• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

4. Perlindungan Konsumen

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) perlindungan memiliki arti tempat berlindung dan perbuatan untuk melindungi. Pengertian hukum dalam KBBI adalah peraturan atau adat mengenai suatu peristiwa yang dikukuhkan penguasa atau pemerintah dan secara resmi mengikat untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat.40

Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa “Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat),

tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat)”, yang berarti tidak

ada sesuatu yang kedudukannya lebih tinggi diatas hukum dan hukumlah yang berkuasa.41 Menurut Phillipus M. Hadjon terdapat dua jenis perlindungan hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu:

a. Perlindungan hukum preventif

Perlindungan hukum preventif merupakan perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah untuk mencegah terjadinya pelanggaran atau penyimpangan, pencegahan tersebut tertuang dalam peraturan perundang-undangan untuk memberikan batasan kepada masyarakat maupun pihak lain.42

b. Perlindungan hukum represif

40http://kbbi.kemendikbud.go.id, diakses pada 02 Juni 2020, pukul 12.42.

41 Azhary Tahrir, Negara Hukum Sebagai Suatu Study Tentang Prinsip-Prinsipnya

Dilihat Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini,

(Jakarta: Kencana, 2003, Edisi Kedua), h.,30.

42 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT.

23

Perlindungan hukum represif adalah perlindungan hukum yang dilakukan setelah terjadi sengketa atau pelanggaran, tujuan perlindungan hukum ini adalah untuk menyelesaikan sengketa yang bersumber pada pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat. Penyelesaian sengketa yang dilakukan bukan hanya melalui musyawarah tetapi juga melalui lembaga peradilan.43

Sebagai negara hukum maka Indonesia juga menjamin segala kebutuhan hukum masyarakat sebagaimana tercantum dalam Pasal 26d UUD 1945, perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah mencakup berbagai aspek kehidupan bermasyarakat termasuk mengenai transaksi di lembaga keuangan yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen.

Pengertian konsumen menurut KBBI adalah pemakai barang hasil produksi ataupun pemakai jasa,44 pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia di masyarakat baik dalam kepentingan sendiri, orang lain dan makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen menyebutkan beberapa asas yang harus diperhatikan dalam hal perlindungan konsumen diantaranya:45

a. Asas manfaat. b. Asas keadilan. c. Asas keseimbangan.46

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen e. Asas kepastian hukum

43 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia.., h., 75.

44http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Konsumen, diakses pada 02 Juni 2020, pukul 12.45.

45 Undang-Udang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42.

24

Terdapat beberapa doktrin mengenai prinsip konsumen yang terkenal dalam perkembangan sejarah perlindungan konsumen, prinsip ini membahas mengenai:

a. Prinsip kedudukan konsumen47

1) Let the buyer beware atau caveat emptor. Doktrin ini menjelaskan bahwa sesungguhnya kedudukan konsumen dan pelaku usaha adalah sama sehingga tidak perlu dilakukan perlindungan terhadap konsumen, konsumen harus berhati-hati ketika melakukan transaksi barang dan/atau jasa. Doktin ini selanjutnya dibalik dengan doktrin

caveat venditor yang mengatakan bahwa pelaku usaha merupakan

pihak yang harus berhati-hati

2) The due care theory. Prinsip ini menjelaskan bahwa pelaku usaha dalam menjalankan usaha dan menawarkan produk dan/atau jasa selalu menerapkan prinsip kehati-hatian, sehingga pelaku usaha tidak dapat disalahkan. Dengan prinsip ini memungkinkan terjadinya pembebanan bukti pelanggaran kepada konsumen. 3) The privity of contrac. Prinsip ini menjelaskan bahwa pelaku usaha

hanya dapat bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang tercantum dalam perjanjian di antara para pihak, pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal-hal yang timbul di luar perjanjian.

4) Kontrak bukan syarat. Prinsip ini menjelaskan bahwa kontrak bukanlah syarat untuk menentukan eksistensi hubungan hukum, tetapi dalam praktiknya kontrak selalu dijadikan syarat transaksi antara konsumen dan pelaku usaha.

b. Prinsip tanggung jawab48

1) Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan atau fault

liability. Prinsip ini menjelaskan bahwa seseorang dapat

bertanggung jawab jika terbukti melakukan kesalahan yang melawan hukum, menurut Pasal 1365 KUH Perdata perbuatan

47Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia, 2004), h., 61-64.

25

melawan hukum harus memenuhi empat syarat, yaitu merupakan suatu perbuatan, terdapat unsur kesalahan, terdapat kerugian dan terdapat hubungan antara kesalahan dan kerugian.

2) Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab. Prinsip ini menjelaskan bahwa tergugat dianggap bertanggung jawab sampai ada bukti ia tidak bersalah, prinsip ini biasanya digunakan dalam transaksi pengangkutan.

3) Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab. Prinsip merupakan kebalikan dari prinsip di atas, prinsip ini digunakan secara terbatas.

4) Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability). Prinsip ini menjelaskan bahwa tanggung jawab didasarkan pada cacat produk dan risiko kerugian yang dialami konsumen, bukan pada kesalahan dan hubungan kontrak.49

c. Penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden)50

Penyalahgunaan keadaan berhubungan dengan keadaan yang terjadi ketika terjadi kontrak, keadaan ini membuat salah satu pihak berada dalam keadaan yang tidak bebas untuk menyatakan kehendaknya. Penyalahgunaan keadaan dianggap sebagai hal yang melanggar ketertiban umum dan norma yang berlaku.

Dunne J. Satrio sebagaimana dikutip oleh Sidharta menjelaskan bahwa terdapat ciri-ciri penyalahgunaan keadaan. Pertama salah satu pihak dalam keadaan terdesak ekonomi, hubungan dan keadaan ketika waktu perjanjian berakhir. Kedua perjanjian mengandung klausul kewajiban timbal balik yang tidak seimbang atara para pihak, ketiga perjanjian berisiko menimbulkan kerugian yang sangat besar kepada salah satu pihak.

49 Inosentius Samsul, Hukum Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan

Tanggung Jawab Mutlak, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004, cet. 1), h., 227.

50 Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia

26

Dalam rangka mendukung terjadinya perlindungan konsumen di sektor keuangan di Indonesia maka dibentuk lembaga yang khusus mengawasi produk dan tindakan lembaga keuangan yaitu Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki wewenang dalam mengawasi seluruh kegiatan lembaga keuangan sebagaimana diatur dalam UU OJK Nomor 21 tahun 201151 termasuk dalam hal perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan, perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Jika konsumen telah melakukan kewajibannya seperti mengikuti prosedur pemanfaatan barang dan/atau jasa dengan baik, melakukan iktikad baik dan telah membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati tetapi belum mendapatkan hak-hak konsumen sebagaimana mestinya maka dapat dilakukan upaya perlindungan hukum terhadap haknya. Adapun hak-hak konsumen antara lain:52

a. Hak atas keamanan dan keselamatan b. Hak untuk diperlakukan secara adil c. Hak untuk memperoleh informasi d. Hak untuk memilih

e. Hak untuk didengar

f. Hak untuk mendapatkan pendidikan konsumen

g. Hak untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang didapatkan h. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian sengketa yang layak Untuk memperkuat perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan, OJK menerbitkan beberapa peraturan yang dapat menunjang pelaksanaan POJK 01/POJK.07/2013, yaitu53:

51 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111.

52 Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia, 2004), h., 21.

53 Agus Satory, “Perjanjian Baku dan Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Bisnis

Sektor Jasa Keuangan: Penerapan dan Implementasinya di Indonesia”, Padjadjaran Jurnal Ilmu

27

a. Surat Edaran OJK No. 01/SEOJK.07/2014 tentang Pelaksanaan Edukasi dalam Rangka Meningkatkan Literasi Keuangan Kepada Konsumen dan/atau Masyarakat.

b. Surat Edaran OJK No. 02/SEOJK.07/2014 tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan.

c. Surat Edaran OJK No. 12/SEOJK.07/2014 tentang Penyampaian Informasi Dalam Rangka Pemasaran Produk dan/atau Layanan Jasa Keuangan

d. Surat Edaran OJK No. 13/SEOJK.07/2014 tentang Perjanjian Baku. SEOJK ini mengatur mengenai perjanjian baku dan unsur-unsur dalam perjanjian baku yang dilarang.

e. Surat Edaran OJK No. 14/SEOJK.07/2014 tentang Kerahasiaan dan Keamanan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen

f. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 01/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. g. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 18/POJK.07/2018 tentang

Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan

h. Surat Edaran OJK No. 17/SEOJK.07/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan.

Rasulullah SAW melarang beberapa praktik bisnis pada masa kepemimpinan beliau di Madinah yang dapat merugikan konsumen, di antaranya:54

a. Bai al-gharar, Rasulullah SAW melarang pedagang untuk melakukan bisnis yang mengandung unsur penipuan dan ketidakpastian.

b. Gisyah, yaitu menutupi kecacatan pada produk yang dijual, baik berbohong mengenai hal tersebut maupun mencampur barang cacat tersebut dengan barang yang kualitasnya bagus.

54 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqih Muamalat), (Jakarta:

28

c. Tathfif, yaitu mengurangi timbangan atau takaran barang yang dijual. d. Riba, praktik ini dapat sangat merugikan konsumen jika tambahan yang

diambil oleh pegadang terlalu tinggi.

Dengan berkembangnya ekonomi syariah di Indonesia juga tidak melepas ruang lingkup perlindungan konsumen terhadap konsumen jasa keuangan syariah, perlindungan konsumen dalam hukum Islam tidak terlepas dari asas transaksi yaitu at-tauhid (mengesakan Allah SWT), istiklaf (titipan),

al-ihsan (berbuat baik), al-amanah (bertanggungjawab), ash-shiddiq (jujur), al-adl (adil dan seimbang), al-khiyar (hak memilih) dan at-ta’awun (tolong

menolong).55

Dokumen terkait