• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Kondisi Irak Pasca Saddam Hussein dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sunni-Syi'ah

3. Aksi Perlawanan Sunni

Pihak AS memang selalu menyebut sisa-sisa aktivis Partai Ba'ath loyalis Saddam Hussein di balik aksi perlawanan Irak itu, namun realitanya faksi dan lembaga Islam Sunni yang lebih kuat menunjukkan perlawanan di kawasan-kawasan yang terdapat konsentrasi pasukan AS. Sebaliknya, basis kaum Syi'ah Irak di Kota Najaf, Karbala, dan Halla sejak jatuhnya rezim Saddam Hussein pada 9 April 2003, tidak memperlihatkan fenomena baru baik dalam konteks militer maupun politik. Secara militer, perlawanan kaum Syi'ah terhadap pendudukan AS sangat minim. Secara politik, kekuatan politik kaum Syi'ah memang solid dan dinamis serta senantiasa menjadi saingan partai-partai sekuler selama delapan dekade lalu. Revolusi Iran tahun 1979, turut andil memberi kekuatan baru terhadap kaum Syi'ah Irak.146

Gerakan Islam politik bangkit di Kawasan Sunni Irak seperti Kota Ramadi,

145 Ibid, halaman 254.

146

Musthafa Abd. Rahman, 2003, Geliat Irak Menuju Era Pasca Saddam (Laporan dari Lapangan), Jakarta: Penerbit Buku Kompas, halaman 252.

Fallujah, Baghdad, Tikrit, Samarra, Kirkuk, dan Mosul. Gerakan tersebut selama empat dekade terakhir ini terhitung lumpuh, khusunya setelah mundurnya peran Ikhwanul Muslimin di Irak. Bangkitnya gerakan Islam Sunni Irak sejak jatuhnya rezim Saddam Hussein, merefleksikaan adanya kecemasan kaum Sunni Irak yang selama ini memiliki tradisi pemegang kekuasaan di Irak sejak masa Dinasti Ottoman, kolonial Inggris, dan terakhir era rezim Saddam Hussein.147

Poin penting untuk pemberontakan bukanlah penjarahan dan pembakaran di Baghdad, tetapi kejadian di kota Fallujah Provinsi Anbar (daerah barat Baghdad termasuk kota-kota Fallujah dan Ramadi, ibukota provinsi, yang kemudian dikenal sebagai "Segitiga Sunni"). Pemerintah AS dan beberapa media mencatat bahwa Fallujah sebagai sarang loyalis Saddam, tetapi Hashim menunjukkan bahwa pada hari-hari awal pendudukan banyak orang-orang terkemuka Fallujah menolak panggilan rahasia dari pimpinan Irak untuk melakukan perlawanan, jihad melawan pasukan asing.148 Namun, ketika pasukan AS tiba dan menduduki beberapa kota dan membangun markas di sekolah-sekolah di pusat kota, warga mulai bereaksi. Titik balik terjadi saat demonstrasi pada tanggal 28 April 2003, di depan salah satu sekolah berubah menjadi kekerasan, dan mengakibatkan kematian pada 15 orang dan melukai 65 orang lainnya (sumber lain menyebutkan jumlah korban yang lebih tinggi).149

Terjadi kesalahpahaman. Tentara AS menduga demonstrasi itu dilakukan

147

Ibid, halaman 253.

148 Hashim dalam Hala Fattah, Frank Caso, A Brief History of Iraq, op.cit, halaman 255.

149

Trias Kuncahyono, 2005, Bulan Sabit di Atas Baghdad, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, halaman 137.

oleh penduduk Fallujah yang memang dikenal sebagai pendukung Saddam sebagai ungkapan ketidaksenangan mereka setelah jatuhnya Baghdad. Apa lagi, hari itu bertepatan dengan ulang tahun hari kelahiran Saddam. Karena itu, tentara AS yakin bahwa mereka para demonstran itu adalah pendukung Saddam. Padahal, demonstrasi itu menuntut tentara keluar dari gedung sekolah dan keluar dari Fallujah. Entah dari bagaimana mulanya, demonstrasi damai berubah menjadi bencana. Tentara AS mengkalim bahwa mereka terpaksa menembak karena terlebih dahulu ditembak. Sementara pihak Human Right Watch memiliki kesimpulan berbeda: tembakan balasan yang dilakukan oleh tentara AS itu berlebihan dan sembarangan, karena itu mereka menuntut dilakukannya investigasi.150

Setiap hari, setelah kejadian itu, tentara AS patroli di wilayah itu dan melakukan pemeriksaan dari rumah ke rumah. Mereka mencari senjata. Mereka mencari pendukung Saddam. Sebaliknya, tindakan tentara AS itu justru memupuk semangat juang penduduk Fallujah, rakyat Irak untuk bangkit dan melawan AS. Bagi tentara AS, Fallujah adalah zona berbahaya tetapi, bagi rakyat Irak, Fallujah adalah kota perjuangan.151

Demonstrasi pecah lagi yang mengakibatkan kematian tiga warga sipil atau lebih dan melukai 17 tentara AS. Sejak Mei 2003 dan seterusnya, gerilyawan Fallujah meningkatkan serangan terhadap pasukan AS sehingga pada akhir musim panas, orang-orang di Fallujah secara terbuka menyatakan bahwa mereka

150

Ibid, halaman 137-138.

akan memberontak secara langsung terhadap pendudukan.152

Pasukan koalisi, terutama AS, sekarang menemukan diri mereka terlibat dalam situasi yang sulit. Pemberontakan segera menyebar ke kota-kota utara Fallujah di Sungai Eufrat, termasuk membakar bangunan kota yang diduduki di Hit, dan penembakan yang ditujukan untuk pasukan AS di Ramadi. Semakin banyak imam Sunni mulai menyerukan jihad terhadap koalisi dan bukan hanya di daerah yang disebut Segitiga Sunni (Baghdad-Ramadi-Tikrit).153

Kaum Muslim Sunni di Kota Ramadi di bawah pimpinan Syaikh Ahmed Kabisyi dan Muslim Sunni di Kota Samarra di bawah pimpinan Syaikh Ayat Samarraei (pemimpin Partai Islam Irak) dan Muslim Sunni di Kota Tikrit di bawah pimpinan Syaikh Osama Tikriti (pemimpin Partai Kemerdekaan Islam Irak), telah berhasil merekrut kader-kader Partai Ba'ath di kawasannya. Para syaikh-syaikh itu memimpin gerakan perlawanan bersenjata terhadap pasukan pendudukan AS di Kota Baghdad dan kawasan Muslim Sunni lainnya. Meskipun pihak AS, menuduh sisa-sisa akivis Partai Ba'ath loyalis Saddam Hussein menyusup ke masjid-masjid dan dijadikan titik tolak serangan atas pasukan AS, namun para syaikh-syaikh tersebut yang mengggerakkan perlawanan.154

Gerakan Islam politik di Irak memang mengalami perkembangan luar biasa menyusul jatuhnya kekuasaan Saddam Hussein. Gerakan Islam itu yang

152

Allawi dalam Hala Fattah, Frank Caso, A Brief History of Iraq, Hala Fattah, Frank Caso, 2009, A

Brief History of Iraq, New York: Facts On Fie, Inc An Imprint of Infobase Publishing, halaman 255.

153 Musthafa Abd. Rahman, , 2003, Geliat Irak Menuju Era Pasca Saddam (Laporan dari Lapangan), Jakarta: Penerbit Buku Kompas, halaman 253.

pada dekade tahun 1950-an dan 1960-an lebih dikenal sebagai gerakan dakwah semata, lalu tampil dengan seruan jihad dan pengusiran pasukan penjajah.155

Bulan Agustus 2003, peristiwa pemboman terjadi dua kali di Baghdad tidak hanya menarik perhatian dunia tapi juga mengangkat momok al-Qaeda di Irak yang sebelumnya di sana sudah tidak ada. Yang pertama tanggal 7 Agustus, adalah sebuah bom mobil yang menewaskan 18 orang di kedutaan Yordania. Serangan kedua, pada 19 Agustus oleh seorang, yakni bom bunuh diri, yang mengendarai truk ke Hotel Canal, lokasi markas PBB di Baghdad. Di antara 22 orang yang tewas dalam serangan itu adalah diplomat terhormat Sergo Vieira de Mello, anggota PBB khusus wakil sekretaris Jenderal Kofi Annan yang bertugas membantu membentuk Dewan Pemerintahan Interim. Vieira de Mello telah di Baghdad sejak 2 Juni. Untuk saat ini, PBB tetap di Irak meskipun ada tragedi itu, tapi pemboman kedua di parkir hotel (pada 22 September) meyakinkan Sekjen untuk mengevakuasi semua tetapi juga beberapa anggota staf dari negara itu.

Ada beberapa faktor yang memaksa sikap penduduk Ramadi, Samarra, Kirkuk, Tikrit, Fallujah, dan Baghdad mengalami perubahan ke arah lebih radikal.

 Pertama, kehadiran langsung pasukan AS di kawasan Muslim Sunni, dan pasukan AS tersebut belum bisa akomodatif dengan sensitivitas struktur masyarakat Irak.

 Kedua, pengaruh doktrin Tanzim Al Qaeda atas aktivis Islam Sunni di

Irak.

 Ketiga, terlibatnya aktivis-aktivis organisasi oposisi pada era Saddam Hussein maupun setelahnya, dalam perlawanan terhadap pasukan AS.  Keempat, kecemasan kaum Muslim Sunni di Irak atas hilangnya tradisi

kekuasaan yang selalu berada di tangannya, mengingat semakin kuatnya tuntutan kaum Syi'ah dan Kurdi untuk mendapatkan kekuasaan secara adil.156

Perlawanan kaum Sunni terhadap pendudukan AS bukan berarti kaum Sunni Irak adalah loyalis Saddam Hussein, dan malah banyak tokoh Muslim Sunni menyebut Saddam sebagai diktator. Namun, perlawanan mereka atas pendudukan AS saat itu lebih berupa refleksi dari kecemasan mereka akan kehilangan supremasi kekuasaan, di saat AS menghembuskan slogan perubahan bentuk negara Irak yang akan memberi kesempatan sama pada semua etnis dan penganut mazhab agama di negara itu.

Kaum Sunni Arab yang merasa minoritas di Irak terpaksa melakukan tekanan terhadap AS dalam bentuk melancarkan perlawanan bensenjata agar mereka tidak kehilangan kekuasaan. Sebaliknya kaum Syi'ah di Irak selatan melakukan dua hal untuk mendapat simpati AS. Pertama, kaum Syi'ah Irak berusaha melepaskan diri atau sedikitnya menjaga jarak dengan Iran untuk meyakinkan AS bahwa kaum Syi'ah Irak tidak akan membuka pintu bagi upaya penyusupan pengaruh Iran dalam pemerintahan kelak. Kedua, kaum Syi'ah Irak

masih berusaha menghindar terlibat bentrok senjata langsung dengan pasukan pendudukan AS. Sikap oposisi kaum Syi'ah Irak atas pendudukan AS itu masih ditunjukkan dalam bentuk aksi damai semacam unjuk rasa, pidato, dan pamflet-pamflet.157

Berkat dua kebijakan tersebut, membuat kota-kota Syi'ah di Irak selatan reatif tenang. Kaum Syi'ah Irak yang mengalami kepahitan sebelum ini, yakni diperlakukan sebagai anak tiri oleh negara Irak dan merasa dizalimi oleh rezim Saddam Hussein, tampak tidak terlalu tergesa-gesa mengambil sikap dan memilih menunggu, apalagi AS benjanji akan mengubah pola dan sistem negara Irak serta mengizinkan kaum Syi'ah mengambil peran sentral dalam pemerintahan mendatang.

Berbeda halnya dengan kawasan-kawasan Syi'ah. Kaum Sunni merasa roda perjalanan zaman tidak berpihak pada mereka setelah jatuhnya rezim Saddam. Realita baru itu memicu kecemasan cukup kuat di kalangan kaum Sunni. Perlawanan bersenjata di Kota Ramadi, Samarra, Fallujah, Baghdad, dan Kirkuk merupakan perwujudan dari perasaan cemas itu. Bahkan mereka bisa jadi terpaksa pula bekerja sama dengan sisa-sisa aktivis Partai Ba'ath yang sama-sama terancam masa depannya.158

Dokumen terkait