• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Tim Penyusun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Jakarta, November Tim Penyusun"

Copied!
235
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i

KATA PENGANTAR

Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah telah diamanatkan untuk melaksanakan pengelolaan sampah yang baik serta meningkatkan fasilitasi penyedian prasarana dan sarana pengelolaan sampah. Dalam rangka untuk mendukung amanat tersebut, diperlukan suatu kegiatan sistem pengelolaan sampah yang terarah dan sesuai kaidah teknis yang berlaku. Untuk mewujudkannya, diperlukan buku-buku panduan yang memuat tata cara sistem pemrosesan akhir sampah dimulai dari perencanaan hingga pembangunan.

Buku Tata Cara Perencanaan dan Pembangunan TPA Sampah ini mencakup pembahasan mulai dari survei dan investigasi untuk membuat gambar Rencana Teknik Rinci (RTR) dan proses pembangunan dari tahap prapersiapan hingga serah terima pekerjaan konstruksi TPA Sampah.

Terbitnya buku tata cara ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan bidang pengelolaan persampahan di seluruh Indonesia.

Penyusunan buku ini melibatkan para akademisi, pakar, dan praktisi bidang pengelolaan persampaahan melalui berbagai tahap kegiatan seperti konsinyiasi dan workshop. Penyusunan panduan ini bersifat dinamis dan apa yang telah disusun masih dapat berubah dan berkembang. Oleh karena itu, kami senantiasa terbuka untuk berbagai masukan guna penyempurnaan yang lebih lanjut.

Jakarta, November 2018 Tim Penyusun

(3)

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB IPENDAHULUAN ... 1

1.1 UMUM ... 1

1.2 RUANG LINGKUP ... 1

1.3 ACUAN NORMATIF ... 1

1.4 ISTILAH DAN DEFINISI ... 2

BAB IIAKUISISI LAHAN ... 4

BAB IIISURVEI PENYELENGGARAANTEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH ... 5

3.1 UMUM ... 5

3.2 TATA CARA SURVEI UKUR TANAH ... 6

3.2.1 Umum ... 6

3.2.2 Manfaat ... 7

3.2.3 Tata Cara Pengukuran Polygon ... 7

3.2.4 Pengukuran Sifat Datar Utama (leveling) ... 8

3.2.5 Pengukuran Detail Survei ... 8

3.3 TATA CARA SURVEI SONDIR ... 10

3.3.1 Umum ... 10

3.3.2 Manfaat ... 10

3.3.3 Penentuan Jumlah Titik Sondir ... 10

3.3.4 Tata Cara Sondir ... 10

3.4 TATA CARA SURVEI BORING ... 12

3.4.1 Umum ... 12

3.4.2 Manfaat ... 12

3.4.3 Penentuan Jumlah Titik Boring ... 12

3.4.4 Tata Cara Boring ... 12

3.5 TATA CARA SURVEI GEOLISTRIK ... 15

3.5.1 Umum ... 15

3.5.2 Manfaat ... 15

3.5.3 Tata Cara Pengukuran ... 15

3.6 TATA CARA SURVEI KESTABILAN LERENG ... 20

3.6.1 Pengertian ... 20

(4)

iii

3.6.3 Prinsip survei kestabilan dengan metode fellenius ... 21

3.6.4 Tata cara uji kestabilan lereng ... 23

BAB IVINVESTIGASI ... 25

4.1 UMUM ... 25

4.2 INVESTIGASI HASIL UKUR TANAH ... 25

4.3 INVESTIGASI HASIL SONDIR... 27

BAB VTATA CARA PENGGAMBARAN ... 32

5.1 UMUM ... 32

5.2 UKURAN KERTAS GAMBAR ... 32

5.3 BLOK JUDUL/KEPALA GAMBAR/ETIKET ... 34

5.4 HURUF DAN ANGKA DALAM GAMBAR ... 35

5.5 SIMBOL DALAM GAMBAR ... 35

5.6 SKALA ... 39

5.7 DAFTAR ISI ... 40

BAB VITATA CARA DESAIN TPA SAMPAH ... 41

6.1 PINTU GERBANG, PAGAR DAN PAPAN NAMA ... 41

6.2 POS JAGA ... 42

6.3 KANTOR ... 44

6.4 JALAN AKSES DAN OPERASIONAL ... 45

6.4.1 Umum ... 45 6.4.2 Jalan Akses ... 45 6.4.3 Jalan Operasional ... 45 6.4.4 Perencanaan Jalan ... 45 6.5 DRAINASE ... 46 6.5.1 Umum ... 46 6.5.2 Perencanaan Drainase ... 47 6.6 JEMBATAN TIMBANG ... 50 6.6.1 Umum ... 50

6.6.2 Perencanaan Jembatan Timbang ... 51

6.7 INSTALASI PENGOLAHAN LINDI (IPL) ... 53

6.7.1 Umum ... 53

6.7.2 Perencanaan Kolam IPL ... 53

6.7.3 Perhitungan Debit Lindi ... 53

6.7.4 Pendekatan Desain IPL ... 56

6.7.5 Contoh Desain Struktur Kolam ... 58

6.8 LAPISAN DASAR (LINER) ... 66

(5)

iv

6.9.1 Umum ... 69

6.9.2 Perencanaan ... 70

6.10 HANGGAR... 71

6.11 SARANA AIR BERSIH, SANITASI DAN LISTRIK ... 72

6.12 PIPA PENYALUR LINDI ... 73

6.12.1 Umum ... 73

6.12.2 Perencanaan pipa ... 74

6.13 VENTILASI GAS ... 76

6.13.1 Umum ... 76

6.13.2 Perencanaan ... 77

6.13.3 Tata Cara Pembangunan Ventilasi Gas ... 79

6.14 GENERAL DESAIN TPA SAMPAH ... 81

6.14.1 Ruang Lingkup ... 81

6.14.2 Perhitungan Kebutuhan Lahan per Tahun ... 83

6.15 METODE PENGURUGAN SAMPAH ... 86

6.15.1 Rencana Tapak ... 86

6.15.2 Pembagian Area Efektif Pengurugan ... 87

6.15.3 Persiapan Sel Penimbunan ... 88

6.15.4 Penentuan Umur Teknis TPA ... 88

6.15.5 Pemilihan Teknologi ... 91

6.15.6 Pembagian Pemanfaatan Lahan ... 92

6.16 LAYOUT TPA SAMPAH ... 92

6.17 PEMBUATAN DETAIL SETIAP SEL ... 94

6.18 ZONA PENYANGGA ... 95

6.18.1 Umum ... 95

6.18.2 Perencanaan ... 95

6.19 ALAT BERAT ... 96

6.19.1 Umum ... 96

6.19.2 Prosedur Pengoperasian Alat Berat ... 99

6.20 PONDASI... 99

6.20.1 Umum ... 99

6.20.2 Dasar Pemilihan Jenis Pondasi ... 100

6.20.3 Perhitungan Daya Dukung Tanah ... 101

6.20.4 Perencanaan ... 101

6.20.5 Alternatif Pondasi di Lahan Gambut ... 102

BAB VIISTUDI KASUS PERENCANAAN TPA SAMPAH ... 117

(6)

v

7.2 STUDI KASUS ... 120

BAB VIIIPRAPERSIAPAN PEMBANGUNAN... 126

8.1 UMUM ... 126

8.2 SITE TAKE OVER (STO) ... 126

8.3 SURAT PERINTAH MULAI KERJA (SPMK) / COMMENCEMENT OF WORK (COW) ... 126

8.4 PRE CONSTRUCTION MEETING (PCM) ... 127

BAB IXPERSIAPAN PELAKSANAAN ... 128

9.1 PENYIAPAN LAHAN KERJA ... 128

9.2 MOBILISASI... 128

9.3 UITZET DAN MUTUAL CHECK 0% (MC0) ... 128

9.4 TATA CARA PERUBAHAN PENYESUAIAN DESAIN ... 129

BAB XADMINISTRASI PELAKSANAAN ... 130

10.1 PENGENDALIAN PROGRAM MUTU ... 130

10.2 LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN ... 130

10.3 PEMBUATAN SISTEM PELAPORAN ... 130

10.4 TATA CARA PEMBUATAN KURVA S ... 133

10.5 TATA CARA PEMBUATAN NETWORK PLANNING ... 138

10.6 PEMBUATAN DIREKSI KIT DAN GUDANG ... 141

BAB XISTANDAR TEKNIS PEKERJAAN KONSTRUKSI ... 142

11.1 STANDAR TEKNIS UMUM ... 142

11.2 STANDAR TEKNIS PEKERJAAN SIPIL ... 146

5.2.1 Pekerjaan Tanah ... 146

5.2.2 Pekerjaan Beton ... 150

5.2.3 Pekerjaan Jalan Operasi, Galian, dan Saluran Drainase ... 156

5.2.4 Pekerjaan Pasangan Batu Kali ... 158

11.3 STANDAR TEKNIS PEKERJAAN TANAH ... 162

5.3.1 Pekerjaan Galian ... 162

5.3.2 Pekerjaan Timbunan dan Pemadatan... 162

11.4 STANDAR TEKNIS PEKERJAAN UNIT PENGOLAHAN LINDI ... 163

5.4.1 Lingkup Pekerjaan... 163

5.4.2 Pekerjaan Sistem Pengumpul dan Penyalur Lindi ... 164

5.4.3 Pekerjaan Pembuatan Instalasi Pengolah Lindi ... 165

11.5 STANDAR TEKNIS PEKERJAAN BANGUNAN ... 169

5.5.1 Pekerjaan pasangan ... 169

5.5.2 Pekerjaan slope, ring balok, plat lantai, dan kolom ... 169

(7)

vi

5.5.4 Pekerjaan baja tulangan dan pengecoran ... 170

5.5.5 Pekerjaan kuda-kuda, plafond dan atap ... 170

5.5.6 Pekerjaan atap gedung komposting ... 170

5.5.7 Pekerjaan pengunci dan lantai ... 171

5.5.8 Pekerjaan cat dan politur ... 171

5.5.9 Instalasi air dan sanitari ... 171

5.5.10 Pekerjaan pagar dan pertamanan ... 171

5.5.11 Pekerjaan instalasi listrik ... 172

11.6 STANDAR TEKNIS PEKERJAAN MEKANIKAL-ELEKTRIKAL ... 172

5.6.1 Pekerjaan Mekanikal ... 172

5.6.2 Pekerjaan Generator Set dan elektrikal ... 173

5.6.3 Pengujian Sistem Instrumen-Elektrik ... 173

5.6.4 Jenis Pompa Resirkulasi, Alat Berat, dan Jembatan Timbang... 174

11.7 STANDAR TEKNIS PEKERJAAN LAPISAN DASAR (LINER) ... 174

5.7.1 Liner Geosintetis ... 174

5.7.2 Geomembran sebagai lapisan pengendap ... 178

BAB XIIPELAKSANAAN KONSTRUKSI ... 182

12.1 UMUM ... 182

12.2 TATA CARA PEMBANGUNAN GAPURA DAN PAGAR ... 183

12.3 TATA CARA PEMBANGUNAN JALAN ... 183

12.4 TATA CARA PEMBANGUNAN DRAINASE ... 186

12.5 TATA CARA PEMBANGUNAN KANTOR DAN LABORATORIUM ... 187

12.6 TATA CARA PEMBANGUNAN JEMBATAN TIMBANG ... 189

12.7 TATA CARA PEMBANGUNAN TANGGUL PENAHAN ... 191

12.8 TATA CARA PEMASANGAN GEOMEMBRAN DAN GEOTEKSTIL ... 193

12.9 TATA CARA PEMBANGUNAN PIPA PENYALUR LINDI ... 195

12.10 TATA CARA PEMBANGUNAN PENGOLAH GAS BIO ... 198

12.11 TATA CARA PEMBANGUNAN INSTALAS PENGOLAHAN LINDI (IPL)... 201

12.12 TATA CARA PEMBANGUNAN ZONA PENYANGGA... 203

12.13 TATA CARA PEMBANGUNAN HANGGAR ... 208

12.14 TATA CARA PEMBANGUNAN SUMUR PANTAU ... 210

BAB XIIITESTING DAN KOMISIONING ... 212

13.1 UJI SLUMP BETON ... 212

13.2 UJI VAKUM GEOMEMBRAN ... 214

13.3 TATA CARA UJI COBA GAS BIO ... 215

13.4 UJI KEBOCORAN UNIT INSTALASI PENGOLAHAN LINDI (IPL) ... 216

(8)

vii

BAB XIVKEGIATAN SERAH TERIMA PEKERJAAN ... 218

14.1 Serah Terima Awal (Provisional Hand Over) ... 218

14.2 Periode Pemeliharaan ... 218

14.3 Serah Terima Akhir (Final Hand Over) ... 218

BAB XVDOKUMEN HASIL PELAKSANAAN KONSTRUKSI ... 219

(9)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Jenis-Jenis Survei dalam Perencanaan ... 6

Tabel 3. 2 Contoh Hasil Pencacatan Lapangan ... 19

Tabel 4. 1 Pengujian Lapangan dengan Alat Sondir ... 27

Tabel 4. 2 Kapasitas Dukung Izin Berdasarkan Kedalaman dan Variasi Lebar Pondasi atau Penataan Sel ... 28

Tabel 5. 1 Skala Gambar ... 40

Tabel 6. 1 Kriteria Desain Pintu Gerbang, Pagar, dan Papan nama TPA Sampah... 41

Tabel 6. 2 Dimensi Saluran dan Geometrik Penampang Saluran. ... 49

Tabel 6. 3 Komponen Jembatan Timbang. ... 50

Tabel 6. 4 Pendekatan Empirik Curah Hujan terhadap Limpasan, Infiltrasi, dan Debit Lindi ... 55

Tabel 6. 5 Pendekatan Luas Masing-Masing Unit Pengolah Lindi ... 56

Tabel 6. 6 Perhitungan Luas Unit IPL dengan Variasi Laju Alir ... 56

Tabel 6. 7 Spesifikasi material geomembran ... 66

Tabel 6. 8 Pendekatan Empiris Kebutuhan Lahan TPA Per Tahun untuk Beberapa Kategori Kota. ... 84

Tabel 6. 9 Contoh Pembagian Pemanfaatan Lahan... 92

Tabel 6. 10 Kebutuhan Alat Berat Menurut Kapasitas Operasi Harian TPA ... 98

Tabel 6. 11 Pemilihan jenis pondasi berdasarkan kedalaman tanah keras ... 100

Tabel 6. 12 Pemilihan pondasi dan perbaikan tanah berdasarkan tipe bangunan di lahan rawa dan gambut ... 104

Tabel 6. 13 Batasan praktis penggantian tanah setempat ... 105

Tabel 6. 14 Ukuran dan fungsi parit berdasarkan jenisnya ... 106

Tabel 6. 15 Jenis geotekstil dan spesifikasinya ... 107

Tabel 6. 16 Berat isi material ringan ... 108

Tabel 6. 17 Spesifikasi teknik cerucuk kayu ... 112

Tabel 6. 18 Spesifikasi teknik galar kayu ... 114

Tabel 7. 1 Parameter yang Digunakan untuk Merencanakan TPA Sampah. ... 117

Tabel 7. 2 Formula Pemuda Super untuk menghitung Unit Pengolahan Sampah dan Unit Pengolahan Air Lindi. ... 118

Tabel 7. 3 Formula untuk menentukan biaya investasi TPA Sampah. ... 119

Tabel 7. 4 Tabel untuk mengetahui Kebutuhan Alat Berat Berdasarkan Kapasitas Operasional TPA Sampah. ... 119

(10)

ix

Tabel 10. 2 Format Laporan Mingguan ... 132

Tabel 10. 3 Format Laporan Bulanan ... 132

Tabel 10. 4 Format Pembuatan Kurva S ... 134

Tabel 10. 5 Rencana Anggaran Biaya TPA ... 135

Tabel 10. 6 Contoh pembuatan kurva S ... 137

Tabel 11. 1 Lembar Pengecekan Supervisi Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah ... 159

Tabel 11. 2 Metode Pengujian Geomembran dan Spesifikasi Sejenis... 180

Tabel 12. 1 Tabel Metode Pengujian Spesifikasi Geotekstil ... 194

Tabel 12. 2 Penetapan Kawasan Sekitar TPA Sampah... 203

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Alur Penyiapan Lahan TPA Sampah ... 4

Gambar 3. 1 Bagan Alur Survei, Investigasi dan RTR TPA ... 5

Gambar 3. 2 Struktur Tanah ... 14

Gambar 3. 3 Diagram Phase Tanah ... 14

Gambar 3. 4 Susunan Spasi Elektrode Vertical Electrode Sounding ... 16

Gambar 3. 5 Peralatan McOhm OYO 2115 Digital Resistivity Meter. ... 18

Gambar 3. 6 Proses Pengukuran Geolistrik dengan Konfigurasi Schlumberger ... 18

Gambar 3. 7 Lereng dengan Busur Lingkaran Bidang Longsor. ... 22

Gambar 4. 1 Intepretasi Hasil Ukur Tanah Pada Lahan TPA Sampah. ... 25

Gambar 4. 2 Contoh Potongan Melintang. ... 26

Gambar 4. 3 Data yang Didapat dari Hasil Survei Boring ... 29

Gambar 4. 4 Contoh Hasil Pengolahan Data Boring ... 30

Gambar 4. 5 Contoh Lain Hasil Pengolahan Data Boring. ... 31

Gambar 5. 1 Ukuran Kertas Menurut International Standart Organization ... 33

Gambar 5. 2 Contoh Format Blok Judul/Kepala Gambar/Etiket. ... 34

Gambar 5. 3 Contoh Notasi Bahan Bangunan ... 36

Gambar 5. 4 Beberapa Contoh Simbol. ... 37

Gambar 5. 5 Beberapa Contoh Tekstur ... 38

Gambar 5. 6 Contoh Legenda ... 39

Gambar 6. 1 Contoh Desain Pos Jaga ... 43

Gambar 6. 2 Gambar kantor dan ruang pendukung lainnya ... 44

Gambar 6. 3 Contoh Saluran Drainase Penampang Persegi... 49

Gambar 6. 4 Contoh Saluran Drainase Bentuk U-ditch ... 50

Gambar 6. 5 Skema operasional jembatan timbang ... 51

Gambar 6. 6 Jembatan Timbang Pit Type... 52

Gambar 6. 7 Jembatan Timbang Pitless Type... 52

Gambar 6. 8 Grafik Pengaruh Curah Hujan terhadap Debit Lindi ... 55

Gambar 6. 9 Grafik Pengaruh Laju Alir Lindi terhadap Luas Unit IPL TPA ... 57

Gambar 6. 10 Skema Tulangan Plat Lantai ... 62

Gambar 6. 11 Skema Tulangan Plat Dinding ... 63

Gambar 6. 12 Pelapis Dasar Tanah TPA dengan Geomembran dan Tanah Lempung .. 67

Gambar 6. 13 Pelapis Dasar Tanah TPA dengan Geomembran ... 68

Gambar 6. 14 Sistem Lapisan Dasar Sel... 68

(12)

xi

Gambar 6. 16 Tampak Atas Sumur Uji ... 69

Gambar 6. 17 Potongan Sumur Uji ... 70

Gambar 6. 18 Contoh Denah dan Potongan Bengkel ... 71

Gambar 6. 19 Contoh Desain Menara Air ... 72

Gambar 6. 20 Alternatif Pola Pipa Pengumpul Lindi ... 73

Gambar 6. 21 Contoh Pipa Perforasi ... 76

Gambar 6. 22 Pemanfaatan Gas Bio... 78

Gambar 6. 23 Ilustrasi Penyiapan Unit Ventilasi Gas Vertikal pada TPA Baru ... 79

Gambar 6. 24 lustrasi Pemasangan Pipa Gas Horizontal ... 80

Gambar 6. 25 Detail Penangkap Gas Bio ... 81

Gambar 6. 26 Ruang Lingkup Desain TPA... 82

Gambar 6. 27 Contoh Gambar Layout TPA ... 94

Gambar 6. 28 Layout Zona Penyangga. ... 95

Gambar 6. 29 Contoh Alat Berat dalam Operasi Landfilling ... 97

Gambar 6. 30 Algoritma Pemilihan Jenis Pondasi di Lahan Gambut... 103

Gambar 6. 31 Tanah gambut diganti seluruhnya ... 104

Gambar 6. 32 Tanah gambut diganti sebagian... 104

Gambar 6. 33 Contoh penggunaan geofoam (EPS Blok) pada landfill ... 109

Gambar 6. 34 Tiang memikul beban seluruhnya... 109

Gambar 6. 35 Tiang memikul sebagian ... 110

Gambar 6. 36 Contoh Jalan Aspal... 185

Gambar 8. 1 Skema Proses Pelaksanaan Konstruksi ... 126

Gambar 8. 2 Skema organisasi kerja ... 127

Gambar 10. 1 Network Planning TPA Sampah (rencana) ... 139

Gambar 10. 2 Network Planning TPS Sampah (perubahan) ... 140

Gambar 11. 1 Alat Ukur Thompson ... 165

Gambar 11. 2 Contoh Detil Pintu Air ... 168

Gambar 11. 3 Desain Geometris Stabilitas Lereng dan achor ... 177

Gambar 11. 4 Contoh Usulan Alternatif Anchor Lapisan Dasar (Liner) ... 177

Gambar 12. 1 Contoh Jalan Pelat Beton ... 186

Gambar 12. 2 Detail 1 Pelat Beton ... 186

Gambar 12. 3 Type pemasangan jembatan timbang ... 189

Gambar 12. 4 Denah Tanggul Sampah ... 191

Gambar 12. 5 Potongan Tanggul Penahan ... 192

Gambar 12. 6 Contoh Pemasangan Liner Geosintetis ... 194

(13)

xii

Gambar 12. 8 Detil pipa porus (perforated pipe) ... 196

Gambar 12. 9 Detail Pertemuan Pipa Lindi ... 197

Gambar 12. 10 Konstruksi Under Drain Penyalur Lindi ... 197

Gambar 12. 11 Ilustrasi Penyiapan Unit Ventilasi Gas Vertikal pada TPA Baru; ... 199

Gambar 12. 12 lustrasi Pemasangan Pipa Gas Horizontal ... 199

Gambar 12. 13 Detail Penangkap Gas Bio ... 200

Gambar 12. 14 Penetapan Kawasan Sekitar TPA Sampah ... 204

Gambar 12. 15 Potensi Bahaya TPA Sampah terhadap Jarak ... 206

Gambar 12. 16 Tampak Atas Sumur Pantau ... 210

Gambar 13. 1 Kerucut Uji Slump (kerucut Abram) ... 212

Gambar 13. 2 Bentuk hasil uji slump ... 213

Gambar 13. 3 Alat Vakum ... 215

Gambar 13. 4 Contoh Penyaluran dan Pemanfaatan Gas Bio ... 215

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 UMUM

Proses perencanaan pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah dilakukan dengan cara menyusun Rencana Teknik Rinci (RTR) TPA Sampah atau yang lebih dikenal dengan istilah Detail Engineering Design (DED). Tahap rencana ini dilakukan jika suatu Kota/Kabupaten sudah memiliki Studi Perencanaan Teknis dan Manajemen Persampahan (PTMP).

Tahapan yang dilakukan setelah menyusun RTR adalah pembangunan konstruksi TPA Sampah yang merupakan tahap pelaksanaan mendirikan bangunan sarana utama maupun penunjang, baik merupakan pembangunan baru, perbaikan sebagian atau seluruhnya. Secara umum pelaksanaan konstruksi dilakkan berdasarkan dokumen pelelangan yang telah disusun oleh perencana konstruksi dan harus sesuai dengan kualitas bahan, kualitas proses, dan kualitas hasil.

1.2 RUANG LINGKUP

Panduan ini disusun mulai dari tahap perencanaan dan tahap pembangunan konstruksi TPA Sampah.

Tahap perencanaan meliputi tata cara survei dan Investigasi, Gambar RTR, perencanaan TPA Sampah, dan akuisisi lahan, yaitu sehingga diharapkan output kegiatan RTR yang disusun dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat di kawasan tersebut, serta menyeragamkan format penulisan RTR.

Tahap pembangunan meliputi prapersiapan dan persiapan, standar teknis, tahap pelaksanaan konstruksi, testing dan commissioning dan serah terima pekerjaan sebagai petunjuk dan acuan tentang tata cara pembangunan TPA Sampah bagi para penyedia jasa konstruksi dan pihak-pihak terkait.

1.3

ACUAN NORMATIF

Secara umum beberapa referensi yang terkait dengan panduan pelaksanaan konstruksi TPA Sampah yaitu:

• UU RI No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

• PP RI No. 73 Tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara

• Permen PU No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara

• Permen PU No. 603/PRT/M/2005 tentang Pedoman umum sistem pengendalian manajemen pembangunan sarana dan prasarana bidang PU

(15)

2

• Permen PU No. 07/PRT/M/2014 tentang Perubahan Kedua Permen PU No.

07.PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultasi

• Permen PU No. 05/PRT/M/2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum

• Permen PU No. 02/M/BM/2013 tentang Manual Desain Perkerasan Jalan

• Petunjuk Teknis T-05-2000-C, Tata Cara Pengerjaan Beton di Lapangan

• ASTM C 494 Chemical Admixtures for Concrete

1.4 ISTILAH DAN DEFINISI

Istilah dan definisi yang terkait dengan panduan ini adalah sebagai berikut:

Aerobik adalah proses pengolahan yang memerlukan oksigen

Air lindi (leacheate) adalah cairan sampah, cairan yang keluar dari sampah hasil proses dekomposisi yang bercampur dengan air hujan, potensial mencemari lingkungan

Anaerobik adalah proses pengolahan yang tidak memerlukan oksigen Amandemen kontrak adalah ketentuan mengenai perubahan kontrak

As built drawing adalah gambar final dari bangunan gedung yang sudah selesai dilaksanakan

Contract change order (CCO) adalah perubahan secara tertulis antara PPK dan penyedia jasa untuk menambah atau mengurangi pekerjaan

Controll landfill adalah metode pembuangan akhir samapah secara sederhasan sebagai upaya transisi menuju sanitary landfill

Direksi pekerjaan adalah pejabat atau orang yang ditentukan dalam syarat-syarat khusus kontrak untuk mengelola adminstrasi kontrak dan mengendalikan pekerjaan. Pada umumnya dijabat oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Direksi teknis adalah tim yang ditunjuk oleh direksi pekerjaan untuk mengawasi

jalannya pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa di lokasi proyek.

Dokumen kontrak adalah suatu dokumen yang memuat persyaratan-persyaratan dna ketentuan-ketentuan teknis dan administrasi serta gambar-gambar teknis perencanaan yang harus dipenuhi untuk melakasanakan pekerjaan yang diperjanjikan, sesuai dengan dokumen pengadaannya.

Bak fakultatif adalah bak penampung untuk menguraikan kandungan bahan pencemaran organik dari efluen bak anaerobik

(16)

3 Kontraktor adalah badan hukum sebagai pemenang dalam proses pelelangan dan

atau telah ditunjuk ole pemilik proyek dan telah telah menandatangani untuk melaksanakan pekerjaan

Masa pelaksanaan adalah jangka waktu bagi kontraktor untuk menyelesaiakn pekerjaan atau kegiatan yang tercantum dalam dokumen kontrak atau amandemen kontrak yang mencakup volume, spesifikasi teknis dan biaya yang telah disepakati serta pelaksanaan yang memenuhi persyaratan pengendalian mutu.

Masa pemeliharaan adalah jangka waktu bagi kontraktor untuk memelihara hasil pekerjaan yang telah diselesaikan sampai seraj terima pekerjaan akhir. Kontraktor wajib melakukan pembetulan dan perbaikan-perbaikan pekerjaan yang rusak selama masa pemeliharaan.

Pre construction meeting (PCM) adalah pertemuan yang diselenggarakan oleh unsur-unsur yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan seperti pihak Direksi Pekerjaan, Direksi Teknis, dan penyedia jasa untuk menyamakan presepsi seluruh dokume kontrak dan membuat kesepakatan terhadap hal-hal penting yang belum terdapat dalam dokumen kontrak maupun

kemungkinan-kemungkinan kendala yang akan terjadi dalam pelaksanaan pekerjaan

Sanitary landfill adalah metode pembuangan akhir sampah secara sanitair, tanah ditimbun dipadatkan dan diberi lapisan penutup secara rutin

Shop drawing adalah gambar teknis lapangan yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan pekerjaan

Uji lapangan (test commissioning) adalah pelaksanaan pengujian dan kajian terhadap konstruksi banguna yang ada, dengan melakukang pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan, sebelum pekerjaan konstruksi diserahkan kepada Direksi Pekerjaan.

Waktu detensi adalah waktu tinggal air ata air limbah dalam unit pengolahan Zona penyangga adalah zona yang berfungsi untuk mencegah atau mengurangi

dampak keberadaan dan kegiatan-kegiatan TPA terhadap masyarakat melakukan kegiatan sehari-hari di kawsasan sekitar TPA, dalam segi keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan.

(17)

4

BAB II

AKUISISI LAHAN

Dalam merencanakan TPA Sampah, salah satu readiness criteria yang harus diperhatikan adalah ketersediaan lahan dari Pemerintah Kota/Kabupaten. Alur penyiapan lahan dapat ditampilkan pada gambar 2.1.

(18)

5

BAB III

SURVEI PENYELENGGARAAN

TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH

3.1 UMUM

Proses penyusunan rencana teknik rinci dilakukan secara bertahap untuk memperoleh hasil yang komprehensif dengan kualitas baik. Alur penyusunan dimulai dengan melakukan survei. Hasil survei untuk selanjutnya dilakukan investigasi untuk diperoleh infromasi yang digunakan sebagai dasar perencanaan. Hasil survei dan investigasi merupakan informasi sebagai dasar perencanaan detail pada tahap berikutnya. Berikut disajikan bagan alir Rencana Teknik Rinci (RTR) Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah.

(19)

6 Survei merupakan langkah awal dalam perencanaan Teknik Rinci (RTR) TPA. Dalam buku tata cara ini memuat tata cara survei untuk mendapatkan informasi mengenai data primer, yaitu

Survei yang harus dilakukan untuk melakukan perencanaan RTR TPA mencakup sebagai berikut.

Tabel 3. 1 Jenis-Jenis Survei dalam Perencanaan

NO JENIS SURVEI METODE STANDAR HASIL YANG

DIPEROLEH 1. Polygon Ukur tanah SK-SNI 2002 • Delineasi kawasan TPA

• Luas area TPA • Zona TPA 2. Waterpass Sifat datar SNI 19-6988-2004 • Kontur

• Beda tinggi • Topografi 3. Laju timbulan sampah (rate generation) Survei timbulan sampah

SNI 19-3964-1994 • Laju timbulan sampah • Jenis sampah

• Sumber sampah

4. Sondir Metode

conus

SNI 2827-2008 • Daya dukung tanah 5. Boring Handbore SNI 1738-2011 • Lapisan tanah

• Permeabilitas tanah 6. Geolistrik Slumberger RSNI3 2818:2010 • Lapisan tanah

• Ketebalan setiap lapisan 7. Kestabilan Lereng Metode Fellenius

SNI 03-2812-1992 • Kekompakan Lereng

3.2 TATA CARA SURVEI UKUR TANAH

3.2.1 Umum

Pengukuran Waterpass dan Polygon merupakan kegiatan untuk menemukan besaran dibandingkan dengan alat ukur yang telah distandarisasi. Pengukuran dilakukan untuk menghitung satuan luas, satuan panjang, beda tinggi, identitas dan koordinat setiap wilayah. Pengukuran Polygon dilakukan untuk memberikan delineasi wilayah yang diukur dan data luas wilayahnya. Waterpass untuk mengukur beda tinggi setiap titik pada wilayah. Hasil pengukuran waterpass berupa beda tinggi antar titik ukur dinyatakan dalam bentuk potongan memanjang dan melintang.

(20)

7

3.2.2 Manfaat

Manfaat pengukuran adalah informasi hasil pendataan besaran luas, panjang dan beda tinggi dari satiap satuan lahan yang dilakukan pengukuran. Informasi tentang batas wilayah, koordinat, identitas dan kepemilikan lahan. Pengukuran juga memberikan informasi tentang sesumber yang ada di lokasi, properti lain pada lokasi.

3.2.3 Tata Cara Pengukuran Polygon

Tata cara pelaksanaan pengukuran polygon terdiri dari langkah kegiatan sebagai berikut.

1. Persiapkan peralatan pendukung untuk pengukuran polygon (jarak; sudut; arah) dan Pengukuran Waterpass/leveling. Peralatan terdiri dari:

• Alat pencacatan data

• Perlengkapan bagi petugas survei

• Alat Ukur untuk Polygon dan Waterpass

• GPS

• Patok Bench Mark (BM) dan Patok Neut

• Peralatan pendukung untuk perlindungan cuaca

2. Tentukan titik ikat pengukuran, bila ada gunakan Bench Mark (BM) terdekat. 3. Gunakan titik ikat lokal, menggunakan patok dari beton, berukuran (10 cm x 10

cm x 40 cm) bila tidak ditemukan BM.

4. Catat koordinat dengan menggunakan Global Positioning System (GPS).

5. Lakukan pengukuran polygon, dengan ketentuan sudut-sudutnya harus dilakukan secara 2 (dua) seri ganda (B, LB, B, LB) untuk tiap stasiun dengan ketelitian <10" 6. Jarak diukur dengan pulang pergi dengan ketelitian kesalahan penutup jarak 1:

2.500.

7. Pasang, tiap jarak 1 km titik tetap dengan neut beton (patok beton) dan pada setiap km dipasang BM dan diberikan kode yang jelas.

8. Tetapkan azimuth yang digunakan adalah azimuth hasil pengamatan matahari dengan ketelitian 10".

9. Tandai setiap titik poligon ditandai dengan patok kayu, diusahakan dengan titik poligon seminimal mungkin.

10. Lakukan orientasi arah awal dan akhir pada pengukuran poligon dengan melakukan pengamatan matahari. Jarak diukur minimal 2 (dua) kali (ke muka dan ke belakang) dengan pegas ukur. Kesalahan jarak tunggal maksimum 1 : 5.000. 11. Pengukuran poligon harus menggunakan alat theodolit Wild T2 atau yang

(21)

8 12. Hasil pencatatan setiap titik akan menjadi “buku ukur” yang dibutuhkan untuk

dokumentasi.

3.2.4 Pengukuran Sifat Datar Utama (

leveling

)

Pengukuran sifat datar (waterpass) dilakukan dengan langkah kegiatan sebagai berikut.

1. Tetapkan titik referensi ketinggian tempat rencana lokasi, gunakan BM yang ada.

2. Gunakan referensi lokasi berupa patok beton (10 x 10 x 40 cm) dan koordinat titik

menggunakan Global Positioning System (GPS).

3. Lakukan pengukuran leveling dengan diikatkan pada minimal 2 (dua) BM yang telah diketahui elevasinya dan harus melalui titik - titik poligon.

4. Terapkan metode pengukuran leveling digunakan cara pulang pergi atau double stand dan apabila di lapangan hanya ada 1 (satu) BM maka pengukuran harus dilakukan secara close circuit (jalur tertutup).

5. Lakukan pembacaan rambu harus dilakukan dengan pembacaan tiga benang

lengkap (benang atas, benang tengah dan benang bawah) sebagai kontrol 2BT=BA + BB.

6. Gunakan alat automatic level seperti zeiss Ni2 atau yang sederajat dan seijin Direksi. Pada setiap slag, usahakan alat ditengah tengah dari dua titik yang diukur dengan jarak maksimum 50 m ke rambu muka dan rambu belakang.

7. Lakukan pemindahan rambu, rambu belakang dijadikan sebagai rambu depan

tetap pada posisi semula sebagai rambu belakang dengan cara hanya memutar di atas landasan rambu. Untuk rambu landasan dipakai logam yang dapat tertancap di atas tanah.

8. Rambu ukur harus dilengkapi dengan nivo kotak yang terletak di belakang rarnbu

dan dapat untuk mengetahui bahwa rambu benar-benar vertikal pada saat pengukuran.

9. Kesalahan penutup tinggi dari pengukuran pulang pergi atau double stand tidak boleh melebihi 8  L mm (L = panjang jarak dalam km). Apabila, pengukuran dilakukan cara double stand maka selisih setiap stand pada tiap slag tidak boleh melebihi 2 mm.

10. Hasil pencatatan setiap titik menjadi Buku Ukur untuk dokumentasi.

3.2.5 Pengukuran Detail Survei

Pengukuran detail ditambahkan terutama untuk perencanaan pada unit tambahan yang dibuat perencanaan detail. Unit tambahan yang biasa dibutuhkan dalam perencanaan TPA seperti rencana Pengolah Lindi dan Bangunan Penunjang.

(22)

9 Langkah kegiatan pengukuran adalah sebagai berikut.

1. Lakukan pengukuran detail survei polygon dan sifat datar pada rencana lahan yang dibangun untuk unit penunjang dan bangunan pengolah lindi.

2. Gunakan minimal alat Theodolit Wild T0 atau yang sederajat dan dikombinasikan

dengan spot height untuk elevasi bangunan.

3. Gunakan GPS untuk mengetahui koordinat dari lokasi yang diteliti

4. Lakukan pengukuran jarak jarak detail tertentu secara langsung dengan pita ukur. Apabila pada lokasi detail survei ada bangunan air, maka dimensinya harus diukur dengan pita ukur.

5. Lengkapi pengukuran detail/rinci dengan gambar sketsa yang jelas sehingga secara keseluruhan akan memberikan gambaran yang jelas lokasi yang bersangkutan.

6. Setiap gambar peta harus berisi :

• garis tepi wajah peta

• garis - garis silang grid yang berjarak 10 cm baik vertikal maupun horisontal dengan sayap lembar, sayap grid 0,5 cm.

• kop dipojok kanan bawah lembar peta.

7. Lakukan penggambaran situasi dengan skala 1 : 1000 dengan selang garis tinggi (interval kontur) 0,5 meter. Gambar cross section dengan skala vertikal dan horisontal 1 : 100.

8. Lakukan gambar detail situasi digambar dengan skala 1 : 200 dan selang garis tinggi 0,25 meter.

9. Tebal garis dalam gambar situasi maupun gambar cross section harus sesuai dengan standar yang disetujui oleh Direksi.

10. Lakukan penggambaran Long section digambar dengan skala vertikal 1 : 100 atau 1 : 200 dan skala horisontal 1 : 1.000 atau skala 1 : 2.000.

11. Masukan informasi pendukung pada sekitar lokasi yaitu :

• Sungai alam maupun buatan dengan nama.

• Batas propinsi, kabupaten, ranting dinas pengairan dan desa dilengkapi dengan nama desa.

• Batas sawah irigasi, sawah tadah hujan, tegalan, hutan dan lain-lainnyaserta pemberian tanda yang cukup jelas.

• Jalan yang meliputi jalan propinsi, jalan kabupaten dan jalan desa.

• Lokasi stasiun curah hujan, pencatat muka air otomatis (AWLR) dan stasiun hidroklimatologi.

• Titik triangulasi BM dan garis grid.

(23)

10

• Skala garis, legenda dan penunjuk arah utara.

12. Buat Buku Ukur

• Buku ukur harus dipakai atau disediakan menurut penggunaannya (untuk

polygon, waterpass, situasi, pengukuran dan hitungan azimuth matahari dan sebagainya).

• Pengisian Buku Ukur dibuat jelas, bersih, ditulis dengan tinta untuk

memudahkan pengecekan.

• Buku Ukur harus dibuat jurnal hari, tanggal serta nama pengukuran dan

penghitungan.

3.3 TATA CARA SURVEI SONDIR

3.3.1 Umum

Sondir merupakan kegiatan untuk uji tanah, guna mengetahui karakteristik tanah, rencana lokasi TPA, terutama untuk mengetahui tanah keras. Sondir ada dua jenis yaitu sondir ringan dengan kapasitas 0-250 kg/cm2 dan sondir berat dengan kapasitas

0-600 kg/cm2. Uji sondir digunakan untuk menentukan daya dukung tanah agar

bangunan pada rencana TPA tidak mengalami amblesan atau pergeseran.

3.3.2 Manfaat

Manfaat dilakukannya uji sondir adalah informasi tentang daya dukung tanah pada setiap lapisan, ketebalan lapisan tanah dan daya dukungnya, kedudukan tanah keras sesuai dengan kebutuhan daya dukung. Hasil sondir juga akan menentukan perlu tidaknya rekayasa teknologi untuk meningkatkan daya dukung tanah, sesuai dengan kebutuhan konstruksi.

3.3.3 Penentuan Jumlah Titik Sondir

Penentuan jumlah titik sondir ditentukan berdasarkan karakteristik lahan yang menjadi lokasi rencana TPA, sehingga penentuan jumlah titik tidak dapat dilakukan sebelum melihat karakteristik di lapangan. Pertimbangan yang digunakan sebagai dasar dalam penentuan titik pengambilan sampel adalah keterwakilan dan efisiensi.

3.3.4 Tata Cara Sondir

Lagnkah-langkah dalam uji sondir adalah sebagai berikut:

1. Persiapkan rencana lokasi untuk sondir dalam peta situasi hasil pengukuran

2. Tentukan titik pengambilan yang mewakili karakteristik rencana lokasi

(24)

11

3. Lakukan intepretasi hasil sondir dengan interpolasi titik trianggulasi 4. Persiapkan Peralatan Sondir

a. Sondir ringan (1,5 ton).

b. Seperangkat pipa sondir lengkap dengan batang dalam, sesuai kebutuhan

dengan panjang masing-masing 1 meter.

c. Bikonus Dua buah angker dan ambang besi sebagai pedal.

d. Dua buah manometer pengukur dengan tahanan masing-masing 0-50 kg/cm2

dan 0-150 kg/cm2.

e. Kunci-kunci pipa, alat-alat pembersih, oli, minyak hidrolik (SAE 10). 5. Ikuti Prosedur Penelitian Sondir

a. Bersihkan tanah tempat penelitian dari rumput, kayu dan material lain yang mengganggu lalu datarkan.

b. Tanamkan kedua angker kedalam tanah secara kuat dengan jarak kira-kira 1 s.d. 1,5 meter satu sama lain, di tempat yang akan diselidiki. Letakkan mesin sondir dan atur kedudukannya pada pelat penahan sedemikian rupa sehingga vertical terhadap tanah.

c. Isikan oli SAE 10 ke tabung minyak hidrolik pada mesin sondir sampai penuh,

sehingga bebas dari gelembung udara, baut penutup tangki minyak hidrolik harus diberi lapisan pengedap (dapat digunakan TBA).

d. Bikonus dipasang pada ujung pipa sondir, kemudian dihubungkan dengan

mesin sondir.

e. Lakukan penetrasi sondir dengan memutar engkol pemutar sampai kedalaman

20 cm dan titik nol sondir harus diikat terhadap suatu titik tetap. Karenanya pada pipa sondir terlebih dahulu ditandai setiap 20 cm.

f. Dari titik tetap, engkol diputar secara konstan, pada saat ujung konus turun ke dalam tanah kira-kira 4 cm (diperkirakan dengan melihat batang dalam pipa sandir kira-kira 4 cm) lakukan pembacaan manometer. Catat sebagai pembacaan penetrasi konus (qc).

g. Penekanan selanjutnya akan menggerakakan konus beserta selubung sedalam

8cm, bacalah manometer sebagai hasil dari jumlah perlawanan (qt) yaitu perlawanan penetrasi konus (qc) dan hambatan lekat (qt).

h. Turunkan pipa sampai kedalaman berikutnya sesuai dengan yang telah

ditandai pada pipa sondir (biasanya dilakukan setiap kedalaman (20 cm). Lakukan pembacaan manometer seperti prosedur percobaan diatas.

i. Percobaan dihentikan sampai ditemukannya lapisan tanah keras (tekanan

manometer tiga kali berturut-berturut melebihi 150 kg/cm atau (kedalaman maksimum 30 m).

(25)

12

3.4 TATA CARA SURVEI BORING

3.4.1 Umum

Boring adalah kegiatan untuk penyelidikan material penyusun lapisan tanah, jenis dan sifat-sifat tanah. Boring dilakukan dengan melakukan pengeboran dengan metode hand auger (manual) yang mampu mencapai kedalaman sampai 5-6 meter. Kedalaman lebih dari 5-6 meter dilakukan dengan sistem mekanik. Pada umumnya bila akan direncanakan dengan pemasangan pile foundation, dibutuhkan kedalaman lebih dari 6 meter, digunakan sistem mekanik.

3.4.2 Manfaat

Manfaat dilakukan uji boring adalah didapatkanya informasi tentang material penyusun lapisan tanah, spesific gravity (berat jenis), porositas tanah, jenis material tanah. Informasi tersebut sangat dibutuhkan dalam menentukan perlu tidaknya rekayasa teknologi untuk meningkatkan permeabilitas tanah, dengan penambahan lapisan penutup (geomembran).

3.4.3 Penentuan Jumlah Titik Boring

Penentuan jumlah titik boring ditentukan berdasarkan karakteristik lahan yang menjadi lokasi rencana TPA. Sehingga penentuan jumlah titik tidak dapat dilakukan sebelum melihat karakteristik di lapangan. Pertimbangan yang digunakan sebagai dasar dalam penentuan titik pengambilan sampel adalah keterwakilan dan efisiensi.

3.4.4 Tata Cara Boring

Langkah-langkah dalam melakukan boring yaitu:

1. Persiapkan rencana lokasi untuk boring dalam peta situasi hasil pengukuran

2. Tentukan titik pengambilan yang mewakili karakteristik rencana lokasi

infrakstruktur TPA

3. Lakukan intepretasi hasil sondir dengan interpolasi titik trianggulasi

4. Ambil Contoh tanah asli dapat diperoleh dengan menggunakan tabung sampel

(tube sampler), tabung belah (split spoon sampler), ataupun contoh tanah berbentuk kubus (block samples).

5. Tetapkan metode pengambilan contoh tanah, yaitu melalui pembuatan sumur uji

(Test Pit) dan pemboran dangkal/tangan (Shallow/Hand Boring). Tidak termasuk dalam kegiatan ini yaitu pengambilan contoh tanah melalui pemboran dalam (Deep Boring) dengan menggunakan bor mesin (Boring Machine).

(26)

13

a. Mata bor (Posthol Auger) dan pipa-pipa bor dengan panjang satu meter yang

dapat disambung satu sama lain.

b. Tabung silinder (Shelby) untuk pengambilan contoh/sampel dengan

perlengkapannya (Stick Apparatus).

c. Kunci Inggris, kunci pipa dan kunci-kunci bantu lainnya.

d. Hammer dengan massa 5 kg

e. Perlengkapan lain seperti : • Stiker label

• Formulir profil bor

• Lilin

• Kantong sampel

7. Lakukan Prosedur Penelitian Boring

a. Titik pengeboran harus dekat dengan lokasi penyondiran.

b. Bersihkan lokasi dari rumput-rumputan dan drad-drad pada stang bor.

c. Pasang mata bor pada pipa (stang bor) dengan kuat.

d. Tanamkan bor pada titik pengeboran yang telah ditentukan, dengan memutar

tangkai pemutar sambil member pemberat agar mata bor masuk ke dalam tanah.

e. Pengeboran dilakukan pada setiap kedalaman 20 cm atau kira-kira mata bor sudah terisi tanah. Kemudian mata bor dicabut dan tanah dikeluarkan untuk dideskripsikan secara visual.

f. Ulangi pengeboran sampai tercapai kedalaman maksimum yang dikendaki.

g. Jika menggunakan casing, casing dibenamkan tidak boleh melebihi permukaan

tanah yang telah di bor.

h. Penentuan MAT (GW7)

- Tanah pasir : ditentukan minimal 30 menit setelah boring selesai

- Lanau : 24 jam setelah boring selesai

- Lempung : 24 jam setelah boring selesai

Pengambilan Sampel Tanah

a. Ambil contoh tanah asli pada kedalaman yang telah ditetapkan dengan

(27)

14

dengan martil sampai tabung penuh. Tabung diperkirakan telah penuh dengan mendengarkan bunyi tumbukan yang kedengarannya padat.

b. Tabung yang sudah terisi penuh dikeluarkan, kemudian pada kedua ujungnya

dicongkel kira-kira 2 cm dan ditutup lilin untuk menjaga agar kelembaban sampel tidak berubah.

c. Tabung kemudian diberi label yang dicantumkan lokasi, nomor boring, kedalaman

dan sebagainya.

3.4.5 Hasil Boring

Untuk mempelajari indeks properties tanah perlu dimengerti bahwa tanah terdiri dari

butir tanah (solid particles), udara (void with air) dan air (water).

Gambar 3. 2 Struktur Tanah

Kondisi diatas sering disebut bahwa tanah terdiri dari 3 fase. Tanah yang kita jumpai dialam pada umumnya terdiri dari 3 fase yaitu butir tanah, udara dan air.

Vv V.total Air (udara) Water (air) Solid (butir) Va Vw Vs

Gambar 3. 3 Diagram Phase Tanah

Untuk memahami pemikiran kita tentang Index Properties Tanah perlu dipahami dengan seksama Gambar 3 diatas. Secara umum Index Properties Tanah meliputi :

1. Kadar Air (Water Content) 2. Berat Isi (Unit Weight) 3. Berat Jenis (Specific Gravity)

(28)

15

5. Angka Pori (Void Ratio) 6. Porositas (Porosity)

3.5 TATA CARA SURVEI GEOLISTRIK

3.5.1 Umum

Geolistrik adalah suatu metode ekplorasi geofisika yang menyelidiki keadaan bawah permukaan dengan menggunakan sifat-sifat kelistrikan batuan. Sifat-sifat tersebut adalah tahanan jenis (spesific resistivity), conductivity, dielectrical constant, kemampuan menimbulkan self potential, medan induksi, menyimpan potensial. Pendugaan geolistrik dilakukan dengan menghantarkan arus listrik (beda arus listrik (I), buatan kedalam tanah melalui batang elektroda arus, kemudian mengukur beda potensial (V) pada elektroda lain. Hasil pencatatan akan dapat mengetahui tahanan jenis bahan yang dilalui oleh arus listrik, dengan menggunakan hukum Ohm. Teori utama dalam metode resistivity sesuai dengan hukum Ohm yaitu arus yang mengalir (I) pada suatu medium sebanding dengan voltage (V) yang terukur dan berbanding terbalik dengan resistensi (R) media yang dilalui.

3.5.2 Manfaat

Manfaat pengukuran geolistrik adalah diperolehnya informasi tentang lapisan lapisan batuan penyusun rencana lokasi TPA, ketebalan setiap lapisan, dan potensi yang ada pada setiap lapisan. Informasi ini sangat penting untuk merancang kedalaman galian rencana TPA. Kestabilan lahan dapat disajikan dari kekompakan batuan yang digambarkan dari formasi batuan penyusun setiap wilayah.

3.5.3 Tata Cara Pengukuran

Lagnkah-langkah pegnukuran dengan Geolistrik adalah sebagai berikut.

1. Persiapkan peralatan geolistrik dengan perlengkapan pendukungnya.

2. Pasang dua pasang elektroda dibentangkan dan digeserkan bergerak menjauhi

titik pusat (lokasi alat ukur) menurut aturan yang telah ditentukan.

3. Masukan arus listrik untuk mengetahui besar kecilnya tahanan jenis yang terukur,

tergantung oleh beberapa faktor antara lain jenis material, density, porositas, ukuran butir, kadar air, kwalitas dan temperatur serta musim selama dilakukan pengukuran.

4. Lakukan pengaturan besarnya arus yang dimasukkan ke dalam lapisan batuan, disesuaikan dengan lebar rentangan kedua pasang elektrode.

(29)

16

5. Lakukan pengaturan arus sesuai dengan lebar rentangan berarti jangkauan ke lapisan bawah tanah semakin dalam, sehingga arus listrik juga diperbesar (I injeksi berkisar antara 5 mA – 200 mA).

6. Lakukan pencatatan, arus yang mengalir kedalam lapisan batuan bawah

permukaan ini akan menimbulkan perbedaan potensial (V dalam mV), dengan demikian maka harga resisitivity batuan akan dapat diketahui (R dalam Ohm meter) dengan menggunakan formula yaitu R = V/I .

7. Gunakan aturan Schlumberger dengan metode Vertical Eletrical Sounding (VES). Metode ini bertujuan mengetahui variasi(susunan) lapisan batuan bawah permukaan secara vertikal, dengan mengubah jarak/spasi susunan elektroda secara berangsur dipindahkan memanjang atau melebar ke arah luar. Skema pola kerja metode ini adalah sebagai berikut.

A B

I

M V O N

C1 P1 X P2 C2

L

Gambar 3. 4 Susunan Spasi Elektrode Vertical Electrode Sounding

Formula umum perhitungan untuk mencari Resistivity Semu adalah:

 apparent” / Resistivitas Semu =

 ...(1.1)

Keterangan:

a = resistivity apparent (tahanan jenis semu) dalam Ohm meter. L= AB = 2 b = jarak sepasang elektroda arus (meter)

X= MN = 2 a = jarak elektroda potensial (meter)

8. Lakukan juga aturan Double Dipole (Dipole-dipole) dengan metode Lateral

Eletrical Sounding Double Dipole. Metode ini bertujuan mengetahui struktur bawah tanah.

(L/2)

2

- (b/2)

2

V

(30)

17

9. Tempatkan elektrode dilakukan dengan sepasang elektrode arus di sebelah kanan

dan sepasang elektrode potensial disebelah kiri (CCPP) jarak aturan penempatan ada 3 (tiga) macam yaitu menurut aturan Telford, (1976), Coggon dan August, (1973) serta aturan Parasnis (1972) : Sherma (1976). Jarak pengukuran dalam suatu lintasan sesuai dengan KAK sejauh 50 m dan sekurang-kurangnya dilakukan dalam 3 lintasan.

10. Lakukan pencatatan kuat dan lemahnya tahanan jenis batuan/resistivitas yang terukur, tergantung oleh beberapa faktor, antara lain: jenis mineral, densitas, porositas,ukuran butir, kadar air terkandung, kualitas air terkandung, suhu dan musim. Resistivitas lapisan batuan yang terukur di lapangan, sebenarnya masih merupakan hasil yang semu (apparent”), sehingga masih harus dilakukan pendugaan/interpretasi resistivitas batuan yang sebenarnya.

11. Gunakan formula perhitungannya di sederhanakan dalam aturan Schlumberger

adalah:

apparent” / Resistivitas Semu = K ...(1.2)

Keterangan:

K = (Faktor Geometrik) = (b2/2 - a/4)

b = AB/2 = setengah jarak spasi elektroda arus (meter)

a =MN/2 = setengah jarak elektroda potensial (meter)

Untuk mendapatkan tahanan jenis sebenarnya, dilakukan dengan cara mengeplotkan data-data hasil pengukuran di lapangan pada kertas kalkir dan

kertas logaritma ganda dengan tahanan jenis semu (ρ apparent) sebagai

ordinatnya sedangkan setengah jarak elektroda arus (AB/2=b) sebagai absisnya, sehingga dari titik-titik tersebut dapat ditarik garis yang membentuk suatu kurva lengkung lapangan. Selanjutnya dilakukan penyamaan kurva lengkung lapangan dengan lengkung kurva standar yang dibantu dengan empat kurva lengkung bantu (kurva H, Q, K, A), yang disebut dengan “Curva Matching”, maka diperoleh tahanan jenis batuan sebenarnya (absolut) dari setiap lapisan batuan dalam bentuk log listrik.

V

(31)

18

Gambar 3. 5 Peralatan McOhm OYO 2115 Digital Resistivity Meter.

Gambar 3. 6 Proses Pengukuran Geolistrik dengan Konfigurasi Schlumberger

Elektrode potensial P1 – P2 dimulai dari 1/3 jarak elektrode arus C1 – C2. Selanjutnya pengukuran dilakukan hanya dengan memindahkan elektrode arus sampai suatu jarak dimana hasil ukur beda potensial P1 – P2 sudah kecil, kemudian P1 – P2 dilebarkan secara bertahap sesuai dengan yang telah ditentukan sehingga kurva yang diperoleh memenuhi kurva standar yang ada.

(32)

19

12. Lakukan dengan analisa dengan komputerisasi untuk mempercepat proses

perhitungan. Spesifikasi yang sering digunakan adalah sebagai berikut.

Interface :RS-232C Daya :12 Volt DC Temperatur Operasional :0-500 Dimensi :206 x 281 x 200 mm Berat :7,5Kg

13. Peralatan pendukung dalam melakukan survey geolistrik adalah sebagai berikut.

• Peta Topografi, Peta Geologi Regional, Peta Hidrogeologi • GPS • Palu Geologi • Kompas Geologi • Tabel data • Kamera • Loupe/Kaca Pembesar

Tabel 3. 2 Contoh Hasil Pencacatan Lapangan

DATA LAPANGAN GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER No Titik : 1

Alat : OYO McOhm 5112

Lokasi : Desa Banyuanyar, Surakarta Tanggal : 29 Mei 2004 Arah Bentangan : Timur – Barat

Cuaca : Mendung, Gerimis No AB/2=b m K= p(b/a-a/4)m I (mA) V (mV) Res (Ωm) ρ apparent (Ωm) MN/2 =0.50 m 1 1.5 6.28 5 8.2487 1.6497 10.3604 2 2 11.78 10 7.6710 0.7671 9.0365 3 2.5 18.80 10 5.0111 0.5011 9.4209 4 3 27.50 10 3.9405 0.3941 10.8365 5 4 49.50 10 2.2421 0.2242 11.0982 6 5 77.78 10 1.5352 0.1535 11.9406 7 6.5 112.00 20 2.2223 0.1111 12.4451 8 8 200.35 20 1.3653 0.0683 13.6773

(33)

20 DATA LAPANGAN GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER

No Titik : 1

Alat : OYO McOhm 5112

Lokasi : Desa Banyuanyar, Surakarta Tanggal : 29 Mei 2004 Arah Bentangan : Timur – Barat

Cuaca : Mendung, Gerimis No AB/2=b m K= p(b/a-a/4)m I (mA) V (mV) Res (Ωm) ρ apparent (Ωm) MN/2 =0.50 m 9 10 313.49 20 0.9415 0.0471 14.7571 10 12 452.00 20 0.6164 0.0308 13.9316 MN/2 =1.50 m 10 12 86.58 50 7.6129 0.1523 13.1826 11 15 137.50 50 4.5255 0.0905 12.4451 12 20 347.50 50 1.8282 0.0366 12.7057 13 25 388.92 50 1.3776 0.0276 10.7152 14 30 561.77 50 0.9010 0.0180 10.1232

3.6 TATA CARA SURVEI KESTABILAN LERENG

3.6.1 Pengertian

Gerakan tanah merupakan suatu gerakan menuruni lereng oleh massa tanah dan atau batuan penyusun lereng tersebut. Apabila massa yang bergerak ini didominasi oleh massa tanah dan gerakannya melalui suatu bidang pada lereng, baik berupa bidang miring ataupun lengkung, maka proses pergerakan tersebut disebut sebagai longsoran tanah.

Analisis stabilitas lereng meliputi konsep kemantapan lereng yaitu penerapan pengetahuan mengenai kekuatan geser tanah. Keruntuhan geser pada tanah dapat terjadi akibat gerak relatif antar butir, kekuatannya tergantung pada gaya yang bekerja antar butir. Kekuatan geser terdiri atas:

1. bagian yang bersifat kohesif, tergantung pada macam tanah dan ikatan butirnya;

2. bagian yang bersifat gesekan, yang sebanding dengan tegangan efektif yang bekerja pada bidang geser.

(34)

21

3.6.2 Manfaat

Manfaat dilakukannya uji kestabilan lereng adalah untuk mengetahui informasi tentang ukuran stabilitas lereng terhadap lingkungan sekitarnya. Analisis stabilitas lereng memiliki peran yang sangat penting pada perencanaan konstruksi TPA. Ukuran stabilitas lereng diketahui dengan menghitung besarnya faktor keamanan.

3.6.3 Prinsip survei kestabilan dengan metode fellenius

Metode Fellenius (Ordianry Method of Slice) dilakukan berdasarkan prinsip bahwa gaya memiliki sudut kemiringan paralel dengan dasar irisan FK dihitung dengan keseimbangan momen. Keruntuhan terjadi melalui notasi dari suatu blok tanah pada permukaan longsor berbentuk lingkaran (sirkuler) dengan titik O sebagai titik pusat rotasi. Metode ini juga menganggap bahwa gaya normal P bekerja di tengah-tengah slice. Diasumsikan juga bahwa resultan gaya-gaya antar irisan pada tiap irisan adalah sama dengan nol, atau dengan kata lain bahwa resultan gaya-gaya antar irisan diabaikan.

Jadi total asumsi yang dibuat metode ini adalah:

- Posisi gaya normal P terletak di tengah alas irisan : n

- Resultan gaya antar irisan sama dengan

nol : n-1 Total : 2n-1

Dengan anggapan-anggapan ini maka dapat diuji persamaan keseimbangan momen untuk seluruh irisan terhadap titik pusat rotasi dan diperoleh suatu nilai Faktor Keamanan.

(35)

22 Gambar 3. 7 Lereng dengan Busur Lingkaran Bidang Longsor.

Pada Gambar diatas diperlihatkan suatu komponen gaya-gaya yang timbul dari berat massa tanah tersebut, yang terdiri dari gaya-gaya antar irisan yang bekerjadi samping kanan irisan (Er dan Xt). Pada bagian alas irisan, gaya berat (W) diuraikan menjadi gaya reaksi normal Pw yang bekerja tegak lurus alas irisan dan gaya tangensial Tw yang bekerja sejajar irisan. Besarnya lengan gaya (W) adalah x = R sin α, dimana R adalah jari-jari lingkaran longsor dan sudut α adalah sudut pada titikO yang dibentuk antara garis vertikal dengan jari-jari lingkaran longsor.

………..…(1.3) dengan :

FK > 1,0 menunjukkan lereng stabil

FK = 1,0 kemungkinan lereng tidak stabil

(36)

23

3.6.4 Tata cara uji kestabilan lereng

Langkah-langkah uji kestabilan lereng adalah sebagai berikut:

1. Uji kestabilan terutama untuk mendapatkan parameter rekayasa yang digunakan

dalam analisis longsor.

2. Lakukan percobaan-percobaan berikut :

Percobaan untuk mendapatkan sifat-sifat indeks. Percobaan yang dilakukan yaitu: a. Kadar air asli

b. Berat spesifik (Specific Gravity) c. Batas-batas Atterberg

d. Analisis pembagian butir

3. Lakukan percobaan untuk mendapatkan sifat-sifat struktur antara lain dengan melakukan percobaan:

a. Permeabilitas b. Tekanan kapiler

c. Konsolidasi termasuk percobaan pengembangan (Swelling)

d. Kekuatan geser tanah meliputi:

e. Percobaan triaksial, geser langsung, tekan bebas dan cyclic loading terutama menggunakan peralatan percobaan triaksial.

4. Hitung Hasil Pengujian Karakteristik Tanah Hasil Analisa Ukuran Butiran

Berdasarkan distribusi ukuran butiran pada lampiran, diketahui nilai D10 = 0,11; D30 = 0,16; D60 = 0,35. Jadi nilai Cu dan Cc dapat diperoleh, yaitu

Cu = Cc =

5. Lakukan Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Klasifikasi ASTM . Berdasarkan data

dari analisa saringan dan indeks plastisnya dapat disimpulkan bahwa tanah percobaan adalah berupa tanah pasir berlanau dengan gradasi buruk. Ini dilihat dari % pasir yang lebih dari % kerikil dengan nilai PI = 3.87;

Cu = 3.182 dan Cc = 0.665

6. Lakukan perhitungan Uji Geser Langsung

Nilai parameter geser tanah yang diperoleh adalah γ = 13.175 KN/m3

c = 2.089 KN/m2

(37)

24

7. Tentukan Kestabilan Lereng dengan Analisa dengan Program Slide. Perhitungan

analisis kestabilan lereng dengan menggunakan program Slide memerlukan data-data yang diketahui lebih dahulu yaitu titik koordinat lereng dan data-data-data-data tanah lereng tersebut (c, Ø, γ). Data-data lereng tersebut diperoleh dari contoh hasil penelitian di laboratorium Mekanika Tanah Teknik Sipil Adapun contoh data lereng yang ditinjau adalah sebagai berikut:

Kohesi Tanah (c’) = 2.089 KN/m2

Berat Isi Tanah (γ) = 13.175 KN/m3

Sudut Geser Dalam (Ø’) = 21°

Rasio Tegangan Pori (RU) = 0.5

8. Penarikan Kesimpulan Hasil Perhitungan dengan Menggunakan Program Slide.

Dengan menggunakan program Slide dapat diperoleh nilai FK (Faktor Keamanan). Dengan parameter-parameter yang telah diketahui maka didapat nilai FK sebesar 0,193.

Nilai tersebut menunjukkan bahwa lereng tersebut dalam kondisi tidak stabil. Setelah dilakukan analisis hasil faktor keamanan yang didapat tidak melebihi dari 1. Sehingga dapat dinyatakan bahwa kondisi lereng tersebut tidak aman. Maka dilakukan cara perbaikan lereng yang lain yang disebut dengan Soil Nail. Soil Nail adalah salah satu teknik perkuatan tanah yang digunakan untuk meningkatkan kestabilan dari lereng, tembok penahan dan galian-galian. Soil nail adalah salah satu cara perbaikan lereng dengan cara memperkecil gaya penggerak atau momen penyebab longsor. Setelah dilakukan jenis perbaikan soil nail maka didapatkan nilai Faktor Keamanan sebesar 1.926. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kondisi lereng tersebut dalam keadaan stabil.

(38)

25

BAB IV

INVESTIGASI

4.1 UMUM

Data dan informasi yang didapatkan dari hasil survei, selanjutnya dianalisa dan diintepretasikan untuk mendapatkan desain dan kriterian dari TPA Sampah yang dibutuhkan. Adapun data-data yang didapatkan dari hasil survei dan investigasi adalah data primer yaitu :

1. Daya dukung tanah

2. Jenis, permeabilitas tanah

3. Struktur tanah

4. Lapisan tanah

5. Ukuran lahan TPA

6. Kontur Tanah, dan

7. Kestabilan Lereng

4.2 INVESTIGASI HASIL UKUR TANAH

Hasil ukur tanah diperoleh dua informasi yaitu luas area rencana TPA dengan sumber dan informasi lain didalamnya dan kontur tanah pada rencana lokasi TPA (Gambar 4.1).

(39)

26 Hasil ukur tersebut akan diperoleh informasi mengenai:

1. Luas rencana TPA

2. Jalan masuk menuju TPA

3. Pemanfaatan lahan rencana dan sekitar TPA

4. Sesumber (sungai, tanah urug, material bangunan)

5. Kepemilikan lahan dan sekitar TPA

6. Vegetasi dan fauna sekitar TPA

7. Permukiman penduduk sekitar lokasi

8. Infrastruktur pendukung (jalan, jembatan, fasum, fasos) 9. Kontur tanah dan pola aliran sekitar lokasi

10. Koordinat lokasi dan BM Rencana TPA

Informasi tersebut menjadi dasar dalam perencanaan TPA dan prasarana pendukung lain. Informasi lain dari hasil ukur tanah adalah kontur tanah rencana lokasi TPA. Selain itu bisa didapatkan gambar potongan melintang yang memberikan informasi tentang bentuk dan beda tinggi permukaan tanah lahan rencana yang akan digunakan untuk TPA. Informasi ini penting untuk menentukan layout TPA dan rencana akses TPA. Berikut diberikan contoh gambar hasil pengukuran kontur tanah, dari potongan memanjang dan melintang (Gambar 4.2).

(40)

27

4.3 INVESTIGASI HASIL SONDIR

Investigasi hasil sondir dilakukan setelah kegiatan lapangan selesai dilaksanakan. Contoh hasil lapangan menunjukkan data sebagaimana Tabel 4.1 berikut :

Tabel 4. 1 Pengujian Lapangan dengan Alat Sondir

Hasil sondir tersebut menunjukkan besarnya koefisien perlawanan konus (qc), dan koefisien lain, untuk setiap kedalaman (d). Untuk mengetahui daya dukung tanah maka nilai qc, digunakan sebagai dasar. Bila menggunakan media tanah (geomembran) atau pondasi, maka kekuatan tekan diperhitungkan untuk lebar (B) sebesar 1,2 meter. Besarnya kekuatan tekan yang diijinkan (qa) dihitung dengan pendekatan sebagai berikut.

(41)

28

B ≥ 1,20 m,

qa = (kg/cm2)...(1.4)

dimana :

qa = kapasitas dukung ijin untuk penurunan 2,54 cm (kg/cm2)

qc = tahanan konus diambil nilai rata-rata pada kedalaman 0 sampai B

dari dasar fondasi (kg/cm2)

B = lebar fondasi (m)

Menggunakan pendekatan tersebut maka sesuai dengan perhitungan dan kedalaman akan diketahui besarnya kekuatan tekan sebagaimana tabel berikut.

Tabel 4. 2 Kapasitas Dukung Izin Berdasarkan Kedalaman dan Variasi Lebar Pondasi atau Penataan Sel

Kedalaman (meter)

Kapasitas Dukung Izin , qa (kg/cm2) B = 150 cm B = 200 cm B = 250 cm B = 300 cm B = 350 cm B = 400 cm 1,5 0,870 0,869 0,869 0,868 0,868 0,868 2,0 2,175 2,173 2,172 2,171 2,170 2,170 2,5 3,146 3,143 3,141 3,140 3,139 3,138 3,0 3,765 3,761 3,759 3,758 3,756 3,756

Berdasarkan tabel tersebut diatas, maka besarnya kapasitas dukung izin baik untuk pondasi maupun penempatan sel TPA sebesar 3,765 kg/cm2 pada kedalaman 3

meter. Bila dilakukan konversi nilai tersebut sebesar = 3,765 kg/cm2 x 10000 m2/

1000 atau = 37,6 ton/m2.

Besarnya tekanan yang dijinkan tersebut masih dimungkinkan dengan ketebalan penumpukan sampah sebesar 15 meter, dengan pertimbangan berat sampah yang hasil pemadatan 700 kg/m3 x 15 atau sama dengan 10,5 ton. Bila terdapat alat berat yang beroperasi sekitar 5 ton, maka masih lebih rendah dibandingkan dengan kapasitas izin.

(42)

29 Gambar 4. 3 Data yang Didapat dari Hasil Survei Boring

4.4 Investigasi Hasil Boring dan Test Pit

Intepretasi hasil boring dan test pit dilakukan setelah hasil lapangan dilakukan pengolahan menjadi informasi grafis. Berikut diberikan contoh hasil pengolahan boring dan test pit. Berikut diberikan contoh hasil boring pada salah satu rencana lokasi TPA. Boring tersebut dilakukan sampai kedalaman 4,2 meter.

(43)

30

Gambar 4. 4 Contoh Hasil Pengolahan Data Boring

Hasil boring menunjukkan susunan lapisan tanah rencana lokasi TPA. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dibawah lapisan tanah (top soil) terdiri dari material lanau berlempung, diselingi batuan kapur, padat, berwarna coklat muda, hingga kedalaman 5 meter. Hasil tersebut memberikan informasi bahwa kondisi rencana TPA dimungkinkan bila akan dilakukan penggalian hingga kedalaman rencana, dengan kondisi batuan biasa. Informsi ini sangat dibutuhkan terutama untuk perencanaan galian untuk konstruksi.

Pada rencana lokasi yang berdekatan terdapat hasil boring yang agak berbeda. Terdapat keterangan bahwa kedalaman hanya dapat dilakukan sampai kedalaman 2,5 meter. Hasil tersebut dapat diintepretasi bahwa terdapat lapisan batuan yang dalam penggalian ditemukan pada kedalaman 2,5 meter. Kedua informasi dapat

(44)

31 digabungkan untuk membuat intrapolasi komposisi tanah penyusun pada kawasan tersebut.

(45)

32

BAB V

TATA CARA PENGGAMBARAN

5.1 UMUM

Hasil dari survei dan investigasi selanjutnya dituangkan ke dalam RTR. Dalam penyusunannya, RTR menggunakan Gambar teknis sebagai metode untuk menyampaikan data dan informasi. Gambar teknis merupakan suatu bahasa teknik yang harus dituangkan dengan menggunakan standar dan aturan.

Gambar teknis (konvensional) digambarkan pada media kertas dengan menggunakan alat gambar yang berupa: pensil, tinta, penggaris, jangka, mal, dan sebagainya. Gambar yang dibuat dilakukan secara manual dengan bantuan meja gambar yang dilengkapi, mesin gambar. Saat ini pada gambar teknik modern, gambar dibuat

dengan bantuan komputer dituangkan pada disket, hardisk, compact disk (CD), dan

lain-lain, digambar dengan alat bantu komputer, plotter, software. Gambar-gambar teknis pada RTR TPA Sampah meliputi :

a. Peta Topografi

b. Peta Tata Letak

c. Peta Geologi

d. Gambar Potongan memanjang dan melintang

e. Gambar untuk bangunan/fasilitas pendukung di area TPA Sampah.

Dalam pekerjaan penyusunan RTR, para tenaga ahli yang membutuhkan gambar teknik antara lain :

a. Ahli topologi, untuk membuat peta-peta topologi

b. Ahli geologi, dalam melakukan pekerjaan penyelidikan geologi

c. Perencana, bertugas dalam merencanakan pekerjaan

d. Ahli Sipil/Juru gambar, yang membuat gambar-gambar teknik RTR

e. Pengawas di Lapangan

f. Kontraktor yang melaksanakan pekerjaan

5.2 UKURAN KERTAS GAMBAR

Kertas yang digunakan dalam penyusunan RTR umumnya adalah kertas berwarna putih HVS dengan ketebalan 70-80 mg. Berikut merupakan ukuran kertas menurut International Standart Organization (ISO) (Gambar ). Sebagai aturan, semua pekerjaan gambar pada RTR menggunakan aturan sebagai berikut .

(46)

33

(47)

34

5.3 BLOK JUDUL/KEPALA GAMBAR/ETIKET

Blok judul dipakai pada setiap gambar yang letaknya di sisi kanan dari gambat RTR. Dalam blok judul memuat informasi yaitu seperti yang disajikan pada gambar berikut (Gambar 5.2) : 1 2 3 4 5 6 6 7 8 6

Gambar 5. 2 Contoh Format Blok Judul/Kepala Gambar/Etiket.

Keterangan :

1. Instansi yang menyusun RTR (nama instansi dan lambang/logo jika ada)

2. Nama gambar

(48)

35

(Kolom tersebut memuat informasi gambar, simbol, maupun legenda yang digunakan pada gambar tersebut)

4. Nama kegiatan/Pekerjaan

5. Lokasi

6. Nama yang menggambar (konsultan), yang memeriksa/yang mengetahui,

yang menyetujui, Skala gambar

7. Tanggal, Skala, Kode gambar

8. Perencana, Penggambar, dan Pemeriksa

5.4 HURUF DAN ANGKA DALAM GAMBAR

Huruf dan angka yang akan digunakan pada gambar teknik berdasarkan anjuran dari ISO 3098/11974 yaitu yang mudah dibaca dan dapat ditulis miring 75°atay tegak. Contohnya adalah sebagai berikut:

- Huruf besar : A B C D ………..X Y Z

- Huruf kecil : a b c d…………..x y z

- Huruf miring : a b c d

- Angka : 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

5.5 SIMBOL DALAM GAMBAR

A. Garis

Simbol dasar dari semua gambar adalah garis. Garis menentukan batas-batas ruang, membentuk isi, menghasilkan susunan dan menghubungkan bentuk abjad dan angka. Garis kerja dalam gambar rencana dan potongan harus tajam dan padat, dengan lebar yang sama dan nilai yang tetap. Ada 5 (lima) jenis garis dasar yang terdiri dari :

• Garis bertitik: menggambarkan ujung-ujung obyek yang kelihatan

• Garis bergaris pendek atau bertitik menggambarkan obyek

• Garis bergaris panjang: menggambarkan obyek yang tersembunyi atau

yang tidak kelihatan di belakang atau di atas pengamat

• Garis ekstra panjang

• Garis menerus

Ada 5 (lima) lebar garis dasar:

• Garis ekstra tebal: untuk batas lembar kertas gambar yang berukuran

besar, batas blok judul dan simbol grafis khusus yang membutuhkan penekanan.

• Garis-garis tebal: untuk profil massa, massa pohon, batas bangunan

(dinding-dinding dan dinding pemisah atau partisi) dan batasan blok judul yang dipilih.

(49)

36

• Garis medium: untuk profil massa yang lebih kecil, elemen-elemen

desain dan rancangan bagian dalam (interior).

• Garis garis tipis: untuk elemen desain, profil bagian dalam,garis-garis pemisah (pola batu bata) dan ukuran dalam gambar kerja.

• Garis ekstra tipis: untuk huruf pengantar, susunan, struktur dan ukuran

B. Notasi

Notasi gambar pada bangunan, antara lain:

• Tali ukuran/garis ukuran dan penulisan angka ukuran

Dalam menginformasikan gambar terhadap orang lain, sebaiknya gambar dilengkapi dengan dimensi/ukuran sebenarnya. Dalam memberikan dimensi/ukuran gambar sebaiknya pula dilengkapi dengan batas ukuran, sering disebut dengan tali ukuran/garis ukuran. Cara meletakan garis ukuran ke obyek gambar yaitu dengan menarik garis batas ukuran dari sumbu benda yang akan dilengkapi ukuran.

• Penunjukan ukuran ketinggian

Penunjukan ketinggian obyek gambar ditunjukan dengan kode plus minus (+ 0.00) menunjukan patokan elevasi, plus (+) menunjukan keadaan elevasi naik dari patokan elevasi, minus (-) menunjukan keadaan elevasi turun dari patokan elevasi. Penunjukkan ukuran ketinggian tersebut, batas tali ukurnya dilengkapi dengan tanda panah sebagai posisi elevasi yang ditunjuk.

• Keterangan gambar

Keterangan gambar yang berupa tulisan dengan cara penulisan singkat dan padat dan dilengkapi dengan garis penunjuk arah benda yang akan diberi keterangan.

Penembokan Pasangan Biasa Pasangan Kedap Air Tasram

Muka Tanah Batu Kali

(50)

37

C. Simbol

Simbol merupakan tanda/ notasi pada gambar untuk menjelaskan bagian-bagian gambar yang lain pada lembar yang sama atau lembar lainnya. Beberapa contoh simbol ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 5. 4 Beberapa Contoh Simbol.

D. Tekstur

Terdapat beragam teknik untuk mengindikasikan tekstur, mulai dari pelukisan literal pola objek-objek latar depan, sampai pelukisan yang lebih abstrak daripada tekstur untuk permukaan yang jauh jaraknya. Contoh tekstur ditunjukkan pada gambar berikut.

(51)

38

Gambar 5. 5 Beberapa Contoh Tekstur

E. Legenda

Legenda merupakan sistem penggambaran untuk memperlihatkan jenis bahan, struktur/susunan yang berlaku umum dan dapat dimengerti oleh semua pihak yang berhubungan dengan pekerjaan penggambaran tersebut.

Gambar

Gambar 2. 1 Alur Penyiapan Lahan TPA Sampah
Gambar 3. 4 Susunan Spasi Elektrode Vertical Electrode Sounding
Gambar 3. 6 Proses Pengukuran Geolistrik dengan Konfigurasi Schlumberger  Elektrode  potensial  P1  –  P2  dimulai  dari  1/3  jarak  elektrode  arus  C1  –  C2
Tabel 3. 2 Contoh Hasil Pencacatan Lapangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Kelompok IV : 5 ekor mencit diberi ekstrak etanol daun Isotoma longiflora (L) Presl yang telah dilarutkan dalam 1 ml akuades dengan dosis (600mg/mencit) 30.000 mg/ kgBB peroral..

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki secara melawan

Penerimaan usahatani padi (5000 kg @ Rp.. Pendapatan usahatani padi dengan cara tanam jajar legowo dan terintegrasi tiktok lebih besar dari pada tanpa cara tanam jajar legowo dan

Penggunaan tepung ampas teh produk fermentasi sampai taraf 7,5% dapat direspon secara positif oleh ayam broiler, sedangkan penggunaannya pada taraf 10,0% dapat menurunkan

Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan (p &lt;0,05) pada rerata skor kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal. Rerata

87 1113010 BAHRUL ULUM Strategi Menangani Perokok Aktif Bagi Siswa Di MTs Al-Ihsan Muhammad Syafi'i, M.Pd.I Haris Hidayatulloh, M.HI 88 1113011 BUDI HARIYANTO Kajian Surah

manajemen organisasi/lembaga, (2) Pengembangan inovasi pembelajaran berbasis tik dan bidang layanan, (3) Peningkatan mutu penelitian, pengabdian kepada masyarakat,

Analisa perlakuan kimia dan fisik serat ampas pelepah aren diarahkan pada peningkatan kualitas baik kualitas teknik (kekuatan, keuletan, daya serap air dan ketahanan