2 Mekanisme Penyelesaian Sengketa Melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
C. Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Kartu E-money dalam Melakukan Transaksi Elektronik di Indonesia
Uang elektronik (e-money) sebagai salah satu alat pembayaran non tunai sudah
memiliki peran yang sangat penting bagi sebagian masyarakat, kecepatan, kemudahan
dan ketepatan dalam bertransaksi menjadi salah satu daya tarik bagi masyarakat untuk
menggunakan produk ini, sehingga dari tahun ke tahun pengguna kartu e-money semakin
bertambah. Namun disisi lain penggunaan kartu e-money juga memiliki berbagai potensi
resiko keamanan. Potensi resiko yang bisa terjadi dalam pembayaran/melakukan
transaksi dengan kartu e-money adalah seperti pencurian kartu, pemalsuan, dan duplikasi
kartu. Sehingga untuk mengurangi resiko terjadinya penyalagunaan tersebut, diperlukan
perhatian dari penyelenggara e-money dan harus mewujudkan kepastian hukum yang
kuat, serta transparan dan mampu menjamin perlindungan terhadap para pemegang kartu
e-money.
Pihak-pihak yang menerbitkan uang elektronik (e-money) harus mengutamakan
prinsip perlindungan bagi nasabah dalam penyelenggaraan kegiatannya dengan
menyampaikan informasi yang jelas, dan secara tertulis kepada pemegang kartu.
Kewajiban penyelenggara sistem pembayaran elektronik terhadap pemegang kartu uang
elektronik (e-money) didasarkan bahwa penyenggara dan pemegang kartu kedudukannya
tidak sejajar dan bahwa kepentingan pemegang kartu e-money sangat rentan terhadap
tujuan penyelenggara yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang tidak dimiliki oleh
pemegang kartu.5847
47
58
John Pieris dan Wiwik Sri Widiarty, 2007, Negara Hukum dan Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Pangan Kadaluwarsa, Pelangi Cendikia, Jakarta. Hlm 54
Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen mengatakan bahwa konsumen memiliki hak-hak yang harus dilindungan oleh
pelaku usaha yaitu antara lain :
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau
jasa;
b. Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang diperjanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan;
e. Hak untuk medapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
i. Hak untuk diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 mengatakan bahwa
Pelindungan Konsumen adalah perlindungan terhadap konsumen dengan cakupan
perilaku palaku usaha jasa keuangan, kemudian dikatakan dalam peraturan ini bahwa
perlindungan konsumen menerapkan prinsip5948:
a. Transparansi;
48
59
b. Perlakuan yang adil;
c. Keandalan;
d. Kerahasiaan dan keamanan data/informasi konsumen; dan
e. Penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen sederhana,
cepat, dan biaya terjangkau.
Di pihak lain konsumen juga memiliki kewajiban yang harus dipenuhi kepada
pelaku usaha, kewajiban konsumen tersebut diatur dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen antara lain :
a. Membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan;
b. Beretikat baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa;
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Sesuai dengan ketentuan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Uang
Elektronik, baik Bank penerbit maupun Lembaga Selain Bank yang menerbitkan uang
elektronik wajib menerapkan manajeman resiko oprasional dan resiko keungan dengan
cara :
a. Menempatkan dana float dalam bentuk asset yang aman dan likuid;
b. Menggunakan dana float tersebut hanya untuk memenuhi kewajiban kepada
pemegang dan pedagang ; dan
c. Memenuhi kewajiban kepada pemegang dan pedagang secara tepat waktu.
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP Tahun 2009 tentang
oprasional para penyelenggara kegiatan uang elektronik wajib meningkatkan keamanan
teknologi uang elektronik untuk mengurangi tingkat kejahatan dan penyalagunaan uang
elektronik sekaligus untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan
uang elektronik sebagai alat pembayaran.
Peningkatan keamanan tersebut dilakukan dengan penggunaan proven technology
yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:6049
1. Adanya sistem keamanan teknologi yang memenuhi prinsip-prinsip sebagai
berikut;
a. Kerahasiaan Data;
b. Integritas sistem dan data;
c. Otentikasi sistem dan data;
d. Pencegahan terjadinya pengangkalan transaksi yang telah dilakukan; dan
e. Ketersediaan sistem. Seluruh prinsip ini dilakukan secara efektif dan
efisien dengan memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan yang
berlaku.
2. Adanya sistem dan prosedur untuk melakukan audit trail;
3. Adanya kebijakan dan prosedur internal untuk sistem dan Sumber Daya
Menusia (SDM); dan
4. Adanya Business Contiuity Plan (BCP) yang dapat menjamin kelangsungan
penyelenggaraan uang elektronik. BCP ini meliputi tindakan preventif
maupun contingency plan (termasuk penyedia saran back-up) jika terjadi
kondisi darurat atau gangguan yang mengakibatkan sistem utama
penyelnggaraan uang elektronik tidak dapat digunakan.
49 60
Perlindungan hukum bagi pemegang kartu uang elektronik (e-money) dapat
dilakukan dengan dua cara antara lain:6150
1. Perlindungan Hukum Preventif
Perlindungan hukum yang diberikan oleh Bank Indonesia melalui pengawasan
terhadap kegiatan transaksi uang elektronik dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya pelanggaran.
2. Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang
terjadi akibat perbedaan kepentingan.
Wujud dari perlindungan hukum pada dasarnya merupakan upaya penegakan
hukum. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penegakan hukum adalah faktor
hukumnya sendiri, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor
masyarakat yakni dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan.6251
Bentuk perlindungan preventif bagi pemegang kartu uang elektronik dapat
diwujudkan dengan memperbaharui pengaturan ketentuan tentang penggunaan perjanjian
standar atau perjanjian baku yang lebih rinci mengenai karakter, hakekat, pembagian hak
dan kewajiban yang dituangkan dalam bentuk undang-undang, atau peraturan lainnya,
yang memberi wadah atau tempat berlindung bagi pemegang kartu melalui pengaturan
klausula-klausula dalam perjanjian baku syarat dan ketentuan pemegang kartu.
50
61
Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli. From URL : http://tesishukum.com/pengertian- perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/ diakses tanggal 05 Maret 2016. Puku 01.17 WIB
51
62
Johanes Ibrahim, 2005, Dilematis Penerapan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin SImpanan, Antara Perlindungan Hukum dan Kebijakan Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis. Hlm. 43
Bentuk perlindungan represif dapat ditempuh oleh para pihak, baik sebagi
penerbit maupun sebagai pemegang kartu melalui pola penyelesaian sengketa yang dapat
dibagi menjadi dua macam anatara lain :
1. Melalui pengadilan (upaya Litigasi);
2. Alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non litigasi) yang terdiri
atas: 6352 Konsultasi; Negosiasi; Mediasi; Konsiliasi; dan Penilaian Ahli.
Selain penyelesaian sengketa Litigasi dan Non Litigasi ada juga dua bentuk
penyelesaian sengketa yaitu:6453
1. The Binding Adjudicative Procedure
Merupakan prosedur penyelesaian sengketa yang di dalam memutuskan
perkara hakim mengikat para pihak. Bentuk penyelesaian sengketa ini dapat
dibagi menjadi empat macam yaitu litigasi, arbitrase, mediasi dan hakim
panitra.
2. The Non Biding Adjudicative Procedure
Suatu proses penyelesaian sengketa yang di dalam memutuskan perkara
hakim atau orang yang ditujukan tidak mengikat para pihak. Penyelesaian
sengketa dengan cara ini dibagi menjadi enam macam yaitu: konsiliasi,
52
63
Iswi Hariyani, 2010, Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet, Elex Media Komputindo, Jakarta.Hlm. 256
53
64
mediasi, mini trial, summary jury trial, neutral expert fact-finding, early
expert neutral evaluation.
Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009
tentang Uang Elektronik (Electronic Money) sebagai bentuk perlindungan hukum dalam
mengatur dan mengawasi perkembangan alat pembayaran menggunakan uang elektronik
yang diterbitkan dalam bentuk kartu oleh bank penerbit maupun bentuk lain yang
diterbitkan oleh lembaga selain bank. Peraturan Bank Indonesia ini lebih lanjut diatur
dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP Tahun 2009 tentang Uang
Elektronik (Electronic Money) yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara
perolehan izin penyelenggara kegiatan uang elektroni (e-money). Seiring dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang mempengaruhi perkembangan
alat pembayaran seperti uang elektronik, pengaturan ini bertujuan untuk meningkatkan
kelancaran dan efektivitas penyelenggaraan uang elektronik dan mencegah terjadinya
pelanggaran terhadap penggunaan kartu e-money serta memberikan perlindungan bagi
para pelaku dalam kegiatan uang elektronik khususnya pemegang kartu.
Upaya pencegahan pelanggaran atas peyelenggaraan kegiatan uang elektronik
dilakukan untuk memastikan penyelenggaraan kegiatan uang elektronik dengan objek
pengawasan Bank Indonesia adalah kepada Prinsipal, Penerbit, Acquirer, penyelenggara
Kliring dan/atau Penyelenggara penyelesaian Akhir, dapat dilakukan secara efisien,
cepat, dan aman dengan memperhatikan prinsip perlindungan konsumen khususnya
pemegang kartu e-money. Pengawasan penyelenggaraan kegiatan uang elektronik
berlaku, termasuk kebenaran dan ketepatan penyampaian informasi dan laporan, serta
penerapan aspek perlindungan nasabah.
Manajemen resiko merupakan pendekatan terstruktur yang digunakan untuk
pengelolaan ketidakpastian yang berhubungan dengan hambatan, ancaman dalam
hubungannya dengan pengelolaan usaha. Manajemen resiko meliputi penilaian terhadap
resiko, bagaimana pengembangan strategi yang tepat untuk menjalankan usaha dan juga
mencegah resiko dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada seefektif mungkin.
Pada perusahaan perbankan, manajemen resiko meliputimanajemen resiko kredit,
manajemen resiko pasar, resiko oprasional dan resiko liquiditas, dalam kaitannya dengan
uang elektronik, manajemen resiko juga perlu diterapkan, sehingga dapat dilakukan
pengelolaan ketidakpastian yang berhubungan dengan hambatan, ancaman dalam
hubungannya dengan pengelolaan usaha, sehingga dapat mencegah terjadinya
pelanggaran atau tindakan penyalagunaan yang dapat merugikan pemegang uang
elektronik, mengingat bahwa uang elektronik saat ini masih dalam tahap pengembangan
sehingga masih memiliki banyak kelemahan-kelemahan.
Selain peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, penerbit juga menetapkan
perjanjian baku berupa syarat dan ketentuan bagi pemegang kartu yang bertujuan
memberikan pemahaman kepada pemegang kartu terhadap karakteristik uang elektronik
untuk mencegah terjadinya penyalagunaan kartu e-money sehingga kerugian pemegang
kartu akibat kelalaian pengguna kartu dapat dihindari.
Dalam kaitannya dengan dunia perbankan, ada beberapa prinsip dasar yang dapat
diterapkan yaitu prinsip kepercayaan (fiduciary relation principle), prinsip kehati-hatian
nasabah (know how costumer principle). Untuk melaksanakan kemitraan antara bank
dengan nasabahnya demi terciptanya sistem perbankan yang sehat, kegiatan perbankan
salah satunya mengenai produk dari perbankan yaitu kartu uang elektronik (e-money)
perlu dilandasi dengan asas hukum (khusus) yaitu prinsip kehati-hatian (prudential
Principle).
Prinsip kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam
menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya. Hal ini disebutkan
dalam pasal 2 Undang-Undang Perbankan bahwa perbankan Indonesia dalam
melaksanakan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan asas
kehati-hatian. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain adalah agar bank
selalu dalam keadaan sehat. Dengan diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan
agar kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat
bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dana dan menggunakan produk-produk
perbankan dalam bertransaksi. Salah satu bentuk dari penggunaan prinsip kehati-hatian
dalam kartu e-money sebagai produk perbankan adalah adanya batasan dalam menyimpan
uang, dan melakukan transaksi dalam jangka waktu tertentu, hal ini berfungi agar uang
atau dana yang tersimpan tetap terkontrol.
Apabila pelaku usaha jasa keuangan dalam hal ini pihak penyelenggara kartu e-
money terbukti melakukan kesalahan atau pelanggaran sesuai dengan yang telah
ditentukan oleh Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen
keuangan dan/atau pihak yang melanggar ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini
dikenakan sanksi administrative, antara lain berupa :
a. Peringatan tertulis;
b. Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
c. Pembatasan kegiatan usaha;
d. Pembekuan kegiatan usaha; dan
e. Pencabutan izin kegiatan usaha.
Bank merupakan bagian dari pelaku usaha sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 1 angka 1 Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen
Sektor Jasa Keuangan, OJK juga memberikan tata cara bagaimana penyelesaian sengketa
apabila terjadi perselisihan antara pelaku usaha jasa keuangan dengan konsumen jasa
keuangan. Dalam peraturan ini juga dijelaskan bahwa OJK memiliki wewenaang
terhadap pelaku usaha jasa keuangan dalam memberikan izin, bahkan dapat membekukan
izin pelaku usaha jasa keuangan apabila terbukti melanggar peraturan yang ada.
Sebagaimana lembaga pengawas di sektor keuangan, OJK melalui peraturan-
peraturannya diharapkan dapat memberikan perlindungan kosumen kepada pemegang
Penyelesaian sengketa (dispute) anatara penerbit dan pemegang kartu tunduk pada
hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perselisihan yang terjadi
atas kesepakatan para pihak dapat diselesaikan melalui :
1. Penyelesaian secara musyawarah;
2. Jika musyawarah tidak menemukan kesepakatan, maka para pihak
dapat menyelesaikannya melalui Pengadilan Negeri sesuai dengan
Domisili Tergugat; atau
3. Bentuk atau cara penyelesaian lain sesuai dengan kesepakatan para
pihak.
Hukum memberikan jaminan dan keamanan dalam kehidupan sosial termasuk
jaminan dan keamanan terhadap pemegang kartu e-money dalam kegiatan transaksi
pembayaran melalui uang elektronik berhak memperoleh jaminan terhadap nilai uang
tunai sesuai dengan kaedah hukum yang berlaku. Perlindungan hukum merupakan upaya
mempertahankan dan memelihara kepercayaan masyarakat atau konsumen sebagai
pemegang kartu e-money, maka sudah seharusnya diberikan perlindungan oleh
pemerintah, sehingga pemerintah perlu dan harus berusaha memberikan perlindungan
hukum kepada masyarakat dalam bertransaksi, sehingga dapat terciptanya proses