• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum terhadap Perempuan dalam KUHP

Dalam dokumen PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEREMPUAN DALAM (Halaman 87-92)

BAB III PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN KORBAN KDRT

3.1. Perlindungan Hukum terhadap Perempuan dalam KUHP

Kejahatan dengan kekhususan korbannya perempuan, seperti yang dirumuskan di dalam Pasal 285, 286, 287, 288, dan 297 dimasukkan ke dalam Bab XIV di bawah judul Kejahatan terhadap Kesusilaan atau Kejahatan terhadap Kesopanan.106 Dalam bab ini, pasal yang dirumuskan khusus bagi korban yang berjenis kelamin perempuan adalah Pasal 285 tentang perkosaan, Pasal 286 tentang persetubuhan dengan perempuan yang tidak berdaya atau pingsan, Pasal 287 tentang persetubuhan dengan perempuan di bawah umur, Pasal 288 tentang persetubuhan dengan istri yang masih di bawah umur dan Pasal 297 tentang perdagangan perempuan dan anak laki-laki. Beberapa pasal

106

tersebut diberlakukan pemberatan dengan penambahan 1/3 (sepertiga) pidana pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 291 yang berbunyi sebagai berikut : (1) Kalau salah satu kejahatan yang diterankan dalam Pasal 286, 287, 289, dan

290 itu menyebabkan luka berat pada tubuh, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.

(2) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 285, 286, 287, 289, dan 290 itu menyebabkan mati, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Ketentuan Pasal 285 telah menempatkan perempuan dalam hal ini istri pada posisi yang mempunyai hak apapun dalam hubungan seks dengan suami. Ketentuan ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa para istri harus selalu patuh pada kehendak seksual antara suami istri, hukum tidak bertanggung jawab untuk melindungi istri karena istri dianggap tidak patuh kepada suaminya. Ketentuan ini berarti tidak menghukum ”perkosaan” yang terjadi dalam perkawinan (morital rape) yang dihukum adalah pelaku perkosaan terhadap perempuan yang ”bukan istrinya”. Dalam kenyataannya perkosaan dalam perkawinan banyak terjadi dalam kehidupan perkawinan.107

Sedangkan untuk Pasal 297, obyek yang dimaksud hanya wanita dan anak laki-laki di bawah umur. Ketentuan ini mengatur secara luas. Tidak disebutkan tentang bagaimana cara-cara yang dilakukan untuk melakukan perdagangan wanita dan anak laki-laki di bawah umur tersebut. Dapat diartikan bahwa dengan cara apapun yang bertujuan untuk memperdagangkan perempuan dan

107Nursyahbani Katjasungkana, 2002, Kasus-kasus Hukum Kekerasan terhadap Perempuan, Galang Printika, Yogyakarta.

anak laki-laki di bawah umur dapat dijerat dengan ketentuan pasal ini. Dalam hal pemidanaan, selain dikenakan ancaman pidana penjara sebagai pidana pokok, diberlakukan ancaman pidana tambahan sebagaimana diatur dalam Pasal 298 yang berbunyi sebagai berikut :

(1) Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 281, 284-290 dan 292-297, pencabutan hak-hak tersebut dalam Pasal 35 No. 1-5 dapat dinyatakan.

(2) Jika yang bersalah, melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 292-297 dalam melakukan pencariannya, hak untuk melakukan pencarian itu dapat dicabut.

Berikut hak-hak yang tersebut dalam Pasal 35 :

1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;

2. hak memasuki angkatan bersenjata;

3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum;

4. hak menjadi penasihat (raadsman) atau pengurus menurut hukum (gerechtelijke bewindvoerder) hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri;

5. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan

perwalian atau pengampuan atas anak sendiri.

Perlu ditambahkan juga bahwa selain pasal-pasal yang tersebut oleh Niken Savitri, ada beberapa pasal lain dalam KUHP yang mengatur perlindungan hukum bagi perempuan yaitu Pasal 284, 356, dan 304.

Pasal 284 adalah ketentuan yang mengatur tentang perzinahan (overspell) dimana perempuan sebagai istri berhak mengadukan atas perbuatan zina yang dilakukan oleh suami dan rekannya. Tindak pidana atau delik yang dimaksud dalam ketentuan ini bersifat delik aduan (klach delict) sehingga perbuatan

tersebut dapat atau tidaknya dipidana sangat bergantung pada adanya pengaduan dari pasangan yang tercemar.

Untuk kekerasan fisik terhadap perempuan, KUHP hanya mengatur dalam Pasal 356 walaupun hanya dibatasi dengan batas maksimal, tetapi pidana yang diancamkan lebih berat yaitu dengan pemberatan penambahan pidana 1/3 (sepertiga) dari pidana pokok.

Pidana yang ditentukan dalam Pasal 351, 353, 354, dan 355 dapat ditambah dengan 1/3 (sepertiga) :

Ke-1 : bagi yang melakukan kejahatan terhadap ibunya, bapaknya menurut undang-undang, istrinya atau anaknya.

Ketentuan ini hanya terbatas pada perempuan yang terikat sebagai istri, anak atau orang tua walaupun tidak membatasi ruang lingkup dimana terjadinya tindak pidana apakah di dalam atau di luar ruang lingkup rumah tangga.

Tindak pidana yang dimaksud dalam ketentuan pasal tersebut hanya khusus mengatur tentang penganiayaan atau kekerasan fisik. Untuk tidak pidana lainnya seperti kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga, KUHP tidak terlalu menekan dengan pemberian ancaman pidana yang berat. Bahkan pada kekerasan psikis, KUHP tidak mengatur sedikit pun. Ruang lingkup objeknya pun terbatas, yaitu terhadap ibu, bapak, istri atau anaknya.

Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan, dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa.

Ketentuan ini diatur tentang penggunaan ketentuan dimana ancaman pidananya yang lebih rendah.

Pada Pasal 304 mengatur tentang perlindungan hukum terhadap orang yang ditelantarkan oleh orang yang bertanggung jawab atas hidup si terlantar. Ketentuan pasal ini mengatur secara umum. Akibat yang ditimbulkan yaitu penelantaran yang menjadi syarat mutlak ketentuan ini. Walaupun tidak tersebut secara kongkret siapa obyek yang dimaksud dalam ketentuan pasal ini, dapat dikonotasikan bahwa perempuan sebagai istri ataupun perempuan yang bekerja bisa saja yang akan menjadi obyek atau korban. Ketentuan ini pun diberlakukan pemberatan dengan penambahan pidana 1/3 (sepertiga) pidana pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 306 berikut ini :

(1) Kalau salah satu perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 304 dan 305 itu menyebabkan luka berat, maka si tersalah dihukum penjara slama-lamanya tujuh tahun enam bulan.

(2) Kalau salah satu perbuatan ini menyebabkan orang mati, si tersalah itu dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun.

Penambahan 1/3 (sepertiga) pidana pokok sebagaimana dimaksud pada Pasal 306 ini lebih diperberat lagi dengan adanya pidana tambahan yaitu dicabutnya beberapa hak sebagaimana diatur dalam Pasal 309 sebagai berikut :

Pada waktu menjatuhkan hukuman karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 304-408, dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut dalam Pasal 35 No. 4.

Hak yang dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 No. 4 adalah hak menjadi penasihat (raadsman) atau pengurus menurut hukum (gerechtelijke bewindvoerder) hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas.

Dalam dokumen PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEREMPUAN DALAM (Halaman 87-92)

Dokumen terkait