• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBERI

A. Bentuk Perlindungan Hukum terhadap Kerugian Pemberi

1. Perlindungan Hukum Preventif

Menurut Satjipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum, sedangkan menurut Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan hukum dari kesewenangan.

Seiring dengan tumbuh pesatnya bisnis layanan keuangan berbasis teknologi informasi atau biasa juga disebut dengan Financial

Technologi (Fintech), tentu harus diimbangi juga dengan hadirnya

regulasi dan pengawasan yang jelas terhadap berjalannya bisnis tersebut. Dalam hal ini, OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.1 Lebih jelas pada pasal 6 (enam) menyatakan bahwa OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: (a) kegiatan jasa keuangan disektor Perbankan, (b) kegiatan jasa keuangan disektor pasar modal dan (c) kegiatan jasa keuangan disektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga jasa keuangan lainnnya.2 Apabila mengacu pada kedua pasal tersebut, OJK adalah instansi yang melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap tumbuh kembangnya industri fintech, salah satunya platform peer to peer lending (P2PL).

Secara umum para penyelenggara fintek sadar betul bahwa keamanan pengguna terkhususnya Pemberi Pembiayaan (funder) adalah hal yang utama, karena tanpa mereka proses pelaksanaan platform peer to peer lending tidak akan berjalan, oleh sebab itu penyelenggara berupaya menerapkan sistem keamananya secara terstruktur dan meminimalisir terjadinya risiko-risiko. Dari hasil wawancara, Alami pun melakukan standarisasi keamanan untuk layanan yang mereka tawarkan, dengan melakukan beberapa prosedur awal sebelum terjadinya akad, yaitu dimulai dari seleksi seluruh calon mitra Penerima Pembiayaan (check and balance) yang nantinya akan dijadikan penawaran kepada calon funder. Berikutnya, semua permohonan pembiayaan yang masuk dari mitra akan diseleksi oleh managemen risiko untuk melihat track record para calon Penerima

1 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

Pembiayaan.3 Dari tahap seleksi tersebut, penyelenggara telah melakukan perlindungan hukum untuk menjamin para funder atas produk-produk yang mereka tawarkan sebelum memulai akad, para

funder pun dapat melihat bagaimana prospek produk dan/atau rating

yang nantinya akan mereka danai. Selain dari pada itu, terdapat hal-hal yang sangat penting untuk melindungi kepentingan-kepentingan para konsumen terkhusunya funder ( Pemberi Pembiayaan), yaitu:

a. Regulasi Pengalihan Risiko

Kegiatan peer to peer lending (P2PL) tidak lepas dari peran para

funder agar kegiatan platform P2PL tersebut berjalan dengan lancar,

bahkan peran seorang funder lebih krusial dari pada beneficiary karena funder sebagai pihak Pemberi Pembiayaan.

Melalui sistem elektronik kegiatan layanan P2PL antara funder dan beneficiary dilaksanakan, namun funder dan beneficiary tidak saling bertemu dan tidak saling kenal. Funder dalam menyalurkan pembiayaannya hanya melakukan transaksi secara online dan tidak harus datang ke perusahaan fintech.

Konsekuensi dari kegiatan P2PL antara funder dan beneficiary, apabila beneficiary gagal mengembalikan uang yang dipinjamkan, maka risiko tersebut ditanggung langsung oleh funder, sementara itu perusahaan fintech P2PL tidak turut menanggung risiko pembiayaan macet.4 Karena tidak ada entitas pemerintah yang bertanggung jawab terhadap risiko pembiayaan tersebut.

Menariknya pada PT Alami Sharia Indonesia, dalam hal mengantisipasi gagal bayar atau pembiayaan macet dan risiko-risiko lainnya yang tidak diinginkan, PT Alami melakukan praktik pengalihan risiko pada asuransi untuk melindungi hak-hak para

funder tersebut, agar hak-hak untuk mendapatkan uangnya kembali

3 Wawancara pribadi dengan Muhammad Rasyid Ridho, Product Associate, PT Alami Sharia, Jakarta 1 Oktober 2020.

4 Munawar Kasan, Manajemen Risiko Fintech Peer to Peer Lending (P2PL), https://irmapa.org/manajemen-risiko-fintech-peer-to-peer-lending-p2pl-bagian-1/

tidak hilang.5 Ditambah penyelenggara hanya dapat melakukan tagihan cicilan yang tertunggak maksimal 90 (Sembilan puluh) hari. Setelah melewati batas waktu yang telah ditentukan pembiayaan tersebut tidak bisa ditagih lagi atau dapat dikatakan hangus.6

Namun praktik pengalihan risiko pada asuransi tersebut belum didukung dengan regulasi yang jelas dan memadai supaya memberikan perlindungan hukum bagi para funder, mengingat praktik layanan keuangan secara online semakin meningkat dan semakin berkembang.

b. Kelengkapan informasi dan transparansi produk layanan

Para penyedia layanan transaksi peer to peer lending (P2PL) wajib menyediakan infromasi dan transparansi mengenai produk yang mereka tawarkan kepada para konsumen. Hal tersebut sebagaimana telah diatur pada POJK No. 77 Tahun 2016 tentang layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi yang berbunyi bahwa penyelenggara layanan teknologi informasi wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi terkini mengenai layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan.7 Hal tersebut agar konsumen memperoleh informasi yang jelas dan akurat serta mudah untuk diakses terhadap produk dan/atau layanan yang akan mereka konsumsi. Dan juga pada pasal 19 ayat (3) POJK No. 77/2016 penyelenggara wajib menyediakan akses infomasi kepada Pemberi Pembiayaan atas penggunaan dananya. Lalu diperjelas pada ayat (5) bahwa informasi penggunaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:

(a) Jumlah dana yang dipinjamkan kepada Penerima Pembiayaan

5 Wawancara pribadi Wawancara pribadi dengan Muhammad Rasyid Ridho.

6 CNBC, 90 hari nunggak, Fintech tak boleh lagi Tagih Nasabah, www.cnbcindonesia.com/tech/20190306144020-37-59229/90-hari-nunggak-fintech-tak-boleh-lagi-tagih-nasabah.

(b) Tujuan pemanfaatan dana oleh Penerima Pembiayaan (c) Besaran bunga pinjaman; dan

(d) Jangka waktu pinjaman.

Dan juga sebagaimana pada pasal 4 huruf (c) UUPK No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang berbunyi bahwa konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

Kelengkapan, kejelasan, dan kebenaran atas informasi yang sedetail mungkin menjadi sebuah kewajiban pelaku usaha sebagai penyedia produk, yang dimaksudkan agar dapat membangun citra dan rasa percaya konsumen terhadap produk yang akan mereka konsumsi.

Pada kegiatan P2PL sebagai funder yang tidak bertemu antara satu dengan yang lainnnya, tentunya mereka harus mengetahui terlebih dahulu terhadap produk yang akan mereka gunakan, dan ini merupakan kewajiban pelaku usaha sebagai penyeenggara jasa keuangan untuk menyampaikan informasi terkini dan mudah diakses kepada konsumen tentang produk dan/atau layanan.8 karena dia tidak ingin salah ambil langkah terhadap pemberian dananya, karena sejatinya orang yang menyetorkan dananya ingin meraih keuntungan yang sebesar-besarnya dan tidak ingin mengambil risiko.

c. Pencegahan Penipuan dan Keandalan Sistem Layanan

Fintek dikenal sebagai terobosan inofasi keuangan yang menggunakan sistem teknologi informasi, para pengguna baik Pemberi Pembiayaan atau Penerima Pembiayaan tidak harus datang jauh-jauh ke kantor penyelenggara untuk menyetorkan atau mengajukan permohonan pembiayaan, cukup melalui website atau

8 Pasal 5 POJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

aplikasi yang disediakan oleh penyelenggara dengan persyaratan – persyaratan yang begitu mudah.

Namun kemudahan tersebut tidak luput dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, atau dari tindakan penipuan, maka penyelenggara wajib melakukan pencegahan penipuan dan keandalan sistem layanan mengingat penyelenggara tidak bertemu langsung dengan para pihak Pemberi Pembiayaan atau Penerima Pembiayaan.

Sebagaimana hasil wawancara, tindakan untuk mencegah penipuan yaitu dengan menganalisa dokumen keaslian, dan juga menggunakan metode dgsain atau bisa disebut dengan metode know

your customer agar dapat mengetahui latar belakang para calon

Penerima Pembiayaan (beneficiary).

Dan juga penyelenggara dituntut agar memiliki sistem yang aman dan handal serta terhindar dari para peretas-peretas, setiap penyelenggara sistem elektronik harus menyelenggarakan sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya.9 penyelenggara wajib melakukan dan/atau menyediakan sistem pengamanan terhadap komponen sistem teknologi informasi dengan memiliki dan/atau mencakup serta menjalankan prosedur dan sarana untuk pengemanan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi agar dapat mencegah, menanggulangi terhadap ancaman dan serangan yang menimbulkan gangguan, kegagalan, dan kerugian.10 Serta harus mengacu pada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) No. 18 Tahun 2017 tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi Pada Layanan Pinjam Meminjam Uang berbasis Teknologi Informasi.

d. Perlindungan terhadap Data Pribadi

9 Pasal 15 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008

Kemanan dan pemeliharaan data pribadi para konsumen sanggatlah penting dan tindakan yang wajib dilakukan oleh penyelenggara, karena data tersebut mencakup data pribadi para pengguna dan tidak boleh sembarangan terhadap pengelolaannya. Dikarenakan data tersebut dikelola secara digital dan rentan sehingga relatif mudah untuk di curi serta digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu penyelenggara wajib menjaga kerahasiaan data para pengguna layanan, para penyelenggara wajib menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan.11 Dan juga pada Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik bahwa setiap penggunaan data pribadi dalam sebuah media elektronik harus mendapat persetujuan dari pemilik asli data yang bersangkutan tersebut.12

Melindungi data pribadi pengguna merupakan sebuah komitmen untuk memberikan perlindungan kepada para pengguna. Data pribadi sangat erat kaitannya dengan hukum perlindungan konsumen. Data merupakan salah satu hak konsumen yang harus dilindungi oleh undang-undang. Dalam undang-undang perlindungan konsumen, konsumen diberikan hak yang harus dijamin oleh negara. Salah satunya ialah hak atas jaminan dari produk dan layanan. Oleh karena itu, data pribadi konsumen tidak boleh digunakan, dirubah, dan apalagi disebar luaskan tanpa persetujuan para konsumen atau pengguna.13

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi pada website resmi PT Alami, bahwa Alami berkomitmen untuk mengupayakan

11 Pasal 26 POJK No. 77 Tahun 2016

12 Pasal 26 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008

13 Nurhasanah & Indra Rahmatullah, Financial Technology and The Legal Protection of Personal Data: The Case of Malaysia and Indonesia, Jurnal Al-Risalah, Vol. 20, No. 2, 2020, h. 205

kerahasiaan data pribadi atau badan hukum sesuai dengan standard dan ketentuan yang berlaku, dan tidak menggunakan Data Pribadi tersebut untuk tujuan apapun selain untuk pemberian fasilitas pembiayaan dan pelaksanaan kegiatan operasional, pemberian jasa, layanan, dan pengoperasian Platform Alami.14 Informasi yang akan ditampilkan pada saat listing permohonan pendanaan adalah menggunakan inisial UKM dan data hasil scoring. Alami tidak mengungkapkan identitas dan menyebarluaskan informasi tanpa seizin pemilik data informasi.15

Namun yang patut diketahui, bahwa Indonesia masih belum memiliki undang-undang yang mengatur secara khusus mengenai perlindungan data pribadi. Aturan mengenai perlindungan data pribadi masih tersebar di berbagai praturan perundang-undangan. Hal ini masih memberikan cela bagi para pelaku yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindak kejahatan cyber.16

Peneliti dalam hal ini, dengan melihat berbagai aspek dan berbagai ketentuan-ketentuan pada Undang-Undang, peraturan – peraturan serta fatwa yang dikeluarkan, bahwa penyelenggara platform Peer to Peer Lending (P2PL) berbasis Teknologi dan Informasi berdasarkan prinsip Syariah harus memperhatikan pengguna serta hak-haknya, karena perlindungan terkait hak-hak para pengguna sangatlah penting untuk diterapkan, dan menjadikan pengguna layanan fintek sebagai pengguna yang cerdas terhadap penggunaan layanan terkhususnya para funder, karena para funder merupakan tulang punggung terhadap berjalannya transaksi layanan fintek P2PL.

14 Alami Sharia, Ketentuan Pengguna, p2p/alamisharia.co.id/id/ketentuan-pengguna.

15 Wawancara pribadi dengan Muhammad Rasyid Ridho.

16 Nurhasanah & Indra Rahmatullah, Financial Technology and The Legal Protection of Personal Data: The Case of Malaysia and Indonesia, h. 210

Dokumen terkait