Penyusutan

Selama masa sewa guna usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa guna usaha (pasal 16 ayat 1a KMK-1169). Hal ini berbeda dengan perlakuan standar akuntansi keuangan. Dalam standar akuntansi keuangan, aktiva tetap sewa guna usaha disusutkan oleh lessee, dengan demikian tidak ada jurnal yang dibukukan menurut pajak untuk mencatat biaya penyusutan.

4.3.4 Di Akhir Masa Sewa (Nilai Opsi)

Pada saat berakhirnya masa sewa guna usaha, perusahaan menggunakan hak opsinya untuk membeli kendaraan tersebut, maka perusahaan melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) kendaraan tersebut (Pasal 16 ayat 1b KMK-1169). Nilai opsi dari kendaraan tersebut adalah Rp30.960.000 sebesar uang muka yang dibayarkan perusahaan pada awal periode sewa. Pencatatan di akhir nilai opsi antara PSAK dengan pajak sama, yaitu: Kewajiban sewa guna usaha ... Rp 30.960.000

Uang muka sewa guna usaha ... Rp 30.960.000 Setelah mengambil alih kendaraan yang disewa dengan hak opsi, maka nilai perolehan aset (sebesar nilai opsi) dapat disusutkan oleh perusahaan sesuai dengan metode dan umur aset. Perhitungan beban penyusutan setelah opsi dilakukan untuk tahun-tahun berikutnya dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut:

Tabel 4.10 Perhitungan Penyusutan Setelah Hak Opsi Dilaksanakan

Tahun Nilai Buku Awal

Tahun Tarif

Beban Penyusutan

Nilai Buku Akhir Tahun

1

Tahun 1- 2 tidak ada penyusutan karena sewa guna usaha 2 3 30,960,000 25% 7,740,000 23,220,000 4 23,220,000 25% 5,805,000 17,415,000 5 17,415,000 25% 4,353,750 13,061,250 6 13,061,250 25% 3,265,313 9,795,938 7 9,795,938 25% 2,448,984 7,346,953 8 7,346,953 25% 7,346,953 - 30,960,000

Sumber: Telah diolah kembali

4.3.5 Penyajian Transaksi Capital Lease dalam Laporan Keuangan

Penulis menggunakan metode pendekatan PSAK dalam menyajikan perbandingan laporan keuangan menurut pajak, menurut ketentuan pasal 13 KMK-1169 mengenai perlakuan akuntansi transaksi sewa guna usaha yang dilaksanakan sesuai dengan standar akuntansi di bidang sewa guna usaha di Indonesia.

Ringkasan penyajian transaksi capital lease dalam laporan posisi keuangan menurut PSAK dan pajak adalah sama, karena laporan posisi keuangan pajak mengikuti laporan posisi keuangan menurut PSAK. Penyesuaian dilakukan dalam laporan laba rugi untuk biaya-biaya yang diperbolehkan menurut ketentuan pajak. Laporan laba rugi menurut PSAK harus disesuaikan dengan cara

melakukan koreksi biaya-biaya yang tidak diperbolehkan menurut ketentuan pajak untuk mendapatkan laporan keuangan fiskal dan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Untuk itu, penulis akan menyajikan laporan laba rugi untuk mengetahui perbedaan antara PSAK dengan pajak. Perbandingan penyajian laporan laba rugi menurut PSAK dan pajak dapat dilihat pada gambar 4.9 sampai 4.12 berikut:

Laporan Laba Rugi Menurut PSAK Tahun Berakhir Desember 2011

Pendapatan:

Beban Usaha:

Penyusutan kendaraan SGU Rp 25.774.696

Pendapatan/ Beban lain-lain:

Beban Bunga Rp 5.877.054

Gambar 4.9 Laporan Laba Rugi Menurut PSAK Yang Berakhir 31 Desember 2011

Sumber: Telah diolah kembali

Laporan Laba Rugi Menurut Pajak Tahun Berakhir 31 Desember 2011

Pendapatan:

Beban Usaha:

Biaya angsuran pokok SGU Rp 34.406.947

Pendapatan/ Beban lain-lain:

Beban Bunga Rp 5.877.054

Gambar 4.10 Laporan Laba Rugi Menurut Pajak Yang Berakhir 31 Desember 2011

Laporan Laba Rugi Menurut PSAK Tahun Berakhir 31 Desember 2012

Pendapatan:

Beban Usaha:

Penyusutan kendaraan SGU Rp 21.674.176

Pendapatan/ Beban lain-lain:

Beban Bunga Rp 2.450.946

Gambar 4.11 Laporan Laba Rugi Menurut PSAK Yang Berakhir 31 Desember 2012

Sumber: Telah diolah kembali

Laporan Laba Rugi Menurut Pajak Tahun Berakhir 31 Desember 2012

Pendapatan:

Beban Usaha:

Biaya angsuran pokok SGU Rp 37.833.053

Pendapatan/ Beban lain-lain:

Beban Bunga Rp 2.450.946

Gambar 4.12 Laporan Laba Rugi Menurut Pajak Yang Berakhir 31 Desember 2012

Sumber: Telah diolah kembali

Dokumen terkait