• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERPIDANA D.L SITORUS A.Hak Ulayat

B. Konsep Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Milik Atas Tanah dalam Sistem UUPA

4. Perlindungan Hukum Hak Atas Tanah

Indonesia sebagai Negara Hukum berkepentingan mengatur perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah yang memiliki sertifikat hak atas tanah yang berkepastian hukum, bermanfaat, dan berkeadilan dengan cara merespon kebutuhan serta keinginan pemegang hak atas tanah dalam kehidupan masyarakat bangsa secara transparan, tanpa ada tipu daya, intimidasi atau diskriminasi sesuai Pasal 26 Konvenan Internasional “ semua orang adalah sama dimata hukum dan atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun”.

Selanjutnya instrumen hukum69 yang diperlukan bagi pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat di Indonesia diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 yang menggunakan istilah masyarakat hukum adat pada Pasal 18 B ayat 2 menyatakan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dengan undang-undang. Pengakuan ini diperkuat dengan Pasal

68 Hasil keterangan saksi Adi Irwansyah sebagai Kepala Seksi Sengketa, konflik dan perkara

pada Kantor Pertanahan kabupaten Tapanuli Selatan yang dikemukakan dipersidangan

69 Myrna A. Safitri,

Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Atas Tanah dan Sumber Daya Alam, Bulettin Komisi Yudisial Edisi April-Mei 2010, Halaman 22-25

28 I ayat 3 yang menyebutkan bahwa identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban, Pasal 28G ayat 1 menyatakan : “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi, Pasal 28H ayat 1 menyebutkan : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” ; dan ayat 4 menegaskan : “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun”, Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 (UUPA) yang secara tegas menyatakan berlandaskan hukum adat pengakuan pada hak ulayat dan hak serupa itu diberikan dalam konteks kesesuaiannya dengan kepentingan nasional dan negara, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan bahwa hak-hak masyarakat adat pada hutan adalah bagian dari hak negara menyebutkan bahwa hutan adat adalah bagian dari hutan negara yang dikelola oleh masyarakat adat70, perlindungan negara kepada kelompok masyarakat adat tersebut dengan tegas dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memberikan dasar hukum bagi hak-hak masyarakat adat seperti hak hidup, hak milik, hak ekonomi dan sosial budaya lainnya, undang-undang ini menegaskan bahwa identitas budaya masyarakat adat termasuk hak ulayatnya harus dilindungi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat,

dan pemerintah dan Pasal 6 ayat 2 menyatakan bahwa identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman serta didalam penjelasan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 6 ayat 1 menyebutkan : Hak adat yang secara nyata masih berlaku dan dijunjung tinggi di dalam lingkungan masyarakat hukum adat harus dihormati dan dilindungi dalam rangka perlindungan dan penegakan hak asasi manusia dalam masyarakat yang bersangkutan dengan memperhatikan hukum dan peraturan perundang-undangan serta Pasal 6 ayat 2 menjelaskan bahwa : Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, identitas budaya nasional masyarakat hukum adat, hak-hak adat yang masih secara nyata dipegang teguh oleh masyarakat hukum adat setempat, tetap dihormati dan dilindungi sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas negara hukum yang berintikan keadilan dan kesejahteraan rakyat.71 Demikian pula, perlindungan yang harus diberikan oleh negara terhadap keberadaan kelompok masyarakat adat yang termasuk dalam kelompok minoritas itu telah ditegaskan di dalam Pasal 27 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, Di negara-negara dimana terdapat golongan minoritas berdasarkan etnis, agama atau bahasa, orang-orang yang tergabung dalam kelompok-kelompok minoritas tersebut tidak dapat diingkari haknya, dalam komunitas bersama anggota lain dari kelompok mereka, untuk menikmati budaya mereka sendiri, untuk menjalankan dan mengamalkan agama mereka sendiri, atau untuk menggunakan bahasa mereka sendiri, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dalam Pasal 6 ayat 2 menyatakan : “Hak Ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tetap diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan telah dikukuhkan dengan peraturan

71 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

daerah setempat”72, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada bagian penjelasannya menyatakan bahwa penyelenggaraan penataan ruang perlu menjamin keterlibatan masyarakat, termasuk masyarakat adat dalam setiap proses penyelenggaraan penataan ruang, dalam hal penataan ruang menimbulkan kerugian pada masyarakat dapat menggugat melalui pengadilan73 , Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil memberikan kesempatan kepada masyarakat adat untuk menjadi pemegang Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) sebagai hak privat masyarakat adat sebagai hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolam air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu74 hak ini dapat dialihkan dan diagunkan (Pasal 20 ayat 1), Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, Pasal 2 ayat 9 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatakan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.75 Perlindungan hukum yang diberikan pemerintah, dalam Pasal 31 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyatakan, “sertifikat merupakan surat tanda hak yang berlaku

72 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pasal

6 ayat 2

73 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

Penjelasan Pasal 66 ayat 1

74 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Pasal 20 Ayat 1.

75 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan”.76 , Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten memfasilitasi keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat, nilai adat istiadat, lembaga adat beserta hak-hak tradisionalnya dalam pelaksanaan pemerintahan desa.77

Dengan meningkatnya pembangunan dewasa ini akan meningkat pula kebutuhan atas tanah, sehingga diperlukan kewenangan pemerintah untuk menetapkan kebijaksanaan pertanahan dalam bentuk asas-asas penguasaan tanah yang pada dasarnya adalah melaksanakan ketentuan konstitusional Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, sedangkan tujuan kebijaksanaan pertanahan sebagaimana dinyatakan oleh Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri adalah tertib penguasaan dan penggunaan tanah untuk mendukung kegiatan pembangunan guna meletakkan dasar bagi terciptanya suatu tata kehidupan dalam masyarakat dimana penguasaan tanah dapat memberikan nilai ekonomis secara maksimal dan jaminan hukum bagi yang memilikinya berdasarkan Peraturan Menteri Agraria/ Kepala BPN Nomor 5 tahun 1999.78

Perlu dilakukan landreform terhadap tanah-tanah yang masih berstatus tanah hak ulayat seluas ± 80.000 Ha untuk mengadakan pembagian yang adil atas sumber kehidupan masyarakat adat (rakyat tani) yang berupa tanah, dengan maksud agar ada pembagi hasil yang adil pula, dengan merombak struktur pertanahan sama sekali secara revolusioner, guna merealisir keadilan sosial, melaksanakan prinsip-prinsip

76 S.Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, Jakarta : Gramedia Widiasarana

Indonesia, 2005, Halaman 122-124

77 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa, Pasal 100 dan

101

78 Bachtiar Efendie, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya,

tanah untuk tani, agar tidak terjadi lagi tanah sebagai objek spekulasi dan alat pemerasan, memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan yang berfungsi sosial yaitu suatu pengakuan dan perlindungan terhadap privaat bezit yaitu hak milik sebagai hak terkuat, bersifat perorangan dan turun temurun tetapi berfungsi sosial, mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan pemilikan dan penguasaan tanah secara besar-besaran dengan tak terbatas dengan menyelenggarakan batas maksimum dan batas minimum untuk tiap keluarga. Dengan demikian mengikis pola sistem liberalisme dan kapitalisme atas tanah dan memberikan perlindungan terhadap golongan ekonomi lemah, mempertinggi produksi nasional dan mendorong terselenggaranya pertanian yang intensif secara gotong-royong dalam bentuk koperasi untuk mencapai kesejahteraan yang merata dan adil, dibarengi dengan sistem perkreditan yang khusus ditujukan kepada golongan tani.79

Dalam melakukan proses penyelesaian sengketa tanah dan perlindungan hukum terhadap hak atas tanah masyarakat adat di atas tanah Register 40, Pemerintah Daerah (Bupati dan DPRD) Padang Lawas hendaknya berlandaskan pada mandat TAP MPR No.IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Sumber Daya Alam80, Undang-undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, dan Keppres No.34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di bidang Pertanahan yang pada pokoknya terkandung semangat kerakyatan dan keadilan sosial, serta cukup besarnya kewenangan daerah dalam menuntaskan masalah agraria termasuk penyelesaian konflik pertanahan yang menjamin hak-hak rakyat atas tanah di dalamnya81.

79 Mudjiono,

Politik dan Hukum Agraria, Yogyakarta : Liberty, 1997, Halaman 63

80 TAP MPR Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Sumber Daya Alam 81 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di bidang

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait