• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)."

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

L.)

DINI GUSTININGSIH

A24070120

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

DINI GUSTININGSIH. Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). (Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN dan ENDANG MURNIATI).

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemangkasan dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman serta pengamatan dilakukan di Kebun Jarak Pagar PT Indocement, Citeureup, Bogor. Pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo dilakukan sejak Juli 2010, pindah tanam di lahan PT Indocement pada Agustus 2010, dan pengamatan penelitian dilakukan pada Oktober-April 2011.

Metode penelitian di lapangan disusun berdasarkan rancangan faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan yang dilakukan terdiri atas

dua faktor, yaitu pemangkasan dan pengaturan jarak tanam. Pemangkasan terdiri atas tiga taraf perlakuan pemangkasan batang utama yaitu 20 cm, 40 cm, dan 60 cm dari permukaan tanah. Faktor kedua adalah jarak tanam yang terdiri atas 3 taraf yaitu 1x1 m2, 2x1 m2, dan 2x2 m2. Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 27 satuan percobaan dengan luas lahan 1088 m2. Setiap unit percobaan terdapat 15 tanaman jarak pagar. Banyaknya tanaman contoh di setiap unit percobaan sebanyak 5 tanaman , sehingga terdapat 135 satuan amatan.

Pengamatan dibagi menjadi dua tahap, yaitu pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif dan komponen hasil tanaman yang meliputi pengamatan pada fase generatif serta hasil buah dan biji tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Data yang diperoleh dari hasil pengamatan kemudian diolah menggunakan analisis ragam (Uji F). Hasil uji F yang menunjukkan pengaruh nyata kemudian diuji lanjut dengan metode Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

(3)

pertumbuhan vegetatif tanaman. Perlakuan pemangkasan dengan tinggi pangkas 60 cm dari permukaan tanah memperlihatkan respon terbaik pada pengamatan jumlah daun, tinggi tunas dan diameter tunas. Tinggi pangkas 40 cm dari permukaan tanah memperlihatkan respon terbaik pada pengamatan lebar kanopi, jumlah tunas dan jumlah cabang jarak pagar. Tinggi pangkas 20 cm dari permukaan tanah menunjukkan respon terburuk terhadap hampir seluruh peubah komponen vegetatif tanaman. Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata pada fase vegetatif tanaman kecuali pada jumlah tunas 24 MSP. Jarak tanam 2x2 m2 menunjukkan respon terbaik pada fase vegetatif.

Hasil pengamatan terhadap komponen hasil tanaman berupa pengamatan pada fase generatif serta hasil buah dan biji tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.), menunjukkan bahwa perlakuan pemangkasan dan jarak tanam menunjukkan adanya interaksi yang berpengaruh nyata terhadap bobot biji dan jumlah biji tanaman jarak pagar. Perlakuan pemangkasan dapat meningkatkan jumlah cabang

produktif tanaman, namun tidak dapat meningkatkan hasil yang signifikan pada tahun pertama penanaman karena dapat menunda waktu berbunga. Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata kecuali pada jumlah biji tanaman jarak pagar. Perlakuan tinggi pangkas 40 cm dari permukaan tanah yang dipadukan dengan jarak tanam 2x2 m2 atau 1x1 m2 dan perlakuan tinggi pangkas 60 cm dari permukaan tanah yang dipadukan dengan seluruh taraf jarak tanam menyebabkan peningkatan bobot biji kering dan jumlah biji tanaman jarak pagar.

(4)

JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

L.)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DINI GUSTININGSIH

A24070120

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Nama : DINI GUSTININGSIH

NIM : A24070120

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Memen Surahman, MSc. Agr. Dr. Ir. Endang Murniati, MS. NIP. 19630628 199002 1 002 NIP. 19471006 198003 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003

(6)

Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Januari 1990 di Majalengka, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Agus Supendi dan

Ibu Siti Mu’arifah. Penulis lulus dari SDN 1 Munjul Majalengka pada tahun 2001,

kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 3 Majalengka hingga tahun 2004. Tahun 2007, penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Majalengka dan melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor melalui program Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjalankan studi di IPB, penulis aktif di berbagai kepanitiaan kampus dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya di Himpunan Mahasiswa Majalengka (HIMMAKA) sebagai ketua div. Eksternal, Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama sebagai staff. PSDM, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian sebagai bendahara umum dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian sebagai bendahara umum. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Biologi Dasar dan Dasar-Dasar Ilmu dan Teknologi Benih.

(7)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Pemangkasan dan Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jarak

Pagar (Jatropha Curcas L.).”

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penelitian bertujuan untuk

mempelajari pengaruh pemangkasan dan pengaturan jarak tanam terhadap

pertumbuhan dan komponen hasil tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Penulis

menyadari apa yang telah penulis peroleh tidak terlepas dari dukungan dan bantuan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan

terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Memen Surahman, MSc. Agr dan Dr. Ir. Endang Murniati, MS yang telah

membimbing penulis sejak awal penentuan topik hingga selesainya penyusunan

skripsi ini.

2. Juang Gema Kartika, SP, M.Si yang bersedia menguji penulis pada ujian skripsi

dan telah memberikan banyak masukan yang bersifat membangun dan berguna

untuk perbaikan skripsi ini.

3. Kedua orang tua dan seluruh keluarga atas do’a, perhatian, dukungan moril dan

materil serta kasih sayang yang telah diberikan.

4. Dr. Ir. Megayani Sri Rahayu, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan bantuan, masukan, dan saran atas kemajuan akademik penulis.

5. Teman-teman di kosan Citra Islamic 1 (Ratih, Mba Vivie, Nurina, Nia, Ana,

Jalimas, Niken, Icha dan Fitri) atas kebersamaan, persaudaraan, semangat, dan

segala bantuan yang penulis terima dalam penulisan skripsi ini.

6. Teman-teman di kosan Wisma Ayu (Endang, Puspa, Indra, Trisna, Nisak, Eka,

Dyah, Saras, Arbi, Rahmi, Meyta) atas kebersamaan, persaudaraan, semangat, dan

segala bantuan yang penulis terima dalam penulisan skripsi ini.

7. Siti Khalimah, Mas Yogi, Sophia, Trianne, Indah Purnamasari, Mas Misnen, A

Tamrin, Fuad, Mas Danang, Kak Dyah, Widi, Mba Nora, Eliza, Intan, Tiska, Ita,

(8)

Foundation (MRUF) dalam wadah beasiswa KSE IPB atas dukungan finansial

selama kuliah di IPB, bantuan biaya skripsi, berbagai pelatihan sofskill, hardskill,

training serta pendampingan entrepreneurship.

9. British Women Association (BWA) dalam wadah beasiswa Goodwill International

Scholarship, atas dukungan finansial dan berbagai training softskill dan leadership

yang telah penulis terima.

10. Dosen-dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis di Departemen

Agronomi dan Hortikultura sehingga penulis lebih tahu mengenai dunia pertanian

Indonesia. Pak Agus sebagai ketua Departemen, Ibu Eni sebagai ketua Komdik,

Pak Sofyan Zaman selaku Kemahasiswaan Departemen AGH, dan Bu Furi serta

Pak Wasta sebagai tenaga penunjang akademik yang telah membantu penulis

dalam banyak hal.

11. Teman-teman di keluarga besar AGH 44 atas kebersamaan dan motivasinya.

Penulis juga mengucapkan terimakasih atas bantuan dan persaudaraan yang

sudah terjalin kepada berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan namanya

satu-persatu. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Juli 2012

(9)

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 9

Latar Belakang ... 9

Tujuan Penelitian ... 11

Hipotesis ... 11

TINJAUAN PUSTAKA ... 12

Botani Jarak Pagar ... 12

Syarat Tumbuh Tanaman ... 14

Manfaat Tanaman Jarak Pagar ... 15

Pengaruh Pemangkasan terhadap Pertumbuhan Tanaman ... 16

Pengaruh Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan Tanaman ... 18

Produksi Biji Jarak Pagar ... 20

BAHAN DAN METODE ... 22

Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

Bahan dan Alat ... 22

Metode Penelitian ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

Kondisi Umum ... 27

Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam pada Fase Vegetatif ... 29

Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam pada Fase Generatif ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

Kesimpulan ... 46

Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pemangkasan, Jarak Tanam

dan Interaksinya terhadap Pengamatan Vegetatif Jarak Pagar ... 30

2. Rata-rata Jumlah Daun Jarak Pagar pada Berbagai Taraf Perlakuan

Pemangkasan dan Jarak Tanam ... 31

3. Rata-rata Tinggi Tunas Jarak Pagar (Cm) pada Berbagai Perlakuan

Pemangkasan dan Jarak Tanam ... 32

4. Rata-rata Lebar Kanopi Jarak Pagar (Cm) pada Berbagai Perlakuan

Pemangkasan dan Jarak Tanam ... 34

5. Rata-rata Jumlah Tunas Jarak Pagar pada Berbagai Perlakuan

Pemangkasan dan Jarak Tanam ... 35

6. Rata-rata Diameter Tunas Jarak Pagar pada Berbagai Perlakuan

Pemangkasan dan Jarak Tanam ... 36

7. Rata-rata Jumlah Cabang Jarak Pagar pada Berbagai Perlakuan

Pemangkasan dan Jarak Tanam ... 37

8. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pemangkasan, Jarak Tanam dan Interaksinya terhadap Pengamatan Komponen Generatif Jarak

Pagar ... 39

9. Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam terhadap Komponen

Generatif Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) ... 40

10.Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam terhadap Jumlah Buah

dan Bobot Buah Jarak Pagar ... 42

11.Interaksi Pemangkasan dan Jarak Tanam terhadap Bobot Biji

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Curah Hujan November 2010 – Juli 2011 di Kebun Percobaan PT.

Indocement Bogor ... 27

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Denah Petak Percobaan ... 53

2. Data Klimatologi Bulanan PT. Indocement Bogor ... 54

3. Hasil Analisis Tanah Kebun Percobaan Indocement Bogor ... 54

4. Sidik Ragam Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam serta Interaksinya terhadap Jumlah Daun Jarak Pagar ... 55

5. Sidik Ragam Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam serta Interaksinya terhadap Tinggi Tunas Jarak Pagar ... 56

6. Sidik Ragam Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam serta Interaksinya terhadap Lebar Kanopi Jarak Pagar ... 57

7. Sidik Ragam Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam serta Interaksinya terhadap Diameter Tunas Jarak Pagar ... 58

8. Sidik Ragam Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam serta Interaksinya terhadap Jumlah Tunas Jarak Pagar ... 59

9. Sidik Ragam Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam serta Interaksinya terhadap Jumlah Tunas Jarak Pagar ... 59

10. Sidik Ragam Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam serta Interaksinya terhadap Komponen Generatif Jarak Pagar ... 60

11. Sidik Ragam Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam serta Interaksinya terhadap Hasil Buah dan Biji Jarak Pagar ... 61

12. Kondisi Umum Tanaman pada Akhir Pengamatan ... 62

13. Buah dan Biji Tanaman Jarak Pagar ... 63

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap tahun kebutuhan energi meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, sementara itu cadangan energi fosil yang tersedia semakin menipis. Salah satu energi fosil yang banyak dikonsumsi adalah Bahan Bakar Minyak (BBM). Konsumsi BBM nasional rata-rata dapat mencapai 140 000 – 200 000 kiloliter setiap harinya (Priyanto, 2007). Partowidagdo (2009) menunjukkan data Statistical Review of World Energy tahun 2007 yang menyebutkan persediaan minyak bumi sebagai sumber energi tidak terbarukan di Indonesia hanya tersisa 4.4 miliar barel. Tingkat konsumsi bahan bakar berkisar antara 365 juta barel per tahun, sehingga cadangan minyak bumi akan habis dikonsumsi 10-15 tahun mendatang (Partowidagdo, 2009). Data tersebut juga menunjukkan bahwa Indonesia mengalami defisit minyak bumi sebesar 188 000 barel pada tahun 2007 dengan rata-rata konsumsi 1 157 000 barel. Konsumsi minyak bumi yang dilakukan terus-menerus tanpa ditemukan cadangan minyak baru akan menimbulkan masalah krusial bagi kestabilan ekonomi dan sosial bangsa Indonesia.

Penggunaan bahan bakar fosil memasok 88% dari kebutuhan energi global (Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati, 2007). Masalah muncul ketika penggunaan bahan bakar ini dapat meneruskan radiasi cahaya

matahari dan memantulkan radiasi gelombang panjang atau radiasi balik dalam wujud panas bumi. Kondisi ini menyebabkan suhu atmosfer semakin panas yang kemudian dikenal dengan istilah efek rumah kaca dan berujung pada perubahan iklim dan pemanasan global (global warming). Akibat langsung di bidang pertanian karena perubahan iklim dan pemanasan global salah satunya adalah penurunan hasil panen (Palupi, 2009).

(14)

sumber energi alternatif dalam bentuk Bahan Bakar Nabati (BBN) atau biofuel. Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, sehingga sangat disayangkan jika tanaman ini tidak dikembangkan dalam peranan utamanya sebagai penghasil BBN.

Jarak pagar agak berbeda dengan tanaman lainnya, karena untuk menghasilkan batang kokoh yang tahan terhadap terpaan angin, efisiensi cahaya, sekaligus meningkatkan jumlah cabang produktif maka diperlukan pemangkasan. Pemangkasan (pruning) adalah pemotongan bagian tertentu tanaman yang tidak dikehendaki pertumbuhannya karena dapat menghambat atau mengganggu perkembangan tanaman. Pengaturan arsitektur tajuk pada berbagai tanaman akan meningkatkan efisiensi ruang tempat tanaman tumbuh serta meningkatkan hasil terutama tanaman yang berbunga terminal seperti jarak pagar. Pemangkasan bertujuan untuk membentuk pohon yang kokoh dan tegar, memperbanyak percabangan, menghindari terjadinya dominasi apikal, serta meningkatkan jumlah

bunga dan buah pada tanaman yang berbunga terminal (Widodo, 1995). Menurut Hariyadi (2005) tujuan pemangkasan secara umum, untuk mengendalikan ukuran, mengatur keragaan tanaman, mengendalikan bentuk, serta meningkatkan hasil tanaman.

(15)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemangkasan dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.).

Hipotesis

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) berasal dari Meksiko, Amerika

Tengah (Prihardana dan Hendroko, 2007). Menurut Nurcholis dan Sumarsih (2007), tanaman jarak pagar mulai banyak ditanam di Indonesia semenjak masa penjajahan Jepang pada tahun 1942, yang bijinya dipergunakan untuk membuat bahan bakar bagi pesawat tempur Jepang. Tanaman jarak pagar dalam waktu singkat telah menyebar cukup luas, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Wilayah Jawa Tengah meliputi Semarang, Solo, dan sekitarnya. Wilayah Jawa Timur meliputi Madiun, Lamongan, Bojonegoro, Besuki, dan Malang. Jarak pagar kemudian berkembang luas sampai kawasan Indonesia Timur, seperti Nusa Tenggara, Sulawesei, dan sebagainya.

Di Indonesia, jarak pagar juga dikenal dengan nama jarak kosta, jarak

pager, atau jarak wolanda. Nama tanaman jarak pagar sesuai dengan daerahnya

menurut Hyne (1987) adalah nawaih nawas (Aceh); balacae (Manado); damar

ende (Timor); jirak (Minangkabau); jarak kosta (sunda); jarak budeg, jarak

gundul, jarak iru, jarak pager, jarak cina (Jawa); beaw (Sulawesi Utara); bintalo,

biau (Gorontalo); tondo ntomene (Baree); kalake, kaleke paghar (Madura); jarak

pegeh (Bali); kuman nema (Alor); tangang-tangang kali kanjoli (Makasar); peleng

kaliki (Bugis); lulu mau, lulu ai fula (Rote); paku kose, paku luba, paku lunat

(Timor); muun nav (Kai); malate (Seram Timur); makamale, ai bua kemale

(Seram Barat); ai bua kamaalo, ai kamane, yai bua kamalo (Seram Selatan);

balacai (Halmahera Selatan); bolacai, kadoto (Halmahera utara); Balacai Bisa

(Ternate dan Tidore).

Jarak pagar merupakan tanaman perdu yang melakukan penyerbukan sendiri atau penyerbukan silang. Jarak pagar termasuk dalam famili Euphorbiaceae, satu famili diantaranya dengan tanaman karet dan ubikayu. Adapun taksonomi tumbuhan jarak pagar menurut Hyne (1987) diklasifikasikan sebagai berikut :

(17)

Kelas : Dicotyledonae (Nurcholis dan Sumarsih, 2007), sedangkan penelitian Hariyadi (2005) menyebutkan bahwa jarak pagar mampu mencapai ketinggian hingga 7 m. Jarak pagar memiliki percabangan yang tidak teratur dengan ranting bulat dan tebal. Batangnya berkayu silindris dan jika tergores dapat mengeluarkan getah. Batangnya juga berkulit licin, beruas-ruas, pada setiap ruas terdapat titik tumbuh daun atau cabang. Kulit batang bertekstur halus, berwarna keabu-abuan atau kemerah-merahan. Ranting yang masih muda umumnya berwarna kehijau-hijauan. Panjang masing-masing ruas batang bervariasi, tergantung varietasnya. Diameter pangkal batang utama sekitar 5-7 cm.

Daun jarak pagar cukup besar, panjang helai daun 6-16 cm, lebar 5-15 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur dengan pangkal berbentuk jantung, bersudut atau berlekuk 3-5,dan tepi daun gundul. Warna daun hijau atau hijau muda. Daun memiliki tangkai dengan panjang antara 3.5 – 15 cm. Daun jarak pagar merupakan daun tunggal berwarna hijau yang tersebar di seluruh bagian batang (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).

(18)

Buah disebut kapsul berbentuk bulat telur, berdaging ketika masih muda, berwarna hijau, kuning lalu hitam dan mengering (Prastiwi et al., 2006). Prihandana dan Hendroko (2007) menambahkan bahwa pembentukan buah membutuhkan waktu 90 hari dari pembungaan sampai matang. Buah dihasilkan setelah terjadi penyerbukan bunga betina oleh serbuk sari bunga jantan. Buah jarak pagar berdiameter 2 – 4 cm dan terbagi menjadi tiga ruang yang masing-masing ruang berisi satu biji.

Biji jarak pagar berbentuk bulat panjang. Ukuran panjangnya rata-rata 18 mm dan lebar rata-rata 10 mm. Biji jarak bercangkang tipis. Kulit biji yang sudah tua bagian luar berwarna hitam kotor dan setelah kering penuh retak-retak kecil (Henning, 1998). Biji dapat terlepas sendiri dari buah jika kulit buah telah kering. Biji matang ditandai dengan perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi kuning. Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen 25 – 30 % (Priyanto, 2007). Tanaman jarak pagar adalah tanaman menyerbuk silang, meskipun presentasi menyerbuk sendirinya juga cukup tinggi. Jarak pagar yang

menyerbuk silang ini menyebabkan keturunannya bersifat heterozigot dan populasinya heterogen (Puslitbangbun, 2008b).

Secara alamiah, jarak pagar memiliki sistem percabangan yang tidak teratur yang terdiri atas cabang primer, cabang sekunder, dan cabang terminal. Cabang sekunder adalah cabang yang terbentuk pada cabang primer, sedangkan cabang terminal adalah cabang yang terbentuk pada cabang sekunder yang merupakan tempat tumbuhnya daun, bunga, dan buah. Jumlah cabang terminal sangat ditentukan oleh jumlah cabang primer dan sekunder yang terbentuk. Dalam budidaya tanaman, jumlah cabang primer dibatasi 3-5 cabang (Raden, 2008).

Syarat Tumbuh Tanaman

Jarak pagar dapat tumbuh pada lahan marjinal yang umumnya sulit untuk

(19)

625 mm/tahun, dengan pH tanah 5.0-6.5 (Tim Jarak Pagar, 2006), sedangkan menurut Becker dan Makkar (1999) curah hujan yang optimal untuk tanaman jarak pagar berkisar antara 600-1200 mm per tahun.

Hasil penelitian Hariyadi (2005) menyebutkan bahwa tanaman jarak pagar cukup adaptif terhadap ligkungan tumbuhnya. Lingkungan tumbuh optimal bagi tanaman jarak pagar yakni ketinggian tempat 0-1000 m di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tetapi memiliki drainase baik, tidak tergenang, pH tanah 5.0-6.0 dan suhu sekitar 18-30°C. Pada daerah dengan suhu rendah (<18°C) akan menghambat pertumbuhan, sedangkan pada suhu tinggi (>35°C) akan menyebabkan daun dan bunga berguguran serta buah kering sehingga produksi menurun.

Tanaman ini dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tetapi pertumbuhan yang lebih baik pada tanah-tanah ringan atau lahan-lahan dengan drainase dan aerasi yang baik (Allorerung dan Effendi, 2009). Tanah yang paling optimal untuk pertumbuhan jarak pagar mengandung pasir 60-90%. Tanaman ini dapat juga

dijumpai pada daerah berbatu, berlereng, dan perbukitan atau sepanjang saluran air dan batas-batas kebun (Arivin et al., 2006).

Manfaat Tanaman Jarak Pagar

Biji jarak pagar dari buah kuning mengandung rendeman minyak sekitar 30-40% (Puslitbangbun, 2006a). Sedangkan Henning (1998) menyebutkan bahwa bijinya beracun dan mengandung sekitar 35% minyak. Biji jarak terdiri dari kernel (daging biji) dan 25% sisanya adalah kulit. Citrorekso (2006) menyatakan bahwa komposisi minyak jarak terdiri dari 5% air, 54% minyak, 13% karbohidrat, 12.5% serat, 2.5% abu, dan 18% protein. Adapun komposisi minyak jarak terdiri dari asam lemak dan gliserol. Asam lemaknya terdiri dari palmitat, stearat, oleat, linoleat, dan dihidroksistearat.

(20)

pelindung tanaman kopi dan tiang panjat hidup tanaman panili (Henning, 1998). Jarak pagar juga berpotensi dijadikan tanaman sekat berupa jalur hijau dengan karakteristik antara lain: merupakan tanaman yang tahan kekeringan, berdaun lebar dan sebagai salah satu anggota Euphorbiaceae jarak pagar juga bisa ditanam secara vegetatif dan mudah bertunas.

Pengaruh Pemangkasan terhadap Pertumbuhan Tanaman

Pemangkasan (pruning) adalah pemotongan bagian tertentu tanaman yang tidak dikehendaki pertumbuhannya karena dapat menghambat atau mengganggu perkembangan tanaman. Pemangkasan bertujuan untuk membentuk pohon yang kokoh dan tegar, memperbanyak percabangan, menghindari terjadinya dominasi apikal, serta meningkatkan jumlah bunga dan buah pada tanaman yang berbunga terminal (Widodo, 1995). Menurut Harijadi (1989), tujuan pemangkasan secara umum adalah untuk mengendalikan ukuran, mengatur keragaan tanaman, mengendalikan bentuk, serta meningkatkan produksi dan mutu tanaman.

Prinsip pemangkasan pada tanaman mangga adalah merangsang terbentuknya tunas vegetatif – generatif agar bidang percabangan lebih luas sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman (Hidayat, 2005). Cholid et al. (2006) menyatakan pemangkasan pada tanaman jarak pagar bertujuan untuk merangsang percabangan, serta membentuk kanopi yang berpengaruh terhadap produksi jarak pagar. Pemangkasan dilakukan pada batang yang telah cukup berkayu (warna coklat keabu-abuan). Pemangkasan dilakukan secara berkala, selain untuk meningkatkan jumlah cabang produktif juga untuk mengatur tinggi tanaman sehingga mudah dalam pemeliharaan dan pemanenan (Hariyadi, 2005)

(21)

bahwa Heading Back dapat menciptakan perubahan bentuk baru dengan perusakan dominasi apikal. Dominasi apikal yaitu penekanan pertumbuhan calon tunas ketiak oleh ujung ranting yang aktif tumbuh, akibatnya tanaman akan tumbuh memanjang. Apabila pucuk aktif dibuang maka tunas-tunas lateral akan bermunculan sehingga percabangan menjadi merapat dan lebat (Widodo, 1995).

Jarak pagar berbunga majemuk sehingga membutuhkan bahan makanan yang sangat besar agar gugurnya bunga dan buah dapat dikurangi. Tanaman jarak pagar perlu penghematan bahan fotosintat sewaktu pohon aktif memproduksi bahan makanan, perlu juga efisiensi sistem jaringan dalam tubuh tanaman agar bahan makanan yang ada setelah digunakan untuk perawatan tanaman itu sendiri cukup untuk membentuk bunga dan buah. Efisiensi ini dilakukan bukan mengurangi bahan makanannya, namun menekan pemborosannya dengan memangkas bagian yang bersifat negatif (hanya menyerap dan tidak menyumbangkan bahan makanan sama sekali) atau dengan mengurangi bahan pengguna makanan, seperti daun-daun yang ternaungi atau cabang-cabang yang

tidak produktif (Raden, 2008).

Jumlah cabang menentukan jumlah bunga, buah dan biji jarak. Pemangkasan tajuk secara teratur dan berpola akan membentuk tajuk dan cabang yang ideal seperti membentuk payung. Hal ini penting karena tanaman jarak pagar berbunga di terminal, sehingga jumlah cabang berkolerasi positif dengan produksi buah dan biji. Bunga di terminal atau di ketiak daun ini menyebabkan jarak pagar membutuhkan penyiapan tempat berbunga yang sebanyak-banyaknya agar dapat menyangga buah yang lebat. Ranting membawa bunga, pada pohon yang berbunga di terminal perlu dipangkas setelah pemanenan (Mahmud et al., 2006).

(22)

Cholid et al. (2006) menyebutkan bahwa perlakuan pemangkasan 30 cm menghasilkan jumlah tandan tertinggi yaitu 6,43 tandan buah/tanaman, diikuti pemangkasan 45 cm (5,81 tandan buah/tanaman), pemangkasan 60 cm (4,35 tandan buah/tanaman). Produksi tandan buah terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemangkasan (3,76 tandan buah/tanaman). Penelitian menunjukkan

tanaman jarak pagar pada akhir tahun pertama perlu dilakukan pemangkasan dengan memotong tanaman hingga tersisa hanya 30 cm dari permukaan tanah, untuk merangsang pertumbuhan cabang-cabang. Selanjutnya pada akhir tahun pemangkasan berikutnya dilakukan dengan memotong cabang-cabang tanaman sepanjang 2/3 bagian dan menyisakan 1/3 bagian cabang-cabang tersebut (Puslitbangbun, 2008a). Khusus untuk tanaman yang berasal dari setek, cabang hasil pangkasan tahun kedua ini dapat dipakai sebagai perbanyakan tanaman untuk ditanam di tempat lain.

Pengaruh Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan dan produksi suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan kemampuan tanaman dalam memanfaatkan sumberdaya lingkungan tumbuh tanaman. Pengaturan jarak tanam yang tepat, merupakan salah satu teknik penting untuk budidaya tanaman setelah pemilihan varietas tanaman yang baik. Jarak tanam berhubungan erat dengan kerapatan tanaman. Menurut Soemarno (1973), tanaman yang terlalu rapat mengakibatkan pertumbuhan ke atas dominan, sedangkan pertumbuhan ke samping terhambat, karena tanaman saling berlomba untuk mendapatkan sinar matahari.

Jarak tanam yang sesuai adalah pengaturan ruang tumbuh bagi tanaman yang bersangkutan sedemikian rupa sehingga persaingan dalam penyerapan cahaya matahari, air dan unsur hara diantara masing-masing individu tanaman dapat ditekan sekecil-kecilnya. Semakin rapat jarak tanam semakin banyak

(23)

dapat diatur melalui penerapan teknik pemangkasan dan penjarangan. Jarak tanam erat kaitannya dengan lingkungan pertumbuhan tanaman, terutama faktor cahaya (Janick et al., 1974).

Pola jarak tanam yang ideal adalah apabila kebutuhan tanaman terhadap kondisi lingkungan (cahaya, kelembaban, aerasi udara, maupun perakaran) dapat tercukupi (Muhammad et al., 1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh secara statistik terhadap diameter S. parvifolia umur lima tahun, tetapi diameter yang dicapai ada kecenderungan semakin lebar jarak tanam diameternya cenderung lebih besar dibanding dengan jarak tanam yang rapat. Jarak tanam juga mempengaruhi riap diameter S. parvifolia. Jarak tanam yang lebih lebar, riapnya lebih baik karena jumlah tanamannya lebih sedikit sehingga persaingan antar tanaman lebih kecil. Seperti pada tanaman yang berumur lima tahun, jarak tanam yang rapat (1 m x 1 m) riapnya 0,33 cm jauh lebih kecil dibandingkan tanaman dengan jarak tanam yang lebar (3 m x 3 m), riapnya mencapai 2,25 cm (Mawazin dan Suhendi, 2008).

(24)

Produksi Biji Jarak Pagar

Biji tanaman jarak pagar dimanfaatkan untuk dua tujuan, yaitu (1) untuk diambil minyaknya dan (2) dimanfaatkan sebagai benih. Penanganan biji jarak pagar sebagai benih tidak sama dengan biji jarak pagar sebagai sumber minyak, sebab proses pasca panen buah jarak pagar menjadi benih memerlukan perlakuan yang khusus hingga benih memiliki mutu yang tinggi dan dapat disimpan dalam kurun waktu yang lama (Sudjindro, 2008)

Penggunaan biodiesel tanaman jarak pagar dalam 10 tahun diperkirakan mencapai 2 400 000 kiloliter dan produktivitas jarak pagar yang ditanam rata-rata

5 ton biji kering/ha, jika produksi kebun biji 5 ton /ha dan biji terseleksi 75% atau 3.75 ton/ha, maka jumlah tersebut dapat dipenuhi dari kebun induk seluas 225 ha. Puslitbang perkebunan memproyeksikan mulai tahun 2005/2006 membangun kebun benih sumber seluas 50 ha, sisanya diharapkan dari peran serta masyarakat atau swasta. Kebun benih yang dibangun Puslitbang Perkebunan menggunakan stek hasil klon-klon lokal unggul. Bahan tanaman untuk pembangunan kebun benih sumber ini diperoleh dari seleksi langsung di lapangan sebanyak 150 000 stek yang selanjutnya ditanam di kebun-kebun percobaan Puslitbang Perkebunan, yaitu di Pakuwon dan Asembagus (Hasnam dan Mahmud, 2005).

Benih yang dihasilkan adalah komposit dari individu-individu terpilih. Benih jarak pagar termasuk benih otrodoks, yaitu benih yang untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama, harus disimpan dalam kondisi kadar air rendah (6-7%) dan suhu ruang penyimpanan relatif rendah (Hong et al., 1996). Benih yang bermutu tinggi didapat dengan pemanenan ketika buah mencapai masak fisiologis, pada jarak pagar ditandai dengan buah berwarna kuning (berubah warna dari hijau menjadi kuning) dan bila dibuka benih di dalamnya berwarna hitam berkilat. Sampai Oktober 2006, telah dihasilkan 2 102 kg benih yang terdiri dari IP IA, IP-1M dan IP-1P masing-masing 650, 563, dan 889 kg dimana 1 772 kg telah didistribusikan ke 14 provinsi yang mendapat prioritas pengembangan jarak

(25)
(26)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di Kebun Jarak Pagar PT Indocement, Citeureup, Bogor. Pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo dilakukan sejak Juli 2010, pindah tanam ke lahan PT Indocement pada Agustus 2010 dan pengamatan penelitian dilakukan pada Oktober 2010 hingga April 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk penanaman adalah benih jarak pagar genotipe Bengkulu yang dipanen di Citeureup. Media tanam pembibitan terdiri

atas pupuk kandang, tanah, dan pasir. Peralatan yang digunakan diantaranya gunting pangkas, pita meter, micrometerskrup, plastik label, kertas kerja, alat tulis, dan timbangan analitik.

Metode Penelitian

Rancangan Percobaan

(27)

Yijk= µ + αi + j + k + (α )ij + εijk Keterangan :

Yijk : nilai pengamatan pada perlakuan pemangkasan ke-i, jarak tanam ke-j, dan kelompok ke- k

µ : nilai rataan umum

αi : pengaruh perlakuan pemangkasan ke-i (i=1,2,3) j : pengaruh perlakuan jarak tanam ke-j (j=1,2,3) k : pengaruh kelompok ke-k (k=1,2,3)

(α )ij : pengaruh interaksi perlakuan pemangkasan ke-i dan jarak tanam ke-j εijk : pengaruh galat percobaan perlakuan pemangkasan ke-i, jarak tanam ke-j, dan kelompok ke-k.

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan yang dicobakan dilakukan analisis ragam (Uji F), hasil uji F yang menunjukkan pengaruh nyata kemudian diuji lanjut dengan metode Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%. Denah petak percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pelaksanaan Penelitian

Bahan tanam yang digunakan adalah benih campuran genotipe Bengkulu, sebagai salah satu hasil seleksi dan karakterisasi terbaik yang dihasilkan pada penelitian sebelumnya. Tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pembibitan

Benih ditanam di polibag, kemudian bibit jarak pagar dipelihara sampai berumur delapan minggu.

2. Pemeliharaan bahan tanam

Bibit yang tumbuh diseleksi dengan kriteria sebagai berikut: pertumbuhan normal, bebas hama penyakit, tinggi bibit 30-60 cm, dan jumlah daun 7-10 helai.

3. Penanaman di lapangan

(28)

setiap perlakuan jarak tanam. Populasi tanaman per petak sebanyak 15 tanaman. Tanaman contoh yang diamati adalah lima tanaman yang berada di tengah barisan.

Tanaman yang telah berumur empat minggu setelah pindah tanam, dipangkas sesuai perlakuan tinggi pangkasan yaitu 20 cm, 40 cm, dan 60 cm. Pemangkasan dalam perlakuan ini dilakukan terhadap cabang primer tanaman. Pemangkasan dilakukan hati-hati agar tidak terjadi pengelupasan terhadap kulit kayu yang dapat menyebabkan kematian tanaman. Pemangkasan dilakukan dengan menggunakan alat potong (gunting pangkas) yang tajam. Selanjutnya tanaman dipelihara hingga menghasilkan buah.

Pemeliharaan tanaman berupa penyiangan gulma dilakukan empat minggu sekali. Pengendalian hama di lapangan dilakukan secara manual, sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan menyemprotkan larutan pestisida terhadap tanaman yang terkena serangan cendawan atau kutu putih. Pemupukan dilakukan dua kali setelah tanaman pindah lapang, yaitu pada saat pindah lapang

dan 20 minggu setelah pindah lapang. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kompos dengan dosis 2 kg per tanaman.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan mulai 2 minggu setelah pemangkasan selama dua puluh empat minggu. Peubah yang diamati mencakup pengamatan pada fase vegetatif dan komponen hasil tanaman meliputi pengamatan pada fase generatif terhadap buah dan biji yang dihasilkan.

A. Pengamatan fase vegetatif

Pengamatan mulai dilakukan 2 minggu setelah pemangkasan sampai memasuki fase generatif, terhadap :

1) Jumlah daun

(29)

2) Tinggi tunas

Tinggi tunas diukur pada tinggi tunas terpanjang dari tunas hasil pangkasan. Pengamatan dilakukan setiap dua minggu sekali sampai tanaman berumur 10 MSP.

3) Lebar kanopi

Lebar kanopi diukur menggunakan pita meter. Lebar kanopi yang diukur berdasarkan lebar tajuk tanaman terpanjang. Pengamatan dilakukan setiap dua minggu sekali sampai tanaman berumur 10 MSP.

4) Diameter tunas

Diameter tunas diukur pada diameter tunas terpanjang dari hasil pangkasan. Pengamatan dilakukan empat minggu sekali sampai tanaman berumur 10 MSP.

5) Jumlah Tunas

Jumlah tunas diperoleh dengan menjumlahkan semua tunas baru yang terbentuk dari cabang bekas pangkasan. Pengamatan dilakukan enam minggu

sekali sekali selama enam bulan. 6) Jumlah cabang

Jumlah cabang dihitung dari banyaknya cabang primer dan sekunder yang terdapat dalam satu tanaman. Parameter ini diamati di akhir pengamatan.

B. Pengamatan Komponen Hasil Tanaman

Pengamatan komponen hasil tanaman meliputi pengamatan pada fase

generatif yang diukur ketika mucul karakter generatif pada tanaman contoh yaitu saat tanaman mulai berbunga serta pengamatan produksi buah dan biji yang dilakukan ketika buah pada tanaman contoh mulai dipanen sampai akhir pengamatan pada bulan April. Tanaman yang sudah memasuki fase generatif, maka pengamatan fase vegetatif dihentikan.

 Pengamatan fase generatif

1) Umur berbunga

(30)

2) Jumlah cabang produktif

Jumlah cabang produktif dihitung dari banyaknya cabang yang menghasilkan malai. Pengamatan dilakukan empat minggu sekali setelah tanaman berbuah sampai 24 MSP (Minggu Setelah Pangkas).

3) Jumlah malai

Jumlah malai dihitung dari keseluruhan malai yang terbentuk pada setiap cabang atau tunas tanaman contoh. Pengamatan dilakukan dua minggu sekali setelah tanaman memasuki fase generatif sampai 24 MSP.

4) Jumlah buah per malai

Jumlah buah dihitung dari banyaknya buah yang terdapat pada setiap malai. Pengamatan dilakukan dua minggu sekali setelah tanaman contoh mulai berbuah sampai 24 MSP.

 Produksi buah dan biji

1) Jumlah buah per pohon

Jumlah buah per pohon dihitung dari total buah yang ada pada setiap tanaman contoh. Parameter ini diamati di akhir pengamatan dengan menjumlahkan seluruh buah yang dipanen selama periode panen bulan Januari 2011 - April 2011 pada setiap tanaman contoh.

2) Bobot buah per pohon

Bobot buah per pohon dihitung dari bobot buah total yang ada dalam setiap tanaman contoh. Parameter ini diamati setelah buah tanaman contoh jarak pagar dipanen.

3) Bobot biji kering per pohon

Bobot biji kering per pohon dihitung dari bobot biji total yang telah dikeluarkan dari buahnya dan dikeringkan. Parameter ini diamati diakhir pengamatan dengan menjumlahkan bobot biji kering dalam satu pohon untuk setiap tanaman contoh.

4) Jumlah biji/tanaman

Jumlah biji/tanaman dihitung setelah tanaman contoh jarak pagar dipanen

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Lahan yang digunakan adalah lahan bekas penambangan semen PT Indocement. Lahan ini berada pada ketinggian 200 m dpl. Menurut Wahid (2006) ketinggian yang optimum bagi produksi buah jarak adalah di bawah 500 meter dpl, lebih dari itu tanaman tidak akan berproduksi optimal. Data iklim di lokasi penelitian yang diperoleh dari PT Indocement, Citeureup, Bogor, menunjukkan data yang berfluktuasi dengan rata-rata suhu bulanan mencapai 26.98˚C. Suhu

udara paling tinggi selama pengamatan terjadi pada bulan Februari yaitu β7.γ8˚C, sedangkan suhu paling rendah terjadi pada bulan Januari yaitu β6.1γ ˚C. Selama penelitian berlangsung, kondisi cuaca berubah-ubah. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November yaitu 376 mm/bulan dan curah hujan terendah pada bulan Maret yaitu 122 mm/bulan (Lampiran 2). Gambar 1 menunjukkan perubahan cuaca selama pengamatan di lapangan.

Gambar 1. Curah Hujan November 2010 – Juli 2011 di Kebun Percobaan PT. Indocement Bogor

(32)

Kebun Jarak Pagar Indocement di Citeureup, Bogor. Pengamatan dilakukan di Kebun Jarak Pagar PT Indocement mulai Oktober 2010 – April 2011. Pengamatan di lapangan dilakukan selama 24 minggu dimulai dua minggu setelah tanaman dipangkas ketika berumur dua bulan setelah pindah tanam.

Kondisi tanaman jarak pagar selama penelitian cukup baik. Kematian tanaman jarak pagar di lapangan terjadi karena lahan penelitian sering terkena banjir. Hal tersebut karena drainase di lahan penelitian kurang baik. Drainase menjadi syarat penting karena tanaman jarak pagar tidak tahan terhadap genangan. Faktor lainnya yang kurang sesuai dengan pertanaman jarak pagar yakni suhu udara yang tinggi di siang hari sehingga menyebabkan daun jarak pagar rontok yang akhirnya tanaman mengering kemudian mati. Pemupukan dilakukan dua kali yaitu pada bulan Agustus ketika tanaman pindah tanam ke lahan PT Indocement, Citeureup dan pada Maret 2011.

Selama pengamatan di lapang, banyak ditemukan berbagai jenis hama, diantaranya belalang pedang (Neoconocephalus ensiger), kutu putih (Ferrisia virgata Cockerell), thrips, kepik lembing (Chrysochorus javanus Westw), rayap, tungau dan berbagai jenis ulat. Hama kutu putih ditemukan ketika fase vegetatif dan generatif. Pengendalian hama jenis ini dilakukan dengan cara disemprot menggunakan pestisida sehingga tidak menyebar ke tanaman lainnya. Hama thrips menyerang beberapa tanaman yang menyebabkan daun menjadi keriting dan produksi biji berkurang. Serangan hama yang terjadi selama penelitian, tidak mencapai ambang batas ekonomi sehingga tidak menimbulkan kerugian yang berarti.

Penyakit yang ditemukan di lapangan diantaranya antraknosa dan busuk akar. Gangguan penyakit busuk akar ini diduga disebabkan oleh adanya cendawan atau jamur yang menyerang batang tanaman. Pengendalian penyakit dilakukan dengan cara membuang tanaman yang terserang agar tidak menyebar ke tanaman lainnya. Hal ini dilakukan karena skala serangan penyakit dianggap masih rendah.

(33)

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h)

Keterangan: Belalang pedang (Neoconocephalus ensiger) (a), kutu putih (Ferrisia virgata Cockerell.) (b), Thrips (c), kepik lembing (Chrysochorus javanus Westw.) (d), ulat bulu (e), ulat hijau (f), busuk akar (g) tungau (h)

Gambar 2 . Hama dan Penyakit yang Menyerang Jarak Pagar Selama Penelitian.

Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam pada Fase Vegetatif

Rekapitulasi Sidik Ragam

(34)

pemangkasan memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun pada 2,4 dan 6 MSP; tinggi tunas pada 2, 4, dan 6 MSP; lebar kanopi 2, 4 dan 10 MSP; diameter tunas pada 4 dan 8 MSP; jumlah tunas pada 24 MSP; dan jumlah cabang pada 24 MSP. Perlakuan pemangkasan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah daun pada 10 MSP; lebar kanopi pada 6 dan 8 MSP; dan diameter tunas pada 12 MSP. Sidik ragam untuk masing-masing peubah pengamatan vegetatif terdapat pada Lampiran 4-9.

Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pemangkasan, Jarak Tanam dan Interaksinya terhadap Pengamatan Vegetatif Jarak Pagar

Keterangan: tn = tidak nyata berdasarkan uji F pada taraf 5%, * = nyata berdasarkan uji F pada taraf 5%, ** = sangat nyata berdasarkan uji F pada taraf 1%, KK = Koefisien

Keragaman, MSP = Minggu Setelah Pangkas, BSB = Bulan Setelah Berbuah, 1)Hasil

(35)

Jumlah Daun

Jumlah daun dihitung berdasarkan banyaknya daun yang terdapat pada tunas hasil pangkasan. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa perlakuan pemangkasan berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada tunas hasil pangkasan jarak pagar pada 2 MSP, 4 MSP, dan 6 MSP, serta berpengaruh sangat nyata pada 10 MSP (Tabel 1). Perlakuan faktor tunggal pemangkasan yang ditunjukkan pada Tabel 2. menunjukkan bahwa pemangkasan 60 cm dari permukaan tanah memiliki jumlah daun yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan pemangkasan 40 dan 20 cm dari permukaan tanah mulai dari awal pengamatan hingga akhir pengamatan (Tabel 2).

Tabel 2. Rata-rata Jumlah Daun Jarak Pagar pada Berbagai Taraf

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

(36)

tinggi pangkas 40 cm memiliki jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan dengan tinggi pangkas 20 cm dari permukaan tanah meskipun secara statistik tidak berbeda nyata.

Perlakuan jarak tanam tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun jarak pagar (Tabel 1). Taraf perlakuan jarak tanam 1x1 m2, 1x2 m2, dan 2x2 m2 tidak berbeda nyata terhadap jumlah daun jarak pagar, namun pada 6 sampai 8 MSP perlakuan 2x2 m2 memperlihatkan respon terbaik pada pengamatan jumlah daun. Penambahan jumlah daun cenderung meningkat dari 2-8 MSP dan menurun pada 10 MSP.

Tinggi Tunas

Tinggi tunas dihitung berdasarkan tinggi tunas terpanjang dari tunas baru yang terbentuk pada cabang hasil pangkasan. Hasil pengamatan memperlihatkan perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas jarak pagar (Tabel 1). Jarak tanam 2x2 m2 memberikan hasil tunas tertinggi pada 4, 8, dan 10 MSP, sedangkan jarak tanam 1x2 m2 menujukkan tinggi tunas tertinggi pada 2 dan 6 MSP meskipun secara statistik tidak berbeda (Tabel 3).

Tabel 3. Rata-rata Tinggi Tunas Jarak Pagar (cm) pada Berbagai

(37)

Perlakuan pemangkasan memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tunas jarak pagar (Tabel 1). Pemangkasan 60 cm dari permukaan tanah menunjukkan respon yang paling baik dari awal hingga akhir pengamatan terhadap tinggi tunas jarak pagar. Tinggi pangkas 40 cm dari permukaan tanah menunjukkan respon paling rendah terhadap tinggi tunas jarak pagar. Tinggi pangkas 40 cm dari permukaan tanah berbeda dengan perlakuan lainnya pada 2 MSP, sedangkan perlakuan tinggi pangkas 60 cm dari permukaan tanah berbeda dengan perlakuan lainnya pada 4-8 MSP. Akhir pengamatan pada 10 MSP menunjukkan perlakuan pemangkasan antar taraf perlakuan, tidak berbeda terhadap tinggi tunas jarak pagar.

Lebar Kanopi

Perlakuan jarak tanam dan pemangkasan tidak menunjukkan adanya interaksi yang mempengaruhi lebar kanopi tanaman jarak pagar (Tabel 1). Hasil pengamatan pada Tabel 4. menunjukkan tinggi pangkasan 20 cm dari permukaan tanah memberikan pengaruh yang berbeda dengan tinggi pangkasan 40 cm dan 60 cm dari permukaan tanah mulai dari awal pengamatan (2 MSP) hingga akhir pengamatan (10 MSP).

Lebar kanopi tertinggi diperoleh pada perlakuan pemangkasan dengan tinggi pangkas 40 cm dari permukaan tanah meskipun hasilnya tidak berbeda dengan tinggi pangkas 60 cm dari permukaan tanah (Tabel 4). Hasil ini sesuai dengan penelitian Cholid et al. (2006) yang memperlihatkan perlakuan pemangkasan tidak berpengaruh nyata terhadap lebar kanopi tanaman jarak pagar yang dipangkas 45 cm, dan 60 cm dari permukaan tanah pada 75 hari setelah tanam (HST), 165 HST dan 195 HST dan perlakuan tinggi pangkas 30 cm dari permukaan tanah berbeda dengan perlakuan tinggi pangkas 45 cm dan 60 cm dari permukaan tanah pada 165 HST. Pemangkasan pada tanaman jarak pagar

(38)

Tabel 4. Rata-rata Lebar Kanopi Jarak Pagar (cm) pada Berbagai Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan

tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Tabel 4. memperlihatkan bahwa meskipun jarak tanam tidak menunjukkan lebar kanopi yang berbeda nyata antar perlakuan, namun secara umum perlakuan jarak tanam 2x2 m2 cenderung memberikan hasil lebar kanopi tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Pengaturan jarak tanam berpengaruh terhadap besarnya intensitas cahaya dan ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh optimal. Jarak tanam yang lebar menyebabkan intensitas cahaya yang diterima dapat menyentuh seluruh permukaan daun dan semakin banyak ketersediaan unsur hara bagi individu tanaman, karena jumlah tanaman sedikit. Jarak tanam yang rapat menyebabkan populasi tanaman lebih banyak, sehingga persaingan mendapatkan unsur hara dan

cahaya matahari menjadi semakin ketat.

Banyaknya daun total, mempengaruhi kemampuan tanaman membentuk fotosintat. Taiz dan Zeiger (2002) menyebutkan semakin banyak daun, maka kemampuan membentuk fotosintat akan semakin besar, sehingga pembentukan organ-organ vegetatif akan semakin baik karena daun pada tanaman berfungsi sebagai organ fotosintesis yang mengkonversi energi cahaya menjadi energi kimia.

(39)

pertumbuhan dan produksi tanaman. Jarak tanam yang tepat akan menghasilkan lebar kanopi daun optimal sehingga mampu menekan persaingan antar tanaman untuk mendapatkan hara, air dan cahiaya yang turut mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman.

Jumlah Tunas

Perlakuan jarak tanam dan pemangkasan menunjukkan tidak terdapat interaksi yang mempengaruhi pertumbuhan jumlah tunas baru hasil pangkasan yang terbentuk pada tanaman jarak pagar. Perlakuan pemangkasan dan jarak tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tunas jarak pagar pada 24 MSP (Tabel 1). Hasil pengamatan pengaruh pemangkasan dan jarak tanam terhadap jumlah tunas jarak pagar ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Jumlah Tunas Jarak Pagar pada Berbagai Perlakuan Pemangkasan dan Jarak Tanam

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Tinggi pangkas 20 cm dari permukaan tanah memiliki jumlah tunas yang berbeda nyata dengan perlakuan tinggi pangkas 40 cm dan 60 cm dari permukaan tanah (Tabel 6). Hasil tertinggi di akhir pengamatan ditunjukkan oleh perlakuan tinggi pangkas 40 cm dari permukaan tanah yang mencapai 3.19 tunas dan jumlah tunas terendah terdapat pada tinggi pangkas 20 cm dari permukaan tanah yang

Perlakuan Minggu Setelah Pangkas (MSP)

8 16 24

Jarak tanam (m2)

1x1 1.75 2.34 2.75b

1x2 1.92 2.64 3.22a

2x2 1.64 2.32 2.77b

Tinggi pangkasan (cm)

20 1.59 2.16 2.50b

40 1.86 2.58 3.19a

(40)

tunasnya hanya berjumlah 2.50 buah. Perlakuan jarak tanam 1x2 m2 berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan jarak tanam lainnya pada pengamatan 24 MSP. Jumlah tunas tertinggi didapatkan dari perlakuan jarak tanam 1x2 m2 yang mencapai 3.22 buah tunas di akhir pengamatan.

Tanaman yang dipangkas pada ketinggian 20 cm, 40 cm, dan 60 cm dari permukaan tanah menyebabkan tumbuhnya tunas lateral. Tunas lateral tersebut dapat tumbuh karena dominasi apikal dari pucuk batang utama telah hilang. Aktivitas dominasi apikal ini dipicu oleh hormon auksin. Auksin adalah hormon yang mendukung pertumbuhan tunas apikal, sedangkan sitokinin adalah hormon pengendali pertumbuhan tunas lateral (lateral bud).

Diameter Tunas

Diameter tunas diukur berdasarkan diameter tunas terpanjang yang terbentuk dari cabang hasil pemangkasan. Perlakuan jarak tanam dan pemangkasan menunjukkan tidak terdapat interaksi yang mempengaruhi pertumbuhan diameter tunas pada tanaman jarak pagar (Tabel 1). Perlakuan pemangkasan dengan tinggi pangkas 60 cm dari permukaan tanah memberikan respon yang berbeda dengan perlakuan tinggi pangkas lainnya mulai dari awal pengamatan sampai akhir pengamatan (Tabel 6).

Tabel 6. Rata-rata Diameter Tunas Jarak Pagar pada Berbagai Perlakuan Pemangkasan dan Jarak Tanam

(41)

Hasil ini sesuai dengan penelitian Raden (2008) yang menunjukkan pemangkasan batang utama dan jumlah cabang primer yang dipelihara berpengaruh nyata terhadap diameter batang umur 2-10 bulan setelah pangkas. Hal ini mengindikasikan translokasi fotosintat dari daun yang lebih banyak pada tunas terpanjang, lebih besar dibandingkan dengan tunas yang lebih pendek, banyaknya daun yang berperan sebagai source akhirnya akan mendukung penambahan diameter tunas yang berperan sebagai sink.

Meskipun perlakuan jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter tunas, hasil pengamatan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa jarak tanam 1x2 m2 memberikan hasil tertinggi terhadap diameter tunas dibandingkan dengan perlakuan jarak tanam 1x1 m2 maupun jarak tanam 2x2 m2. Mawazin dan Suhndi (2008) menyebutkan untuk tanaman yang berumur 1-3 tahun, jarak tanam rapat cenderung menghasilkan diameter yang lebih besar dibandingkan dengan jarak tanam yang lebar.

Jumlah Cabang

Perlakuan pemangkasan memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah cabang total jarak pagar (tabel 1). Hasil tersebut sesuai sesuai dengan penelitian Cholid et al. (2006) yang menunjukkan perlakuan pemangkasan 30 cm,

45 cm, dan 60 cm berpengaruh terhadap jumlah cabang pada 75 dan 195 HST.

Tabel 7. Rata-rata Jumlah Cabang Jarak Pagar pada Berbagai Perlakuan Pemangkasan dan Jarak Tanam

Perlakuan 24 MSP

Jarak tanam (m2)

1x1 7.71

1x2 6.33

2x2 8.89

Tinggi pangkasan (cm)

20 4.08b

40 9.53a

(42)

Perlakuan tinggi pangkas 40 cm dari permukaan tanah menunjukkan jumlah cabang cabang total tertinggi dengan rata-rata 9.53 buah cabang. Penelitian Putri (2009) menunjukkan bahwa pemangkasan dengan tanpa pembatasan jumlah cabang primer yang dipelihara memberikan jumlah cabang sekunder tertinggi.

Perlakuan jarak tanam memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah cabang total jarak pagar. Perlakuan jarak tanam yang menghasilkan jumlah cabang tertinggi ditunjukkan oleh jarak tanam 2x2 m2 dari permukaan tanah yang menghasilkan 8.89 cabang (Tabel 7).

Jumlah cabang meningkat karena pemangkasan jumlah cabang utama menyebabkan hilangnya dominasi apikal tunas pucuk sehingga memicu tunas-tunas lateral untuk tumbuh dan berkembang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Widodo (1995) yang menyebutkan bahwa penambahan jumlah cabang dapat terjadi karena hilangnya dominasi apikal karena pemangkasan tunas pucuk cabang utama. Hal ini mengakibatkan tunas lateral pada batang utama tumbuh

membentuk cabang tanaman.

Sistem percabangan jarak pagar tidak teratur, sehingga sulit dibedakan antara cabang primer dan cabang sekundernya. Produktivtas dan kualitas biji yang optimum didapatkan dengan memelihara jumlah cabang hendaknya dipertahankan maksimal tidak lebih dari 60 cabang per pohon (Puslitbangbun, 2008b)

Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam pada Fase Generatif

Rekapitulasi Sidik Ragam Komponen Generatif dan Hasil Buah dan Biji

(43)

produktif, jumlah malai, jumlah buah per malai, jumlah buah yang dipanen per tanaman, bobot buah, bobot biji kering, dan jumlah biji tanaman jarak pagar. Sidik ragam untuk masing-masing peubah pengamatan komponen hasil tanaman jarak pagar terdapat pada Lampiran 10-11.

Tabel 8. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pemangkasan, Jarak Tanam dan Interaksinya terhadap Pengamatan Generatif Jarak Pagar

Peubah pengamatan Perlakuan KK (%)

J T J * T

Keterangan: tn = tidak nyata berdasarkan uji F pada taraf 5%, * = nyata berdasarkan uji F pada taraf 5 %, ** = sangat nyata berdasarkan uji F pada taraf 1%, KK = Koefisien Keragaman, J = Jarak Tanam, T = Pemangkasan, J*T = Interaksi jarak tanam dan pemangkasan

Komponen Generatif

Hasil pengamatan pada Tabel 8, menunjukkan interaksi perlakuan pemangkasan dan jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap waktu berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah malai, jumlah buah/malai dan jumlah malai tanaman jarak pagar. Perlakuan pemangkasan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap seluruh peubah pengamatan. Perlakuan jarak tanam secara statistik tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap waktu berbunga, jumlah cabang produktif dan jumlah buah/malai, dan jumlah malai jarak pagar. Pengaruh pemangkasan dan jarak tanam terhadap komponen generatif jarak pagar ditunjukkan pada Tabel 9.

(44)

12.00 MSP dan paling lambat pada jarak tanam 1x1 m2. Perlakuan pemangkasan dengan tinggi pangkas 20 cm dari permukaan tanah menunjukkan waktu berbunga yang paling lambat 13.56 MSP yang berbeda dengan perlakuan lainnya. Kondisi tanaman pada akhir pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 12.

Tabel 9. Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam terhadap Komponen Generatif Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Perlakuan

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Pemangkasan batang utama secara nyata dapat menunda waktu berbunga tanaman jarak pagar. Penelitian Raden (2008) menunjukkan tanaman jarak pagar yang dipangkas 20 dan 40 cm dari permukaan tanah berturut-turut berbunga pada 17.1 Minggu Setelah Tanam (MST) dan 17.67 MST. Hal tersebut karena tanaman yang dipangkas memerlukan waktu yang lebih lama untuk menginduksi pertumbuhan tunas vegetatif baru, terutama cabang lateral sehingga umur berbunga lebih lambat dibandingkan tanaman kontrol yang telah berbunga pada 12.6 MST (Raden, 2008).

Perlakuan jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah cabang produktif, walaupun untuk jarak tanam 2x2 m2 menghasilkan jumlah cabang produktif terbanyak yakni 3.27 buah. Pemangkasan dengan tinggi pangkas 20 cm dari permukaan tanah menunjukkan respon jumlah cabang

(45)

perlakuan pemangkasan dengan tinggi pangkas 40 cm dari permukaan tanah dengan jumlah cabang produktif sebanyak 3.61 buah yang tidak berbeda nyata dengan tinggi pangkas 60 cm dari permukaan tanah. Jumlah cabang terendah terdapat pada tinggi pangkas 20 cm dari permukaan tanah sebanyak 2.63 buah cabang.

Jumlah cabang produktif genotipe Bengkulu berkisar antara 2-3 buah cabang produktif (Martina, 2010). Hasil tersebut lebih kecil dibandingkan hasil jumlah cabang produktif dalam penelitian ini. Hal itu menunjukkan bahwa pemangkasan dapat menginduksi penambahan jumlah cabang, khususnya peningkatan jumlah cabang produktif. Pemangkasan pada tanaman jarak pagar dilakukan untuk meningkatkan jumlah cabang produktif (Cholid et al. 2006). Menurut Salisbury dan Ros (1995), meningkatnya jumlah cabang ini disebabkan karena hilangnya dominasi apikal karena pucuk batang utama tanaman telah dipangkas. Fenomena dominasi apikal ini dikendalikan oleh hormon auksin pada tanaman.

Perlakuan jarak tanam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah buah/malai jarak pagar dan jumlah malai jarak pagar. Perlakuan pemangkasan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah buah/malai dan jumlah malai jarak pagar. Tinggi pangkas 20 cm dari permukaan tanah menunjukkan jumlah buah/malai terendah sebanyak 5.98 buah/malai yang berbeda nyata dengan tinggi pangkas 40 dan 60 cm dari permukaan tanah. Jumlah malai tertinggi sebanyak 7.11 ditunjukkan pada perlakuan tinggi pangkas 40 cm dari permukaan tanah yang berbeda nyata dengan perlakuan tinggi pangkas 20 cm dan 60 cm dari permukaan tanah.

Hasil Buah dan Biji

(46)

jumlah cabang produktif berkolerasi nyata dengan komponen hasil. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian, dimana perlakuan pemangkasan dengan tinggi pangkas 40 cm dari permukaan tanah dengan perlakuan jarak tanam 2x2 m2 menunjukkan jumlah cabang produktif tertinggi, maka jumlah buah yang dipanen pun terbanyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Jumlah buah yang dipanen pada perlakuan jarak tanam 2x2 m2 dan tinggi pangkas 40 cm dari permukaan tanah berturut-turut 41.69 dan 49.00 buah jarak pagar.

Tabel 10. Pengaruh Pemangkasan dan Jarak Tanam terhadap Jumlah Buah dan Bobot Buah Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Perlakuan Jumlah buah panen per

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

(47)

buah jarak pagar, salah satu sebabnya karena pada penelitian ini menggunakan jarak pagar campuran aksesi Bengkulu I, Bengkulu II, dan Bengkulu III.

Perlakuan jarak tanam tidak berbeda terhadap bobot buah jarak pagar. Perlakuan pemangkasan menunjukan adanya pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot buah jarak pagar. Perlakuan pemangkasan dengan tinggi pangkas 20 cm dari permukaan tanah berbeda dengan perlakuan lainnya. Tinggi pangkas 40 cm dari permukaan tanah memberikan hasil terbaik terhadap pengamatan bobot buah jarak pagar.

Perlakuan jarak tanam dan pemangkasan menunjukkan adanya interaksi yang mempengaruhi bobot biji dan jumlah biji jarak pagar (Tabel 11). Adanya interaksi antara perlakuan pemangkasan dan jarak tanam menunjukkan perlakuan tinggi pangkas 40 cm dari permukaan tanah yang dipadukan dengan jarak tanam 2x2 m2 atau 1x1 m2 dan perlakuan tinggi pangkas 60 cm dari permukaan tanahyang dipadukan dengan berbagai taraf jarak tanam menyebabkan peningkatan bobot biji kering dan jumlah biji tanaman jarak pagar.

Tabel 11. Interaksi Pemangkasan dan Jarak Tanam terhadap Bobot Biji Kering dan Jumlah Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Perlakuan tinggi pangkas 40 cm dari permukaan tanah yang dipadukan dengan jarak tanam 2x2 m2 atau 1x1 m2 dan perlakuan tinggi pangkas 60 cm dari permukaan tanahyang dipadukan dengan berbagai taraf jarak tanam menyebabkan

(48)

peningkatan bobot biji kering dan jumlah biji tanaman jarak pagar. Perlakuan pemangkasan dengan tinggi pangkas 40 cm dari permukaan tanah dan jarak tanam 2x2 m2 memberikan hasil tertinggi terhadap bobot biji kering dan jumlah biji tanaman jarak pagar.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa komponen hasil tanaman jarak pagar yang meliputi pengamatan pada fase generatif dan produksi buah dan biji memperlihatkan hasil yang tidak maksimal jika dibandingkan dengan penelitian Martina (2010). Hal ini disebabkan batang utama dipangkas, menyebabkan fotosintat atau sink yang digunakan untuk pertumbuhan bunga dan buah digunakan pula untuk pertumbuhan vegetatif. Buah dan biji dikenal sebagai sink yang paling kuat, artinya paling banyak mengambil fotosintat (Puslitbangbun, 2009). Perlakuan pemangkasan (Lampiran 14) menyebabkan batang dan ranting yang seharusnya berperan sebagai source atau bagian yang menghasilkan fotosintat, kini berperan sebagai sink untuk menginduksi pertumbuhan tunas pada batang utama yang dipangkas, sehingga produksi buah dan biji menjadi tidak

optimal. Santoso et al. (2008) menyatakan rendahnya komponen hasil pada tanaman jarak pagar yang berasal dari biji yang kemudian dipangkas karena mengalami perlambatan memasuki fase generatif, karena terjadi perpanjangan fase vegetatif (late juvenile).

Tanaman jarak pagar sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Penelitian sebelumnya dilakukan terhadap 60 tanaman dari genotipe unggulan di Kebun Percobaan (KP) Pakuwon yang ditanam pada bulan Agustus 2006 sampai bulan Januari 2008. Hasil penelitian di KP Pakuwon tersebut menunjukkan adanya penurunan produksi buah bila dibandingkan dengan kondisi tanaman induknya pada tahun 2006. Beberapa faktor penyebab antara lain karena genotipe menjadi berbeda dengan induknya akibat penyerbukan silang dan adanya pengaruh perubahan iklim. Musim kemarau yang telah berlangsung sejak bulan Agustus dan puncaknya pada bulan September dan Oktober 2007 menyebabkan pembentukan bunga dan buah terganggu (Puslitbangbun, 2008c).

(49)

tanaman karena terjadinya gugur bunga. Curah hujan yang rendah di KP Indocement dapat menjadi salah satu faktor penyebab. Curah hujan terbaik bagi pertumbuhan jarak pagar berkisar antara 900-1200 mm/tahun (Becker dan Makkar, 1999). Faktor lainnya disebabkan karena meningkatnya serangan hama kepik lembing dan rayap, serta drainase di lahan penelitian yang memungkinkan seringnya terjadi banjir. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hariyadi (2005), bahwa tanaman ini dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tetapi memiliki drainase baik, dan tidak tergenang. Drainase menjadi syarat penting karena tanaman tidak tahan terhadap genangan (Mahmud, 2006).

Jarak tanam tidak mempengaruhi hasil yang signifikan pada tahun pertama, hal tersebut karena tenaman jarak pagar masih kecil sehingga tidak terjadi persaingan hara yang cukup berarti. Jarak pagar umumnya tumbuh dan berproduksi optimum pada lahan dengan keasaman antara 5.0 – 6.5 (Hariyadi, 2005), sedangkan hasil analisis di lahan penelitian ini menunjukkan tanah bersifat basa dengan pH mencapai 7.8 (Lampiran 3). Kondisi tanah yang bersifat basa ini

(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pengaruh pemangkasan dan jarak tanam menunjukkan tidak ada interaksi yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif. Perlakuan pemangkasan dengan tinggi pangkas 60 cm dari permukaan tanah memperlihatkan respon terbaik pada pengamatan jumlah daun, tinggi tunas dan diameter tunas. Tinggi pangkas 40 cm dari permukaan tanah memperlihatkan respon terbaik pada pengamatan lebar kanopi, jumlah tunas dan jumlah cabang jarak pagar. Tinggi pangkas 20 cm dari permukaan tanah menunjukkan respon terburuk terhadap seluruh peubah komponen vegetatif tanaman. Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata pada fase vegetatif tanaman kecuali pada jumlah tunas 24 MSP. Jarak tanam 2x2 m2 menunjukkan respon terbaik pada fase vegetatif.

Perlakuan pemangkasan dapat meningkatkan jumlah cabang produktif tanaman, namun tidak dapat meningkatkan hasil yang signifikan pada tahun pertama penanaman karena dapat menunda waktu berbunga. Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata kecuali pada jumlah biji jarak pagar. Pengaruh pemangkasan dan jarak tanam tidak menunjukkan adanya interaksi terhadap komponen genaratif jarak pagar, kecuali pada peubah jumlah biji dan bobot biji kering jarak pagar. Perlakuan tinggi pangkas 40 cm dari permukaan tanah yang dipadukan dengan jarak tanam 2x2 m2 atau 1x1 m2 dan perlakuan tinggi pangkas 60 cm dari permukaan tanah yang dipadukan dengan seluruh taraf jarak tanam menyebabkan peningkatan bobot biji kering dan jumlah biji tanaman jarak pagar.

Saran

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Allorerung, D., dan D. S. Effendi. 2009. Syarat tumbuh. Prosiding Teknologi Jarak Pagar Menjamin Tantangan Krisis Energi. Pusat Penelitian dan Perkembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Hlm 13-19.

Ardana I.K., B. Pramudya, M. Hasanah, dan A.H. Tambunan. 2008. Pengembangan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) mendukung kawasan mandiri energi di Nusa Penida, Bali. Jurnal Littri 14(4):155-161.

Arivin, A. R. , D. Allorerung, Z. Mahmud, D.S. Effendi, Sumanto, dan F. Isa. 2006. Karakterisasi Faktor Iklim dan Tanah pada Pertanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Desa Cikeusik Banten.

Becker, K., and H.P.S. Makkar. 1999. Jatropha and Moringa. Source of renewable energy of fuel, edible oil, animal feed and pharmaceutical products ideal trees for increasing cash income. Presented at Daimer Chrysler/The World Bank Environment Forum, Magdeburg.

Cholid, M., K. Sudiarto, dan D. Winarno. 2006. Pengaruh pemangkasan terhadap pertumbuhan dan produksi jarak pagar. Prosiding Lokakarya Nasional-III Inovasi Teknologi Jarak Pagar untuk Mendukung Program Desa Mandiri. Bayumedia Publishing. Hlm 252-257.

Citrorekso, P. 2006. Identifikasi asam lemak hasil hidrolisis asam klorida pada berbagai metode preparasi minyak dari biji jarak pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Seminar Nasional Energi Hayati sebagai Solusi Krisis Energi: Peluang dan Tantangannya di Indonesia. Vol 1:51-56.

Edmond, B., A. H. Musser, and F.S. Andrews. 1957. Foundamentals of Horticulture. McGraw Hill Book Company, Inc. New York. 476 p.

Fujimori, T. 2001. Ecological and Silvicultural Strategis for Sustainable Forest Management. Paris. Shannon. Tokyo. p. 121-161.

Harijadi, S.S. 1989. Dasar-dasar Hortikultura. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 500 hlm.

Gambar

Gambar 1. Curah Hujan November 2010 – Juli 2011 di Kebun Percobaan
Gambar 2 . Hama dan Penyakit yang Menyerang Jarak Pagar Selama Penelitian.
Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pemangkasan, Jarak Tanam
Tabel 7. Rata-rata Jumlah Cabang Jarak Pagar pada Berbagai Perlakuan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Alat transportasi yang banyak dipakai oleh orang saat ini berupa pesawat karena harganya yang sudah tidak terlalu mahal juga waktu yang ditempuh lebih cepat, dan sekarang

Sebagaimana yang telah diungkapkan dalam Keterbukaan Informasi ini, tujuan utama dilakukannya Transaksi Pengalihan Aset adalah untuk memastikan bahwa Perseroan mendapat jaminan

Penelitian yang dilakukan oleh Narsa dan Yuniawati (2003) berjudul Pengaruh Interaksi antara Total Quality Manajemen dengan Sistem Pengukuran Kinerja dan Sistem

Trustindo Prima Karya dengan Sertifikat Nomor 229.SLK.010- IDN yang berlaku sampai dengan tanggal 20 Maret 2017 sehingga telah membubuhkan Tanda V-Legal pada

molecule. As shown by the Western blot in Fig. 1, this We next examined the interaction of synapsin I with our spectrin antibody, termed Ab 921, demonstrated specific b SpII S 1

Tanaman nilam diperlakukan dengan bakteri endofit dengan cara menyi- ramkan populasi bakteri OD600=1 pada pot yang berisi tanaman nilam yang berumur 1 bulan.. Satu

Strategi memfokus kepada masalah adalah berhubung secara secara positif dan signifikan dengan stail kepimpinan transformasional (r=.35*) tetapi mempunyai

terhadap perlindungan masyarakat dalam pemberitaan pers, dengan demikian apabila masyarakat yang merasa dirugikan karena pemberitaan pers telah menggunakan hak