• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) berasal dari Meksiko, Amerika Tengah (Prihardana dan Hendroko, 2007). Menurut Nurcholis dan Sumarsih (2007), tanaman jarak pagar mulai banyak ditanam di Indonesia semenjak masa penjajahan Jepang pada tahun 1942, yang bijinya dipergunakan untuk membuat bahan bakar bagi pesawat tempur Jepang. Tanaman jarak pagar dalam waktu singkat telah menyebar cukup luas, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Wilayah Jawa Tengah meliputi Semarang, Solo, dan sekitarnya. Wilayah Jawa Timur meliputi Madiun, Lamongan, Bojonegoro, Besuki, dan Malang. Jarak pagar kemudian berkembang luas sampai kawasan Indonesia Timur, seperti Nusa Tenggara, Sulawesei, dan sebagainya.

Di Indonesia, jarak pagar juga dikenal dengan nama jarak kosta, jarak pager, atau jarak wolanda. Nama tanaman jarak pagar sesuai dengan daerahnya menurut Hyne (1987) adalah nawaih nawas (Aceh); balacae (Manado); damar ende (Timor); jirak (Minangkabau); jarak kosta (sunda); jarak budeg, jarak gundul, jarak iru, jarak pager, jarak cina (Jawa); beaw (Sulawesi Utara); bintalo, biau (Gorontalo); tondo ntomene (Baree); kalake, kaleke paghar (Madura); jarak pegeh (Bali); kuman nema (Alor); tangang-tangang kali kanjoli (Makasar); peleng kaliki (Bugis); lulu mau, lulu ai fula (Rote); paku kose, paku luba, paku lunat (Timor); muun nav (Kai); malate (Seram Timur); makamale, ai bua kemale (Seram Barat); ai bua kamaalo, ai kamane, yai bua kamalo (Seram Selatan); balacai (Halmahera Selatan); bolacai, kadoto (Halmahera utara); Balacai Bisa (Ternate dan Tidore).

Jarak pagar merupakan tanaman perdu yang melakukan penyerbukan sendiri atau penyerbukan silang. Jarak pagar termasuk dalam famili Euphorbiaceae, satu famili diantaranya dengan tanaman karet dan ubikayu. Adapun taksonomi tumbuhan jarak pagar menurut Hyne (1987) diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha L.

Spesies : Jatropha curcas L.

Tinggi tanaman dalam kondisi normal dapat mencapai 1.5 – 5 meter (Nurcholis dan Sumarsih, 2007), sedangkan penelitian Hariyadi (2005) menyebutkan bahwa jarak pagar mampu mencapai ketinggian hingga 7 m. Jarak pagar memiliki percabangan yang tidak teratur dengan ranting bulat dan tebal. Batangnya berkayu silindris dan jika tergores dapat mengeluarkan getah. Batangnya juga berkulit licin, beruas-ruas, pada setiap ruas terdapat titik tumbuh daun atau cabang. Kulit batang bertekstur halus, berwarna keabu-abuan atau kemerah-merahan. Ranting yang masih muda umumnya berwarna kehijau-hijauan. Panjang masing-masing ruas batang bervariasi, tergantung varietasnya. Diameter pangkal batang utama sekitar 5-7 cm.

Daun jarak pagar cukup besar, panjang helai daun 6-16 cm, lebar 5-15 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur dengan pangkal berbentuk jantung, bersudut atau berlekuk 3-5,dan tepi daun gundul. Warna daun hijau atau hijau muda. Daun memiliki tangkai dengan panjang antara 3.5 – 15 cm. Daun jarak pagar merupakan daun tunggal berwarna hijau yang tersebar di seluruh bagian batang (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).

Bunga jarak pagar berupa bunga majemuk tersusun dalam rangkaian berumah satu. Bunga berwarna kuning kehijauan, dengan presentase bunga betina 5-10% atau lebih, muncul di ujung batang. Bunga menyerbuk dengan bantuan serangga (Hasnam, 2006). Bunga jarak pagar muncul saat tanaman mulai berumur 3-4 bulan. Pembungaan umumnya terjadi pada musim kemarau, meskipun demikian pada musim hujan juga dapat berbunga. Bunga muncul secara terminal dari percabangan. Kelopak bunga berjumlah 5 helai, berbentuk bulat telur dengan ukuran panjang 4 mm. Bunga secara keseluruhan berbentuk lonceng. Mahkota bunga berjumlah 5 helai. Ukuran bunga betina lebih besar dibandingkan dengan bunga jantan.

Buah disebut kapsul berbentuk bulat telur, berdaging ketika masih muda, berwarna hijau, kuning lalu hitam dan mengering (Prastiwi et al., 2006). Prihandana dan Hendroko (2007) menambahkan bahwa pembentukan buah membutuhkan waktu 90 hari dari pembungaan sampai matang. Buah dihasilkan setelah terjadi penyerbukan bunga betina oleh serbuk sari bunga jantan. Buah jarak pagar berdiameter 2 – 4 cm dan terbagi menjadi tiga ruang yang masing-masing ruang berisi satu biji.

Biji jarak pagar berbentuk bulat panjang. Ukuran panjangnya rata-rata 18 mm dan lebar rata-rata 10 mm. Biji jarak bercangkang tipis. Kulit biji yang sudah tua bagian luar berwarna hitam kotor dan setelah kering penuh retak-retak kecil (Henning, 1998). Biji dapat terlepas sendiri dari buah jika kulit buah telah kering. Biji matang ditandai dengan perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi kuning. Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen 25 – 30 % (Priyanto, 2007). Tanaman jarak pagar adalah tanaman menyerbuk silang, meskipun presentasi menyerbuk sendirinya juga cukup tinggi. Jarak pagar yang menyerbuk silang ini menyebabkan keturunannya bersifat heterozigot dan populasinya heterogen (Puslitbangbun, 2008b).

Secara alamiah, jarak pagar memiliki sistem percabangan yang tidak teratur yang terdiri atas cabang primer, cabang sekunder, dan cabang terminal. Cabang sekunder adalah cabang yang terbentuk pada cabang primer, sedangkan cabang terminal adalah cabang yang terbentuk pada cabang sekunder yang merupakan tempat tumbuhnya daun, bunga, dan buah. Jumlah cabang terminal sangat ditentukan oleh jumlah cabang primer dan sekunder yang terbentuk. Dalam budidaya tanaman, jumlah cabang primer dibatasi 3-5 cabang (Raden, 2008).

Syarat Tumbuh Tanaman

Jarak pagar dapat tumbuh pada lahan marjinal yang umumnya sulit untuk ditumbuhi tanaman lain. Namun demikian, tanaman jarak pagar juga memiliki lingkungan ideal yang bisa menunjang pertumbuhan dan perkembangannya untuk menghasilkan produktivitas optimal. Jarak pagar dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 500 m di atas permukaan laut. Curah hujan yang ideal adalah

625 mm/tahun, dengan pH tanah 5.0-6.5 (Tim Jarak Pagar, 2006), sedangkan menurut Becker dan Makkar (1999) curah hujan yang optimal untuk tanaman jarak pagar berkisar antara 600-1200 mm per tahun.

Hasil penelitian Hariyadi (2005) menyebutkan bahwa tanaman jarak pagar cukup adaptif terhadap ligkungan tumbuhnya. Lingkungan tumbuh optimal bagi tanaman jarak pagar yakni ketinggian tempat 0-1000 m di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tetapi memiliki drainase baik, tidak tergenang, pH tanah 5.0-6.0 dan suhu sekitar 18-30°C. Pada daerah dengan suhu rendah (<18°C) akan menghambat pertumbuhan, sedangkan pada suhu tinggi (>35°C) akan menyebabkan daun dan bunga berguguran serta buah kering sehingga produksi menurun.

Tanaman ini dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tetapi pertumbuhan yang lebih baik pada tanah-tanah ringan atau lahan-lahan dengan drainase dan aerasi yang baik (Allorerung dan Effendi, 2009). Tanah yang paling optimal untuk pertumbuhan jarak pagar mengandung pasir 60-90%. Tanaman ini dapat juga dijumpai pada daerah berbatu, berlereng, dan perbukitan atau sepanjang saluran air dan batas-batas kebun (Arivin et al., 2006).

Manfaat Tanaman Jarak Pagar

Biji jarak pagar dari buah kuning mengandung rendeman minyak sekitar 30-40% (Puslitbangbun, 2006a). Sedangkan Henning (1998) menyebutkan bahwa bijinya beracun dan mengandung sekitar 35% minyak. Biji jarak terdiri dari kernel (daging biji) dan 25% sisanya adalah kulit. Citrorekso (2006) menyatakan bahwa komposisi minyak jarak terdiri dari 5% air, 54% minyak, 13% karbohidrat, 12.5% serat, 2.5% abu, dan 18% protein. Adapun komposisi minyak jarak terdiri dari asam lemak dan gliserol. Asam lemaknya terdiri dari palmitat, stearat, oleat, linoleat, dan dihidroksistearat.

Jarak pagar merupakan tanaman multifungsi, disamping merupakan tanaman obat (bijinya untuk obat sembelit, getahnya untuk obat luka, daunnya sebagai anti malaria), menghasilkan bahan bakar alternatif, bahan pembuat sabun, dan kulit buahnya dapat dijadikan kompos. Di Kuba digunakan sebagai pohon

pelindung tanaman kopi dan tiang panjat hidup tanaman panili (Henning, 1998). Jarak pagar juga berpotensi dijadikan tanaman sekat berupa jalur hijau dengan karakteristik antara lain: merupakan tanaman yang tahan kekeringan, berdaun lebar dan sebagai salah satu anggota Euphorbiaceae jarak pagar juga bisa ditanam secara vegetatif dan mudah bertunas.

Pengaruh Pemangkasan terhadap Pertumbuhan Tanaman

Pemangkasan (pruning) adalah pemotongan bagian tertentu tanaman yang tidak dikehendaki pertumbuhannya karena dapat menghambat atau mengganggu perkembangan tanaman. Pemangkasan bertujuan untuk membentuk pohon yang kokoh dan tegar, memperbanyak percabangan, menghindari terjadinya dominasi apikal, serta meningkatkan jumlah bunga dan buah pada tanaman yang berbunga terminal (Widodo, 1995). Menurut Harijadi (1989), tujuan pemangkasan secara umum adalah untuk mengendalikan ukuran, mengatur keragaan tanaman, mengendalikan bentuk, serta meningkatkan produksi dan mutu tanaman.

Prinsip pemangkasan pada tanaman mangga adalah merangsang terbentuknya tunas vegetatif – generatif agar bidang percabangan lebih luas sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman (Hidayat, 2005). Cholid et al. (2006) menyatakan pemangkasan pada tanaman jarak pagar bertujuan untuk merangsang percabangan, serta membentuk kanopi yang berpengaruh terhadap produksi jarak pagar. Pemangkasan dilakukan pada batang yang telah cukup berkayu (warna coklat keabu-abuan). Pemangkasan dilakukan secara berkala, selain untuk meningkatkan jumlah cabang produktif juga untuk mengatur tinggi tanaman sehingga mudah dalam pemeliharaan dan pemanenan (Hariyadi, 2005)

Menurut Edmond et al. (1957), ada dua jenis pemangkasan, yaitu heading back dan thinning out. Heading back yaitu pemangkasan bagian atas tanaman atau puncak dari ranting atau cabang. Thinning out yaitu membersihkan atau membuang ranting dan cabang tanaman yang sakit, tua, atau lemah, serta tunas-tunas air yang tidak diperlukan. Efek dari heading back adalah pertumbuhan tunas-tunas samping, sedangkan efek dari thinning out adalah tanaman yang sehat dan bebas dari cabang yang tidak produktif. Harijadi (1989) juga menambahkan

bahwa Heading Back dapat menciptakan perubahan bentuk baru dengan perusakan dominasi apikal. Dominasi apikal yaitu penekanan pertumbuhan calon tunas ketiak oleh ujung ranting yang aktif tumbuh, akibatnya tanaman akan tumbuh memanjang. Apabila pucuk aktif dibuang maka tunas-tunas lateral akan bermunculan sehingga percabangan menjadi merapat dan lebat (Widodo, 1995).

Jarak pagar berbunga majemuk sehingga membutuhkan bahan makanan yang sangat besar agar gugurnya bunga dan buah dapat dikurangi. Tanaman jarak pagar perlu penghematan bahan fotosintat sewaktu pohon aktif memproduksi bahan makanan, perlu juga efisiensi sistem jaringan dalam tubuh tanaman agar bahan makanan yang ada setelah digunakan untuk perawatan tanaman itu sendiri cukup untuk membentuk bunga dan buah. Efisiensi ini dilakukan bukan mengurangi bahan makanannya, namun menekan pemborosannya dengan memangkas bagian yang bersifat negatif (hanya menyerap dan tidak menyumbangkan bahan makanan sama sekali) atau dengan mengurangi bahan pengguna makanan, seperti daun-daun yang ternaungi atau cabang-cabang yang tidak produktif (Raden, 2008).

Jumlah cabang menentukan jumlah bunga, buah dan biji jarak. Pemangkasan tajuk secara teratur dan berpola akan membentuk tajuk dan cabang yang ideal seperti membentuk payung. Hal ini penting karena tanaman jarak pagar berbunga di terminal, sehingga jumlah cabang berkolerasi positif dengan produksi buah dan biji. Bunga di terminal atau di ketiak daun ini menyebabkan jarak pagar membutuhkan penyiapan tempat berbunga yang sebanyak-banyaknya agar dapat menyangga buah yang lebat. Ranting membawa bunga, pada pohon yang berbunga di terminal perlu dipangkas setelah pemanenan (Mahmud et al., 2006).

Jarak pagar merupakan tanaman yang memerlukan pemangkasan untuk menghasilkan batang kokoh yang tahan terhadap terpaan angin, efisiensi cahaya, sekaligus meningkatkan jumlah cabang produktif (Putri, 2009). Hasil penelitian Putri (2009) menunjukkan bahwa pemangkasan pada jarak pagar secara umum dapat meningkatkan jumlah cabang sekunder yang terbentuk, dan dengan semakin banyaknya jumlah cabang sekunder yang terbentuk dapat memberikan pengaruh terhadap jumlah daun pada tanaman jarak pagar.

Cholid et al. (2006) menyebutkan bahwa perlakuan pemangkasan 30 cm menghasilkan jumlah tandan tertinggi yaitu 6,43 tandan buah/tanaman, diikuti pemangkasan 45 cm (5,81 tandan buah/tanaman), pemangkasan 60 cm (4,35 tandan buah/tanaman). Produksi tandan buah terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemangkasan (3,76 tandan buah/tanaman). Penelitian menunjukkan tanaman jarak pagar pada akhir tahun pertama perlu dilakukan pemangkasan dengan memotong tanaman hingga tersisa hanya 30 cm dari permukaan tanah, untuk merangsang pertumbuhan cabang-cabang. Selanjutnya pada akhir tahun pemangkasan berikutnya dilakukan dengan memotong cabang-cabang tanaman sepanjang 2/3 bagian dan menyisakan 1/3 bagian cabang-cabang tersebut (Puslitbangbun, 2008a). Khusus untuk tanaman yang berasal dari setek, cabang hasil pangkasan tahun kedua ini dapat dipakai sebagai perbanyakan tanaman untuk ditanam di tempat lain.

Pengaruh Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan dan produksi suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan kemampuan tanaman dalam memanfaatkan sumberdaya lingkungan tumbuh tanaman. Pengaturan jarak tanam yang tepat, merupakan salah satu teknik penting untuk budidaya tanaman setelah pemilihan varietas tanaman yang baik. Jarak tanam berhubungan erat dengan kerapatan tanaman. Menurut Soemarno (1973), tanaman yang terlalu rapat mengakibatkan pertumbuhan ke atas dominan, sedangkan pertumbuhan ke samping terhambat, karena tanaman saling berlomba untuk mendapatkan sinar matahari.

Jarak tanam yang sesuai adalah pengaturan ruang tumbuh bagi tanaman yang bersangkutan sedemikian rupa sehingga persaingan dalam penyerapan cahaya matahari, air dan unsur hara diantara masing-masing individu tanaman dapat ditekan sekecil-kecilnya. Semakin rapat jarak tanam semakin banyak populasi tanaman per satuan luas, sehingga persaingan hara antar tanaman semakin ketat. Akibatnya partumbuhan tanaman akan terganggu dan produksi per tanaman akan menurun (Mawazin dan Suhendi, 2008). Fujimori (2001) menyatakan pertumbuhan pohon dan kualitas tanaman berkayu secara individu

dapat diatur melalui penerapan teknik pemangkasan dan penjarangan. Jarak tanam erat kaitannya dengan lingkungan pertumbuhan tanaman, terutama faktor cahaya (Janick et al., 1974).

Pola jarak tanam yang ideal adalah apabila kebutuhan tanaman terhadap kondisi lingkungan (cahaya, kelembaban, aerasi udara, maupun perakaran) dapat tercukupi (Muhammad et al., 1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh secara statistik terhadap diameter S. parvifolia umur lima tahun, tetapi diameter yang dicapai ada kecenderungan semakin lebar jarak tanam diameternya cenderung lebih besar dibanding dengan jarak tanam yang rapat. Jarak tanam juga mempengaruhi riap diameter S. parvifolia. Jarak tanam yang lebih lebar, riapnya lebih baik karena jumlah tanamannya lebih sedikit sehingga persaingan antar tanaman lebih kecil. Seperti pada tanaman yang berumur lima tahun, jarak tanam yang rapat (1 m x 1 m) riapnya 0,33 cm jauh lebih kecil dibandingkan tanaman dengan jarak tanam yang lebar (3 m x 3 m), riapnya mencapai 2,25 cm (Mawazin dan Suhendi, 2008).

Hasil penelitian menyebutkan bahwa pertumbuhan dan produksi jarak pagar pada tahun kedua dan seterusnya cenderung tidak sebaik pada tahun pertama meskipun dalam kondisi optimum. Hasil panen tahun kedua dan seterusnya ternyata tidak dapat menyamai hasil panen pada tahun pertama. Dengan jarak tanam 2x2 m2 atau populasi 2 500 tanaman per hektar untuk mencapai potensi produksi 8-9 ton/ha harus menunggu tahun ke 5-6 dengan input yang tinggi sehingga menjadi tidak ekonomis lagi. Melalui inovasi teknologi sistem tanam, dengan meningkatkan jumlah populasi per hektar minimal 7 600 tanaman dan asumsi budidaya di tingkat petani (50% dari potensi hasil IP-3P tahun pertama), maka produktivitas 9.5 ton biji kering per hektar dapat dicapai pada tahun pertama. Hal ini merupakan suatu lompatan teknologi yang besar untuk mengatasi kendala waktu dan input yang besar, sekaligus menghasilkan biomassa yang cepat sebagai sumber energi nabati (Puslitbangbun, 2010).

Produksi Biji Jarak Pagar

Biji tanaman jarak pagar dimanfaatkan untuk dua tujuan, yaitu (1) untuk diambil minyaknya dan (2) dimanfaatkan sebagai benih. Penanganan biji jarak pagar sebagai benih tidak sama dengan biji jarak pagar sebagai sumber minyak, sebab proses pasca panen buah jarak pagar menjadi benih memerlukan perlakuan yang khusus hingga benih memiliki mutu yang tinggi dan dapat disimpan dalam kurun waktu yang lama (Sudjindro, 2008)

Penggunaan biodiesel tanaman jarak pagar dalam 10 tahun diperkirakan mencapai 2 400 000 kiloliter dan produktivitas jarak pagar yang ditanam rata-rata 5 ton biji kering/ha, jika produksi kebun biji 5 ton /ha dan biji terseleksi 75% atau 3.75 ton/ha, maka jumlah tersebut dapat dipenuhi dari kebun induk seluas 225 ha. Puslitbang perkebunan memproyeksikan mulai tahun 2005/2006 membangun kebun benih sumber seluas 50 ha, sisanya diharapkan dari peran serta masyarakat atau swasta. Kebun benih yang dibangun Puslitbang Perkebunan menggunakan stek hasil klon-klon lokal unggul. Bahan tanaman untuk pembangunan kebun benih sumber ini diperoleh dari seleksi langsung di lapangan sebanyak 150 000 stek yang selanjutnya ditanam di kebun-kebun percobaan Puslitbang Perkebunan, yaitu di Pakuwon dan Asembagus (Hasnam dan Mahmud, 2005).

Benih yang dihasilkan adalah komposit dari individu-individu terpilih. Benih jarak pagar termasuk benih otrodoks, yaitu benih yang untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama, harus disimpan dalam kondisi kadar air rendah (6-7%) dan suhu ruang penyimpanan relatif rendah (Hong et al., 1996). Benih yang bermutu tinggi didapat dengan pemanenan ketika buah mencapai masak fisiologis, pada jarak pagar ditandai dengan buah berwarna kuning (berubah warna dari hijau menjadi kuning) dan bila dibuka benih di dalamnya berwarna hitam berkilat. Sampai Oktober 2006, telah dihasilkan 2 102 kg benih yang terdiri dari IP IA, IP-1M dan IP-1P masing-masing 650, 563, dan 889 kg dimana 1 772 kg telah didistribusikan ke 14 provinsi yang mendapat prioritas pengembangan jarak pagar. Benih tersebut digunakan untuk pembangunan 140 ha kebun induk di daerah-daerah, demplot dan pengembangan jarak pagar ( Puslitbangbun, 2006b). Produksi benih yang tinggi dan berkualitas, dapat pula dipengaruhi oleh kesuburan tanah (Puslitbangbun, 2007)

Persentase kehampaan biji merupakan cerminan dari bobot masing-masing biji yang dipengaruhi oleh ketersediaan nutrisi dalam tanah, pupuk, jumlah air dan intensitas cahaya, serta interaksi dari faktor tersebut. Bulan-bulan panen akan berpengaruh terhadap hasil panen, kualitas hasil, serta kandungan minyaknya. Tingkat kesempurnaan pengisian kernel pada cangkang benih sangat berpengaruh terhadap tingkat mutu benih, semakin sempurna pengisian kernel pada ruang benih maka vigor dan viabilitas benih menjadi semakin tinggi serta kandungan minyaknya menjadi semakin maksimal (Puslitbangbun 2011).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di Kebun Jarak Pagar PT Indocement, Citeureup, Bogor. Pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo dilakukan sejak Juli 2010, pindah tanam ke lahan PT Indocement pada Agustus 2010 dan pengamatan penelitian dilakukan pada Oktober 2010 hingga April 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk penanaman adalah benih jarak pagar genotipe Bengkulu yang dipanen di Citeureup. Media tanam pembibitan terdiri atas pupuk kandang, tanah, dan pasir. Peralatan yang digunakan diantaranya gunting pangkas, pita meter, micrometerskrup, plastik label, kertas kerja, alat tulis, dan timbangan analitik.

Metode Penelitian

Rancangan Percobaan

Percobaan di lapangan disusun berdasarkan rancangan faktorial dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dua faktor, yaitu pemangkasan dan pengaturan jarak tanam. Pemangkasan terdiri atas tiga taraf perlakuan pemangksan batang utama yaitu 20 cm, 40 cm, dan 60 cm dari permukaan tanah. Faktor kedua adalah jarak tanam yang terdiri atas 3 taraf yaitu 1x1 m2, 2x1 m2, dan 2x2 m2. Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 27 satuan percobaan dengan luas lahan 1088 m2. Setiap unit percobaan terdapat 15 tanaman jarak pagar. Jumlah tanaman contoh di setiap unit percobaan sebanyak 5 tanaman, sehingga terdapat 135 satuan amatan. Model aditif linear untuk rancangan yang digunakan adalah :

Yijk= µ + αi + j + k + (α )ij + εijk Keterangan :

Yijk : nilai pengamatan pada perlakuan pemangkasan ke-i, jarak tanam ke-j, dan kelompok ke- k

µ : nilai rataan umum

αi : pengaruh perlakuan pemangkasan ke-i (i=1,2,3) j : pengaruh perlakuan jarak tanam ke-j (j=1,2,3) k : pengaruh kelompok ke-k (k=1,2,3)

(α )ij : pengaruh interaksi perlakuan pemangkasan ke-i dan jarak tanam ke-j εijk : pengaruh galat percobaan perlakuan pemangkasan ke-i, jarak tanam ke-j, dan kelompok ke-k.

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan yang dicobakan dilakukan analisis ragam (Uji F), hasil uji F yang menunjukkan pengaruh nyata kemudian diuji lanjut dengan metode Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%. Denah petak percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pelaksanaan Penelitian

Bahan tanam yang digunakan adalah benih campuran genotipe Bengkulu, sebagai salah satu hasil seleksi dan karakterisasi terbaik yang dihasilkan pada penelitian sebelumnya. Tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pembibitan

Benih ditanam di polibag, kemudian bibit jarak pagar dipelihara sampai berumur delapan minggu.

2. Pemeliharaan bahan tanam

Bibit yang tumbuh diseleksi dengan kriteria sebagai berikut: pertumbuhan normal, bebas hama penyakit, tinggi bibit 30-60 cm, dan jumlah daun 7-10 helai.

3. Penanaman di lapangan

Bibit terseleksi kemudian ditanam di lapangan sesuai dengan perlakuan masing-masing. Penanaman dilakukan dengan tiga ulangan. Setiap ulangan terdiri atas perlakuan jarak tanam 1x1 m2, 2x1 m2, dan 2x2 m2, dipadukan dengan tinggi pangkasan 20 cm, 40 cm, dan 60 cm untuk

setiap perlakuan jarak tanam. Populasi tanaman per petak sebanyak 15 tanaman. Tanaman contoh yang diamati adalah lima tanaman yang berada di tengah barisan.

Tanaman yang telah berumur empat minggu setelah pindah tanam, dipangkas sesuai perlakuan tinggi pangkasan yaitu 20 cm, 40 cm, dan 60 cm. Pemangkasan dalam perlakuan ini dilakukan terhadap cabang primer tanaman. Pemangkasan dilakukan hati-hati agar tidak terjadi pengelupasan terhadap kulit kayu yang dapat menyebabkan kematian tanaman. Pemangkasan dilakukan dengan menggunakan alat potong (gunting pangkas) yang tajam. Selanjutnya tanaman dipelihara hingga menghasilkan buah.

Pemeliharaan tanaman berupa penyiangan gulma dilakukan empat minggu sekali. Pengendalian hama di lapangan dilakukan secara manual, sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan menyemprotkan larutan pestisida terhadap tanaman yang terkena serangan cendawan atau kutu putih. Pemupukan dilakukan dua kali setelah tanaman pindah lapang, yaitu pada saat pindah lapang dan 20 minggu setelah pindah lapang. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kompos dengan dosis 2 kg per tanaman.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan mulai 2 minggu setelah pemangkasan selama dua puluh empat minggu. Peubah yang diamati mencakup pengamatan pada fase vegetatif dan komponen hasil tanaman meliputi pengamatan pada fase generatif terhadap buah dan biji yang dihasilkan.

A. Pengamatan fase vegetatif

Pengamatan mulai dilakukan 2 minggu setelah pemangkasan sampai memasuki fase generatif, terhadap :

1) Jumlah daun

Jumlah daun dihitung dari tunas terpanjang dari hasil pemangkasan. Pengamatan dilakukan setiap dua minggu sekali sampai tanaman berumur 10 MSP.

2) Tinggi tunas

Tinggi tunas diukur pada tinggi tunas terpanjang dari tunas hasil pangkasan. Pengamatan dilakukan setiap dua minggu sekali sampai tanaman berumur 10 MSP.

3) Lebar kanopi

Lebar kanopi diukur menggunakan pita meter. Lebar kanopi yang diukur

Dokumen terkait