• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Praktik Kedokteran, mengatur terbentuknya Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Praktik Kedokteran, mengatur terbentuknya Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)."

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, mengatur terbentuknya Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). KKI menetapkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia dan Standar Pendidikan Profesi Dokter pada tahun 2006. Hal ini menjadi dasar bagi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) untuk mewajibkan institusi penyelenggara pendidikan kedokteran, menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK merupakan penyerapan dari problem-based learning dan prinsip integrasi berbagai ilmu kedokteran. Penerapan ini, pada kenyataannya tergantung pada kemampuan berbagai institusi pendidikan yang kondisinya berbeda-beda. Akibatnya timbul perbedaan yang cukup besar, terhadap kualitas pendidikan pada institusi pendidikan yang satu dengan yang lain. Saat ini, uji kompetensi dititikberatkan pada uji pengetahuan pilihan ganda. Model ujian ini kurang menggambarkan kompetensi lulusan, karena aspek keterampilan klinik dan perilaku kurang teruji. Hal ini semakin mendorong diterapkannya metode uji keterampilan klinik, salah satunya adalah OSCE yaitu Objective Structured Clinical Examination (Dikti, 2011).

OSCE adalah suatu metode untuk menguji kompetensi keterampilan klinik secara obyektif dan terstruktur. Objektif karena semua peserta ujian diuji dengan materi ujian yang sama. Penguji OSCE, diberikan panduan lembar

(2)

penilaian dan cara menilai keterampilan klinik yang dilakukan peserta ujian. Subyektivitas dapat dihindari dengan menggunakan metode ini, karena penguji menilai berdasarkan tindakan yang dilakukan peserta kemudian mencocokannya dengan kriteria penilaian yang ada, bukan berdasarkan pengetahuan penguji. Terstruktur karena semua instruksi ujian dituliskan dengan urut pada lembar yang telah disediakan. Pada prosesnya, penguji akan menilai setiap peserta ujian di satu stasiun. Penguji menilai dengan cara melakukan observasi dan mengajukan pertanyaan serta menunjukan hasil pemeriksaan penunjang jika diminta dalam soal. Waktu ujian yang menjadi tanggungjawab setiap penguji, tergantung banyak sedikitnya materi yang harus diujikan. Standar OSCE Nasional adalah 15 menit, untuk setiap penguji yang bertanggungjawab pada setiap stasiun ujian. Kompetensi klinik yang diujikan yaitu anamnesa, pemeriksaan fisik, keterampilan prosedur klinik, interpretasi hasil laboratorium, manajemen terapi, kemampuan komunikasi dan perilaku profesional (Dikti, 2011).

OSCE yang diterapkan di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar (FK UNIZAR) Mataram terdiri atas tiga jenis yaitu, (1) OSCE reguler yang dilakukan pada setiap akhir modul, bertujuan sebagai ujian keterampilan klinik modul. Pada setiap semester diberikan tiga sampai empat modul pembelajaran, sehingga dalam satu semester bisa dilakukan tiga sampai empat kali ujian OSCE reguler. Pada semester ganjil, minimal berlangsung 12 kali ujian OSCE reguler (semester I, III, V, VII) jika seluruh peserta dinyatakan lulus. Jumlah ujian OSCE reguler pada semester ganjil bisa bertambah, jika ada peserta yang dinyatakan tidak lulus. Sedangkan pada semester genap , minimal dilaksanakan 9 kali ujian

(3)

OSCE reguler (Semester II, IV, VI) jika semua peserta dinyatakan lulus. Jumlah OSCE reguler pada semester genap bisa juga bertambah, kalau ada peserta yang diharuskan mengulang karena tidak lulus sebelumnya. (2) OSCE Komprehensif, dilakukan setelah mahasiswa menyelesaikan program pendidikan sarjana kedokteran. Tujuannya sebagai tes masuk untuk mengikuti program pendidikan profesi dokter, diselenggarakan minimal tiga kali dalam setahun sesuai dengan format OSCE Nasional. (3) OSCE Nasional diselenggarakan mengikuti kalender Uji Kompetensi Dokter yang telah ditetapkan oleh Panitia Uji Kompetensi sebanyak empat kali dalam satu tahun. OSCE ini bertujuan untuk memperoleh sertifikat kompetensi dalam bentuk Surat Tanda Registrasi yang dapat digunakan memperoleh Surat Izin Praktik.

Penguji OSCE reguler di FK UNIZAR yang sudah terlatih adalah enam orang dokter, berasal dari staf pengajar FK UNIZAR yang telah memenuhi syarat sebagai penguji OSCE, memenuhi kualifikasi pendidikan S2 dan atau dokter Spesialis serta telah mengikuti dan mendapatkan sertifikat pelatihan penguji OSCE Nasional yang diselenggarakan oleh Komite Bersama uji kompetensi Dokter Indonesia.

Penguji OSCE reguler di FK UNIZAR harus melaksanakan tugas 10 jam. Pelaksanaan ujian OSCE reguler menggunakan enam dosen penguji yang harus bertanggungjawab pada satu stasiun ujian dengan alokasi waktu observasi simulasi keterampilan adalah 10 menit untuk setiap peserta ujian. Jumlah peserta yang di uji adalah 60 orang, sehingga total waktu menguji adalah 600 menit atau 10 jam. Penguji melaksanakan tugas menguji untuk 60 peserta ujian, dilakukan

(4)

sambil duduk selama kurang lebih 10 jam. Proses kerja yang sama dilakukan berulang dan melibatkan aktivitas fisik serta mental, dapat menimbulkan kelelahan umum maupun kebosanan bahkan keluhan otot. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu yang digunakan melebihi jadwal yang telah ditetapkan, metode kerja yang kurang variatif atau bersifat monoton, sarana dan prasarana yang kurang sesuai dengan antropometri serta kurangnya melakukan istirahat berupa istirahat aktif. Dampak yang ditimbulkan dapat mempengaruhi ketelitian, kecepatan dan konstansi kerja yang pada akhirnya kinerja bisa terganggu (Sutajaya, 2006).

Kinerja seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya keluhan kerja berupa kebosanan, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan (Mangkuprawira, 2003). Oleh karena itu, peningkatan kinerja secara ergonomis dapat diukur berdasarkan indikator penurunan kebosanan, keluhan muskuloskeletal dan kelelahan (Arimbawa, 2010). Kelelahan biasanya dapat berupa adanya perasaan sakit, berat pada bola mata (mengantuk) pusing, jantung berdebar dan malas beraktivitas (Kroemer dan Grandjean, 2000). Kelelahan yang dialami penguji ditandai dengan beberapa aktivitas, seperti (1) menoleh ke kiri dan ke kanan; (2) menggeser-geser pantat; (3) menguap; dan (4) waktu ujian dirasakan berlangsung sangat lambat (Sutajaya, 2006).

Studi pendahuluan mengenai kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal terhadap penguji dengan duduk statis dalam waktu lama didapatkan bahwa dari total enam orang penguji yang mengalami kelelahan sebanyak empat orang dan keluhan muskuloskeletal di bagian bahu sebanyak tiga orang, bagian punggung sebanyak empat orang, bagian pinggang sebanyak lima

(5)

orang serta bagian bokong sebanyak lima orang. Sebanyak enam orang atau semuanya mengalami kebosanan saat menguji. Penelitian lain yang dilakukan oleh Irwanti (2011) pada siswa kelas X SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung dalam proses pembelajaran dengan duduk statis dalam waktu lama didapatkan bahwa sebanyak 44,5% peserta didik mengalami kelelahan dan keluhan muskuloskeletal di bagian bahu sebanyak 40,5%, bagian punggung sebanyak 45%, bagian pinggang sebanyak 62,7% serta bagian bokong sebanyak 47,3%.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kebosanan, kelelahan, dan keluhan muskeloskeletal adalah dengan melakukan peregangan, mengatur waktu istirahat yang lebih sering, pemberian teh manis serta menguji di beberapa stasiun secara bergantian. Upaya yang paling mungkin dilakukan untuk mengurangi kebosanan, kelelahan, keluhan muskuloskeletal pada ujian OSCE reguler adalah dengan melakukan peregangan otot dan pemberian teh manis selama kegiatan menguji. Pengaturan jam istirahat yang lebih sering dinilai tidak mungkin berkenaan dengan waktu pelaksanaan yang sudah tergolong sangat lama, demikian pula dengan menguji dibeberapa stasiun secara bergantian tidak memungkinkan karena akan mengakibatkan bertambahnya beban kerja penguji.

Peregangan merupakan suatu usaha untuk memperpanjang otot istirahat (relaksasi) sehingga tidak menjadi tegang. Selain mempengaruhi tubuh, peregangan juga menyegarkan pikiran karena dapat beradaptasi secara visual terhadap kondisi lingkungan yang lebih variatif. Jika dilakukan dengan perlahan dan fokus, peregangan dapat menjadi alat penghilang stres (Alter, 2003). Teh dinyatakan mengandung kafein, selain theanine katekin dan flavonoid oleh Walton (2002) dalam Sofwan (2013) dapat meningkatkan ketahanan fisik serta

(6)

menunda terjadinya kelelahan karena meningkatkan kadar serotonin yang ada di otak. Selain itu, kafein dalam teh juga dapat meningkatkan konsentrasi sewaktu bekerja dan dapat memperbaiki mood saat bekerja sehingga membuat suasana kerja menjadi kondusif dan menyenangkan (Sofwan, 2013)

Oleh karena itu, dipandang perlu melakukan penelitian kinerja penguji OSCE reguler berorientasi ergonomi dengan melakukan peregangan di sela-sela menguji dan pemberian teh manis untuk menurunkan kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal penguji OSCE di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram. Peningkatan kinerja tersebut, diharapkan meningkatkan mutu lulusan yang dihasilkan karena menguasai kompetensi sesuai Standar Kompetensi Dokter Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi berupa istirahat aktif berbentuk peregangan dan minum teh manis sebagai berikut:

a. Apakah Ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi berupa istirahat aktif berbentuk peregangan dan minum teh manis dapat meningkatkan kinerja penguji di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram di lihat dari penurunan kebosanan?

b. Apakah Ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi berupa istirahat aktif berbentuk peregangan dan minum teh manis dapat meningkatkan kinerja

(7)

penguji di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram di lihat dari penurunan kelelahan?

c. Apakah Ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi berupa istirahat aktif berupa peregangan dan minum teh manis dapat meningkatkan kinerja penguji di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram di lihat dari penurunan keluhan muskuloskeletal?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji adanya peningkatan kinerja penguji OSCE Reguler di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram dilihat dari penurunan kebosanan, penurunan kelelahan dan penurunan keluhan muskuloskeletal

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini sebagai berikut.

a. Untuk mengetahui ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi dapat meningkatkan kinerja penguji OSCE di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram di lihat dari penurunan kebosanan.

b. Untuk mengetahui ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi dapat meningkatkan kinerja penguji OSCE di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram di lihat dari penurunan kelelahan.

(8)

c. Untuk mengetahui ujian OSCE reguler berorientasi ergonomi dapat meningkatkan kinerja penguji OSCE di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram di lihat dari penurunan keluhan muskuloskeletal

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.4.1 Manfaat praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan :

a. Dapat memberikan solusi terhadap permasalahan ujian OSCE reguler dalam hal peningkatan kinerja para penguji OSCE di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram

b. Menjadi salah satu masukan bagi pengambil kebijakan pada perguruan tinggi Universitas Islam Al-Azhar Mataram untuk memperhatikan proses ujian OSCE reguler agar lebih memenuhi kaedah ilmu ergonomi.

c. Dapat digunakan untuk membantu para penguji OSCE di perguruan tinggi manapun agar bekerja lebih optimal dengan kinerja yang baik.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Penelitian ini merupakan aplikasi dari teori ergonomi, diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan serta dapat dijadikan acuan untuk penelitian yang sejenis atau penelitian lebih lanjut yang mendalam

(9)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Ujian OSCE di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar (FK UNIZAR) Mataram

2.1.1 Objective Structured Clinical Examination (OSCE)

OSCE adalah suatu metode untuk menguji kompetensi klinik secara objektif dan terstruktur, dalam bentuk putaran stasiun dengan waktu tertentu. Metode ini disebut objektif dan terstruktur, Objektif karena semua peserta ujian diuji dengan materi ujian yang sama. Penguji OSCE, diberikan panduan lembar penilaian dan cara menilai keterampilan klinik yang dilakukan peserta ujian. Subyektivitas dapat dihindari dengan menggunakan metode ini, karena penguji menilai berdasarkan tindakan yang dilakukan peserta kemudian mencocokannya dengan kriteria penilaian yang ada, bukan berdasarkan pengetahuan penguji. Terstruktur karena semua instruksi ujian dituliskan dengan urut pada lembar yang telah disediakan.

Selama ujian penguji harus menguji peserta yang mendatangi beberapa stasiun secara berurutan. Pada masing-masing stasiun ada suatu tugas atau soal yang harus dikerjakan/ didemonstrasikan atau pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta ujian. Penguji harus mengobservasi peserta yang datang pada stasiun ujian yang menjadi tanggungjawabnya mengenai kemampuan menginterpretasi data atau materi klinik serta menjawab pertanyaan lisan. Setiap stasiun, dibuat seperti kondisi klinik yang mendekati senyata mungkin. Penguji OSCE menilai

(10)

berdasarkan keputusan yang sifatnya menyeluruh, bersumber dari berbagai komponen kompetensi. Setiap penguji yang bertugas pada setiap stasiun, bertanggungjawab pada materi uji yang spesifik. Setiap penguji harus memberikan materi uji klinik yang sama kepada seluruh peserta ujian. Setiap penguji menyiapkan waktu untuk masing-masing peserta ujian, tergantung pada modul pembelajaran yang berkisar antara lima sampai lima belas menit. Paling sering menggunakan waktu sepuluh menit.

2.1.2 Jenis OSCE di FK UNIZAR 2.1.2.1 OSCE Nasional

OSCE Nasional diselenggarakan mengikuti kalender Uji Kompetensi yang telah ditetapkan Panitia Nasional Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter, yaitu empat kali dalam satu tahun. OSCE ini bertujuan untuk memperoleh sertifikat kompetensi dalam bentuk Surat Tanda Registrasi yang dapat digunakan memperoleh Surat Izin Praktik.

Beberapa aturan yang menjadi dasar pelaksanaan Uji Kompetensi di Indonesia dalam bentuk OSCE adalah (Dikti, 2011):

a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

c. Undang-undang Republik Indonesia nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

(11)

d. Perkonsil Nomor 1/2005 tentang Registrasi

e. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 20/KKI/KEP/IX/2006 tentang Pengesahan Standar Pendidikan Profesi Dokter

f. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 21 A/KKI/Kep/IX/2006 tentang Standard Kompetensi Dokter Indonesia

Adapun tujuan dilaksanakannya OSCE secara nasional adalah:

a. Penapisan dokter/dokter gigi untuk menghasilkan dokter/dokter gigi yang kompeten

b. Menciptakan sistem ujian yang objektif dan terstandar secara nasional c. Melengkapi ujian kompetensi dari segi psikomotor dan perilaku

Blue print OSCE menggambarkan materi yang diujikan secara proporsional. Blue print menentukan keterampilan klinik, keterampilan komunikasi, dan pengetahuan yang diuji dengan memperhatikan keterwakilan sistem, lokasi, fokus kompetensi, serta kasus sehingga peserta diuji secara komprehensif. Adapun komponen penilaian berdasarkan blue print OSCE tersebut adalah penilaian kompetensi (Actual Mark) yang terdiri dari tujuh area kompetensi dan yang kedua adalah penilaian keseluruhan (Global rating).

a. Penilaian Kompetensi (Actual Mark)

Kompetensi yang dinilai dalam OSCE Uji Kompetensi Dokter Indonesia adalah:

1) Kemampuan Anamnesis

Penilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta memfasilitasi pasien untuk menceritakan kesakitannya. Menggunakan pertanyaan yang sesuai

(12)

untuk mendapatkan informasi yang akurat. Memberikan respon yang sesuai terhadap isyarat pasien baik yang verbal maupun non verbal.

2) Kemampuan pemeriksaan fisik

Penilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta melakukan pemeriksaan fisik sesuai masalah klinik pasien dengan menggunakan teknik pemeriksaan yang logis, sistematik/runut dan efisien. Tanggap terhadap kenyamanan pasien dan memberikan penjelasan ke pasien

3) Melakukan tes/prosedur klinik atau interpretasi data untuk menunjang diagnosis banding atau diagnosis.

Penilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta untuk melakukan suatu tes/prosedur klinik dengan benar dan menyampaikan prosedur atau hasilnya atau menginterpretasi hasil pemeriksaan penunjang dengan benar dan menjelaskan kepada pasien dengan tepat.

4) Penegakan diagnosis/diagnosis banding

Penilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta menetapkan diagnosis/diagnosis banding yang tepat, sesuai dengan masalah klinik pasien. 5) Tatalaksana

a. Non-farmakoterapi (tindakan)

Penilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta melakukan tindakan yang sesuai masalah klinik pasien dan menyampaikan alasan dan prosedur pelaksanaan tindakan.

(13)

b. Farmakoterapi

Penilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta memilih obat yang rasional.

6) Komunikasi dan atau edukasi pasien

Penilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta berkomunikasi dengan baik, yaitu menggali perspektif pasien dengan bahasa yang bisa dimengerti, memberikan kesempatan bertanya kepada pasien, menanggapi pertanyaan/pernyataan pasien baik verbal maupun non verbal, melakukan diskusi, negosiasi dan membina hubungan baik dengan pasien dan atau memberikan penyuluhan yang isinya sesuai dengan masalah pasien dengan cara yang tepat.

7) Perilaku Profesional

Penilaian ini meliputi penilaian kemampuan peserta mempraktekkan aspek profesionalisme yaitu meminta informed consent, melakukan setiap tindakan dengan berhati-hati dan teliti sehingga tidak membahayakan pasien, memperhatikan kenyamanan pasien, melakukan tindakan sesuai prioritas dan menunjukan rasa hormat kepada pasien. Menyadari keterbatasan dengan merujuk pasien ke dokter/layanan kesehatan yang lebih baik.

b. Penilaian Umum (Global Rating)

Selain penilaian kompetensi, peserta ujian akan dinilai kemampuannya secara umum. Komponen penilaian ini merupakan impresi penguji setelah melihat kemampuan peserta secara keseluruhan apakah peserta mampu menjadi dokter

(14)

dengan kemampuan yang ada. Terdiri dari tidak lulus, borderline, lulus serta superior. Nilai borderline akan menjadi dasar dalam penentuan nilai batas lulus. Tujuh area kompetensi yang akan diujikan tidak harus selalu ada di tiap stasiun, bisa saja satu stasiun hanya menguji beberapa kemampuan kompetensi, misalnya di stasiun satu menguji kompetensi anamnesa dan pemeriksaan fisik serta perilaku profesional, di stasiun dua diujikan titik beratnya pada kemampuan diagnosis, terapi, edukasi pasien dan perilaku profesional dan sebagainya. Dari 12 stasiun yang diujikan, ketujuh area kompetensi tersebut harus masuk didalamnya. Satu area kompetensi yang wajib ada di tiap stasiun adalah perilaku profesional. Adapun 12 stasiun yang akan dinilai dalam OSCE Dokter, yaitu:

1) Endokrin dan metabolisme 2) Hematologi dan onkologi 3) Psikiatri 4) Sistem gastrointestinal 5) Sistem kardiovaskuler 6) Sistem muskuloskeletal 7) Sistem genitourinaria 8) Sistem pengindraan 9) Sistem reproduksi 10) Sistem respirasi 11) Sistem saraf 12) Kepala leher

(15)

Setiap stasiun dilaksanakan dalam waktu 15 menit. Minimal tujuh stasiun harus menggunakan Pasien Standar dan maksimal lima stasiun menggunakan manekin atau alat peraga. Penulisan soal perlu diperhatikan dengan baik agar peserta ujian tidak mengalami kesulitan saat membaca soal dan penguji, pasien standar, serta laboran mudah menjalankan perintah yang ada di soal pada stasiun tersebut. Format penulisan soalpun distandarkan secara nasional, meliputi unsur sebagai berikut:

1) Nomor stasiun 2) Judul stasion

3) Waktu yang dibutuhkan 4) Tujuan stasiun

5) Kompetensi 6) Kategori

7) Instruksi untuk peserta 8) Instruksi untuk penguji

9) Instruksi untuk pasien simulasi 10) Peralatan yang dibutuhkan 11) Penulis

12) Referensi

13) Lembar Penilaian (Rubrik)

Soal OSCE dibuat oleh staf pendidik yang juga merupakan tenaga kesehatan sesuai profesi dari institusi pendidikan kedokteran di Indonesia. Proses pembuatan soal dilakukan bersama-sama dalam suatu lokakarya yang diadakan di

(16)

tingkat regional. Soal yang dihasilkan dari workshop ini kemudian ditelaah oleh Tim OSCE Nasional untuk analisis kemungkinan pelaksanaan stasiun tersebut. Soal yang telah dianggap layak selanjutnya ditelaah kembali oleh Kolegium terkait (panel expert). Selanjutnya soal ini diujicobakan pada pelatihan penguji OSCE dan pelatih Pasien Standarisasi (PS). Soal yang baik disimpan dalam bank soal UKDI dan memiliki kesempatan untuk diujikan pada OSCE UKDI. Setiap soal OSCE harus dibuat sesuai cetak biru penilaian dan format penulisan soal yang disepakati dengan menggunakan formulir yang terstandarisasi serta di review bersama sesuai formulir yang terstandarisasi. Soal OSCE yang telah dihasilkan disimpan dalam bank soal OSCE dalam bentuk komputerisasi.

Penentuan batas lulus dilakukan setelah penyelenggaraan OSCE secara nasional selesai pada periode ujian tertentu. Metode yang digunakan adalah Borderline Group Method atau Borderline Regression Method. Metode ini memiliki kredibilitas yang lebih baik karena memiliki penilaian sebagai berikut.

1) Setiap peserta dinilai pada setiap stasiun menggunakan lembar penilaian peserta yang berdasarkan kemampuan peserta dengan memperhatikan daftar tilik yang disediakan (actual mark).

2) Pada bagian bawah dari lembar tersebut terdapat global performance yang merupakan persepsi (kesan) umum dari penguji terhadap keseluruhan penampilan peserta (sesuai aspek yang diuji, mulai anamnesis sampai dengan perilaku profesional) berupa superior, lulus, borderline atau tidak lulus. 3) Selanjutnya data dari setiap stasiun dikumpulkan dan dihitung.

(17)

4) Dibuat suatu perhitungan persamaan dengan komputerisasi dengan menggunakan hasil dari global performance sebagai variabel bebas (independen) dan hasil dari daftar tilik sebagai variabel tergantung (dependen).

5) Nilai batas lulus adalah perpotongan antara kandidat yang borderline dan lulus.

6) Nilai batas lulus ini menunjukkan minimum kemampuan seorang dokter untuk stasiun tersebut.

Metode ini sangat tergantung dari kemampuan penguji untuk menjadi penilai yang tepat dalam menentukan penampilan minimal seorang kandidat dan juga sangat tergantung pada jumlah kandidat yang mengikuti OSCE pada periode tertentu. Kelulusan OSCE melihat kelulusan stasiun dengan penentuan metode di atas.

2.1.2.2 OSCE Komprehensif

OSCE Komprehensif merupakan OSCE yang dilakukan setelah mahasiswa menyelesaikan program pendidikan sarjana kedokteran. OSCE ini syarat wajib sebelum mahasiswa mengikuti program pendidikan profesi dokter atau kepaniteraan klinik (Co Assisten/Co Ass) di rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan lain. Diselenggarakan minimal tiga kali dalam setahun mengikuti format OSCE Nasional.

Format OSCE komprehensif mengacu kepada OSCE Nasional. Mahasiswa yang dinyatakan lulus di semua stasiun berhak melanjutkan ke jenjang pendidikan profesi dokter. Sebaliknya mahasiswa yang tidak lulus pada OSCE ini

(18)

diharuskan mengulang di OSCE komprehensif berikutnya sampai lulus disemua stasiun.

2.1.2.3 OSCE Reguler

OSCE reguler dilaksanakan berdasarkan standar nasional mulai dari pembuatan soal, proses ujian hingga penentuan kelulusan menggunakan borderline group methode. Tujuan pelaksanaan OSCE reguler adalah menguji keterampilan klinis peserta didik, dilaksanakan pada setiap akhir modul setelah mempelajari materi klinik setiap modul.

Ujian berlangsung dalam tiga sesi, yaitu: (1) sebelum istirahat makan siang; (2) setelah istirahat makan siang dan sebelum shalat ashar; (3) setelah selesai shalat ashar. Pada sesi pertama, penguji harus melaksanakan tugas selama 300 menit tanpa istirahat atau asupan kalori apapun karena jumlah peserta yang diuji adalah 30 orang. Waktu setiap peserta adaah 10 menit. Kegiatan yang dilakukan selama duduk 300 menit (5 jam) merupakan kegiatan yang sama dan diulang untuk 30 peserta ujian yaitu mengobservasi tindakan yang dilakukan peserta ujian. Pada sesi kedua dilakukan selama 180 menit (3 jam) mulai pukul 13.00-16.00 karena jumlah peserta ujian adalah 18 mahasiswa. Penguji melakukan kegiatan yang sama seperti pada sesi pertama, tetapi kondisi lingkungan sudah lebih panas dan jam biologis istirahat. Pada sesi ketiga dilakukan selama 120 menit (2 jam) mulai pukul 16.15-18.15 karena jumlah peserta ujian hanya 12 mahasiswa.

(19)

2.1.3 Frekuensi dan Durasi OSCE reguler di FK UNIZAR 2.1.3.1 Frekuensi

Pada satu semester telah disiapkan tiga sampai empat modul pembelajaran, sehingga bisa dilakukan tiga sampai empat kali ujian OSCE. Pada semester ganjil terdapat empat semester aktif (semester I, III, V, VII), sehingga dalam 1 semester dilakukan sedikitnya 12 kali ujian OSCE reguler. Mahasiswa yang tidak lulus di salah satu stasiun OSCE reguler, harus mengikuti ujian ulangan OSCE reguler. Pada semester genap terdapat tiga semester aktif (semester II, IV, VI), maka dalam 1 semester genap dilakukan sedikitnya 9 kali ujian OSCE reguler. Mahasiswa yang tidak lulus di salah satu stasiun OSCE reguler, harus mengikuti ujian ulangan OSCE reguler.

2.1.3.2 Durasi

OSCE reguler di FK UNIZAR dilakukan oleh enam penguji yang bertanggungjawab terhadap satu stasiun ujian dengan alokasi waktu bertugas adalah 10 menit untuk setiap peserta ujian yang pada awal dan akhir ujian ditandai bunyi bel. Total satu putaran OSCE adalah 60 menit. Enam peserta ujian yang telah dipanggil untuk ujian menempatkan diri di depan stasiun yang telah ditentukan, satu orang di stasiun satu, yang lain di stasiun dua, tiga, empat, lima dan enam. Bel pertama berbunyi menandakan peserta mulai mengerjakan ujian dan dimulai juga tugas penguji dalam menguji. Sepuluh menit berlalu bel akan berbunyi dan peserta ujian harus berpindah dari stasiun awal ke stasiun berikutnya. Peserta yang mulai ujian di stasiun satu pindah ke stasiun dua, peserta di stasiun dua pindah ke stasiun tiga, peserta di stasiun tiga pindah ke stasiun

(20)

empat, peserta di stasiun empat pindah ke stasiun lima, peserta di stasiun lima pindah ke stasiun enam, peserta di stasiun enam pindah ke stasiun satu. Demikian seterusnya hingga ada bel berbunyi dua kali menandakan peserta selesai mengerjakan ujian disemua stasiun. Berikutnya akan dipanggil enam peserta ujian lagi untuk ujian yang sama seperti prosedur yang telah dijelaskan, seterusnya hingga semua peserta. Total peserta ujian adalah 60 orang. Sehingga total ada 10 kali putaran ujian OSCE. Jika masing-masing putaran 60 menit, maka total ujian adalah 600 menit atau 10 jam.

2.1.4 Proses OSCE reguler di FK UNIZAR 2.1.4.1 Persiapan

Persiapan merupakan tahapan terpanjang dalam rangkaian OSCE, meliputi sejumlah materi yang harus dipersiapkan sebelum OSCE dimulai. Pengarahan OSCE reguler diadakan maksimal satu hari sebelum OSCE dilaksanakan, bagi peserta ujian OSCE yang sudah memenuhi syarat kehadiran seratus persen diperkenankan mengikuti OSCE reguler dan wajib hadir pada pengarahan OSCE reguler. Peserta yang tidak menghadiri pengarahan maka tidak diikutsertakan dalam ujian OSCE. Pada pengarahan ini, dijelaskan jumlah penguji yang bertanggungjawab pada satu stasiun ujian. Pelaksanaan perputaran/rotasi, setelah peserta selesai di uji oleh seorang penguji yang bertanggungjawab disalah satu stasiun. Ketentuan lain yang wajib ditaati seperti: larangan membawa apapun ke dalam stasiun ujian dan lain sebagainya. Pada acara pengarahan ini juga dibagikan nomor peserta ujian, sebagai faktor yang paling menentukan tentang waktu

(21)

peserta akan memulai ujian, karena mereka dipanggil untuk ujian OSCE berdasarkan nomor peserta. Pengarahan diberikan oleh instruktur skills lab, sebagai penanggungjawab modul bersangkutan dan dihadiri juga oleh seluruh instruktur skills lab yang juga bertindak sebagai penguji OSCE.

a. Membuat soal

Pembuatan soal mengikuti format baku OSCE Nasional, terdiri atas: nomor stasiun, judul stasiun, waktu yang dibutuhkan, tujuan stasiun, kompetensi, kategori, instruksi untuk peserta, instruksi untuk penguji, instruksi untuk pasien simulasi, peralatan yang dibutuhkan, penulis, referensi, dan lembar penilaian. setiap instruktur, sebelumnya sudah diminta membuat soal terlebih dahulu, kemudian dirapatkan dengan seluruh instruktur yang juga menguji saat OSCE berlangsung. Soal yang digunakan pada OSCE disesuaikan dengan modul yang diujikan pada OSCE tetapi tetap mengacu pada tujuh area kompetensi dan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang berkriteria kompetensi 4, artinya keterampilan tersebut wajib dikuasai oleh level dokter umum. Pada tahap ini juga terlihat instruksi untuk peserta yaitu soal yang harus dikerjakan, terdapat juga instruksi untuk penguji, instruksi untuk pasien simulasi, peralatan yang dibutuhkan sehingga dapat ditentukan lama perkiraan waktu yang dibutuhkan peserta untuk mengerjakan soal tersebut. Selain itu, diketahui jumlah pasien simulasi yang dibutuhkan pada OSCE tersebut dan jenis alat dan bahan yang dibutuhkan. Terakhir adalah membuat lembar penilaian/rubrik, berisi jawaban dari soal yang ditanyakan dan item yang dijadikan penilaian. Rubrik berisi dua hal pokok dalam penilaian yaitu penilaian actual mark dan global rating.

(22)

Pada Actual Mark, misalnya dalam satu stasiun kompetensi yang dinilai adalah kemampuan anamnesa, pemeriksaan fisik, komunikasi dan perilaku profesional. Skala penilaian adalah 0-3 untuk setiap kompetensi. Sebagai contoh pada kompetensi anamnesa, nilai 0 jika peserta ujian tidak melakukan anamnesa sama sekali, nilai 1 jika melakukan sebagian dari anamnesa, nilai 2 jika melakukan keseluruhan anamnesa tetapi tidak sempurna, nilai 3 jika melakukan seluruh poin anamnesa dengan sempurna. Ketentuan tersebut tidak baku, tetapi dapat dibakukan setelah disepakati dalam rapat. Pada kompetensi pemeriksaan fisik yang harus urut misalnya dapat digunakan skala angka, jika dalam satu pemeriksaan fisik terdapat 10 langkah misalnya, nilai 0 tidak melakukan sama sekali, nilai 1 melakukan 1-5 step, nilai 2 melakukan 6-8 step, nilai 3 melakukan 9-10 step. Begitu juga berlaku untuk menilai komunikasi dan perilaku profesional. Semua ketentuan tersebut mengacu kepada standar OSCE nasional, hanya titik berat penilaiannya, ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama.

Pada global rating, penguji menilai keseluruhan penampilan peserta. Global rating dinilai paling belakang dari penampilan peserta secara umum. Nilai untuk global rating adalah lulus, tidak lulus, borderline dan superior. Penilaian global rating ini dijadikan acuan pada borderline group methode, karena semua nilai peserta yang mendapatkan borderline dijumlahkan kemudian dibagi sejumlah peserta yang mendapatkan nilai borderline. Hasil bagi tersebut adalah nilai yang menjadi batas lulus peserta ujian. Rubrik inilah yang dijadikan acuan penguji dalam menilai. Tahap membuat soal ini dilakukan maksimal satu minggu sebelum OSCE dilaksanakan

(23)

b. Review soal

Setelah soal disepakati, melakukan review. Pada tahap ini, setiap penguji diberikan tugas menguji di salah satu stasiun. Penguji harus melakukan demonstrasi skills yang diujiankan. Dengan demikian, alokasi waktu ujian dapat lebih jelas lagi. Misalnya, Jika penguji mampu mengerjakan soal ujian dalam waktu delapan menit maka waktu yang akan disediakan pada saat ujian adalah sepuluh menit. Semua penguji melakukan review pada soal yang diujinya dan harus mencapai kesepakatan waktu ujian. Jika terlalu lama, jumlah soalnya dikurangi, sebaliknya jika terlalu cepat, maka soal harus ditambah.

c. Persiapan tata ruang, alat dan bahan

Setelah pengarahan atau satu hari menjelang ujian OSCE, ruangan harus sudah di tata sesuai dengan soal ujian. Pada stasiun yang mengharuskan peserta ujian melakukan anamnesa atau wawancara maka harus disediakan set meja dan kursi yang di tata untuk pasien simulasi dan peserta ujian, pada stasiun yang membutuhkan pemeriksaan fisik dada atau perut harus disediakan bed pasien berbaring. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan, juga harus sudah di tempatkan pada stasiun masing-masing.

2.1.4.2 Proses Ujian OSCE Reguler

Pukul enam pagi, semua yang terlibat dalam penyelenggaraan OSCE reguler sudah harus hadir di gedung skills lab. Peserta mulai mempersiapkan diri, penguji kembali melakukan cek semua yang dibutuhkan stasiunnya masing-masing termasuk melakukan briefing ulang terhadap pasien simulasi, ini penting agar pasien simulasi dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tidak

(24)

menyimpang dari skenario soal. Dokter penanggungjawab, melakukan final briefing kepada peserta ujian. Setelah semua siap, enam orang dokter penguji memasuki stasiun masing-masing dan satu orang dokter penanggungjawab tidak ikut menguji, karena tugasnya mengawasi dan memastikan ujian OSCE berlangsung dengan baik dan lancar.

Peserta ujian dipanggil berdasarkan nomor peserta, enam orang peserta ujian memasuki ruang ujian dan menunggu di depan stasiun masing-masing yang sudah diberi nama. Bel pertama berbunyi, peserta ujian mulai membaca soal yang tertempel di depan stasiun ujian, setelah dirasa cukup memahami isi instruksi peserta (soal) kemudian peserta ujian memasuki stasiunnya. Peserta mulai mengerjakan materi yang diinstruksikan oleh soal. Penguji memperhatikan dan mengamati setiap langkah demi langkah yang dikerjakan oleh peserta ujian, menilainya berdasarkan rubrik yang telah di persiapkan. Jika bel berbunyi, tandanya waktu habis dan peserta ujian harus berpindah ke stasiun berikutnya. Peserta ujian yang berada di stasiun satu berpindah ke stasiun dua, peserta di stasiun dua berpindah ke stasiun tiga, peserta di stasiun tiga berpindah ke stasiun empat, peserta di stasiun empat berpindah ke stasiun lima, peserta di stasiun lima berpindah ke stasiun enam, peserta di stasiun enam berpindah ke stasiun satu demikian seterusnya hingga enam stasiun mereka masuki dan mengerjakan semua soal.

(25)

Gambar 2.1: Denah ruang skills lab FK UNIZAR dan perpindahan antar stasiun

Bunyi bel dua kali menandakan waktu habis dan semua peserta menyelesaikan enam putaran stasiun. Peserta yang telah selesai ujian turun melalui tangga belakang dan peserta putaran berikutnya memasuki ruangan, demikian seterusnya hingga peserta melaksanakan ujian semuanya.

2.1.4.3 Penentuan kelulusan

Peserta ujian OSCE dinyatakan lulus di salah satu stasiun, apabila nilainya di atas borderline. Pada saat ujian, penguji menilai peserta berdasarkan nilai actual mark (skala 0-3) setiap komponen kompetensi dan global rating (lulus, tidak lulus, borderline, superior) hasil semua peserta yang mendapatkan nilai borderline dijumlahkan menjadi satu. Misalnya dalam satu stasiun diujikan empat komponen kompetensi, setiap kompetensi nilai maksimal tiga jadi nilai tertinggi di stasiun tersebut adalah 12. Peserta yang mendapatkan predikat borderline misalnya ada 10 orang dengan nilai masing-masing 5,5,6,5,6,5,6,6,5,4, total 53. Nilai total tersebut dibagi sejumlah peserta yang mendapatkan predikat borderline yaitu 10 orang. Jadi nilai batas lulus di stasiun tersebut adalah 5,3.

STASIUN 6 STASIUN 5 STASIUN 4 STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3

(26)

Peserta yang jumlah nilai actual mark nya lebih dari itu dinyatakan lulus di stasiun tersebut. Sebaliknya, peserta yang jumlah nilai actual mark kurang dari atau sama dengan 5,3 dinyatakan tidak lulus. Jika peserta mendapatkan predikat lulus pada saat penilaian global rating namun jumlah nilai actual marknya di bawah atau sama dengan ambang batas lulus maka peserta tersebut dinyatakan tidak lulus. Sebaliknya peserta dengan predikat tidak lulus dan borderline yang jumlah nilai actual mark nya diatas nilai ambang batas lulus maka peserta tersebut hasil akhirnya dinyatakan lulus. Peserta yang hasil akhirnya dinyatakan tidak lulus, dapat mengikuti ujian ulang yang waktu pelaksanaan ditentukan kemudian. Peserta hanya mengulang pada stasiun yang tidak lulus saja.

2.2 Kondisi Penguji OSCE Reguler di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar (FK UNIZAR) Mataram

2.2.1 Stasiun Kerja Penguji OSCE di FK UNIZAR

OSCE reguler dibagi dalam enam stasiun, masing-masing stasiun terdapat seorang penguji OSCE reguler. Tiap stasiun dilengkapi dengan kursi dan meja kerja. Selain itu ada juga bed periksa dan meja alat untuk digunakan ujian. Penguji bertugas mengamati dan menilai di lembar penilaian yang telah disediakan dimeja masing-masing. Stasiun kerja penguji OSCE reguler dapat dilihat pada Gambar 2.2

(27)

Gambar 2.2 stasiun kerja penguji OSCE reguler FK UNIZAR

Faktor yang penting dan mempengaruhi kondisi pengujii saat bekerja adalah lingkungan kerja, yang meliputi suhu, intensitas penerangan dan kebisingan.

a. Suhu

Suhu udara di setiap stasiun OSCE reguler dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing penguji OSCE reguler karena semua stasiun sudah dilengkapi pendingin ruangan.

b. Intensitas penerangan

Penerangan disetiap stasiun berasal dari cahaya matahari dan jika dirasa kurang memadai dapat menggunakan lampu. Rata-rata penerangan tiap stasiun adalah 500 lux.

c. Kebisingan

Setiap stasiun OSCE dilengkapi dengan dinding yang dapat meredam suara, sehingga ketika dalam keadaan tertutup, semua suara dari luar tidak terdengar.

(28)

2.2.2 Sikap kerja penguji OSCE reguler di FK UNIZAR

Sikap kerja para penguji OSCE reguler selama menjalankan tugas adalah posisi duduk dikursi dengan sandaran, dilengkapi meja kerja. Penguji mengamati dan menilai peserta ujian dari tempat duduk tersebut, dengan sikap kerjaseperti ditunjukan pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Sikap Kerja Penguji OSCE Reguler FK UNIZAR 2.2.3 Kinerja Penguji OSCE di FK UNIZAR

Pada proses kerja yaitu menguji OSCE reguler di FK UNIZAR, penguji dengan kinerja baik akan mampu menilai dengan objektif sesuai lembar penilaian dan sesuai kemampuan peserta. Penguji dapat menilai dengan objektif jika dalam kondisi yang baik, tidak merasa bosan, tidak merasa kelelahan maupun terdapat keluhan muskuloskeletal. Kinerja seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya keluhan kerja berupa: kebosanan akibat beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan (Mangkuprawira, 2003). Sehingga peningkatan kinerja secara ergonomis dapat diukur berdasarkan indikator penurunan kebosanan akibat beban kerja, keluhan muskuloskeletal dan kelelahan (Arimbawa, 2010).

(29)

Kinerja penguji OSCE reguler diniai baik pada akhirnya adalah jika dapat melakukan penilaian dengan obyektif. Hal ini dapat tercermin dari: 1)lembar penilaian terisi penuh, 2) terdapat feedback yang dituliskan pada lembar penilaian terutama pada saat tidak meluluskan peserta ujian, 3) dapat mempertanggungjawabkan apa yang dinilai saat rapat akhir penentuan kelulusan, 4) sedikit atau bahkan tidak ada komplain dari peserta ujian yang dirugikan akibat kesalahan penilaian saat nilai diumumkan.

2.2.4 Beban Kerja Penguji OSCE reguler di FK UNIZAR

Penguji memperhatikan dan mengamati setiap langkah demi langkah tindakan peserta ujian, menilainya berdasarkan rubrik yang telah di persiapkan. Jika bel berbunyi, tandanya waktu habis dan penguji ujian harus menghentikan tugasnya sementara serta menunggu datangnya peserta ujian berikutnya. Peserta ujian yang berada di stasiun satu berpindah ke stasiun dua, peserta di stasiun dua berpindah ke stasiun tiga, peserta di stasiun tiga berpindah ke stasiun empat, peserta di stasiun empat berpindah ke stasiun lima, peserta di stasiun lima berpindah ke stasiun enam, peserta di stasiun enam berpindah ke stasiun satu demikian seterusnya hingga enam stasiun mereka masuki dan mengerjakan semua soal.

Ujian berlangsung dalam tiga sesi, yaitu: (1) sebelum istirahat makan siang; (2) setelah istirahat makan siang dan sebelum shalat ashar; (3) setelah selesai shalat ashar. Pada sesi pertama, penguji harus melaksanakan tugas selama 300 menit tanpa istirahat atau asupan kalori apapun karena jumlah peserta yang

(30)

diuji adalah 30 orang. Waktu setiap peserta adaah 10 menit. Kegiatan yang dilakukan selama duduk 300 menit (5 jam) merupakan kegiatan yang sama dan diulang untuk 30 peserta ujian yaitu mengobservasi tindakan yang dilakukan peserta ujian. Pada sesi kedua dilakukan selama 180 menit (3 jam) mulai pukul 13.00-16.00 karena jumlah peserta ujian adalah 18 mahasiswa. Penguji melakukan kegiatan yang sama seperti pada sesi pertama, tetapi kondisi lingkungan sudah lebih panas dan jam biologis istirahat. Pada sesi ketiga dilakukan selama 120 menit (2 jam) mulai pukul 16.15-18.15 karena jumlah peserta ujian hanya 12 mahasiswa. Beban kerja fisik dan mental penguji OSCE reguler lebih dari 10 jam.

2.2.5 Kebosanan, Kelelahan Kerja dan Keluhan Muskuloskeletal Penguji OSCE di FK UNIZAR

Studi pendahuluan mengenai kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal terhadap penguji didapatkan bahwa dari total enam orang penguji yang mengalami kelelahan sebanyak empat orang dan keluhan muskuloskeletal di bagian bahu sebanyak tiga orang, bagian punggung sebanyak empat orang, bagian pinggang sebanyak lima orang serta bagian bokong sebanyak lima orang. Sebanyak enam orang atau semuanya mengalami kebosanan saat menguji.

2.3 Tinjauan Ergonomi

Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni untuk menserasikan cara, alat dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia, demi terbentuknya kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien

(31)

untuk tercapainya produktivitas kerja yang setinggi-tingginya. Sebagai ilmu yang bersifat multidisipliner dimana terintegrasi elemen-elemen fisiologi, psikologi, anatomi, higiene, teknologi dan ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan, perkembangan dan prakteknya bertujuan sebagai berikut: (Manuaba, 1998)

a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, khususnya dalam rangka mencegah munculnya cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban mental dan fisik serta mempromosikan kepuasan kerja.

b. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan memperbaiki kualitas kontak sosial dan bagaimana megorganisasikan kerja yang sebaik-baiknya.

c. Berkontribusi kepada keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomi, antropologi dan budaya dari sistem manusia/mesin, demi tercapainya efisiensi yang lebih tinggi dari sistem tersebut

Adapun aspek kajian dalam rangka mencapai ketiga tujuan di atas adalah sebagai berikut:

1) Energi (status nutrisi), dimana nutrisi yang cukup sebagai sumber energi pekerja mutlak diperlukan, untuk mampu menyelesaikan pekerjaan selama waktu kerja

2) Aplikasi dari tenaga, dimana diupayakan pemanfaatan tenaga otot secara optimal dan efisien dengan mendesain pekerjaan sebaik mungkin dan kalau perlu mengadakan latihan bagi pekerja untuk menekan “stress” (rangsangan aksi) kepada otot pekerja seminim mungkin

(32)

3) Posisi tubuh, dimana sikap kerja yang buruk dan terlalu banyak lembur akan menyebabkan adanya “strain” (reaksi) muskuloskeletal dan menimbulkan efek negatif kepada kesehatan. Untuk mencegah situasi seperti itu, posisi kepala, badan dan anggota gerak perlu diperhatikan, khususnya yang berkaitan dengan cara kerja dan ruang kerja.

4) Kondisi lingkungan, dimana panas, cahaya, bising dan getaran perlu dikaji untuk mencegah adanya “strain” (reaksi) mental dan fisik.

5) Kondisi yang berhubungan dengan waktu, dimana studi perlu dilakukan mengenai waktu istirahat, hari libur dan pola kerja bergilir, untuk mengurangi kelelahan dan pengaruh yang negatif kepada kesejahteraan pekerja.

6) Kondisi sosial, dimana perhatian harus diberikan kepada bagaimana pekerjaan harus diatur, pemberian “reward” (hadiah) dan kualitas interaksi sosial antar pekerja dengan berubahnya teknologi.

7) Kondisi informasi, dimana jumlah dan kualitas informasi yang diperlukan pekerja untuk mampu melaksanakan tugasnya dengan baik merupakan satu hal yang mutlak. Strain mental dan fisik akan muncul bila informasi yang dibutuhkan melebihi kapasitas kerja

8) Interaksi manusia/mesin, dimana menetapkan secara tepat apa yang menjadi tugas pekerja manusia/mesin

Dengan upaya ergonomis, kelelahan kerja dengan segala bentuknya seperti karena adanya monotoni, besar dan lamanya kerja fisik atau mental, mikro-klimat yang buruk, masalah-masalah psikologis serta adanya penyakit, bekerja dengan perasaan sakit dan kurang energi, benar-benar bisa dilenyapkan (Manuaba, 1998).

(33)

2.3.1 Konsep Ergonomi

Ergonomi merupakan suatu ilmu, seni dan teknologi yang berupaya untuk menyerasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan segala keterbatasan manusia, sehingga manusia dapat berkarya secara optimal tanpa pengaruh buruk dari pekerjaannya. Dari sudut pandang ergonomi, antara tuntutan tugas dengan kapasitas kerja harus selalu dalam garis keseimbangan sehingga dicapai performansi kerja yang tinggi. Dengan kata lain, tuntutan tugas pekerjaan tidak boleh terlalu rendah (underload) dan juga tidak boleh terlalu berlebihan (overload). Karena keduanya, baik underload dan overload akan menyebabkan stres. Konsep keseimbangan antara kapasitas kerja dengan tuntutan tugas tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.4 Bagan Konsep Dasar Dalam Ergonomi (Manuaba, 2000)

TASK DEMANDS WORK CAPACITY

PERFORMANCE Material Characteristic Task/work place Characteristic Organization Characteristic Environmental Characteristic Personal Capacity Physiological Capacity Psychological Capacity Biomechanical Capacity Quality Fatique Discomfort Injury Stress Accident Diseases Productivity

(34)

2.3.2 Sikap Kerja dalam Ergonomi

Sikap kerja adalah sikap tubuh (posture) manusia saat berinteraksi dengan alat/peralatan kerja. Sikap kerja yang baik adalah sikap kerja yang memungkinkan melaksanakan pekerjaan dengan efektif dan dengan usaha otot yang sedikit. Secara mendasar sikap tubuh dalam keadaan tidak melakukan gerakan atau pekerjaan adalah sikap berdiri, berbaring, berjongkok dan duduk (Pheasant, 1991). Posisi dan sikap kerja para pekerja saat melakukan aktivitas di tempat kerja berpengaruh terhadap respon fisiologis pekerja tersebut. Sikap kerja yang tidak alamiah/ fisiologis merupakan penyebab munculnya berbagai gangguan pada sistem muskuloskeletal (Manuaba, 1998). Untuk mengatasi masalah tersebut perlu diketahui kriteria sikap kerja yang ideal dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan antara lain adalah sebagai berikut (Pheasant, 1991; Palilingan dkk, 2012) :

1) Otot yang bekerja secara statis sangat sedikit.

2) Dalam melakukan tugas dengan memakai tangan dilakukan secara mudah dan alamiah.

3) Sikap kerja yang berubah – ubah atau dinamis lebih baik daripada sikap kerja statis rileks.

4) Sikap kerja statis rileks lebih baik daripada sikap kerja statis tegang

Menurut Pheasant (1991), prinsip dasar dalam mengatasi sikap tubuh selama bekerja adalah sebagai berikut:

1) Cegah inklinasi ke depan pada leher dan kepala. 2) Cegah inklinasi ke depan pada tubuh.

(35)

3) Cegah penggunaan anggota gerak bagian atas dalam keadaan terangkat. 4) Cegah pemutaran badan dalam sikap asimetris (terpilin).

5) Persendian hendaknya dalam rentangan sepertiga dari gerakan maksimum. 6) Jika menggunakan tenaga otot, hendaknya dalam posisi yang mengakibatkan

kekuatan maksimal.

Kasus yang paling umum berkaitan dengan sikap kerja pada saat melakukan aktivitas sehari– hari adalah sebagai berikut: (Pheasant, 1991).

1) Inklinasi ke depan pada leher dan kepala, karena medan display terlalu rendah atau objek terlalu kecil.

2) Sikap kerja membungkuk, karena medan kerja yang terlalu rendah dan objek diluar jangkauan.

3) Sikap asimetris (terpilin) yang mengakibatkan terjadinya perbedaan beban pada kedua sisi tulang belakang.

4) Sikap kerja yang salah dapat mengakibatkan postural deformitas pada tubuh antara lain: lordosis, khiposis dan skoliosis.

Selanjutnya menurut Bridger (1995), sikap kerja yang dilakukan oleh pekerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut:

1) Karakteristik pekerja (subjek): umur, jenis kelamin, antropometri, berat badan, kesegaran jasmani, pergerakan sendi, penglihatan serta ketangkasan. 2) Tuntutan jenis pekerjaan (task): posisi tubuh, siklus waktu kerja, periode

istirahat, urut – urutan pekerjaan.

3) Rancangan luasan kerja (work space): ukuran peralatan yang digunakan, ukuran bahan yang dikerjakan, rancangan peralatan, ukuran luasan kerja

(36)

4) Lingkungan kerja (environment): intensitas penerangan, suhu lingkungan, kelembaban udara, kecepatan udara, kebisingan, debu, dan vibrasi.

Sikap kerja hendaknya diupayakan dalam posisi alamiah sehingga tidak menimbulkan sikap paksa yang melampaui kemampuan fisiologis tubuh (Cumming, 2003). Sikap kerja paksa bisa terjadi pada saat memegang, mengangkat, dan mengangkut, dan berdiri terlalu lama atau karena ketidaksesuaian antara alat kerja dengan ukuran tubuh pekerja (Dempsey, 2003; Hutagalung, 2008).

2.3.3 Mengurangi Beban Kerja dalam Ergonomi

Dalam menghadapi dan mengerjakan suatu pekerjaan berarti tubuh pekerja akan menerima beban dari luar tubuhnya. Beban tersebut dapat berupa beban fisik maupun beban mental. Dalam ergonomi setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Secara umum Menurut Adiputra (2002), Beban kerja (work load) merupakan faktor stressor tubuh yang dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu:

1) External load ( Stressor) adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja. Yang termasuk beban kerja eksternal adalah tugas (task) itu sendiri, organisasi dan lingkungan kerja. Tugas – tugas yang dilakukan baik bersifat fisik seperti ; sarana kerja, kondisi kerja dan sikap kerja, maupun bersifat mental seperti kompleksitas atau sulit tidaknya pekerjaan yang mempengaruhi

(37)

tingkat emosi pekerja. Organisasi mencakup lamanya waktu kerja, proses kerja dan sistem kerja. Lingkungan kerja seperti panas lingkungan, intensitas penerangan, kelembaban dan lain –lain.

2) Internal load (strain) adalah beban kerja yang berasal dari dalam tubuh pekerja yang berkaitan erat dengan adanya harapan, keinginan, kepuasan dan lain – lain.

Kriteria penilaian beban kerja yang dapat dipakai (Rodahl, 1989), yaitu:

a. Kriteria objektif, yang dapat diukur dan dilakukan oleh pihak lain yang meliputi reaksi fisiologis, reaksi psikologis/ perubahan tindak tanduk;

b. Kriteria subjektif yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan sebagai pengalaman pribadi, misalnya beban kerja yang dirasakan sebagai kelelahan yang menggangu, rasa sakit atau pengalaman lain yang dirasakan.

Beban kerja pada proses menguji pada ujian OSCE dapat berupa beban kerja yang berasal dari faktor eksternal dan dapat juga berasa dari faktor internal. Untuk itu dalam penilaiannya ada dua kriteria yang dapat dipakai : (a) kriteria objektif, yang dapat diukur melalui reaksi fisiologis yaitu pengukuran denyut nadi dan pengukuran penurunan konsentrasi, (b) kriteria subjektif, yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan sebagai pengalaman pribadi, misalnya beban kerja yang dirasakan sebagai kelelahan yang mengganggu, rasa sakit atau pengalaman lain yang dirasakan dinilai melalui kuesioner.

Usaha – usaha menurunkan beban kerja menurut Hutagalung (2008), faktor – faktor yang harus menjadi perhatian adalah:

(38)

1) Status nutrisi yaitu jumlah kalori yang diperlukan, kualitas gizi, saat pemberian yang tepat, frekuensi yang tepat, selera, kemauan, kemampuan ekonomis yang bersangkutan.

2) Pemanfaatan tenaga otot yaitu dengan masih dipakainya tenaga manusia sebagai alat angkut, maka cara angkat – angkut barang dan besarnya kemasan yang boleh dibawa harus benar -benar serasi dengan kemampuan, kebolehan dan batasan manusia (Manuaba, 1998).

3) Posisi tubuh yang salah atau tidak alamiah, apalagi didalam sikap paksa jelas akan mengurangi produktivitas seseorang.

4) Kondisi lingkungan yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk bisa bekerja secara optimal dan produktif.

5) Jam kerja manusia adalah 8jam/hari yang masih bisa ditoleransi ialah 1 jam lembur setelah 8 jam kerja/hari, dengan catatan bahwa selama 8 jam kerja tersebut terdapat 2 kali istirahat dan 1 kali makan siang.

6) Kondisi sosial seperti rasa harga diri, motivasi dan kepuasan kerja merupakan keharusan untuk adanya partisipasi karyawan didalam upaya pencapaian produktivitas yang setinggi-tingginya. Cara kerja dan sistem manajemen sangat perlu diperhatikan.

7) Komunikasi dan informasi yang berjalan dua arah jelas merupakan satu keharusan dalam upaya meningkatkan produktivitas tenaga kerja melalui adanya rasa ikut memiliki untuk kemudian menjadi ikut bertanggug jawab. 8) Dalam interaksi manusia – mesin, rangsangan melalui display dan reaksi

(39)

dikerjakan tanpa adanya beban mental atau fisik yag berlebihan (Manuaba, 1998).

2.3.4 Mencegah Kelelahan Kerja menurut Ergonomi 2.3.4.1 Karakteristik Kelelahan

Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda – beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Keluhan subjektif merupakan tanda personal yang menyatakan adanya suatu kelelahan yang dialami seseorang akibat beban kerja yang membebaninya karena interaksi seseorang dengan jenis pekerjaan, rancangan tempat kerja, dan atau peralatan kerja, termasuk sikap kerjanya (Bridger, 1995; Suardana, 2001).

Menurut Kroemer dan Grandjean (2000) kelelahan merupakan suatu keadaan yang tercermin dari gejala perubahan psikologis berupa kelambanan aktivitas motorik dan respirasi, adanya perasaan sakit, berat pada bola mata, pelemahan motivasi, penurunan aktivitas yang akan mempengaruhi aktivitas fisik dan mental. Adiputra (2003) mengatakan bahwa terjadinya kelelahan pada pekerja adalah adanya organ tubuh secara terus menerus menerima beban kerja eksternal dengan tanpa kesempatan istirahat atau mendapat beban kerja yang melewati kapasitasnya. Sedangkan Manuaba (1998) berpendapat bahwa kelelahan dapat terjadi karena adanya lingkungan kerja yang terlalu panas. Secara

(40)

fisiologis terdapat dua macam kelelahan (Guyton dan Hall, 1996, Suma’mur, 1995) yaitu: kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot adalah keadaan dimana otot mengalami kelelahan akibat ketegangan yang berlebihan, terlihat dari beberapa gejala tremor pada otot atau perasan nyeri yang terdapat pada otot, penurunan tenaga, gerakan otot yang lebih lambat dan juga koordinasi otot menurun. Kelelahan umum adalah gejala berkurangnya kemampuan untuk bekerja, terjadinya kekacauan pikiran, respirasi, lelah seluruh badan, terkadang juga perasaan sakit dan berat pada mata. Pulat (1992) mengemukakan secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja. Berikut ini adalah gambar skema taksonomi dari kelelahan yaitu sebagai berikut (Astrand dan Rodahl, K. 1989; Tarwaka, 2011):

Gambar 2.5 Skema Taksonomi Kelelahan

Kelelahan sesungguhnya merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut atau dapat dikatakan sebagai

(41)

alarm tubuh yang mengisyaratkan seseorang untuk segera beristirahat. Mekanisme ini diatur oleh sistem saraf pusat yang dapat mempercepat impuls yang terjadi di sistem aktivasi oleh sistem saraf simpatis dan memperlambat impuls yang terjadi di sistem inhibisi oleh sistem saraf parasimpatis. Menurunnya kemampuan dan ketahanan tubuh akan mengakibatkan menurunnya efisiensi dan kapasitas kerja. Kelelahan bisa merupakan kelelahan fisik maupun psikologis. Kelelahan fisik disebabkan adanya bahan – bahan laktat hasil metabolisme, sedangkan kelelahan psikis lebih ke arah bagaimana keserasian hubungan perorangan antar tenaga kerja ke atas, mendatar maupun ke bawah. Lingkungan kerja yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan kelalahan psikologis yang dapat dirasakan kelelahan tersebut pada awal – awal bekerja dimana secara fisik sebenarnya belum lelah. Untuk itu maka perlu dibina suasana lingkungan kerja yang harmonis, menyenangkan sehingga menimbulkan semangat kerja yang tinggi. Menurut Grandjean (2000) dan Sedarmayanti (1996) bahwa kelelahan yang berlanjut dapat menyebabkan kelelahan kronis dengan gejala yaitu : (1) terjadinya penurunan kestabilan fisik, (2) kebugaran berkurang, (3) gerakan lamban dan cenderung diam, (4) malas bekerja atau beraktivitas, (5) adanya rasa sakit yang semakin meningkat. Kelelahan yang berlanjut dapat menimbulkan efek psikologi juga yang ditandai dengan gejala – gejala berikut: (1) meningkatnya kejengkelan (tidak toleran), (2) kecenderungan ke arah depresi (kebingungan yang tidak bermotif) dan kelelahan umum dalam perjuangan dan malas akan pekerjaan. Disamping itu kelelahan juga menyebabkan gangguan psikosomatik yang ditandai dengan sakit kepala, pening kepala, mengantuk, jantung berdebar – debar,

(42)

keluarnya keringat dingin, nafsu makan berkurang atau hilang dan adanya gangguan pencernaan (Pheasant 1991).

2.3.4.2 Faktor Penyebab Kelelahan

Kelelahan disebabkan oleh banyak faktor yang sangat kompleks dan saling mengkait antara faktor satu dengan yang lain. Yang terpenting adalah bagaimana menangani setiap kelelahan yang muncul agar tidak menjadi kronis. Agar dapat menangani kelelahan dengan tepat, maka harus mengetahui apa yang menjadi penyebab terjadinya kelelahan. Berikut ini adalah uraian secara skematis antara faktor penyebab terjadinya kelelahan, resiko dan cara menangani kelelahan seperti pada gambar di bawah ini (Tarwaka, 2011).

Gambar 2.6 Penyebab Kelelahan, Cara Mengatasi dan Manajemen Resiko Kelelahan

(43)

Kelelahan biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh karena berbagai faktor seperti pekerjaan yang monoton, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomis, sikap paksa dan pengaturan waktu kerja – istirahat yang tidak tepat.

2.3.5 Mencegah Kebosanan Menurut Ergonomi 2.3.5.1 Pengertian kebosanan

Menurut Anoraga (1998) kebosanan adalah ungkapan tidak enak dari perasaan tidak menyenangkan, perasaan lelah yang menguras seluruh minat dan tenaga. Biasanya kebosanan juga diartikan dengan kondisi kekurangan sesuatu seperti kedamaian, kepuasan dan perasaan ingin lari dari sesuatu, meskipun perasaan ini bukan saja disebabkan semata-mata oleh kebosanan. Singkatnya, kebosanan adalah bentuk lain dari perasaan tersiksa. Kebosanan adalah suatu pengingat akan adanya keterbatasan dan dapat terjadi pada segala hal. Kebosanan dapat timbul karena kurangnya perubahan pada sesuatu yang menjadi perhatian seseorang dan dapat menjadi suatu alat atau barometer dari kondisi seseorang. Kebosanan dapat juga dimanifestasikan dengan ketidakmampuan untuk duduk berlama-lama, keinginan untuk segera pergi ke suatu tempat atau ingin menjadi seseorang yang lain.

2.3.5.2 Fisiologi kebosanan

Secara fisiologis Kroemer dan Grandjean (2000) menjelaskan secara singkat bahwa situasi dengan stimulus yang rendah, berulang-ulang atau dengan tuntutan fisik dan mental yang rendah akan menimbulkan stimulus yang kecil pula

(44)

pada daerah kesadaran di otak manusia. Dengan kata lain, daya tahan seseorang untuk memberikan perhatian pada suatu stimulus yang monoton lama kelamaan akan berkurang, sehingga dibutuhkan kehadiran stimulus lain untuk meningkatkan kesiagaan.

2.3.5.3 Faktor penyebab kebosanan

Para ahli menyebutkan secara luas faktor-faktor penyebab kebosanan sebagai berikut (Pulat,1992; Kroemer dan Grandjean ,2000).

1. Pekerjaan kurang menarik.

2. Kurangnya motivasi terhadap pekerjaan.

3. Pekerjaan tidak membutuhkan ketrampilan yang tinggi. 4. Kecepatan kerja terlalu lambat.

5. Lingkungan tidak menarik atau suram.

6. Kurangnya kesempatan bagi tubuh untuk bergerak 7. Kondisi panas.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan sesuai dengan pendapat Anastasi (1989), bahwa sumber kebosanan sebagai berikut.

1. Individu.

Karakteristik orang berbeda-beda sehingga setiap orang memiliki kerentanan yang berbeda-beda pula terhadap kebosanan sekalipun melakukan kegiatan yang sama

2. Lingkungan.

Kondisi lingkungan yang sifatnya mengganggu pemusatan perhatian dapat meningkatkan kebosanan, demikian pula yang menimbulkan konflik antara keinginan untuk berpaling ke aktivitas lain yang lebih menarik

(45)

3. Jenis kegiatan

Kegiatan yang membutuhkan sedikit perhatian, pekerjaan yang semi otomatis, pekerjaan monoton dan pekerjaan yang menimbulkan minat intrinsik kecil adalah jenis-jenis kegiatan yang berakibat membosankan.

2.3.5.4 Akibat kebosanan

Efek dari tugas-tugas monoton yang membosankan antara lain adalah timbulnya rasa kesal, lemas, lelah dan berkurangnya kewaspadaan (Kroemer dan Grandjean, 2000; Pulat, 1992).

2.3.6 Meningkatkan kinerja dalam ergonomi

Kinerja adalah penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel (Ilyas, 2001). As’ad (2000) mengungkapkan bahwa penampilan kerja (job performance) adalah sebagai hasil kerja yang menyangkut apa yang dihasilkan seseorang dari perilaku kerjanya. Tingkat sejauhmana seseorang berhasil menyelesaikan tugasnya disebut tingkat prestasi (level of performance). Kinerja (performance) dapat juga diartikan sebagai suatu catatan keluaran hasil dari suatu fungsi jabatan atau seluruh aktivitas kerjanya dalam periode waktu tertentu (Singer, 1990).

Kinerja adalah hasil yang dicapai melalui serangkaian kegiatan dan tata cara tertentu dengan menggunakan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran perusahaan yang ditetapkan (Mangkunegara, 2000). Kinerja juga dikenal dengan istilah karya, di mana pengertian yang dikemukakan

(46)

oleh Cantika (2005) bahwa kinerja adalah Hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik ataupun material dan non fisik atau non material. Kinerja sumber daya manusia merupakan istilah yang berasal dari kata Job Performance atau Aktual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Definisi kinerja seseorang adalah hasil kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai per satuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah (Mangkunegara, 2000) :

a. Pengetahuan (knowledge). Pengetahuan yaitu kemampuan yang dimiliki yang lebih berorientasi pada intelejensi dan daya pikir serta penguasaan ilmu yang luas yang dimiliki seseorang. Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, media dan informasi yang diterima.

b. Ketrampilan (skill). Kemampuan dan penguasaan teknis operasional di bidang tertentu yang dimiliki seseorang. Seperti ketrampilan konseptual (Conseptual Skill), ketrampilan manusia (Human Skill), dan ketrampilan teknik (Technical Skill).

(47)

kompetensi yang dimiliki seorang yang mencakup loyalitas, kedisiplinan, kerjasama dan tanggung jawab.

d. Faktor motivasi (Motivation). Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja di lingkungan perusahaannya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang tinggi sebaliknya jika mereka bersifat negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pemimpin, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja juga terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal (Mangkunegara, 2000). Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya, kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi maupun seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan jika karyawan mempunyai kinerja yang buruk disebabkan karena orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakan- tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi.

Gambar

Gambar 2.1: Denah ruang skills lab FK UNIZAR dan perpindahan antar stasiun
Gambar 2.2 stasiun kerja penguji OSCE reguler FK UNIZAR
Gambar 2.3 Sikap Kerja Penguji OSCE Reguler FK UNIZAR  2.2.3 Kinerja Penguji OSCE di FK UNIZAR
Gambar 2.4 Bagan Konsep Dasar Dalam Ergonomi (Manuaba, 2000)
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Jadi, pada waktu G30S terjadi, meskipun ter- kejut, sedikit banyak kita sudah memper- hitungkan akan terjadi peristiwa seperti itu.. Siapa mendahului, apakah AD atau PKI, itu

Pemantauan dilakukan untuk memastikan kualitas pekerjaan setiap bagian dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh manajemen. Pengendalian

Dengan kondisi persaingan ritel yang cukup menarik, membuat beberapa peneliti tertarik untuk mengulas hal tersebut, diantaranya; Dafed Triwahyudi (2013)

Salah satu faktor yang paling dominan menjadi penyebab terjadinya perdagangan anak di Kota Pekanbaru adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi keluarga dapat

Maksud penyusunan pedoman ini sebagai panduan bagi pemangku kepentingan seperti: pengusaha, pengurus tempat kerja, operator, teknisi, pemilik gedung, arsitek mau pun praktisi

1 Bila disertai syok (suplai darah ke jaringan kurang), tindakannya adalah atasi syok lalu lanjutkan resusitasi cairan.. Perawatan luka bakar terbuka sering dilakukan bila

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran Komite Audit dan frekuensi rapat Komite Audit berhubungan positif dan signifikan terhadap Komite Manajemen Risiko tergabung atau