BAB IV PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PENGALI-
B. Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Dirugikan
saham
Pasal 1365 KUHPerdata menegaskan, dalam hal seseorang melakukan suatu perbuatan melawan hukum maka dia berkewajiban membayar ganti kerugian akan perbuatannya tersebut. Dalam tuntutan perbuatan melawan hukum tidak ada pengaturan yang jelas mengenai ganti kerugian tersebut namun
106
sebagaimana diatur dalam Pasal 1371 Ayat (2) KUHPerdata tersirat pedoman yang isinya:
“Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan”.
Pedoman selanjutnya mengenai ganti kerugian dalam PMH kita bisa lihat dalam Pasal 1372 Ayat (2) KUHPerdata yang isinya:
“Dalam menilai suatu dan lain, Hakim harus memperhatikan berat ringannya penghinaan, begitu pula pangkat, kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan pada keadaan”.
Rosa Agustina dalam bukunya “Perbuatan Melawan Hukum” menerangkan bahwa kerugian akibat perbuatan melawan hukum sebagai “scade” (rugi) saja, beliau juga menerangkan bahwa kerugian dalam perbuatan melawan hukum menurut KUHPerdata, pihak yang merasa dirugikan dapat meminta kepada si pelaku untuk mengganti kerugian yang nyata telah dideritanya (Materiil) maupun keuntungan yang akan diperoleh di kemudian hari (Immateriil).107
Kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa kerugian materiil maupun kerugian immateriil. Kerugian materiil dapat terdiri dari kerugian nyata yang diderita maupun keuntungan yang diharapkan. Berdasarkan yurisprudensi, ketentuan ganti kerugian karena wanprestasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1243 sampai Pasal 1248 KUHPerdata diterapkan secara analogis terhadap ganti kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan
hukum. Kerugian immateriil adalah kerugian berupa pengurangan kenyamanan hidup seseorang, misalnya karena penghinaan, cacat badan, dan sebagainya, namun seseorang yang melakukan perbuatan melawan hukum tidak selalu harus memberikan ganti kerugian atas kerugian immateriil tersebut. Untuk dapat menuntut ganti kerugian terhadap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum, selain harus adanya kesalahan, Pasal 1365 KUHPerdata juga mensyaratkan adanya hubungan sebab akibat/kausal antara perbuatan melawan hukum, kesalahan dan kerugian yang ada, dengan demikian kerugian yang dapat dituntut penggantiannya hanyalah kerugian yang memang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum tersebut.
Pentingnya adanya perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan dalam pengalihan saham melalui perjanjian jual beli saham ini tidak terlepas dengan dianutnya asas kebebasan berkontrak di Indonesia. Asas kebebasan berkontrak memberikan kepada setiap orang hak untuk dapat mengadakan berbagai kesepakatan sesuai dengan kehendak dan persyaratan yang disepakati oleh kedua belah pihak, dengan syarat-syarat subjektif dan objektif tentang sahnya suatu perjanjian tetap dipenuhi (Pasal 1320 KUHPerdata). Dengan sistem terbuka, setiap orang dapat mengadakan sembarang perjanjian, bahkan dengan bentuk- bentuk perjanjian lain dari apa yang termuat dalam KUHPerdata. Keadaan ini kemudian diimbuhi pula dengan catatan bahwa hukum perjanjian itu merupakan hukum pelengkap, jadi setiap orang dapat saja mengadakan persetujuan dalam bentuk-bentuk lain dari yang disediakan oleh KUHPerdata, sehingga tidak mentup kemungkinan berbagai penyimpangan yang menjadi unsur terjadinya perbuatan
yang melawan hukum dapat terjadi khususnya mengenai kerugian yang dialami oleh salah satu pihak yang mengikat diri dalam sebuah hukum perjanjian tersebut.
Perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata ini dapat pula digunakan sebagai dasar untuk mengajukan ganti kerugian atas perbuatan yang dianggap melawan hukum dalam proses pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham oleh pihak yang merasa dirugikan atas perjanjian jual beli saham tersebut, baik dilakukan penyelesaian sengketa secara litigasi atau melalui pengadilan dengan mengajukan gugatan maupun penyelesaian sengketa secara non litigasi atau di luar jalur pengadilan, misalnya dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau arbitrase.
Penentuan cara dalam menyelesaikan sengketa terhadap pihak yang merasa dirugikan atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku dalam proses pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham, tergantung kesepakatan para pihak yang bersengketa, dan biasanya telah dicantumkan pada perjanjian sebagai klausula tertentu apabila terjadi sengketa dalam proses perjanjian tersebut dikemudian hari. Apabila dalam perjanjian jual beli semula belum ada kesepakatan mengenai cara penyelesaian sengketanya, maka para pihak tetap harus sepakat memilih salah satu cara penyelesaian sengketa yang terjadi, apakah secara litigasi atau secara non litigasi.
Apabila penyelesaian sengketa yang dipilih adalah secara litigasi, maka harus diperhatikan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku. Di Indonesia, sesuai dengan ketentuan hukum acara perdatanya, maka suatu perbuatan melawan hukum harus dibuktikan melalui proses pemeriksaan di lembaga peradilan mulai
dari tingkat pertama (Pengadilan Negeri) sampai tingkat akhir (Pengadilan Tinggi atau mungkin Mahkamah Agung) dengan syarat adanya putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap dan pasti (inkracht van gewijsde).108
Penyelesaian sengketa atas perbuatan melawan hukum yang terjadi dalam pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham dapat pula dilakukan secara non litigasi, antara lain:
Gugatan yang diajukan didasari dengan ketentuan hukum perdata yaitu Pasal 1365 KUHPerdata. Selanjutnya dalam proses pembuktian, harus dapat dibuktikan dengan unsur-unsur yang menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum tersebut melalui alat-alat bukti yang diakui dalam Pasal 164 HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement), baik bukti secara tertulis (missal bukti otentik ataupun dokumen-dokumen yang berhubungan dengan perjanjian jual beli saham yang disepakati tersebut), saksi-saksi termasuk saksi ahli (seperti notaris sebagai pembuat akta pemindahan hak atas saham perseroan dan sebagainya) sebagaimana diatur dalam Pasal 153 HIR, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Dengan demikian hakim akan mendapatkan keyakinan mengenai perbuatan melawan hukum yang terjadi.
109
1. Proses adaptasi atas kesepakatan antara pihak sebagaimana dituangkan dalam perjanjian jual beli tersebut. Maksud adaptasi ini adalah para pihak dapat secara sepakat dan bersama-sama merubah isi perjanjian yang telah dibuat, sehingga perbuatan salah satu pihak yang semula dianggap sebagai perbuatan
108
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oerip, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek (Bandung: Alumni, 2000), hlm. 156.
109
Maria Kaban, Materi Perkuliahan Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa (Medan: USU, 2014), hlm. 7.
melawan hukum pada akhirnya tidak lagi menjadi perbuatan melawan hukum;
2. Negosiasi, yang dapat dilakukan oleh para pihak yang bersengketa , baik para pihak secara langsung maupun melalui perwakilan dari masing-masing pihak; 3. Mediasi, merupakan salah satu cara menyelesaikan sengketa di luar
pengadilan, dengan perantara pihak ketiga sebagai mediator yang berfungsi sebagai fasilitator, tanpa turut campur terhadap putusan yang diambil oleh kedua belah pihak yang bersengketa;
4. Konsiliasi, pihak penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan kesepakatan para pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat diterima; 5. Arbitrase, adalah cara penyelesaian sengketa secara non litigasi, dengan
bantuan arbiter yang ditunjuk oleh para pihak sesuai bidangnya. Di Indonesia sendiri telah ada lembaga khusus arbitrase yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Putusan arbitrase memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan hakim di pengadilan, dan atas putusan arbitrase ini tidak dapat dilakukan upaya hukum baik banding maupun kasasi karena putusan arbitrase tersebut bersifat final and binding (akhir dan mengikat).
Oleh karena itu, perbuatan melawan hukum yang timbul dalam pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham dapat diselesaikan baik secara litigasi ataupun secara non litigasi, sesuai dengan kesepakatan para pihak.
C. Bentuk-bentuk perbuatan melawan hukum dalam pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham (Studi putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011)
1. Posisi Kasus
Sengketa terkait perjanjian jual beli saham perseroan ini terjadi pada tahun 2011 dimana pihak-pihak yang bersengketa terdiri dari:
Diding Suandi, bertempat tinggal di Kampung Citeko, RT 001/RW 07, Kelurahan Citeko, Kabupaten Bogor, dalam hal ini diwakili oleh 1. Al Hakim Hanafiah, S.H., LL.M., 2. Sartono, S.H., 3. Danny Bonar Sinaga, S.H., 4. Mika Isac Kriyasa, S.H., 5. Gading Sanjaya, S.H.,LL.M., 6. Joshua Satyagraha, S.H., dan 7. Yohanes Memori Mangi Sa’pang, S.H., para Advokat, berkantor di Wisma 46, Kota BNI, Lantai 41, Jalan Jend. Sudirman, Kav. 1, Jakarta, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 07 April 2011, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat/Terbanding;
Melawan:
1. Rudi Ismael, bertempat tinggal di Jalan Muchran Ali, Gang Attarbiyah, No.7, RT 017/RW 05, Kelurahan Baamang Tengah, Kecamatan Baamang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah;
2. Ira Susilawati, bertempat tinggal di Jalan Muchran Ali, Gang Attarbiyah, No.7, RT 017/RW 05, Kelurahan Baamang Tengah, Kecamatan Baamang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah;
3. Didi Adrian, bertempat tinggal di Jalan Muchran Ali, Gang Attarbiyah, No.7, RT 017/RW 05, Kelurahan Baamang Tengah, Kecamatan Baamang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah;
Ketiganya dalam hal ini diwakili oleh Hartono, S.H., Advokat, berkantor di Jalan Putir Busu Blok D, No.1, KPR-BTN, Sampit, Kelurahan MB Hulu, Kec. M.B. Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 12 Mei 2011;
4. Ida Lampang, bertempat tinggal di Jalan Melati No.1, RT 031/RW 03, Kelurahan Selat Tengah, Kecamatan Selat, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah, dalam hal ini diwakili oleh Meitin Alfun, S.H., M.H., Advokat berkantor di Jalan Garuda III, No.011, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 07 November 2009;
5. R. Taurus Budi Santoso, bertempat tinggal di Jalan Cupung Arjuna 3, No. 93, RT 044/RW 08, Kecamatan Baamang, Kelurahan Baamang Tengah, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah;
Para Termohon Kasasi dahulu sebagai para Tergugat/Para Pembanding; Dan:
PT. Telaga Sari Persada, berkedudukan di Jalan Muchran Ali, Gang Attarbiyah, No.7, RT 017/RW 05, Kecamatan Baamang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah; sebagai Turut Tergugat.
Adapun posisi kasus dalam perkara putusan Mahkamah Agung No. 2678 K/Pdt/2011 (sebagaimana terlampir dalam lampiran skripsi ini) adalah sebagai berikut :
Awalnya Penggugat berniat untuk membeli saham Turut Tergugat (PT. Telaga Sari Persada) yang diakui dimiliki oleh Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, dan Tergugat IV. Bukti kepemilikan saham para Tergugat dalam PT. Telaga
Sari Persada yang ditunjukkan kepada Penggugat adalah Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas tertanggal 28 November 2006 sebagaimana tertuang dalam Akta No.34 (bukti P-1) yang dibuat di hadapan Moses Mahar, S.H., Notaris di Sampit, dimana susunan kepemilikan saham dari Turut Tergugat adalah sebagai berikut:
a. Tergugat I sebanyak 70 saham; b. Tergugat II sebanyak 35 saham; c. Tergugat III sebanyak 35 saham; dan d. Tergugat IV sebanyak 60 saham;
Penggugat dan Tergugat I membuat dan menandatangani perjanjian jual beli saham pada tanggal 08 November 2007 sebagaimana tertuang di dalam Akta No. 84 yang dibuat di hadapan Dr. Irawan , S.H., M.Si., Notaris di Jakarta (bukti P-2), dimana dalam Akta No. 84 tersebut Tergugat I bertindak untuk dan atas namanya sendiri, serta bertindak untuk dan atas nama Tergugat II, Tergugat III, dan Tergugat IV. Kemdian sebelum ditandatanganinya perjanjian ini, Penjual (para Tergugat) telah menandatangani perjanjian sehubungan dengan rencana penjualan dan/atau pengalihan seluruh saham yang dimiliki mereka dalam perseroan (untuk selanjutnya disebut “Perjanjian Terdahulu”). Sedangkan untuk penyelesaian Perjanjian Terdahulu tersebut, disepakati bahwa Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, dan Tergugat IV akan menandatangani perjanjian pembatalan terhadap Perjanjian Terdahulu dengan calon pembeli terdahulu.
Mengenai mekanisme pembayaran harga jual beli saham yang disepakati oleh Penggugat dengan para Tergugat adalah sebagai berikut:
a. Pembayaran pertama, yaitu sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) telah dibayar oleh Pembeli kepada Penjual sebelum ditandatanganinya perjanjian ini dan atas penerimaan uang mono, maka perjanjian ini berlaku pula sebagai tanda terima (kwitansi) yang sah (untuk selanjutnya disebut “uang muka pertama”);
b. Pembayaran kedua, yaitu sebesar Rp 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah) akan dibayar oleh pembeli pada saat ditandatanganinya perjanjian ini (untuk selanjutnya disebut “uang muka kedua”);
Keterangan uang muka tersebut akan digunakan untuk penyelesaian dan/ atau pembatalan Perjanjian Terdahulu. Kemudian pada hari yang sama dengan hari ditandatanganinya Akta No.84 di atas, Tergugat V juga membuat Surat Pernyataan dan Jaminan tertanggal 08 November 2007 yang dilegalisir oleh Dr. Irawan Soerodjo, S.H., M.Si., Notaris di Jakarta (Bukti P-3), yang pada pokoknya antara lain Tergugat V menjamin hal-hal sebagai berikut:
a. Tergugat I adalah pemegang dan pemilik atas 70 saham dalam Turut Tergugat;
b. Tergugat II adalah pemegang dan pemilik atas 35 saham dalam Turut Tergugat;
c. Tergugat III adalah Pemegang dan pemilik atas 35 saham dalam Turut Tergugat;
d. Tergugat IV adalah Pemegang dan pemilik atas 60 saham dalam Turut Tergugat;
e. Saham-saham yang menjadi objek jual beli di dalam Akta No. 84 adalah seluruh saham dalam Turut Tergugat dan tidak ada saham-saham lain dalam Turut Tergugat selain saham-saham yang dimiliki oleh Tergugat I, II, III, dan IV.
Berdasarkan pada pernyataan dan jaminan serta informasi oleh para Tergugat, Penggugat telah melakukan pembayaran sebagai berikut:
a. Sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) untuk uang muka pertama;dan
b. Sebesar Rp 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah) kepada Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, dan Tergugat IV melalui rekening milik Tergugat V sebagai pihak independen sebagaimana diatur dalam Akta No. 84.
Berdasarkan pembayaran tersebut di atas, ketika Penggugat meminta bukti pembatalan perjanjian terdahulu dari para Tergugat, Penggugat memperoleh salinan Akta Perjanjian No. 4 tertanggal 03 Dsember 2007, yang dibuat di hadapan Eko Sumarno, S.H, Notaris di Sampit dari Tergugat I, II, III, dan IV. Akta No.4 tersebut dibuat dan ditandatangani oleh PT. Az-Zhara Plantation selaku Pihak Pertama dan Tergugat I yang juga bertindak untuk dan atas nama Tergugat II serta Tergugat III, selaku Pihak Kedua. Kemudian setelah menerima Akta No.4 tersebut, barulah Penggugat mengetahui bahwa pada saat penandatanganan Akta No.84, Tergugat I, II, III, dan IV ternyata bukanlah pemilik yang sah dari saham- saham yang dialihkan dalam Akta No.84. Pada Faktanya, berdasarkan isi Akta No.4, PT. Az-Zhara Plantation merupakan pemilik sah dari 196 saham pada Turut Tergugat pada saat dilakukan penandatanganan Akta No.84.
Penggugat membandingkan isi dari Akta No.84, Akta No.34,dan Akta No.4 tersebut di atas, dapat diketahui adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Tergugat I, II,III,dan IV, yang sama sekali tidak pernah diberitahukan kepada Penggugat, yakni sebagai berikut:
a. Di dalam Akta No.34 disebutkan bahwa terdapat 4 pemegang saham pada Turut Tergugat, yaitu Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, dan Tergugat IV. Akan tetapi di dalam Akta No.4 disebutkan bahwa PT. Az-Zhara Plantation merupakan pemilik 196 saham dalam Turut Tergugat berdasarkan akta-akta sebagai berikut:
1) Akta Pernyataan Keputusan Rapat Perseroan Terbatas No.207 tertanggal 21 Juli 2007;
2) Akta jual beli saham No.204 tertanggal 21 Juli 2007; 3) Akta Beli Saham No.205 tertanggal 21 Juni 2007; 4) Jual beli Saham No.206 tertanggal 21 Juni 2007;
Berdasarkan bukti akta tersebut telah terbukti bahwa Tergugat I, II,III,dan IV telah menyembunyikan informasi penting dari Penggugat, sehingga Penggugat menandatangani Akta No.84 dan kemudian melakukan pembayaran dengan total keseluruhan mencapai Rp 1.800.000.000,00 (satu milyar delapan ratus juta rupiah). Selain daripada hal-hal tersebut di atas, Penggugat juga menemukan suatu fakta bahwa pada 29 Februari 2008, Tergugat I, II, III, dan IV telah menjual dan mengalihkan sahamnya kepada PT. Jaya Agung Kreasindo dan Daniel Lianto, berdasarkan pernyataan Keputusan Rapat Para Pemegang Saham PT. Telaga Sari
Persada tertanggal 01 Maret 2008 yang dibuat dihadapan Hari Santoso, S.H., M.Hum., Notaris di Gresik.
b. Memberhentikan dengan hormat semua Direksi dan Komisaris Turut Tergugat serta mengangkat anggota Direksi dan Komisaris yang baru; Pemberitahuan mengenai perubahan susunan pengurus dan pengalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pernyataan Keputusan Rapat dimaksud telah diterima dan dicatat di dalam database Sisminbakum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, terbukti bahwa para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum sebagai berikut:
1) Mengaku sebagai pemilik sah dan keseluruhan saham Turut Tergugat (PT. Telaga Sari Persada), padahal pada saat penandatanganan Akta No.84, Para Tergugat bukanlah pemilik sah dari saham-saham Turut Tergugat (PT. Telaga Sari Persada);
2) Tergugat V memberikan jaminan bahwa Tergugat I, II, III, dan IV merupakan pemilik sah dari keseluruhan saham Turut Tergugat, padahal Akta No.4 membuktikan sebaliknya;
Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, dan Tergugat IV telah menerima pembayaran dari Penggugat atas jual beli saham tersebut yang dimilikinya pada Turut Tergugat, padahal pada faktanya saham-saham tersebut tidak pernah beralih kepada Penggugat akan tetapi malahan dijual dan dialihkan kepada pihak lain. Dalam kaitan ini jelas bagi pihak Penggugat telah mengalami kerugian baik secara materiil maupun immateriil atas perbuatan dari para Tergugat yang telah
melakukan tindakan perbuatan melawan hukum atas perjanjian pengalihan saham melalui perjanjian jual beli saham yang disepakati.
Berdasarkan alasan-alasan hukum yang terurai di atas, maka Penggugat atas gugatannya tersebut di Pengadilan Negeri Sampit yang memeriksa dan mengadili perkara perdata ini berkenan untuk memutuskan:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
3. Menghukum para Tergugat untuk mengembalikan uang milik Penggugat sebesar Rp 1.800.000.000,00 (satu milyar delapan ratus juta rupiah) yang telah diterima oleh para Tergugat secara tanpa hak dan melawan hukum secara tanggung renteng sekaligus dan seketika pada saat dijatuhkannya putusan dalam perkara ini;
4. Menghukum para Tergugat untuk membayar ganti kerugian immateriil kepada Penggugat sebesar Rp 100.000.000.000 (seratus milyar rupiah) yang harus dibayarkan secara tanggung renteng sekaligus dan seketika sejak dijatuhkannya putusan dalam perkara ini;
5. Menyatakan batal Perjanjian Jual Beli Saham pada tanggal 08 November 2007 sebagaimana tertuang di dalam Akta No.84 yang dibuat di hadapan Notaris Dr. Irawan Soerodjo, SH., M.Si, Notaris di Jakarta beserta segala akibat hukumnya;
7. Menyatakan bahwa keputusan Pengadilan Negeri Sampit ini dapat dijalankan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij vooraad) walaupun ada perlawanan, banding atau kasasi; dan
8. Menghukum para Tergugat untuk membayar biaya perkara;
Berdasarkan Posita dan bukti-bukti yang diajukan Penggugat atas gugatannya, kemudian Tergugat I dan Tergugat II mengajukan eksepsi / bantahan / jawaban terhadap gugatan Penggugat, sebagai berikut:
Penggugat dalam gugatannya menyertakan surat bukti berupa Akta Perjanjian No.84 tanggal 08 November 2007 (bukti P-2). Di dalam Pasal 14 ayat (2) Akta Perjanjian No.84 tanggal 08 November 2007 dinyatakan, “Setiap perselisihan dan/atau gugatan yang timbul sehubungan dengan perjanjian ini maupun pelaksanaannya yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak secara musyawarah untuk mufakat, maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan perselisihan tersebut secara arbitrase di Singapura berdasarkan Rules of
Concilliation and Arbitration of The International Chambers of Commerce”;
Bahwa berdasarkan hal tersebut choice of law dalam sengketa ini, seharusnya diajukan ke arbitrase di Singapura.
Putusan Pengadilan
Berdasarkan isi gugatan tersebut Pengadilan Negeri Sampit (Tingkat Pertama) telah mengambil putusan dengan Nomor: 12/Pdt.G/2009/PN.Spt tertanggal 26 November 2009, yang amarnya berbunyi:
2. Menyatakan para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad);
3. Menyatakan batal Akta No.84 tertanggal 08 November 2007;
4. Menghukum para Tergugat untuk mengembalikan uang milik Penggugat sebesar Rp 1.800.000.000,00 (satu miliyar delapan ratus juta rupiah);
5. Memerintahkan Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh terhadap isi putusan ini;
6. Menghukum para Tergugat untuk membayar biaya-biaya yang timbul dalam perkara ini.
Berdasarkan putusan pada pengadilan tingkat pertama tersebut kemudian pihak Tergugat mengajukan banding dan di tingkat banding hakim pada Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah memutuskan menerima Permohonan Banding dari Tergugat/ Pembanding dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Sampit tertanggal 26 November 2009 Nomor: 12/Pdt.G/2009/PN.Spt yang dimohonkan banding tersebut.
Hasil atas putusan banding tersebut yang menyatakan menerima permohonan banding pihak Tergugat, kemudian Penggugat mengajukan kasasi dengan keberatan-keberatan dalam memori kasasi (dapat dilihat pada Putusan Mahkamah Agung yang terlampir dalam skripsi ini). Mengenai keberatan- keberatan tersebut Mahkamah Agung memiliki pertimbangan bahwa tidak dapat dibenarkan karena putusan Pengadilan Tinggi yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri telah tepat dan benar, yaitu tidak salah dalam menerapkan hukum, dikarenakan dalam perjanjian jual beli saham yang dilakukan antara
Penggugat dengan para Tergugat terdapat klausula yang menyatakan bahwasanya apabila terjadinya suatu sengketa di dalam perjanjian jual beli saham tersebut maka berdasarkan perjanjian yang tercantum di dalam Akta jual beli No. 84 tertanggal 8 November 2007 tersebut diselesaikan melalui arbitrase di Singapura. Namun pada hakikatnya, di dalam pengalihan saham perseroan melalui perjanjian jual beli saham tersebut oleh para Tergugat sebagai pihak penjual telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap pihak Penggugat sebagai pihak pembeli saham sehingga pihak Penggugat sebagai pihak pembeli saham telah mengalami kerugian.
Berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata bahwa putusan judex
facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan alasan Pengadilan Negeri
Sampit tidak memiliki kewenangan dalam menyelesaikan perselisihan mengenai perbuatan melawan hukum atas perjanjian jual beli saham antara Penggugat dan para Tergugat dikarenakan berdasarkan perjanjian yang tertuang dalam Akta jual beli yang diperbuat oleh kedua belah pihak telah disepakati untuk diselesaikan secara arbitrase di Singapura, maka choice of law dalam sengketa ini harus diselesaikan di Singapura, maka permohonan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: Diding Suandi tersebut harus ditolak. Kemudian dalam tingkat kasasi tersebut, Mahkamah Agung mengambil putusan menolak permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi yaitu Diding Suandi, dengan catatan bahwasanya ada perbaikan atas putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah di Palangkaraya terhadap