• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : AZIS SYAIFULLAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : AZIS SYAIFULLAH"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

FINANCIAL TECHNOLOGY (FINTECH) BERBASIS

PEER TO PEER LENDING

(Studi Kasus PT Alami Sharia)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

AZIS SYAIFULLAH

11150490000087

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

ii

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KERUGIAN PEMBERI PEMBIAYAAN (FUNDER) PADA TRANSAKSI

FINANCIAL TECHNOLOGY BERBASIS PEER TO PEER LENDING

(Studi Kasus: PT Alami Sharia) SKRIPSI

Diajukan Untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Azis Syaifullah 11150490000087

Pembimbing

Indra Rahmatullah, SH.I., M.H. NIDN. 2021088601

HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)
(4)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Azis Syaifullah

NIM : 11150490000087

Tempat dan Tanggal Lahir : Serang, 28 Agustus 1997

Fakultas/Prodi : Syariah dan Hukum/Hukum Ekonomi Syariah

Alamat : Kp. Pasir Salam Ds. Walikukun Kec. Carenang Kab. Serang Provinsi banten

No. Handphone : 085920638646

Dengan ini saya menyatakan, bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk meraih gelar Strata Satu (S-1) di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya siap menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Jakarta, 01 Februari 2021 Penulis

(5)

v

ABSTRACT

Azis Syaifullah NIM 11150490000087. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KERUGIAN PEMBERI PEMBIAYAAN (FUNDER) PADA TRANSAKSI FINANCIAL TECHNOLOGY BERBASIS PEER TO PEER

LENDING (Studi Kasus PT Alami Sharia). Program Studi Hukum Ekonomi

Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2020.

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum dan upaya penyelenggara fintek Peer to Peer Lending apabila terjadi kerugian yang dialami oleh funder sebagai pihak Pemberi Pembiayaan, apalagi dengan adanya poin-poin disclaimer pada platform penyelenggara P2PL yang dianggap memberatkan sebelah pihak.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statue approach) dan pendekatan studi kasus (case approach), sehingga adanya pengkajian secara mendalam melalui ketentuan-ketentuan hukum yang dianggap relevan sesuai dengan kondisi kenyataan pada pelaksanaan transaksi platform peer to peer lending.

Hasil penelitian ini mengungkapkan, penyelenggara dan otoritas terkait harus saling bekerjasama untuk memberikan perlindungan hukum kepada para

funder dari semenjak pendistribusian produk baik dari segi perlindungan hukum

secara Preventif maupun Represif serta harus bertindak lebih responsif, demi menjamin keamanan serta kepercayaan para Pemberi Pembiayaan (funder) dalam melakukan transaksi pemberian pinjaman. Dalam upaya penyelenggara melindungi hak-hak funder dari risiko kerugian, penyelenggara mengedepankan 5 (Lima) hak dasar pengguna sebagai konsumen yaitu Hak memperoleh keamanan (the right to

safety), Hak memilih (the right to choose), Hak mendapat Informasi (the right to be informed), Hak untuk didengar (the right to be heard) dan Hak mendapat ganti rugi.

Mengenai hak funder untuk mendapatkan ganti rugi, penyelenggara melakukan praktik pengalihan risiko kepada perusahaan asuransi. Namun, regulasi yang ada belum mengatur dengan sangat jelas dan lebih spesifik terkait praktik pengalihan risiko kepada perusahaan asuransi apabila terjadi kerugian finansial yang dialami oleh pihak Pemberi Pembiayaan (funder) pada transaksi peer to peer lending.

Kata Kunci :Fintech, Perlindungan Hukum, Peer to Peer Lending.

Pembimbing : Indra Rahmatullah, S.H., M.H. Daftar Pustaka : Tahun 1990 - 2020

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puja dan puji syukur kepada Allah SWT tuhan semesta alam yang telah mencurahkan segala nikmat dan rahmatnya kepada kita semua. Dengan kuasa dan kehendak-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Shalawat dan salam tercurah limpahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Berkat Rahmat dan Syafaatnya kita dapat menikmati dunia yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan dan Suka Cita.

Penulis menyadari betul bahwa penulisan ini masih terdapat kekurangan-kekurangan serta kesalahan-kesalahan, maka dari itu penulis sangat berterima kasih apabila ada kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan ini. Namun penulisan ini tidak selesai begitu saja tanpa dorongan beserta dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendo’akan, mendorong, mendukung, dan memotivasi selama pembelajaran terkhususnya dalam penyelesaikan skripsi ini, teruntuk kepada:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. A.M Hasan Ali, M.A., selaku ketua prodi Hukum Ekonomi Syariah, Dr. Abdurrauf, Lc., selaku sekretaris prodi Hukum Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menberikan dukungan dan motivasi mahasiswanya agar segera meyelesaikan program studinya.

3. Indra Rahmatullah, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing skripsi, saya ucapkan banyak terima kasih atas kesempatan waktu, arahan, bimbingan dan kritik serta saran yang diberikan sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan sebaik-baiknya.

(7)

vii

4. Mujiburrohman M.A., selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan nasihat-nasihat dan bimbingan kepada para mahasiswa-mahasiswanya.

5. Pimpinan perpustakaan, pengelola perpustakaan, Perpustkaan Utama, dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan.

6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman. Serta staff yang telah memberikan fasilitas dan menjaga kebersihan selama masa perkuliahan.

7. Bpk Rahmat Ridho, Produck, PT ALAMI SHARIA yang telah memberikan kesempatan dan meluangkan waktunya untuk melakukan audiensi dan wawancara, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

8. Teristimewa kedua orang tua saya tercinta yang penuh kasih dan sayang, Bapak Moh. Zaeni dan Ibu Siti Sayati, beribu-ribu terima kasih atas curahan kasih sayang selama ini, serta lantunan doa disetiap saatnya dan disepertiga malamnya yang tak pernah henti. Terima kasih karena telah memberikan motivasi, dorongan, dan jerih payah untuk kehidupan anak-anaknya serta masih banyak terima kasih yang tak bisa saya ucapkan. Semoga selalu diberikan kesehatan, panjang umur dan selalu dalam Lindungan Allah SWT.

9. Bibi saya Sulaikhah dan Supiah, Terima kasih atas dukungan dan dorongan serta do’a, yang selalu dipanjatkan agar saya selalu diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan program studi ini.

10. Pihak-pihak yang tidak bisa saya cantumkan namanya satu-persatu, baik teman-teman seperjuangan beserta abang-abang, saya ucapkan banyak terima kasih karena telah memberikan kontribusi, mendorong serta memotivasi peneliti untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

(8)

viii

Demikian, peneliti ucapkan banyak sangat terima kasih yang tak terhingga atas segala dukungan semua pihak yang membantu dalam proses penelitian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan bagi semua pihak.

Jakarta, 01 Februari 2021 Penulis

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING……… ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ……… iii

LEMBAR PERNYATAAN……… iv ABSTRAK……… v KATA PENGANTAR………. vi DAFTAR ISI……… ix BAB I PENDAHULUAN………... 1 A. Latar Belakang……… 1

B. Identifikasi, Pembatasan Dan Perumusan Masalah………… 5

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian……….. 6

D. Signifikansi Penelitian……….7

E. Metode Penelitian………7

F. Sistematika Penelitian………. 9

BAB II TINJAUAN UMUM TRANSAKSI FINANSIAL TEKNOLOGI PEER TO PEER LENDING………... 11

A. Kerangka Teori Dan Konsep………... 11

1. Kerangka Teori………. 11

a. Teori Perlindungan Hukum……… 11

b. Perlindungan Hukum pada Transaksi Financial Technologi P2PL………. 15

c. Perlindungan Hak-Hak Pemberi Pembiayaan (Funder) berdasarkan Prinsip Syariah ……… 17

2. Kerangka Konsep……….. 18

a. Teori Peer to Peer Lending (P2PL)……… 18

b. Perkembangan Fintek P2P Lending……… 20

c. Subyek Hukum dalam Kegiatan Peer to Peer Lending (P2PL)………. 25 d. Keutamaan Fintech Peer to Peer Lending (P2PL)…. 26

(10)

x

e. Potensi Risiko dan Kerawanan Layanan Fintek……. 27

f. Layanan Pinjam Meminjam Uang pada Transaksi Finansial Teknologi berdasarkan Prinsip Syariah….. 29

B. Tinjauan Kajian Terdahulu………. 32

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM PADA TRANSAKSI FINANSIAL TEKNOLOGI PEER TO PEER LENDING (P2PL)……….. 35

A. Praktik Layanan Pinjam Meminjam Uang berbasis Teknologi Informasi berdasarkan Prinsip Syariah………... 35

B. Hubungan Hukum Para Pihak pada Transaksi P2P Lending………... 40

C. Pengaturan Kegiatan Platform Peer to Peer Lending (P2PL)………. 47

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBERI PEMBIAYAAN (FUNDER) DALAM FINANSIAL TEKNOLOGI……….. 56

A. Bentuk Perlindungan Hukum terhadap Kerugian Pemberi Pembiayaan (Funder) terhadap Transaksi Financial Technologi berbasis Peer to Peer Lending (P2PL)……… 56

1. Perlindungan Hukum Preventif………. 56

2. Perlindungan Hukum Represif……….. 64

B. Upaya perusahaan fintek untuk melindungi hak-hak para Funder dari risiko kerugian………. ……… 69

BAB V PENUTUP……… 86

A. Kesimpulan………. 86

B. Rekomendasi………87

DAFTAR PUSTAKA……….. 89

(11)

1

Peran teknologi sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat terkhususnya pada kegiatan ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari, salah satunya transaksi Fintech Singkatan dari Financial Technologi, FinTech yang telah memengaruhi masyarakat agar hidup praktis dan lebih efektif, serta membantu masyarakat untuk lebih mudah menemukan akses terhadap produk keuangan. Dan terdapat 127 perusahaan fintech yang telah terdaftar dan mengantongi izin dari OJK.1

Salah satu bentuk bisnis Fintek yang diatur dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan selanjutnya disebut OJK adalah bisnis Peer to Peer Lending (P2P Lending) atau “Pinjam meminjam berbasis Finansial Teknologi” dengan mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Dalam bisnis Fintek P2P Lending masyarakat dapat memberi pinjaman atau sebagai Penerima Pembiayaan, sedangkan perusahaan penyelenggara bertindak selaku fasilitator atau penghubung.2

Fintek muncul seiring perubahan gaya hidup masyarakat saat ini yang didominasi oleh pengguna teknologi informasi dan tuntutan hidup yang serba cepat nan mudah. Dengan Fintek, permasalahan transaksi dalam jual-beli, pembayaran, dan bahkan pinjam-meminjam uang dapat diminimalkan dengan efisien, ekonomis dan juga efektif.3

Bisnis Fintek berbasis Peer to Peer Lending (P2P) merupakan praktik untuk memberikan atau mengajukan pembiayaan uang kepada individu/bisnis, yang

1Liputan6.com, OJK telah tutup 1.773 Fintech Pinjaman Online Ilegal,

https://www.liputan6.com/bisnis/read/4097808/ojk-telah-tutup-1773-fintech-pinjaman-online-ilegal (diakses pada 29 Oktober 2019, Pukul 13.18 WIB)

2Iswi Hariyani & Cita Yustisia Serfiyani, Perlindungan Hukum dan Penyelesaian Sengkata

Bisnis Jasa PM-Tekfin, (Jurnal Legislasi Indonesia, 2017), Vol. 14.

3Bank Indonesia, Edukasi dan Perlidungan Konsumen,

(12)

intinya Fintek sebagai fasilitator untuk menghubungkan antara Pemberi Pembiayaan/ Pemberi Pembiayaan (funder) dengan pihak Penerima Pembiayaan (beneficiary) secara online.

Pada dasarnya, sistem P2P Lending ini sangat mirip dengan konsep

marketplace online, bertugas sebagai fasilitator yang menyediakan wadah

berupa sistem sebagai tempat pertemuan. Dalam hal P2P Lending, sistem yang ada kan mempertemukan pihak Penerima Pembiayaan (beneficiary) dengan pihak Pemberi Pembiayaan atau Pemberi Pembiayaan (funder). Jadi boleh dikategorikan bahwa bisnis Fintek berbasis P2P Lending ini sebagai

marketplace unuk kegiatan pinjam – meminjam uang.4

Sebagai penyelenggara memiliki tanggung jawab yang besar, harus melindungi hak-hak konsumen terkhususnya perlindungan bagi para funder yang memberikan pinjaman. Namun Fintek P2P Lending malah sebaliknya, mereka mencantumkan disclimer bahwa penyelenggara tidak bertanggung jawab atas risiko gagal bayar atau kerugian tersebut dan ditanggung sendiri oleh

funder.

Perlindungan hukum ditujukan untuk menciptakan kepastian hukum bagi para pihak, agar para konsumen merasa aman dan nyaman saat melakukan transaksi khususnya pada transaksi keuangan berbasis teknologi informasi.

Dalam regulasi yang ada, POJK tidak mengatur tentang keamanan, tanggung jawab penyelenggara dan perlindungan hak-hak Pemberi Pembiayaan (funder) apabila terjadi gagal bayar dari pihak peminjam, padahal Pemberi Pembiayaan memiliki posisi yang sangat dirugikan apabila terjadi gagal bayar. Hal ini sebagaimana yang tercantum Dalam setiap website atau aplikasi peer to peer lending, tercantum disclaimer bagi pengguna atau Pemberi Pembiayaan salah satunya PT Alami Sharia, antara lain sebagian dari disclaimer tersebut ialah:

1. Layanan pinjam meminjam berbasis Teknologi informasi merupakan kesepakatan perdata antara Pemberi Pembiayaan dengan Penerima

4 Apa itu Peer to Peer Lending (P2P Lending )?,

(13)

Pembiayaan, sehingga segala risiko yang timbul dari kesepakatan tersebut ditanggung sepenuhnya oleh masing-masing pihak.

2. Risiko kredit atau gagal bayar ditanggung sepenuhnya oleh Pemberi Pembiayaan, tidak ada lembaga atau otoritas yang bertanggung jawab atas risiko gagal bayar ini.5

Pada disclaimer diatas telah jelas bahwa semua kerugian akibat gagal bayar atau Risiko kredit ditanggung sepenuhnya oleh funder dan perusahaan fintek tersebut tidak menanggung segala risiko. Hal ini sangat bertentangan dengan POJK jika mengalihkan tanggung jawab sepenuhnya kepada funder, sebagaimana pada POJK pasal 37 No. 77 Tahun 2016 tentang layanan pinjam meminjam Uang berbasis Teknologi Informasi bahwa penyelenggara wajib bertanggung jawab atas kerugian pengguna yang timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian direksi dan/atau pegawai penyelenggara.

Dengan contoh pada salah satu masalah tersebut terjadi di PT Alami Sharia Dikarenakan ketidak adaannya jaminan serta regulasi yang melindungi Pemberi Pembiayaan (funder) dari kasus gagal bayar pihak Penerima Pembiayaan (beneficiary) pada transaksi fintech peer to peer lending maka penyelenggara mengadakan praktik pengalihan risiko pada perusahaan asuransi.

Pengalihan risiko dan tanggung jawab penyelenggara tersebut memiliki tujuan untuk mengantisipasi risiko-risiko yang akan terjadi dikemudian hari, melindungi hak-hak pengguna terkususnya funder, mengurangi beban penyelenggara akibat kecelakaan transaksi, dan juga untuk meningkatkan kualitas produk, dengan membayar premi yang telah ditentukan pada tiap-tiap bulannya.

Berdasarkan uraian diatas walau pihak penyelenggara telah mengalihkan risiko-risiko kerugian kepada perusahaan asuransi, disisi lain penyelenggara juga mencantumkan disclaimer yang memberatkan atau mengalihkan tanggung

(14)

jawabnya kepada pihak funder, ini telah nampak bahwa POJK yang ada belum sepenuhnya memberikan perlindungan hukum yang jelas dan pasti.

Masalah perlindungan hukum akan senantiasa berbanding lurus dengan perkembangan ilmu dan teknologi, serta perkembangan konsumen sendiri yang senantiasa berubah. Dalam peer to peer lending di Indonesia, Pemberi Pembiayaan atau Pemberi Pembiayaan (funder) memiliki tingkat risiko yang sangat tinggi hal ini dikarenakan funder memberikan uang untuk pembiayaan tanpa adanya agunan atau jaminan dan tidak mengenal langsung beneficiary,

funder hanya mengetahui informasi peminjam berdasarkan informasi yang ada

di platform peer to peer lending, akan tetapi hal ini diacuhkan mengingat peer to peer lending memberikan keuntungan bagi perusahaan fintek.6

Dibalik kemudahan transaksi keuangan berbasis teknologi informasi jelas menimbulkan hubungan hukum antar pihak, serta patut dilindungi hak dan kewajibannya terkhususnya perlindungan bagi Pemberi Pembiayaan. Mengingat hak seseorang Pemberi Pembiayaan merupakan kewajiban penyelenggara usaha dan norma hukum yang mewajibkan si Penerima Pembiayaan mengembalikan pinjamannya, hak dari seorang pemilik merupakan norma hukum7. Problem tersebut menarik untuk diteliti lebih dalam mengenai perlindungan hukum terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi dan menuangkannya dalam bentuk Skripsi mengenai

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KERUGIAN PEMBERI

PEMBIAYAAN (FUNDER) PADA TRANSAKSI FINANCIAL

TECHNOLOGI BERBASIS PEER TO PEER LENDING (Studi Kasus PT

Alami Sharia).

6 Adi Setiadi Putra, Jurnal Perlindungan terhadap Pemberi Pembiayaan selaku

Konsumen dan Tanggung Jawab Penyelenggara Peer to Peer Lending dalam kegiatan Peer to Peer Lending di Indonesia, Volume 5, (Universitas Katholik Parahayangan, 2018).

7 Riasul Muttaqien, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, (Bandung: Nusa Media,

(15)

B. Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas yang telah dijabarkan di dalam latar belakang, penulis dapat menjabarkan identifikasi masalah pada penelitian ini sebagai berikut :

a. Apa mekanisme pemberian pembiayaan kepada beneficiary pada transaksi Financial technologi.

b. Apa faktor-faktor yang dapat menimbulkan masalah gagal bayar terhadap transaksi Financial Technologi.

c. Apa bentuk Perlindungan hukum Pemberi Pembiayaan pada kegiatan transaksi Financial technologi.

d. Apa upaya Perlindungan hukum bagi Pemberi Pembiayaan sebagai konsumen jasa keuangan Financial Technology.

2. Pembatasan masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang dan identifikasi masalah, agar mempermudah penulis dalam pembahasan penelitian ini. Peneliti memberikan batasan masalah supaya pembahasan ini lebih jelas, terarah dan tidak keluar dari jalur pembahasan. Mengenai hal tersebut, peneliti membatasi dan fokus pada aspek regulasi bentuk perlindungan hukum terhadap kerugian Pemberi Pembiayaan (Funder) pada transaksi fintek sampai dengan periode 2020 pada perusahaan .

3. Rumusan Masalah

Mengenai masalah-masalah pada transaksi fintech dan apa yang telah diuraikan diatas. Peneliti dapat merumuskan masalah terkait perlindungan hukum terhadap kerugian debitur pada transaksi Tinancial Technology (

(16)

a. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap kerugian Pemberi Pembiayaan pada transaksi Fintek Peer to Peer Lending di PT Alami Sharia?

b. Bagaimana upaya perusahaan fintek untuk melindungi hak-hak para

Funder dari risiko kerugian ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap kerugian funder pada transaksi fintek Peer to Peer Lending.

b. Mengetahui langkah upaya perusahaan fintek dalam melindungi hak-hak funder dari risiko kerugian.

2. Manfaat Penelitian a. Bagi Akademisi

Penelitian dapat dijadikan sebagai penambah tingkat wawasan dan ilmu pengetahuan terkait perlindungan hukum pada sektor keuangan Syariah terkhususnya pada sektor jasa keuangan berbasis teknologi dan informasi. Dan juga dapat dijadikan sebagai sumber rujukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya dalam bidang jasa transaksi keuangan berdasarkan system teknologi dan informasi.

b. Bagi Praktisi

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangsih pemikiran dan sumber rujukan terkait perlindungan hukum bagi para Pemberi Pembiayaan terhadap sektor jasa keuangan Fintech yang berdasarkan system teknologi dan informasi.

c. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap masyarakat terkait perlindungan hukum terkait transaksi keuangan pada

Fintech, sehingga dapat meningkatkan rasa kepercayaan, keamanan,

dan kenyamanan masyarakat terhadap transaksi keuangan pada sektor jasa ini.

(17)

d. Bagi Instansi Terkait

Hasil penelitian ini semoga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi terhadap keamanan konsumen dan meningkatkan perlindungan serta kepastian hukum pada transaksi keuangan Finansial Teknologi.

D. Signifikansi Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba mengkaji secara mendalam yang diharapkan dapat meningkatkan betapa pentingnya bentuk dan upaya perlindungan hukum terhadap transaski Finansial Teknologi berbasis Peer to Peer Lending (P2P Lending) apabila terjadi risiko gagal bayar dan kerugian-kerugian yang dialami oleh pihak Pemberi Pembiayaan, karena pihak Pemberi Pembiayaan sebagai konsumen yang paling dirugikan serta patut dilindungi hak-haknya apabila terjadi risiko-risiko tersebut.

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian Kualitatif dengan pendekatan Yuridis Empiris atau dapat disebut pula dengan penelitian lapangan, yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dengan kenyataannya. Atau dengan kata lain yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan yang sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi.8 Hukum yang mencakup kenyataan sosial, kultur, dan lain-lain, dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta-fakta serta data yang dibutuhkan.9

8 Bambang Waluyo, Penelitian hukum dalam praktek (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 16 9 Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris terhadap Hukum, (Jakarta: Kencana, Cetakan

(18)

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, artinya penelitian dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data skunder yang bersifat hukum.10

3. Sumber dan Data Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa data yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Data primer

Data primer merupakan data dari hasil audiensi dan wawancara dengan pihak PT Alami Sharia.

b. Data Skunder

Data skunder antara lain mencakup dari hasil studi kepustakaan dan dokumentasi, mengkaji secara mendalam literatur-literaur, regulasi-regulasi dan peraturan-peratuan yang berkaitan dengan permasalahan pokok bahasan.

c. Data Tersier

Berupa sumber-sumber yang dijadikan sebagai bahan pelengkap antara data primer dan data skunder yang didapatkan dari ensiklopedia, kamus dan sumber-sumber yang dianggap relevan dan terepercaya.

4. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan metode studi kepustakaan dan pendekatan kasus. Studi kepustakaan dilakukan dengan mengkaji berbagai literatur seperti Buku, Jurnal, Skripsi, Undang-Undang, Artikel dari internet yang dianggap relevan dan terpercaya serta dari hasil wawancara dengan para pihak mengenai transaksi fintek.

10 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat,

(19)

F. Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri atas beberapa bab, yang masing-masing isi dari tiap babnya mencakup pembahasan mengenai pokok-pokok permasalahan. Adapun bab-babnya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bab yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TRANSAKSI FINANSIAL

TEKNOLOGI PEER TO PEER LENDING (P2PL)

Pada bab ini, peneliti akan menguraikan mengenai teori perlindungan hukum dan konsep-konsep pada transaksi

financial technology berbasis peer to peer lending. Sebagai

2 (dua) pokok pembahasan yang mendukung penulisan skripsi ini. Dan selanjutnya akan diuraikan terkait review (tinjauan ulang) studi terdahulu, agar tidak ada persamaan terhadap materi pembahasan dalam skripsi ini dengan apa yang telah ditulis oleh pihak lain.

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM PADA TRANSAKSI

FINANSIAL TEKNOLOGI PEER TO PEER LENDING

Pada bab ini, penulis akan memaparkan terkait undang – undang atau peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perlindungan hukum serta hubungan hukum para pihak pada transaksi finansial teknologi berbasis peer to peer lending

(20)

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBERI PEMBIAYAAN (FUNDER) DALAM FINANSIAL TEKNOLOGI

Merupakan bab yang akan memaparkan hasil penelitian, berupa bentuk – bentuk dan Upaya – upaya perlindungan hukum bagi Funder pada Penyelenggaraan Financial

Technology berbasis Peer to Peer Lending.

BAB V PENUTUP

Merupakan bab yang berisi kesimpulan dari pembahasan tentang rumusan masalah dan dilengkapi dengan saran sebagai bahan rekomendasi dari hasil penelitian.

(21)

11

BAB II

TINJAUAN UMUM TRANSAKSI FINANSIAL TEKNOLOGI

PEER TO PEER LENDING (P2PL)

A. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori

a. Teori Perlindungan Hukum

Pada dasarnya setiap manusia terlahir sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa (YME), yang secara kodrati mendapatkan hak dasar yaitu kebebasan hak hidup, hak untuk dilindungi, dan hak yang lainnya. Hal ini senada dengan prinsip hukum alam pada abad ke 18 yaitu kebebasan individu dan keutamaan rasio, salah satu penganutnya adalah Locke, menurut Locke teori hukum beranjak dari dua hal diatas yaitu kebebasan individu dan keutamaan rasio. Ia juga mengajarkan pada kontrak sosial. Menurutnya manusia yang melakukan kontrak sosial adalah manusia yang tertib dan menghargai kebebasan, hak hidup dan pemilikan harta sebagai hak bawaan manusia. Menurut Locke masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang tidak melanggar hakhak dasar manusia. Hak -hak tersebut tidak ikut ikut diserahkan kepada kepada penguasa Ketika kontrak sosial diakukan. Kekuasaan penguasa yang diberikan lewat kontrak sosial dengan sendirinya tidak mungkin bersifat mutlak. Adanya kekuasaan tersebut justru untuk melindungi hak-hak manusia dari bahaya yang mungkin datang mengancam, baik datang dari luar maupun dari dalam. Hukum yang dibuat dalam sebuah negara khususnya negara Indonesia bertugas untuk melindungi hak-hak warga negaranya.1

Manusia sebagai mahkluk sosial memiliki kehendak untuk berinteraksi dengan sesama anggota kelompok yang disinyalir untuk

1Ray Pratama Siadari, Teori Perlindungan Hukum,

https://raypratama.blogspot.com/2015/04/teori-perlindungan-hukum.html?m=1, (diakses pada 04 April 2015)

(22)

memenuhi kebutuhan hidup, dapat dipastikan untuk meraih suatu keuntungan. Setiap perbuatan yang selalu mendasarkan diri pada pencapaian keuntungan maka hal itu jelas merupakan bisnis.

Perlindungan hukum ditujukan untuk melindungi dan memberikan tempat berlindung, agar tidak adanya penyalahgunaan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pengertian perlindungan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu tempat berlindung, sedangkan hukum memiliki arti undang-undang, peraturan-peraturan yang dibuat oleh pihak berwenang yang di dalamnya terdapat aturan dan norma guna menciptakan ketertiban dan kedamaian.

Hukum diciptakan memiliki beberapa tujuan, salah satu tujuannya adalah mencegah terjadinya konflik, oleh sebab itu didalam hukum diatur hak dan kewajiban manusia agar masing-masing manusia memahami hak dan kewajibannya, harapannya supaya tidak terjadi pelanggaran hak.2

Menurut Gustav Radbruch, Hukum harus mengandung 3 (tiga) nilai identitas, yaitu sebagai berikut:

1) Asas Kepastian Hukum (rechtmatigheid) 2) Asas Keadilan Hukum (gerechtigheit)

3) Asas Kemanfaatan Hukum (zwechmatigheit atau doelmatigheid

atau utility)

Tujuan hukum yang mendekati realistis adalah kepastian hukum dan kemanfaatn hukum. Kaum positivism lebih menekankan pada kepastian hukum, sedangkan kaum fungsionalis mengutamakan kemanfaatan hukum, dan sekiranya dapat dikemukakan bahwa “summon ius, summa

injuria, summa lex, summa crux” yang artinya adalah hukum yang keras

dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat menolongnya, dengan demikian kendatipun keadilan bukan merupakan tujuan hukum satu-satunya akan tetapi tujuan hukum yang paling substantive adalah keadilan.

(23)

Hukum bersifat melindungi, artinya sifat hukum yang demikian memberikan pengayoman. Terminologi tersebut berasal dari Bahasa Jawa yang menyiratkan bahwa di dalam dirinya sudah mengandung sifatnya di dalam memberikan perlindungan, yaitu yang dilindungi merasa aman dan sejahtera. Secara substansi, dalam pembukaan UUD 1945 terkandung asas mengayomi bangsa dan tanah air. Salah satu butir yang menjadi acuan dasar untuk menentukan pengertian hukum serta merupakan nilai-nilai dasar dari tata hukum kita adalah hukum bersifat melindungi.3

Dalam hal ini pengertian perlindungan hukum secara umum yaitu perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum. Disisi lain perlindungan hukum juga merupakan hak yang harus didapatkan oleh setiap warga negara dan merupakan sebuah kewajiban yang harus negara berikan kepada warga negaranya.

Dengan sendirinya Indonesia sebagai negara hukum, perlindungan hukum menjadi unsur yang esensial serta menjadi konsekuensi dalam negara hukum. Negara wajib menjamin hak-hak hukum warga negaranya. Perlindungan hukum merupakan pengakuan terhadap harkat dan martabat warga negaranya sebagai manusia dan juga sebagai subyek hukum. Sebagaimana yang tercantum pada pasal 28D ayat 1 Undang – Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi: “ Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan hukum yang sama”.

Menurut Satjipto Raharjo bahwa perlindungan hukum ialah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar

3 Subekti, Perlindungan Hukum bagi Konsumen Rumah Tapak dalam Kontrak Jual beli

berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli, (Surabaya: CV. Jakad Media Publishing, 2020), h.

(24)

masyarakat dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.4

Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan hukum yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel melainkan prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.

Perlindungan hukum juga dapat diartikan sebagai tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.

Menurut Moch. Isnaeni perlindungan hukum terbagi menjadi 2 (dua) model yaitu perlindungan hukum eksternal dan perlindungan hukum internal.5 Perlindungan hukum eksternal berasal dari penguasa melalu regulasi berupa peraturan perundang-undangan. Perlindungan hukum dipersiapkan oleh pembentuk undang-undang untuk mengantispasi ketidak adilan yang dialami oleh salah satu pihak dalam sebuah transaksi dan mengantisipasi eksploitasi yang dilakukan oleh salah satu pihak yang mempunyai bargaining position yang lebih unggul dari pihak lain.

Sedangkan perlindungan hukum internal pada hakikatnya untuk melindungi kepentingan para pihak yang dibangun berdasarkan kata sepakat. Dituangkan dalam klausula-klausula kontrak. Perlindungan hukum internal dapat dibuat dengan baik apabila para pihak mempunya bargaining posisition yang berimbang. Posisi tawar yang berimbang dari para pihak dapat melindungi kepentingan para pihak secara patut. Pihak-pihak dalam menjalankan sebuah transaksi sebenernya sudah

4 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), h. 54

5 Subekti, Perlindungan Hukum bagi Konsumen Rumah Tapak dalam Kontrak Jual beli

(25)

membangun perlindungan hukum internal yang diciptakan sendiri berdasarkan kata sepakat.

b. Perlindungan Hukum pada Transaksi Financial Technologi P2PL.

Manusia dan hukum merupakan 2 (dua) hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan di dunia ini. Hal ini dikarenakan tanpa sebuah hukum yang mengatur tingkah laku manusia makan akan terjadi kekacauan di dalam kehidupan manusia (masyarakat). Sifat bawaan manusia yang ingin selalu menang sendiri (dikenal dengan istilah homo homini lupus) dan egois harus ditata dan diatur sedemikian rupa oleh hukum tanpa kecuali, agar tidak melanggar hak-hak orang lain.6

Adanya regulasi atau hukum memberikan tingkat kepercayaan, keamanan, dan kenyamanan bagi masyarakat dan suatu hal yang harus dilakukan oleh negara tanpa terkecuali sebagai negara hukum.

Salah satu wujud perlindungan itu adalah pembentukan Undang-undang atau peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kegiatan peer to peer lending terkhususnya untuk melindungi hak-hak para pengguna. Guna menjamin tujuan tersebut tercapai, negara melakukan intervensi terhadap hubungan kontraktual antara konsumen dan pelaku usaha yang tidak lain bertujuan untuk menciptakan hubungan yang seimbang antara pengguna dengan pelaku usaha.7

Perlindungan untuk para funder mempersoalkan perlindungan (hukum) yang diberikan dalam usahanya untuk memperoleh barang dan jasa dari kemungkinan timbulnya kerugian karena penggunaanya.8

Perlindungan hukum ditujukan untuk menciptakan kepastian hukum bagi para pihak, agar para pihak merasa aman dan nyaman saat melakukan transaksi khususnya pada transaksi keuangan berbasis

6 Handri Raharjo, Sistem Hukum Indonesia,, h. 1.

7 Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2014), Edisi

2014, h. 284

8 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: PT Citra

(26)

teknologi informasi dan tidak ada pihak yang diuntungkan atau dirugikan.

Dalam sebuah regulasi dimungkinkan ada hal-hal yang belum bisa melindungi para pihaknya, perusahaan fintek P2P Lending pada platformnya mencantumkan disclimer apabila terjadi gagal bayar dari Penerima Pembiayaan, semua risiko tersebut ditanggung oleh Pemberi Pembiayaan dan pihak penyelenggara tidak bertanggung jawab. Dari hal tersebut telah jelas bahwa perusahaan yang telah terdaftar dan berizin di OJK pun tidak memberi perlindungan hukum yang jelas atau meyerahkan kerugian sepenuhnya kepada Pemberi Pembiayaan apabila terjadi gagal bayar atau risiko lainnya.

Perlindungan hukum pada layanan Fintech berbasis P2P Lending bertujuan untuk melindungi seluruh hak-hak funder dengan menerapkan prinsip dasar perlindungan hukum bagi funder layanan Fintech agar tidak terjadinya sengketa antara pengguna dan penyelenggara, antara lain prinsip tersebut ialah prinsip transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan, keamanan data, dan penyelesaian sengketa pengguna dengan sederhana, cepat dan biaya terjangkau. Namun jika dikemudian hari terjadi tindakan gagal bayar oleh Penerima Pembiayaan dan gagal bayar tersebut terbukti akibat kesalahan dan kelalaian pihak penyelenggara, maka penyelenggara wajib memberikan ganti rugi atas perbuatannya tersebut.9

Oleh karena itu, harus didukung dengan peraturan yang kuat. Hal tersebut sebagai upaya mewujudkan penyelenggara fintek yang sehat. Perlindungan hukum bagi funder merupakan isu utama dalam pengembangan bisnis P2PL yang diatur dan diawasi oleh OJK. Pemberi Pembiayaan harus diindungi agar dananya tidak tidak hilang dibawa kabur oleh penyelenggara atau dananya tidak hilang akibat kelalaian penyelenggara.

9 Basrowi, Analisis Aspek dan Upaya Perlindungan Konsumen Fintech Syariah, Jurnal Lex

(27)

c. Perlindungan Hak-hak Pemberi Pembiayaan (Funder)

berdasarkan Prinsip Syariah.

Layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Selain karena jumlah peminjam yang lumayan besar, perkembangan fintech yang dimiliki oleh perusahaan fintech diharapkan bisa meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia.10 Perlindungan hak-hak pengguna terkhususnya pemberi pembiayaan

(funder) tentu juga harus mendapat perhatian dengan memperhatikan

prinsip-prinsip mengenai perlindungan pengguna.

Baik dalam hukum positif maupun dalam hukum Islam terlihat bahwa persoalan keamanan, kenyamanan dan keselamatan pengguna merupakan suatu hal yang utama dalam perlindungan pengguna. Barang dan/atau jasa yang tidak memberikan kenyamanan terlebih lagi tidak memberikan keamanan atau membahayakan bagi penggunanya jelas tidak layak edar dalam masyarakat. Selanjutnya, untuk menjamin bahwa suatu barang atau jasa dalam penggunaanya akan nyaman, aman maupun tidak membahayakan penggunanya, maka pengguna diberikan hak untuk memilih barang atau jasa yang dikehendakinya berdasarkan atas keterbukaan informasi yang benar, jelas dan jujur. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, pengguna berhak untuk didengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, hingga kompensasi ganti rugi.11

Para ulama fiqh menyatakan bahwa syariat Islam telah menetapkan agar setiap orang berhak untuk memelihara dan menjaga haknya itu dari segala bentuk kesewenangan orang lain, baik yang menyangkut hak-hak kepidanaan maupun yang menyangkut keperdataan. Disamping itu, hak itu harus digunakan untuk hal-hal yang disyariatkan Islam. Atas dasar itu, seseorang tidak boleh menggunakan haknya apabila dalam

10 Fajrina Eka Wulandari, Peer to Peer Lending dalam POJK, PBI, dan Fatwa DSN MUI,

AHKAM, Volume 6, Nomor 2, h. 256

11 M. Yusri, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam Perspektif Hukum Islam,

(28)

penggunaan hak itu merugikan atau memberi mudharat kepada pihak lain, baik perorangan maupun masyarakat, baik dengan sengaja memberi mudharat kepada pihak lain maupun tidak sengaja. Namun mengenai penggunaan hak-hak oleh pemilik, pemilik hak tidak boleh menggunakan haknya secara mubazir.12

Pada prinsipnya untuk melindungi kepentingan atau hak-hak para pihak, hukum Islam menetapkan beberapa asas pokok yang dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan transaksi, asas pokok atau pondasi dari seluruh kegiatan bisnis dalam hukum Islam ditempatkan pada asas tertinggi, yaitu asas at-tauhid (mengesakan Allah SWT), dari asas ini kemudian lahir asas istikhlaf, yang menyatakan bahwa apa yang dimiliki oleh manusia hakekatnya adalah titipan dari Allah SWT, manusia hanyalah sebagai pemegang amanah yang diberikan kepadanya. Dari asas at-tauhid juga melahirkan asas al-ihsan (benevolence), artinya melaksanakan perbuatan baik yang dapat memberikan kemanfaatan kepada orang lain tanpa ada kewajiban tertentu yang megharuskannya untuk melaksanakan perbuatan tersebut. Disamping itu, dari ketiga asas tersebut kemudian melahirkan asas amanah, ash-shiddiq, adl,

al-khiyar, at-ta’awun, keamanan dan keselamatan, dan at-taradhin.13

2. Kerangka Konseptual

a. Teori Peer to Peer Lending (P2P)

Kegiatan Fintech yang semakin berkembang pesat disebabkan olek perubahan pola pikir konsumen yang menginginkan akses keuangan yang mudah dan simple serta mampu memenuhi kebutuhan individual.14

12 Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, Gaya Media Pratama (Jakarta: 2007), h. 9

13 Nurhalis, Perlindungan Konusmen dalam Perspektif Hukum Islam dan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999, Jurnal IUS, Vol. III, Nomor 9, h.529

14 Miswan Ansori, “Perkembangan dan Dampak Financial Technology (Fintech) Terhadap

Industri Keuangan Syariah di Jawa Tengah” Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 1.5 ( April, 2019 )

(29)

Terdapat dua pendekatan menuju konsep Peer to Peer Lending (P2P

Lending), yakni sebagai Pemberi Pembiayaan (funder) atau sebagai

Penerima Pembiayaan (beneficiary).

Namun, sebagai apapun dalam hal Peer to Peer Lending (P2P Lending), kedua peran tersebut akan memberikan manfaat tersendiri dalam hal finansial.

Peer to Peer Lending atau biasa disingkat P2P Lending merupakan

praktik atau metode memberikan pinjaman uang kepada individu atau badan usaha dan juga sebaliknya mengajukan pinjaman uang untuk keperluan individu atau untuk kegiatan bisnis usaha15, atau sebuah media dimana perusahaan penyelenggara jasa keuangan yang akan menyatukan atau mempertemukan secara langsung seorang peminjam dengan pemberi dana melalui sistem teknologi informasi.16

Platform Peer to Peer Lending (P2P Lending) ada di dalam konteks

intermediasi keuangan, hal ini dikarenakan peran mereka sebagai perantara antara dua individu yang memakai situs maupun memakai aplikasi sebagai Pemberi Pembiayaan dan Penerima Pembiayaan, singkat kata situs maupun aplikasi Peer to peer lending memfasilitasi hubungan diantara kedua individu pemakai platform peer to peer lending.

Kegiatan usaha peer to peer lending di Indonesia diatur dalam pasal 5 bagian kedua Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77 Tahun 2016 tentang layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi yang berbunyi: “Penyelenggara meneyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dari Pihak Pemberi Pembiayaan kepada pihak Penerima

15 Walter P, Apa itu Peer to Peer Lending (P2P

Lending)?,https://koinworks.com/blog/ketahui-tentang-peer-peer-lending/, (Koinworks).

16 Paskalia, Apa itu Peer to Peer Lending? Pengertian, syarat dan Keuntungan

Investasinya, https://www.modalrakyat.id/blog/apa-itu-peer-to-peer-lending-pengertian-syarat-dan-keuntungan-investasinya, (diakses pada 17 Juli 2019)

(30)

Pembiayaan yang sumber dananya berasal dari pihak Penerima Pembiayaan”. Berikut adalah cara kerja peer to peer lending:17

1) Proses bagi Penerima Pembiayaan

Setelah melakukan registrasi, Penerima Pembiayaan akan mengajukan proposal Pembiayaan. Penyelenggara peer to peer lending kemudian akan menganalisis nilai kredit, sejarah pembiayaan, jumlah pendapatan calon Penerima Pembiayaan, untuk menentukan besaran bunga pembiayaan dan skor calon Penerima Pembiayaan.

2) Proses bagi Pemberi Pembiayaan

Pemberi Pembiayaan akan memberikan informasi data diri pribadi kepada penyelenggara P2P Lending seperti Nama, Nomor KTP, Nomor Rekening, Nomor Handphone dan seterusnya. Setelah proses registrasi Pemberi Pembiayaan dapat melihat profil Penerima Pembiayaan dan memutuskan kepada siapa pembiayaan akan diberikan.

3) Proses bagi Penyelenggara peer to peer lending

Penyelenggara peer to peer lending sebagai badan usaha di Indonesia akan mengelola data diri pribadi dari Pemberi Pembiayaan dan mengelola dana dari Pemberi Pembiayaan merangkap data diri Pemberi Pembiayaan. Penyelenggara juga melakukan analisis kredit kepada Penerima Pembiayaan.

b. Perkembangan Fintek P2P Lending

Inovasi keuangan tidak lagi terbatas dengan institusi yang sudah ada. Sektor keuangan terus menyaksikan banyak inovasi dan kemajuan teknologi yang impresif seperti teknologi tanpa kabel.

17 Adi Setiadi Saputra, Perlindungan Terhadap Pemberi Pembiayaan selaku Konsumen dan

Tanggung Jawab Penyelenggara peer to peer lending dalam kegiatan peer to peer lending di Indonesia, VeJ Volume 5, Nomor 1, 2018, h. 243

(31)

Namun para inovator sekarang jarang berasal dari bank, tetapi justru mereka berasal dari indutri keuangan fintek.18

Penyebab fintek semakin berkembang adalah perubahan pola pikir konsumen, dimana generasi milenial sekarang ini lebih menginginkan akses yang bersifat personal dan memudahkan dalam pemenuhan kebutuhan finansial. Kemajuan dunia digital dan penggunaan smartphone juga menjadi penyebab berkembangnya fintek. Kemudian perubahan tren yang sangat cepat dan penawaran produk fintek yang lebih menguntungkan dan mudah diakses. Jenis fintek yang banyak diminati nasabah ialah P2P Lending, dimana dengan jenis fintek ini nasabah bisa dengan mudah meminjam uang untuk keperluan bisnis tanpa harus ke kantor bank, cukup dengan menggunakan smartphone atau komputer nasabah bisa mendapatkan dana yang dibutuhkan. Syarat yang harus dipenuhi juga cukup mudah dibandingkan dengan syarat – syarat yang harus diajukan ketika ingin meminjam dank ke Bank. 19

Tantangan perkembangan fintek dijawab oleh Bank Indonesia (BI) dengan mendirikan Fintech Office. Bagian ini didirikan sebagai pusat pengembangan fintek di Indonesia. Tugasnya adalah menjadi katalisator dan fasilitator pertukaran ide inovatif pengembangan adanya fintek di Indonesia. Tak hanya itu saja tugasnya juga sebagai pemberi informasi kepada masyarakat mengenai perkembangan bisnis yang ada. Memantau dan memetakan potensi dari adanya bisnis dan produk yang ditawarkan merupakan tugas dari bagian ini juga. Yang tidak kalah penting dan utama sebagai lembaga yang mendorong adanya harmonisasi regulasi lintas antar lembaga yang ada.20

18 Iswi Hariyani dan Cita Yustisia Serfiyani, “Perlindungan Hukum dan Penyelesaian

Sengketa Bisnis Jasa PM – Tekfin, h. 348.

19 Miswan Ansori, “Perkembangan dan Dampak Financial Technology (Fintech)

Terhadap Industri Keuangan Syariah di Jawa Tengah”, h. 41.

20 Bank Indonesia Fintech Office, “Financial Technology: Perkembanagn dan Respon

(32)

Teknologi informasi dan komunikasi telah banyak berkembang dalam satu decade terakhir. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, dapat dilihat bahwa evolusi teknologi selalu mendapat perhatian dari para pelaku industry global. Persaingan untuk mengembangkan sebuah teknologi baru menjadi prioritas utama dalam mendapatkan pangsa pasar secara global. Dampaknya pun sangat terasa dalam kehidupan masyarakat di Indonesia.

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern, uang yang berbentuk fisik menjadi tidak lagi aman dalam melakukan transaksi, terjadinya pencurian maupun perampokan serta pemalsuan uang menjadi pemicu terjadinya evolusi. Alat tukar uang secara fisik tidak lagi dianggap efisien, mengingat masa dan volume dari uang fisik menjadi salah satu tantangan yang harus diselesaikan. Munculnya

e-money menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan kemanan dari

penggunaan uang sebagai alat tukar menukar.

Munculnya fintek merupakan fenomena yang tak dapat terhindarkan dan pertumbuhannya tak terbendung. Bank dan Fintek sama – sama memiliki misi untuk memberi pengalaman terbaik pada nasabah dan oleh karenanya saling melengkapi. Sinergi Bank dan Fintek akan memastikan berkurangnya blind spots dari masing – masing layanan sebagi hasil dari perpaduan kekuatan masing – masing pihak.

Selama ini Usaha Kecil Menengah (UKM) atau start-up bisa mendapatkan modal pinjaman dari bank. Namun, pinjaman ke bank biasanya memiliki bunga yang cukup tinggi dan sering kali memberatkan pelaku usaha.

Dengan adanya fintek sejenis p2p lending, pelaku UMKM dengan mudah mendapatkan pinjaman dari para Pemberi Pembiayaan, bunga yang dibebankan juga relatif lebih rendah dari pada bunga bank konvensional. Selain itu, kemudahan akses yang diberikan dan juga regulasi yang diawasi langsung oleh pemerintah pada teknologi

(33)

finansial membuat pinjaman yang dilakukan mudah dan dapat dipertanggung jawabkan.

Beberapa bulan terakhir industri perekonomian global khususnya di Indonesia dibuat kualahan akibat adanya virus covid-19 meskipun perusahaann fintek terbilang paling siap, namun bisnis inipun masih menghadapi kesulitan pada berbagai aspek. Dampak virus corona pada sektor teknologi finansial atau fintek tengah dirasakan oleh seluruh negara.

Menurut para ahli, pandemi virus corona telah memberikan kejutan ekonomi tercepat dan signifikan dalam sejarah bisnis. Diseluruh dunia program social distancing hingga lockdown pun kerap dilakukan untuk meminimalisir angka korban positif corona sehingga berpengaruh terhadap lingkungan kerja yang berubah karena harus tetap berdiam diri dirumah. Meskipun perubahan ini terbilang untuk sejumlah bisnis, namun pada akhirnya setiap perusahaan akan menggunakan teknologi sebagai alternatif bisnis.

Pandemi covid-19 yang melanda dunia tidak selalu memberikan dampak negatif, asosiasi fintech Indonesia (AFTECH) mengungkapkan sekitar 23,4 persen perusahaan teknologi keuangan digital (fintek) yang mengalami dampak positif ditengah pandemi covid-19. Namun yang terkena dampak positif lebih rendah dibandingkan perusahaan – perusahaan fintek yang terkena dampak negatif. Dari hasil survey yang dilakukan oleh aftech, kurang lebih 68,1 persen perusahaan start-up yang terkena dampak negatif covid-19 akibat turunnya produktifitas dan efisiensi serta mengalami dampak negatif meningkatnya risiko ketidakpastian perekonomian. Hal tersebut kemudian terefleksikan dalam bentuk penurunan permintaan konsumen, penurunan jumlah transaksi, peningkatan risiko operasional serrta penundaan kegiatan dan pendanaan.

Pada fintek p2p lending, menurut Asosiasi Fintek Pendanaan Indonesia (AFPI) menyatakan terdapat peningkatan pembiayaan

(34)

produktif selama pandemi covid-19. Menurut ketua harian AFPI Kuseryansyah menjelaskan, bahwa pandemi covid-19 memberikan dampak lintas sektoral, tak terkecuali terhadap industri jasa keuangan seperti fintek p2p Lending. Hal tersebut menurutnya turut mempengaruhi tren pembiayaan melalui layanan fintek.21

Bisnis pinjam meminjam meminjam melalui platform peer to

peer (P2P) lending masih deras ditengah pandemi covid-19. OJK per –

April 2020 mencatatkan akumulasi penyaluran pinjaman mencapai Rp. 106,06 triliun. Nilai itu tumbuh 186,54 persen year on year (yoy) dari april 2019 senilai Rp 37,01 triliun. Adapun jumlah outstanding pinjaman hingga april 2020 mencapai Rp 13,75 triliun. Nilai itu tumbuh 67,25 persen yoy dari april 2019 sebanyak Rp 8,22 triliun. Pinjaman tersebut disalurkan melalui 161 entitas P2P lending per April 2020. Rinciannya 25 berizin dari OJK sisanya 136 masih berstatus terdaftar.22

Dari uraian diatas, pandemi covid-19 tidak selalu memberikan dampak negatif bagi perusahaan fintek, terdapat beberapa perusahaan fintek yang mengalami dampak positif. Namun sebaliknya, perusahaan fintek yang terkena dampak negatif lebih banyak dibanding dengan perusahaan fintek yang mengalami dampak positif akibat covid-19.

Perusahaan fintek memberikan layanan investasi bagi Pemberi Pembiayaan dan layanan pinjaman modal dengan proses pengajuan yang lebih sederhana dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional seperti bank tanpa perlu menyerahkan jaminan dan cukup melengkapi beberapa dokumen saja. Layanan pinjaman online ini menjadi alternatif dari pinjaman konvensional bank atau perusahaan pinjaman yang lainnya. Pinjaman yang diajukan dapat cair dalam

21 Bisnis.com, Ada Corona, Permintaan Pinjaman produktif fintech Justru naik,

https://www.google.com/amp/s/m.bisnis.comamp/read/20200505/563/1236689/ada-corona-permintaan-pinjaman-produktif-fintech-justru-naik.

22 Kontan.co.id, Ada Pandemi, Pinjaman P2P lending capai Rp 106,06 triiun per April

2020, https://www.google.com/amp/s/amp.kontan.co.id/news/ada-pandemi-pinjaman-p2p-lending-capai-rp-10606-triliun-per-april-2020

(35)

waktu yang relatif singkat yakni kurang dari seminggu. Beberapa fintek yang menyediakan layanan investasi bagi Pemberi Pembiayaan dan layanan pinjaman modal.23

c. Subyek Hukum dalam Kegiatan Peer to peer Lending (P2PL)

Pada kegiatan fintech peer to peer lending terdapat pihak-pihak atau subyek hukum yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan Layanan Pinjam – meminjam berbasis Teknologi Informasi, antara lain yaitu:

1. Penyelenggara

Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informassi yang selanjutnya disebut penyelenggara adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Pinjam Meminjam Uang berbasis Teknologi Informasi.

2. Penerima Pembiayaan (beneficiary)

Penerima Pembiayaan adalah orang dan/atau badan hukum yang mempunyai utang karena perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang berbasis Teknologi Informasi. Atau pihak yang menggunakan dana yang bersumber dari Pemberi Pembiayaan. 3. Pemberi Pembiayaan (funder)

Pemberi Pembiayaan adalah orang, badan hukum, dan/atau badan usaha yang mempunyai piutang karena perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Atau Pihak yang memiliki dana dan bermaksud memberikan pembiayaan untuk membantu pihak yang membutuhkan dana.

23 Irma Muzdalifa, Inayah Aulia Rahma, Bella Gita Novalia, “Peran Fintech dalam

Meningkatkan Keuangan Inkusif pada UMKM di Indonesia (Pendekatan Keuangan Syariah)”,

(36)

d. Keutamaan Fintech Peer to peer lending (P2PL)

Sistem P2P lending merupakan pola interaksi keuangan dalam fintech antara pihak Pemberi Pembiayaan (funder) dan pihak Penerima Pembiayaan (beneficiary) yang transaksinya dilakukan secara online.

Fintech P2P lending bukan hanya memfasilitasi mereka yang

membutuhkan pembiayaan, tetapi juga diperuntukan bagi penyedia dana yang ingin menanamkan modalnya dalam jumlah tertentu. Sehingga menjadi wadah yang mempertemukan antara Pemberi Pembiayaan (funder) dan Penerima Pembiayaan (beneviciary) melalui aplikasi atau platform yang telah disediakan oleh penyelenggara secara

online. Oleh karena itu funder dan beneficiary diwajibkan membuka

rekening untuk melakukan transaksi di fintech.

Kemampuan penyelenggara fintech terkhususnya fintech syariah untuk melakukan verifikasi data calon mitra yang lebih cepat dari lembaga pembiayaan konvensional merupakan keutamaan lainnya bagi

fintech syariah. Fintech syariah memiliki tim verifikasi internal dan

juga bekerja sama dengan institusi eksternal untuk meminimalkan risiko terjadinya kegagalan pengembalian pendanaan proyek dari calon mitra. Dengan adanya kerja sama fintech syariah dengan lembaga dan intitusi eksternal, daya jangkau calon mitra menjadi cukup luas hingga hampir disetiap pulau Indonesia. Dan dengan adanya kemudahan akses internet melalui smartphone, fintek syariah memiliki calon Pemberi Pembiayaan (funder) dan calon Penerima Pembiayaan (beneficiary) yang cukup banyak, bahkan sering mengalami over demand proyek karena lebih banyak calon funder dan beneficiary dari pada proyek yang akan didanai.

Fintek memiliki keutamaan-keutamaan yang mendorong sistem pertumbuhan pada sektor jasa keuangan ini tumbuh begitu pesat,

(37)

sebagaimana yang telah dikutip oleh Liputan6.com dari cermati.com bahwa peer to peer lending memiliki beberapa keutamaan, antara lain:24

1) Sistem dan proses meminjam yang cepat. 2) Tidak membutuhkan jaminan

3) Bisa diajukan dimanapun dan kapanpun 4) Bunga yang ringan

5) Hanya membutuhkan waktu yang singkat untuk pencairan dana. Selain itu, kautamaan fintech (P2P Lending) menurut OJK yang telah dikutip oleh Miswan Ansori ialah sebagai berikut:25

1) Melayani masyarakat Indonesia yang belum dapat dilayani oleh indutri keuangan tradisional dikarenakan ketatnya peraturan perbankan dan adanya keterbatasan industry perbankan tradisional dalam melayani masyarakat di daerah tertentu. 2) Menjadi alternatif pendanaan selain jasa industri keuangan

tradisional dimana masyarakat memerlukan alternatif pembiayaan yang lebih demokratis dan transparan.

e. Potensi Resiko dan Kerawanan Layanan Fintek

Kenyamanan dan kemudahan bertransaksi bukan berarti tidak mengandung potensi resiko. Besarnya potensi fintek tersebut harus dapat disikapi dengan bijak, dikarenakan fintek tidak lepas dari potensi resiko kegagalan.

Bagi fintek yang menjalani bisnis sebagai penyelenggara pembiayaan atau kredit, resiko gagal bayar adalah hal yang cukup menghawatirkan. Para funder sendiri sejak awal harus siap untuk

24 Fitriana Monica Sari, Wajib Tahu! Ini manfaat P2P lending bagi bisnis UMKM,

https://m.liputan6.com/bisnis/read/3674620/wajib-tahu-ini-manfaat-p2p-lending-bagi-bisnis-umkm, (diakses 27 Oktober 2018)

25 Miswan Ansori, Perkembangan dan Dampak Financial Technologi (Fintech) terhadap

Industri Keuangan Syariah di Jawa Tengah, Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 5, No. 1, 2019, h. 38

(38)

menanggung risiko yang akan timbul, risiko-risiko yang akan timbul pada transaksi fintek P2P lending antara lain:26

1) Perlindungan dana pemberi pembiayaan. Potensi penerima pembiayaan tidak melakukan pengembalian atas pendanaan yang diterima sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan, potensi kehilangan maupun penurunan kemampuan finansial, baik yang diakibatkan oleh penyalahgunaan, penipuan, maupun

force majeur dari kegiatan fintech.

2) Perlindungan data pengguna. Isu privasi pengguna fintech yang rawan terhadap penyalahb=gunaan data baik yang disengaja maupun tidak sengaja (serangan hacker atau malware)

Dalam hal risiko industri keuangan fintek berbasis P2P Lending tidak jauh berbeda dengan industri keuangan lainnya, yang memiliki ancaman dalam perkembangan industri mereka, ancaman yang paling dikhawatirkan ialah adanya tindak pidana kejahatan keuangan, gagal bayar dan risiko lainnya yang mungkin terjadi. Selain itu, belum kuatnya regulasi yang mengatur pengelolaan fintek secara umum diindonesia.27

Risiko pada kegiatan P2P Lending bisa terjadi kapan saja yang disebabkan karena kurang telitinya penyelenggara terhadap penilaian risiko pada peminjaman kredit, kondisi gagal bayar dan akhirnya menyebabkan kerugian bagi para funder. Jika terjadi gagal bayar dari pihak beneficiary maka akan kesulitan bagi funder untuk melakukan penagihan karena tidak adanya pihak yang bertatap muka baik

beneficiary, funder dan juga pihak penyelenggara Fintek.28

26 Miswan Ansori, Perkembangan dan Dampak Financial Technology (Fintech) Terhadap

Industri Keuangan Syariah di Jawa Tengah, Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman Vol. 5, No. 1, 2019. h. 38

27 Fawzi Bahkti Prestama, Muhammad Iqbal, Selamet Riyadi, Potensi Finansial Teknologi

Syariah Dalam Menjangkau Pembiayaan Non-Bank, Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan,

Al-Masraf, Volume 4, 2019. h.155

28 Siti Lailatul Kodriyah dkk. Management of Fintech Based on Loans in Indonesia From

(39)

f. Layanan Pinjam Meminjam uang pada Transaksi Finansial Teknologi berbasis Peer to Peer Lending berdasarkan Prinsip Syariah.

Fintek Peer to peer (P2P) Lending tergolong aktifitas pembaruan proses bisnis, instrumen keuangan yang memberikan nilai tambah baru disektor jasa keuangan dengan melibatkan ekosistem digital yang dikenal dengan Inovasi keuangan digital (IKD). Fintek P2P lending merupakan alternatif potensial sumber pembiayaan bagi masyarakat terutama untuk pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dalam pelaksanaan operasionalnya sistem dalam P2P lending sangat mudah diakses baik oleh pemberi pembiayaan maupun oleh penerima pembiayaan. Hal ini menimbulkan risiko tersendiri dari mudahnya sistem tersebut.

Pada fatwa DSN-MUI No. 117 Tahun 2018 layanan fintek P2P lending dibolehkan dengan syarat harus sesuai dengan prinsip syariah dan tidak boleh bertentangan dengan perinsip syariah, prinsip syariah tersebut antara lain Terhindar dari riba, gharar ( Ketidakpastian ),

maysir (spekulasi), tadlis (menyembunyikan cacat), dharar (merugikan

pihak lain), dan haram.29 Demi mewujudkan kemaslahatan umat manusia, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan situasi dan kondisi manusia itu sendiri.

Namun Terdapat kekosongan hukum, karena tidak adanya aturan khusus yang mengatur tentang fintech syariah, fintek syariah secara substansial tidak memiliki kesamaan dengan fintech konvensional. Perbedaanya antara lain unsur riba, denda, dan bunga sehingga tidak wajar jika fitech syariah regulasinya disamakan dengan fintech konvensional, karena memang memiliki konsep yang berbeda. Ketua Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) menyatakan fintech syariah

29 Bagian Keempat, Poin 1, Fatwa DSN MUI No. 117 Tahun 2018 tentang Layanan

(40)

masih terisolasi karena tidak adanya aturan dari OJK. Oleh karena itu,

fintech syariah harus diatur dengan peraturan yang khusus yang sesuai

dengan karakteristiknya.30

Kemaslahatan manusia, baik yang bersifat individu mapun yang terkait dengan kelompok (masyarakat), sangat ditentukan oleh perkembangan lingkungan dan masa dimana mereka hidup. Masyarakat senantiasa berubah, karena tidak ada satu masyarakat pun yang berhenti pada satu titik tertentu di dalam perkembangannya sepanjang zaman. Perubahan masyarakat tersebut dapat mengenai nilai – nilai sosial, kaidah – kaidah sosial, pola – pola prilaku organisasi, susunan – susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan – lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial, dan lain sebagainya. Perubahan tersebut dapat membawa nilai – nilai positif terhadap masyarakat dan dapat juga membawa kepada nilai – nilai negatif.

Hubungan bisnis yang terjalin diantara para pihak pada umumnya karena mereka saling bertukar kepentingan. Dalam bisnis, pertukaran kepentingan para pihak senantiasa dituangkan dalam bentuk kontrak. Demi menjaga kemaslahatan dengan berbagai pihak, peer to peer

lending syariah bisa dikatakan sesuai dengan prinsip syariah apabila

pada klausula baku yang dibuat oleh penyelenggara memenuhi prinsip keseimbangan, keadilan, dan kewajaran sesuai syariah dan peraturan perundang – undangan yang berlaku.31

Dalam persoalan mualamah, syariat Islam lebih banyak memberikan prinsip – prinsip, pola dan kaidah umum dibandingkan memberikan jenis dan bentuk muamalah secara detail. Hal ini sesuai dengan hukum asal bermuamalah adalah dibolehkan selama tidak ada dalil yang melarangnya hingga turun dalil yang mengharamkannya. Artinya, dalam persoalan muamalah yang terpenting adalah substansi makna

30 Nurhasanah & Indra Rahmatullah, The legal protection of sharia financial technologi in

Indonesia (Analysis of Regulation, Structure and law enforcement), International Journal of

Advanced science and technology, Vol. 29, No. 3, 2020, h. 3089

(41)

yang terkandung dalam suatu bentuk muamalah serta sasaran yang akan dicapainya.

Muamalah juga telah mengatur pola perkembangan transaksi akad-akad pada layanan fintek dalam kegiatan peer to peer lending. Sebagaimana telah diatur pada fatwa DSN – MUI, Akad yang digunakan pada layanan peer to peer lending selaras dengan karakteristik layanan pembiayaan yaitu, al – bai, ijarah, mudharabah,

musyarakah, wakalah bil ujrah, dan qardh.32

Dalam financial technology syariah tidak hanya satu produk yang ditawarkan melainkan terdapat beberapa model pmbiayaan peer to peer lending yang dapat dilakukan oleh penyelenggara. Untuk menjawab hal tersebut fatwa DSN MUI mengatur dan membagi beberapa model pembiayaan peer to peer lending berdasarkan prinsip syariah yang dapat dilakukan oleh penyelenggara yaitu:33

1. Pembiayaan anjak piutang (Factoring), yaitu pembiayaan dalam bentuk jasa pengurusan penagihan piutang berdasarkan bukti tagihan (invoice), baik disertai atau tanpa disertai talangan (qardh) yang diberikan kepada pelaku usaha yang memiliki tagihan kepada pihak ketiga (payor).

2. Pembiayaan pengadaan barang pesanan pihak ketiga (Purchase

Order), yaitu Pembiayaan yang diberikan kepada pelaku usaha yang

telah memperoleh pesenan atau surat perintah kerja pengadaan barang dari pihak ketiga.

3. Pembiayaan pengadaan barang bagi pelaku usaha yang berjualan secara online (Online Seller), yaitu Pembiayaan yang diberikan kepada pelaku usaha yang melakukan transaksi jual beli online pada penyedia layanan perdagangan berbasis teknologi informasi (platform e-commerce/marketplace) yang telah menjalin kerjasama dengan penyelenggara.

32 Bagian Keempat, Poin 3, Fatwa DSN-MUI No. 117 Tahun 2018. 33 Bagian Kelima, Fatwa DSN MUI No. 117 Tahun 2018

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa aspek lingkungan agroforestry yang baik secara sengaja ataupun tidak diperoleh adalah dalam proses tata air (hidrologi), menjaga sekaligus meningkatkan

Objek penelitian ini adalah aplikasi untuk mendiagnosa penyakit sistem saraf pusat pada manusia berbasis android menggunakan metode forward chaining. Sistem ini

Hasil dari penelitian ini diharapkan sistem dapat dimanfaatkan lebih lanjut oleh para tenaga medis dalam memberikan informasi tentang resiko penyakit ginjal kepada para pasien..

89 Respon terhadap privasi informasi yang berkaitan dengan pada pelanggan?. 90 Respon untuk risiko keamanan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah yang memiliki sistem full day school tidak akan menimbulkan stres akademik pada siswa jika konsep full day school diterapkan dengan

Peneliti menemukan beberapa bukti, dari data yang telah terkumpul bahwa latar belakang, visi, misi, dan teknik implementasi dari ECFA yang memiliki tujuan yang

Hasil dari observasi dan identifikasi larva lalat yang diletakkan pada 3 letak geografis di Bali dapat ditemukan 3 genus larva lalat yaitu genus Lucilia dan Calliphora dari

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memperoleh evidents empiris tentang efek dari jenis kelamin, pengalaman auditor, kompleksitas tugas, tekanan ketaatan, kemampuan