• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: ROULY IZZAT ZAKIAH PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: ROULY IZZAT ZAKIAH PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA KONTRAK BAKU DALAM AKAD RAHN PADA LOGAM MULIA

(Studi Atas Produk Mulia Pada Pegadaian Syariah Malabar) Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

ROULY IZZAT ZAKIAH 11160490000065

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA KONTRAK BAKU DALAM AKAD RAHN PADA LOGAM MULIA

(Studi Atas Produk Mulia Pada Pegadaian Syariah Malabar)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Rouly Izzat Zakiah NIM. 11160490000065

Pembimbing

Faris Satria Alam, M.H. NIDN. 0325038802

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)
(4)

ABSTRAK

Rouly Izzat Zakiah, NIM 11160490000065. “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA KONTRAK BAKU DALAM AKAD RAHN PADA LOGAM MULIA (Studi Atas Produk Mulia Pada Pegadaian Syariah Malabar)”. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2020 M.

Studi ini bertujuan untuk menganalisis kontrak akad rahn pada produk MULIA di Pegadaian Syariah Malabar menurut Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07/2014 Tentang Perjanjian Baku dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen. Studi ini membahas bagaimana kontrak baku yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait dan bagaimana proses upaya perlindungan hukum nasabah yang dirugikan sesuai dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian normatif dengan metode pendekatan statute approach untuk melakukan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan aturan hukum yang berkatan dengan judul penelitian ini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa klausula dalam kontrak akad

rahn produk MULIA di Pegadaian Syariah Malabar masih belum sesuai dengan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan maupun peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan permasalahan yang terdapat dalam klausula kontrak produk MULIA tersebut, seperti adanya klausul eksonerasi yang dapat merugikan konsumen. Oleh karena itu Otoritas Jasa Keuangan mewajibkan setiap pelaku usaha jasa keuangan untuk melayani pengaduan konsumen dengan sebaik-baiknya.

Kata Kunci : Pegadaian Syariah, Kontrak Baku, Perlindungan Hukum, dan Logam Mulia

Pembimbing : Faris Satria Alam, M.H

(5)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, Segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman dan Islam serta menganugerahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat dan para pengikutnya.

Skripsi ini merupakan buah perjuangan penulis yang masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya, namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih untuk semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini dengan penuh rasa hormat penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, M.A. selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. AM. Hasan Ali, M.A. dan Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terimakasih atas pelayanan dan bantuannya, secara langsung maupun tidak langsung.

4. Faris Satria Alam, M.H., selaku dosen pembimbing skripsi. Terimakasih telah meluangkan waktu dan memberikan arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan bapak.

5. Bapak Bayu Erlangga selaku Pimpinan Cabang Pembantu Pegadaian Syariah Malabar yang telah menerima penulis untuk melakukan

(6)

ii

penelitian, meluangkan waktu dan memberikan informasi mengenai Pegadaian Syariah Malabar demi mendukung skripsi ini.

6. Dosen dan sifitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis, serta pengurus perpustakaan yang telah memfasilitasi buku-buku sehingga mempermudah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Terimakasih sebanyak-banyaknya untuk Umi tersayang Siti Jauhariah yang selalu memberikan do’a, kasih sayang dan dukungan baik moril maupun materil yang tak terhingga sehingga aku bisa menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. Persembahan kepada almarhum Abi tercinta Moehammad Uzalie Alief yang telah memberikan bekal yang tak ternilai untukku. Semoga Abi dan Umi selalu diberkahi Allah SWT. 8. Terimakasih untuk adikku Tiara Dzawata Afnani dan segenap keluarga

(nenek, paman, bibi, sepupu) yang telah memberikan do’a dan selalu memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Terimakasih untuk teman-teman Hukum Ekonomi Syariah 2016 yang telah menemani, mewarnai dan berjuang selama proses perkuliahan khususnya kelas HES B yang akan sangat panjang jika saya sebutkan satu persatu.

10. Terimakasih untuk kak Sipah, kak Novi, Orang Gabut (Rosi, Neneng, Irna) dan Res-resan C.O.I.N.S. yang telah sabar menemani, mendengarkan keluh kesah penulis dan memberikan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman KKN Lentera 98 yang telah mewarnai hari-hari penulis selama menjalani KKN maupun setelah KKN, pengalaman dan kebersamaan kita tidak akan terlupakan.

12. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

(7)

iii

Semoga Allah SWT membalas segala do’a, bantuan dan dukungan yang telah diberikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini. Semoga kita senantias dirahmati Allah SWT.

Jakarta, 08 November 2020

(8)

iv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metode Penelitian ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

A. Kajian Teori ... 10

1. Investasi Logam Mulia ... 10

2. Pergadaian (rahn) dalam Islam ... 12

3. Perjanjian Baku ... 16

4. Perlindungan Konsumen ... 22

B. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... 28

BAB III PRODUK PEGADAIAN SYARIAH MALABAR ... 34

A. Profil Pegadaian Syariah Pasar Malabar ... 34

B. Produk Pegadaian Syariah Malabar ... 36

C. Produk MULIA ... 37

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KONTRAK BAKU PADA AKAD RAHN PADA PEGADAIAN SYARIAH MALABAR ... 43

A. Analisis Isi Kontrak Baku Akad Rahn Pada Pegadaian Mulia ... 43

B. Perlindungan Hukum Pengguna Kontrak Baku Akad Rahn Pada Pegadaian MULIA ... 51

(9)

v BAB V PENUTUP ... 59 A. Kesimpulan ... 59 B. Rekomendasi ... 60 DAFTAR PUSTAKA ... 62 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Simulasi Angsuran MULIA Perorangan ... 39

Tabel 3.2 Simulasi Angsuran MULIA Arisan ... 41

Tabel 3.3 Simulasi Angsuran EMASKU ... 42

(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia mulai berkembang sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991 dan diikuti dengan berdirinya lembaga keuangan syariah lain yang menawarkan jasa keuangan baik bank maupun non-bank, salah satunya pegadaian atau rahn.1 Dasar hukum pegadaian diatur dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian, pegadaian syariah atau rahn merupakan lembaga keuangan berbentuk PT atau Koperasi yang operasionalnya tidak dilarang oleh undang-undang.2

Pada bulan Desember 2019 aset pegadaian syariah di Indonesia mengalami perkembangan sebesar Rp. 3,47 Triliun dibandingkan tahun sebelumnya hanya Rp. 2,56 Triliun. Perkembangan ini berasal dari produk utama pegadaian syariah yaitu rahn dan produk pembiayaan non-gadai, salah satunya pembiayaan pembelian logam mulia untuk tujuan investasi.3 Pembiayaan pembelian logam mulia didasari dilakukan dengan akad murabahah atau jual beli secara angsuran, selanjutnya pegadaian syariah akan melakukan hybrid contract dengan akad rahn yang didasari dengan kontrak tertulis, oleh karena itu isi kontrak sangat menentukan berjalannya perikatan antara kedua pihak.

Dalam melakukan akad rahn antara pegadaian dengan nasabah dilandasi dengan perjanjian tertulis berbentuk kontrak yang telah distandarisasi yang disebut dengan kontrak baku. Penggunaan kontrak baku bertujuan untuk mempermudah pegadaian dan nasabah dalam melakukan perjanjian agar lebih

1http://hukumonline.com, diases pada 17 Februari 2020, pukul 20.17 WIB. 2http://www.bi.go.id/regulasi, diakses pada 17 Februari 2020, pukul 20.25 WIB.

3http://ojk.go.id/Laporan-Perkembangan-Keuangan-Syariah-Indonesia-2019, diakses pada 30

(11)

2

cepat, umumnya nasabah akan diminta untuk menandatangani kontrak yang telah disediakan pegadaian tanpa diberi waktu untuk membaca isi kontrak terlebih dahulu dan tidak jarang penggunaan kontrak baku merugikan salah satu pihak yaitu nasabah, seperti memberatkan dalam pembayaran, penentuan margin bagi hasil, pembatasan hak dan kewajiban dan lain-lain

Penggunaan klausula baku diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang menjelaskan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku di dalam perjanjian yang dibuat apabila menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha, menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha, menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang akan dibelinya.

Pasal 1365 KUH Perdata menyebukan syarat sah perjanjian meliputi dua hal, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Syarat subjektif berkaitan dengan para pihak yang membahas kesepakatan dan kecakapan para pihak. Kesepakan atau persetujuan tidak boleh mengandung unsur paksaan dan harus atas kehendak para pihak, sedangkan cakap hukum yaitu para pihak dianggap cakap hukum kecuali orang-orang yang diatur dalam Pasal 1330 KUH Perdata. Syarat objektif membahas mengenai objek perjanjian dan sebab yang halal.4

Objek perjanjian harus berupa sesuatu yang pasti jumlah, jenis dan bentuknya baik sekarang maupun yang akan datang, sedangkan sebab yang halal yaitu isi perjanjian tersebut tidak bertentangan atau dilarang oleh Undang-Undang. Akibat tidak terpenuhinya syarat subjektif yaitu perjanjian dapat dibatalkan dan jika tidak terpenuhinya syarat objektif maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Jika melihat asas kebebasan berkontrak para pihak memiliki kebebasan untuk melakukan perjanjian dengan siapa saja dan dalam bentuk apa

4 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana,

(12)

3

saja, tetapi asas kebebasan berkontrak ini juga dibatasi dengan syarat tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum.5

Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13 tahun 2014 tentang Perjanjian Baku menjelaskan bahwa klausula perjanjian baku yang dilarang adalah klausula eksonerasi/eksemsi yaitu klausul yang isinya mencantumkan penambahan hak dan/atau mengurangi kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) atau mengurangi hak dan/atau menambah kewajiban konsumen.

Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakibatkan pengalihan wewenang pengawasan lembaga jasa keuangan bank dan lembaga jasa keuangan lainnya dari Bank Indonesia kepada OJK, baik lembaga konvensional maupun lembaga syariah. Selain melakukan pengawasan dan perizinan usaha lembaga keuangan, OJK juga bertugas untuk perlindungan terhadap konsumen jasa keuangan sebagaimana diatur dalam pasal 9 huruf c yang menyebutkan bahwa OJK memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, selain itu OJK juga berwenang untuk mencabut izin usaha dan menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melanggar peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.6

Otoritas Jasa Keuangan menjelaskan lebih luas mengenai pegadaian melalui POJK Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian, dalam peraturan ini memuat beberapa hal pokok, diantaranya lingkup kegiatan usaha perusahaan pergadaian yang meliputi penyaluran uang pinjaman dengan jaminan berdasarkan hukum gadai dan fidusia, pelayanan jasa titipan barang berharga,

5 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional.., h., 229.

(13)

4

pelayanan taksiran dan kegiatan usaha lain yang disetujui oleh OJK salah satunya jual beli logam mulia.7

Setelah membaca dan memahami kontrak baku akad rahn pada produk MULIA di Pegadaian Syariah Malabar penulis menemukan beberapa Pasal yang masih menggunaan klausul eksonerasi yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan, oleh karena itu maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai praktik penggunaan kontrak baku dan perlindungan hukum terhadap konsumen jasa keuangan pada pegadaian syariah Malabar yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Kontrak Baku Dalam Akad Rahn Pada Logam Mulia (Studi Atas Produk Mulia Pada Pegadaian Syariah Malabar)”.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan, maka menghasilkan identifikasi masalah sebagai berikut:

a. Penerapan dan akibat penggunaan kontrak baku dalam akad rahn pada Pegadaian Syariah Malabar

b. Pengawasan dan perlindungan hukum terhadap konsumen jasa keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan

2. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian fokus pada satu masalah dan tidak meluas, maka penulis membatasi masalah penelitian pada beberapa hal. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu melihat kesesuaian kontrak baku akad rahn pada produk MULIA di Pegadaian Syariah Malabar dan upaya perlindungan hukum konsumen berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

3. Perumusan Masalah

7http://business-law.binus.ac.id/2017/02/28/ojk-tentang-usaha-pegadaian, diakses pada 05

(14)

5

Dari hasil pembatasan masalah tersebut maka penulis membuat dua rumusan masalah, yaitu:

a. Bagaimana penerapan kontrak baku pada akad rahn di Pegadaian Syariah Malabar?

b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen atas penggunaan kontrak baku pada akad rahn produk logam mulia di Pegadaian Syariah Malabar?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah penulis uraikan di atas, maka tujuan diadakan penelitian ini adalah

a. Untuk menjelaskan kesesuaian kontrak baku pada akad rahn di Pegadaian Syariah Pasar Malabar dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

b. Untuk menjelaskan perlindungan hukum terhadap konsumen atas penggunaan kontrak baku pada akad rahn produk logam mulia di Pegadaian Syariah Malabar.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu: a. Manfaat Akademik

1) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada perusahaan pegadaian syariah dan lembaga keuangan lainnya dalam menentukan kebijakan seputar perlindungan hukum terhadap konsumen jasa keuangan dengan dilakukannya perjanjian menggunakan kontrak baku.

2) Penelitian ini diharapkan dapat mengkaji lebih dalam tentang perlindungan hukum konsumen jasa keuangan di lembaga keuangan syariah dan pengawasan penggunaan kontrak baku oleh Otoritas Jasa Kuangan. Karena menurut penulis penggunaan

(15)

6

kontrak baku yang merugikan masyarakat masih marak digunakan dan kurang diawasi, sehingga masyarakat lebih sering dirugikan dalam melakukan perjanjian pembiayaan.

3) Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai kontrak baku yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.

b. Manfaat Praktis

1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi kepentingan penelitian selanjutnya, khususnya dalam kontrak baku dan perlindungan hukum terhadap konsumen jasa pegadaian syariah berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

2) Penelitian ini diharapkan dapat menambah pembaca, khususnya konsumen jasa keuangan lainnya mengenai kontrak baku dan perlindungan hukum terhadap konsumen jasa pegadaian syariah .

D. Metode Penelitian

1.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penilitian hukum normatif. Penulis menggunakan penelitian hukum normatif untuk menjelaskan dan menganalisis peristiwa, aktivitas dan sikap yang terdapat dalam masyarakat secara sistematis berdasarkan pada data yang berkiatan dengan penerapan kontrak baku pada pegadaian syariah Malabar dan perlindungan konsumen oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).8

2. Pendekatan penelitian

Dalam menulis skripsi ini penulis menggunakan dua pendekatan untuk dapat menghasilkan analisis hukum yang lebih akurat mengenai isu yang dibahas, adapun pendekatan yang digunakan yaitu:

8 Suteki dan Galang Taufani, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan Praktik),

(16)

7

a. Pendekatan perundang-undangan atau statute approach, dengan pendekatan ini penulis akan mengkaji berbagai aturan hukum dan perundang-undangan yang berkatan dengan kontrak baku dan perlindungan konsumen dengan komprehensif, inklusif dan sistematis.9

b. Pendekatan kasus atau case approach, dengan pendekatan ini penulis akan melihat kesesuaian penggunaan klausula baku, pengawasan dan perlindungan konsumen oleh OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.10

3. Sumber Bahan Hukum a. Bahan Hukum Primer

Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber hukum primer dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen, peraturan Otoritas Jasa Keuangan, buku-buku, hasil penelitian ahli hukum dan lain sebagainya yang berhubungan dengan masalah penelitian.

b. Bahan Hukum Sekunder 1) Subjek penelitian

Subjek penelitian ini adalah perumus dan pembuat kebijakan kontrak murabahah di pegadaian syariah Malabar dan Otoritas Jasa Keuangan yang bertanggungjawab dalam perlindungan konsumen jasa keuangan.

2) Narasumber

Narasumber dalam penelitian ini adalah pakar dan ahli yang kompeten dalam perumusan kontrak dan perlindungan konsumen jasa keuangan syariah.

9 Jonaedi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode penelitian hukum normatif dan empiris, (depok:

Kencana, 2016, Edisi Pertama), h., 132.

(17)

8

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum a. Wawancara

Penulis menyiapkan pertanyaan seputar masalah penelitian dan melakukan wawancara secara terbuka dengan subjek penelitian dan narasumber yang kompeten, yaitu Pimpinan Pegadaian Syariah Malabar.

b. Studi dokumen tertulis

Studi dokumen meliputi buku, jurnal ilmiah, skripsi, tesis, peraturan perundang-undangan dan peratutan terkait dengan masalah penelitian baik berbentuk cetak maupun digital .11

5. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu menggambarkan lebih jelas terhadap permasalahan yang diajukan serta analisis data yang dijabarkan secara sistematis dan akurat keadaan dari suatu objek sehingga lebih mudah dalam mengambil kesimpulan. 6. Teknik Penulisan

Dalam melakukan penulisan skripsi ini penulis menggunakan Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017

E. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memahami gambaran materi yang terdapat pada penelitian ini maka peneliti menyusun menjadi beberapa sub bab dengan sistematika sebagai berikut:

Pada bagian pertama penelitian ini berisi latar belakang, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan teknik penulisan yang digunakan serta kerangka teori skripsi.

11 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010, Cet. Kedua), h.,

(18)

9

Pada bagian kedua penulis akan membahas Kajian Pustaka, bab ini akan membahas teori berupa pengertian dan definisi perjanjian baku, akad rahn dan perlindungan konsumen yang diambil dari buku, jurnal dan penelitian terdahulu.

Pada bagian ketiga penulis akan menjelaskan produk Pegadaian Syariah Malabar. Pada bab ini penulis akan menjelaskan produk-produk di pegadaian syariah Malabar dan produk MULIA, penulis juga akan sedikit menguraikan profil Pegadaian Syariah Pasar Malabar,.

Pada bagian keempat penulis akan menjelaskan Analisis Dan Hasil Penelitian. Bab ini berisikan hasil penelitian yang berasal dari kumpulan bahan hukum yang diperoleh dari berbagai sumber dan temuan yang merupakan hasil analisis penulis terhadap permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini. Analisis penulis meliputi penelitian tentang kesesuaian klausul baku yang dimuat dalam kontrak gadai logam mulia yang digunakan oleh Pegadaian Syariah Malabar ditinjau dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.07/2014 tentang Kontrak Baku dan perlindungan hukum konsumen berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

Pada bagian kelima berisi Penutup, bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan dan rekomendasi penulis untuk penelitian selanjutnya. Dan bagian akhir berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang terkat.

(19)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Investasi Logam Mulia

Uang merupakan alat tukar utama dalam setiap transaksi karena memiliki tiga fungsi yaitu sebagai alat tukar (medium of exchange), berharga (unit of acount) dan sebagai penyimpan nilai (store of value),12 tetapi uang juga memiliki beberapa kelemahan di antaranya mudah mengalami inflasi. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya inflasi yaitu dengan berinvestasi.

Investasi adalah penyertaan atau penanaman modal untuk mendapatkan keuntungan dalam waktu yang telah ditentukan, investasi juga dapat diartikan sebagai penyertaan uang atau modal yang dilakukan pada saat ini untuk diambil manfaatnya di masa depan.13 Dalam keseharian investasi biasanya dikaitkan dengan berbagai kegiatan penanaman uang di bergadai macam alernatif aset baik secara real (real

asset) maupun finansial (financial asset).

Umumnya orang melakukan investasi untuk mendapatkan keuntungan di masa mendatang, selain itu ada beberapa tujuan dilakukan investasi di antaranya:14

a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. b. Mengurangi dampak inflasi.

c. Menghemat pajak.

Dalam Islam investasi bukan hanya sebagai ilmu pengetahuan, melainkan sebagai ibadah kepada Allah SWT, sebagaimana yang tertulis dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 18 yang berbunyi:

َنوُلَمْعَ ت اَِبِ

ريِبَخ ََّللَّٱ َّنِإ ۚ ََّللَّٱ ۟اوُقَّ تٱَو ۖ ٍدَغِل ْتَمَّدَق اَّم رسْفَ ن ْرُظنَتْلَو ََّللَّٱ ۟اوُقَّ تٱ ۟اوُنَماَء َنيِذَّلٱ اَهُّ يَأَٓيَ

ٌۢ

12 Muhaimin Iqbal, Dinar Solution - Dinar Sebagai Solusi, (Jakarta: Gema Insani, 2008,

Cet. 1), h., 107.

13 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah,

(Jakarta: Kencana, 2008), h., 7.

(20)

11

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada

Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”

(Al-Hasyr: 18)

Dari ayat tersebut Islam menegaskan kepada umatnya untuk mempersiapkan masa depan dengan sebaik-baiknya untuk mengharapkan

ridha Allah SWT, salah satunya dengan berinvestasi. Investasi juga biasa

digunakan untuk perencanaan finansial, umumnya investasi dilakukan pada saham, sukuk, reksadana, investasi di perbankan atau investasi lainnya. Salah satu investasi yang banyak diminati masyarakat adalah investasi logam mulia.15

Logam mulia merupakan unsur yang memiliki sifat fisik berwujud padat, bertitik leleh tinggi, lentur dan tida mudah patah, mudah dibentuk, penghantar panas dan listrik yang baik dan dapat dijadikan paduan sesama logam.16 Emas dan perak merupakan logam mulia yang pertama kali digunakan sebagai alat tukar oleh bangsa Romawi dan Persia dan kemudian diadopsi oleh Rasulallah SAW sebagai alat tukar dalam perekonomian Islam berupa dinar (emas) dan dirham (perak), Al- Qur’an mencerminkan stabilitas logam mulia dalam surat Al-Kahfi ayat 19 yang berbunyi:

اوُلاَق ۚ ٍمْوَ ي َضْعَ ب ْو َأ اًمْوَ ي اَنْ ثِبَل اوُلاَق ۖ ْمُتْ ثِبَل ْمَك ْمُهْ نِ م رلِئاَق َلاَق ۚ ْمُهَ نْ يَ ب اوُلَءاَسَتَ يِل ْمُهاَنْ ثَعَ ب َكِلَٓذَكَو

ُهْنِ م ٍقْزِرِب مُكِتْأَيْلَ ف اًماَعَط ٓىَكْزَأ اَهُّ يَأ ْرُظنَيْلَ ف ِةَنيِدَمْلا َلَِإ ِهِذَٓه ْمُكِقِر َوِب مُكَدَحَأ اوُث َعْ باَف ْمُتْ ثِبَل اَِبِ ُمَلْعَأ ْمُكُّبَر

ا

ًدَحَأ ْمُكِب َّنَرِعْشُي َلََو ْفَّطَلَ تَ يْلَو

Artinya: “Dan demikianlah kami bangunkan mereka, agar di

antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata ‘sudah berapa lama kamu berada di sini?’ mereka menjawab ‘kami

15 Muhaimin Iqbal, Dinar Solution- Dinar Sebagai Solusi, (Jakarta: Gema Insani, 2008,

Cet. 1), h., 64-66.

(21)

12

berada di sni sehari atau setengah hari’ dan yang lain berkata ‘Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini)’. Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah ia lihat manakan makanan yang lebih baik, dan bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendalah ia berlaku lemah lembut dan jangan sekali-kali menceritakan halmu kepada siapapun” (QS. Al-Kahfi: 19)

Selain itu dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari menjelaskan bahwa Rasulallah SAW pernah memberikan uang satu dinar kepada Urwah untuk dibelikan seekor kambing, lalu dengan uang itu ia membeli dua ekor kambing. Kemudian ia menjual satu kambing dengan harga satu dinar dan ia pulang dengan membawa satu kambing dan satu dinar, Rasulalah SAW mendoakannya dengan keberkahan dalam jual belinya dan beliau berkata “seandainya Urwah membeli debu pun ia

pasti akan beruntung”.17

Emas dan perak merupakan jenis logam mulia yang paling mudah ditemukan di sekitar kita, oleh karena itu logam mulia tertutama dalam bentuk emas batangan merupakan salah satu pilihan investasi yang menjanjikan karena resiko investasi yang rendah dan harganya yang cenderung stabil bahkan meningkat.18 Selain itu emas batangan juga memiliki keunggulan, diantaranya:

a. Tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

b. Tidak memakan biaya cetak jika dibeli dalam unit 1 Kg. c. Memiliki sifat unit account, yaitu mudah dijumlah dan dibagi.

2. Pergadaian (rahn) dalam Islam

Gadai dapat diartikan sebagai jaminan utang, gadaian dan barang yang digadaikan,19 Rahn atau gadai berasal dari bahasa Arab yang artinya tetap, utang dan gadai, dalam fiqih Islam rahn didefinisikan sebagai

17 Muhaimin Iqbal, Dinar Solution- Dinar Sebagai Solusi.., h., 21.

18 Muhaimin Iqbal, Dinar Solution- Dinar Sebagai Solusi.., h., 107.

19 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqih Muamalat), (Jakarta:

(22)

13

pinjam meminjam uang dengan mneyerahkan barang dengan batas waktu.20

Fatwa DSN-MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn menjelaskan bahwa rahn adalah menahan barang sebagai jaminan atas utang, dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) disebutkan bahwa rahn/gadai adalah penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjam sebagai jaminan. Selain definisi tersebut terdapat beberapa pendapat ulama mengenai rahn, yaitu:21

a. Ulama Hanabilah menjelaskan rahn adalah harta yang dijadikan sebagai jaminan utang yang dapat dibayarkan dari harganya jika yang berutang tidak bisa melunasi utangnya.

b. Ulama Malikiyyah mendefinisikan rahn sebagai harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat atau akan menjadi mengikat.

c. Ulama Syafi’iyyah mendefinisikan rahn sebagai sesuatu atau barang sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan pembayaran utang apabila orang yang berutang tidak dapat membayar utangnya.

d. Ulama Hanafiyyah mendefinisikan rahn sebagai sesuatu atau barang yang memiliki nilai yang dipandang dalam syara’ sebagai jaminan dalam utang piutang yang mungkin dijadikan sebagai pembayar piutang itu baik seluruhnya maupun sebagian.

Dasar hukum rahn tertulis dalam Qur’an surat Al- Baqarah ayat 283 yang berbunyi:

و

رةَضْوُ بْقَم رنهِرَف اًبِتاَك اْوُدَِتَ َْلَ َو ٍرَفَس ىَلَع ْمُتْ نُك ْنِإ

Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tida

memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)” (Q.S. Al- Baqarah: 283)

20 Idri, Hadits Ekonomi: Ekonomi dalam Perspektif Hadits Nabi, (Jakarta: Kencana, 2015,

Edisi Pertama), h., 197.

(23)

14

Dari ayat di atas dapat dilihat bahwa Allah SWT memperbolehkan gadai sebagai jaminan atas suatu pinjaman, sedangkan salah satu dasar hukum gadai dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang berbunyi:

ِإ ٍ يِدْوُهَ ي ْنِم اًماَعَط ىََتَْشا َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُ للَّا ىَّلَص َِّبَِّنلا َّنَأ اَهْ نَع ُ للَّا َيِضَر َةَشِئاَع ْنَع

ٍلَجَأ َلَ

َهَر َو

دْيِدَح ْنِم اًعْرِد ُهَن

ٍ

Artinya: “Dari Aisyah r.a bahwasanya Rasulullah SAW pernah

membeli makan dari seorang Yahudi secara tempo dan ia menggadaikan baju besinya kepada orang itu” (HR. Bukhari dan Muslim)22

Akad atau ‘aqad secara etimologi berati ikatan atau perjanjian, sedangkan secara terminologi akad merupakan suatu perjanjian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih menggunakan ijab kabul yang mengakibatkan perpindahan hak milik atau manfaat yang didapatkan kedua belah pihak.23

Ulama sepakat untuk memperbolehkan akad rahn, dasar pertimbangan hukum rahn terdapat dalam Qur’an surat Al- Baqarah ayat 283 dan hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:

ُهُمْرُغ ِهْيَلَع َو ُهُمْنُغ ُهَل ُهَنَهَر ْيِذَّلا ِهِبِحاَص ْنِم ُنْهَّرلا ُقَعْلَ ي َلَ

Artinya: “Tidak lepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang

menggadaikannya, ia memperoleh manfaat dan menanggung resikonya”

(HR. Syafi’i, Daruquthni dan Ibnu Majah)

Dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn menjelaskan bahwa dalam akad rahn para pihak wajib memenuhi rukun yang telah ditentukan, yaitu murtahin (penerima barang), rahin (yang menyerahkan barang), marhun (barang gadai), marhun bih (utang) dan sighat (ijab qabul). Adapun syarat rahn adalah sebagai berikut:

22 Idri, Hadits Ekonomi: Ekonomi dalam Perspektif Hadits Nabi, (Jakarta: Kencana, 2015,

Edisi Pertama), h., 204.

23 Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan Dalam Islam,

(24)

15

a. Murtahin dan rahin harus baligh, berakal dan tidak dalam keadaan terpaksa.

b. Marhun

Besarnya marhun harus dapat diukur dan dinilai, marhun diperjual belikan, dapat diambil manfaatnya menurut syara’ dan

marhun harus barang yang dimiliki rahin secara penuh.

c. Marhun bih

Utang harus tetap dan tidak berubah baik jumlaha maupun nilainya, jelas dan diketahui oleh para pihak, ulama juga sepakat bahwa rahn akan dianggap terjadi ketika barang yang digadaikan secara hukum sudah berada di tangan murtahin dan uang yang dibutuhkan telah ada di tangan rahin.

d. Sighat tidak boleh fasid.24

Akibat diserahkannya barang gadai dari rahin kepada murtahin menyebabkan murtahin dapat memanfaatkan barang gadai, tetapi hal tersebut masih menjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. 25 Jumhur ulama selain ulama mazhab Hanbali sepakat bahwa murtahin tidak boleh memanfaatkan barang gadai karena barang tersebut bukan miliknya secara penuh, murtahin hanya berhak untuk memegang barang gadai. Apabila rahin tidak dapat melunasi utangnya maka murtahin berhak untuk menjual barang gadai tersebut sebagai bentuk pelunasan.

Selain berhak untuk menyimpan barang gadai, mutahin juga berkewajiban menjaga barang gadai selama waktu akad. Apabila barang gadai yang harganya lebih besar daripada utang tersebut rusak di tangan

murtahin maka utang itu dapat dianggap lunas dan murtahin tidak

berkewajiban mengganti sisa harga barang dengan catatan kerusakan bukan karena keteledoran murtahin.

Apabila harga barang gadai lebih rendah dari utang yang dipinjam maka rahin harus mengganti sisa utangnya kepada murtahin. Sedangkan

24 Idri, Hadits Ekonomi: Ekonomi dalam Perspektif Hadits Nabi.., h., 204-209.

(25)

16

jika hilang atau rusanya barang gadai bukan karena para pihak maka

rahin yang menanggungnya.26 Penyerahan barang gadai merupakan salah satu sebab berakhirnya akad rahn, adapun berakhirnya akad rahn terjadi apabila:

a. Barang gadai diserahkan kepada rahin. b. Rahin melunasi seluruh utangnya.

c. Waktu pelunasan telah melebihi jatuh tempo. d. Barang jaminan dijual atas permintaan rahin.

e. Murtahin membatalkan akad secara sepihak meskipun tanpa persetujuan rahin.

f. Barang gadai rusak tanpa sebab. g. Jangka waktu akad tidak ditentukan.27

3. Perjanjian Baku

Perjanjian dalam bahasa Belanda disebut overeenkomst dan dalam bahasa Inggris disebut contracts dan dalam bahasa Indonesia sering disebut kontrak adalah terjadinya peristiwa yang dilakukan dua pihak atau lebih yang bersepakat terhadap hal yang diperjanjikan dan berkewajiban mengikuti dan melaksanakan perjanjian tersebut, selanjutnya perjanjian atau kontrak tersebut dianggap sebagai sumber hukum yang sah.28 Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Abdul Kadir Muhammad menyatakan bahwa perjanjian adalah persetujuan antara dua orang atau lebih yang saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Salim H.S. berpendapat bahwa selain pengertian perjanjian yang terdapat pada Pasal 1313 KUH Perdata doktrin juga diperlukan dalam memahami makna perjanjian, salah satunya teori yang dikemukakan oleh Van Dunne yang

26 Idri, Hadits Ekonomi: Ekonomi dalam Perspektif Hadits Nabi.., h., 215.

27 Idri, Hadits Ekonomi: Ekonomi dalam Perspektif Hadits Nabi.., h., 215-216.

28 Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan Dalam Islam,

(26)

17

menyatakan bahwa “perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua piha atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan hubungan hukum”. Dalam teori ini terdapat tiga tahap dalam melaukan perjanjian, yaitu:

a. Tahap pracontractual, yaitu sebelum melakukan perjanjian para pihak akan melakukan penawaran dan penerimaan mengenai perjanjian tersebut.

b. Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.

c. Tahap post contractual,, setelah dilakukan tawar menawar dan diskusi mengenai isi kontrak maka para pihak akan bersepakat dan siap untuk melakukan perjanjian.29

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata dijelaskan bahwa perjanjian dianggap sah apabila memenuhi empat syarat, yaitu:

a. Kesepakatan

Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lain.30 Penentuan waktu terjadinya kesepakatan ini berdasarkan empat teori, yaitu teori ucapan (uitingstheorie), teori pengiriman (verzendtheorie), teori pengetahuan (vernemingstheorie) dan teori penerimaan (ontvangstheorie).

b. Kecakapan

Cakap hukum adalah kemampuan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan hukum, undang-undang mengatur seseorang dianggap cakap jika telah dianggap dewasa yaitu usia 21 tahun atau sudah menikah. Orang-orang yang dilarang melakkukan perbuatan hukum karena dianggap tidak cakap adalah anak di bawah umur, orang di bawah pengampuan dan istri (selanjutnya istri hapuskan

29 Salim H.S., Pengantar Hukum Perdata Tertulis, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h., 161.

30 Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan Dalam Islam,

(27)

18

dengan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 jo. SEMA No. 3 tahun 1963).

c. Objek perjanjian

Objek dalam perjanjian disebut dengan prestasi, prestasi memuat hak dan kewajiban para pihak yang dapat diitentukan, dibolehkan, dimungkinkan dan dapat dinilai dengan uang. Dalam Pasal 1234 KUH Perdata prestasi memuat tindakan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. d. Sebab yang halal

Pasal 1337 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu perbuatan hukum dilarang jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

Jika syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan karena tidak memenuhi syarat subjektif, sedangkan jika syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi maka perjanjian batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada karena tidak terpenuhinya syarat objektif.

Selain keempat syarat tersebut perjanjian juga memiliki beberapa asas-asas yang mendasari terjadinya perjanjian, yaitu:31

a. Asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata) Asas ini menjelaskan bahwa setiap orang bebas untuk menentukan dan membuat kontrak dengan siapapun, menurut Salim H.S prinsip kebebasan berkontrak adalah prinsip yang memberikan kebebasan para pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, membuat perjanjian dengan siapapun, dan menentukan isi perjanjian tersebut.32

b. Asas konsensualisme (Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata)

Asas ini menjelaskan bahwa suatu perjanjian dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara para pihak, Pasal 1320 ayat

31 Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan Dalam

Islam.., h., 139-144.

(28)

19

(1) KUH Perdata menyebutkan bahwa kesepakatan para pihak merupakan salah satu syarat sah perjanjian. Subekti berpendapat bahwa asas konsensualisme merupakan asas paling utama dan mutlak dalam suatu perjanjian modern agar tercipta kepastian hukum.

c. Asas iktikad baik (Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata)

Asas ini menjelaskan bahwa setiap perjanjian harus dilandasi dengan iktikad baik, tidak menentang perundang-undangan dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum, selain itu asas ini juga mewajibkan para pihak yang melakukan perjanjian untuk bersungguh-sungguh dalam menjalankan isi perjanjian berdasarkan kepercayaan dan keinginan para pihak.

d. Asas pacta sunt servanda (Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata)

Asas ini menjelaskan bahwa perjanjian yang dilakukan mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, karena perjanjian tersebut mengikat para pihak maka pihak diluar perjanjian harus menghormati substansi isi kontrak tersebut seperti undang-undang.

e. Asas kepribadian atau personalitas (Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata)

Dalam asas ini menjelaskan bahwa setiap perjanjian yang dibuat adalah tidak lain untuk kepentingan dirinya sendiri (personality). Asas personalitas tidak menutup kemungkinan pihak ketiga untuk mewakili pihak kedua untuk melakukan perjanjian, seperti pemberian kuasa, perjanjian yang dilakukan oleh ahli waris dan ketentuan lain yang diatur dalam KUH Perdata.

Dalam membahas mengenai perjanjian di lembaga keuangan syariah tidak terlepas dari kontrak, pada prinsipnya istilah kontrak, perjanjian dan perikatan adalah sama.33 Kontrak adalah perikatan secara

33 Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan Dalam Islam,

(29)

20

tertulis yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang membuat perjanjian kerja sama bisnis yang memiliki dan tidak memiliki akibat hukum, menurut Suharnoko kontrak atau perjanjian wajib memenuhi syarat sah perjanjian.

Kontrak baku atau perjanjian baku dalam bahasa Belanda disebut

standaardregeling dan dalam bahasa Inggris disebut standard contract

adalah suatu perjanjian tertulis yang dilakukan para pihak yang isinya telah ditentukan secara baku atau distandarisasi oleh pihak lain.34 Berikut beberapa pendapat para ahli mengenai perjanjian baku, yaitu35:

a. Mariam Darus Badrulzaman menjelaskan perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir, menghilangkan atau membatasi kewajiban PUJK untuk membayar ganti rugi dan klausulnya dibuat oleh satu pihak.

b. Hondius menjelaskan bahwa perjanjian baku adalah perjanjian tertulis yang isinya tidak didiskusikan terlebih dahulu.

c. Stein menjelaskan bahwa kontrak baku dapat diterima sebagai sebuah perjanjian dengan dalil kemauan dan kepercayaan (fictie van

will en vertrouwen), di mana dengan ditandatanganinya konrak

menandakan para pihak sudah membaca dan menerima kontrak tersebut.

d. Sutan Remi Sjahdeni menjelaskan bahwa perjanjian standar adalah perjanjian yang hampir seluruh klausulnya dibakukan oleh pembuatnya dan pihak lain tidak memiliki kesempatan untuk merundingkan atau meminta perubahan.36

34 Abdul Kadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan,

(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992), h., 6.

35 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Depok: Rajawali Pers,

2020, Edisi 1 Cet. 9), h., 41-44.

36 Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Gasindo, 2006, Cet.

(30)

21

Dalam membuat kontrak baku para pihak harus memperhatikan prinsip hukum kontrak, diantaranya37:

a. Prinsip kesepakatan kehendak para pihak. b. Prinsip asumsi risiko dari para pihak. c. Prinsip kewajiban membaca.

d. Prinsip kontrak mengikuti kebiasaan.

Penggunaan perjanjian baku sebenarnya tidak dilarang secara tegas dalam hukum Indonesia selama tidak memuat klausul eksonerasi/ eksemsi, Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07/2014 tentang Perjanjian Baku menyebutkan klasul eksonerasi adalah perjanjian baku yang isinya menambah hak dan/atau mengurangi kewajiban PUJK dan konsumen.38 Perjanjian baku yang dilarang memuat beberapa unsur berikut, yaitu:

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab atau kewajiban pelaku usaha kepada konsumen

b. Pelaku usaha menolak pengembalian uang dari konsumen atas pembayaran barang dan/atau jasa

c. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung

d. Pelaku usaha tidak bertanggung jawab atas kehilangan produk dan/atau layanan yang dibeli oleh konsumen

e. Menyatakan bahwa konsumen tunduk dan patuh pada peraturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau perubahan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha.

Hukum perikatan Islam menganggap perjanjian baku boleh dilakukan selama para pihak menyepakati isi perjanjian, selain itu ketika membuat perjanjian para pihak harus memperhatikan beberapa hal, yaitu39:

37 Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan Dalam Islam,

(Bandung: Pustaka Setia, 2011), h., 346.

38http://www.ojk.go.id/regulasi, diakses pada 14 Juni 2020, pukul 13.42 WIB.

39 M. Roji Iskandar, “Pengaturan Klasula Baku Dalam Undang-Undang Perlindungan

Konsumen dan Hukum Perjanjian Syariah”, Amwaluna: Jurna Ekonom dan Keuangan Syariah, I, 2 (Juli, 2017), h., 209-210.

(31)

22

a. Objek perjanjian harus halal

b. Tidak mengandung gharar (ketidak jelasan), maysir (spekulatif), dan riba

c. Tidak menzalimi salah satu pihak d. Adil

e. Memuat prinsip kehati-hatian

4. Perlindungan Konsumen

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) perlindungan memiliki arti tempat berlindung dan perbuatan untuk melindungi. Pengertian hukum dalam KBBI adalah peraturan atau adat mengenai suatu peristiwa yang dikukuhkan penguasa atau pemerintah dan secara resmi mengikat untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat.40

Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa “Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat),

tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat)”, yang berarti tidak

ada sesuatu yang kedudukannya lebih tinggi diatas hukum dan hukumlah yang berkuasa.41 Menurut Phillipus M. Hadjon terdapat dua jenis perlindungan hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu:

a. Perlindungan hukum preventif

Perlindungan hukum preventif merupakan perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah untuk mencegah terjadinya pelanggaran atau penyimpangan, pencegahan tersebut tertuang dalam peraturan perundang-undangan untuk memberikan batasan kepada masyarakat maupun pihak lain.42

b. Perlindungan hukum represif

40http://kbbi.kemendikbud.go.id, diakses pada 02 Juni 2020, pukul 12.42.

41 Azhary Tahrir, Negara Hukum Sebagai Suatu Study Tentang Prinsip-Prinsipnya

Dilihat Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini,

(Jakarta: Kencana, 2003, Edisi Kedua), h.,30.

42 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT.

(32)

23

Perlindungan hukum represif adalah perlindungan hukum yang dilakukan setelah terjadi sengketa atau pelanggaran, tujuan perlindungan hukum ini adalah untuk menyelesaikan sengketa yang bersumber pada pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat. Penyelesaian sengketa yang dilakukan bukan hanya melalui musyawarah tetapi juga melalui lembaga peradilan.43

Sebagai negara hukum maka Indonesia juga menjamin segala kebutuhan hukum masyarakat sebagaimana tercantum dalam Pasal 26d UUD 1945, perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah mencakup berbagai aspek kehidupan bermasyarakat termasuk mengenai transaksi di lembaga keuangan yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen.

Pengertian konsumen menurut KBBI adalah pemakai barang hasil produksi ataupun pemakai jasa,44 pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia di masyarakat baik dalam kepentingan sendiri, orang lain dan makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen menyebutkan beberapa asas yang harus diperhatikan dalam hal perlindungan konsumen diantaranya:45

a. Asas manfaat. b. Asas keadilan. c. Asas keseimbangan.46

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen e. Asas kepastian hukum

43 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia.., h., 75.

44http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Konsumen, diakses pada 02 Juni 2020, pukul 12.45.

45 Undang-Udang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42.

(33)

24

Terdapat beberapa doktrin mengenai prinsip konsumen yang terkenal dalam perkembangan sejarah perlindungan konsumen, prinsip ini membahas mengenai:

a. Prinsip kedudukan konsumen47

1) Let the buyer beware atau caveat emptor. Doktrin ini menjelaskan bahwa sesungguhnya kedudukan konsumen dan pelaku usaha adalah sama sehingga tidak perlu dilakukan perlindungan terhadap konsumen, konsumen harus berhati-hati ketika melakukan transaksi barang dan/atau jasa. Doktin ini selanjutnya dibalik dengan doktrin

caveat venditor yang mengatakan bahwa pelaku usaha merupakan

pihak yang harus berhati-hati

2) The due care theory. Prinsip ini menjelaskan bahwa pelaku usaha dalam menjalankan usaha dan menawarkan produk dan/atau jasa selalu menerapkan prinsip kehati-hatian, sehingga pelaku usaha tidak dapat disalahkan. Dengan prinsip ini memungkinkan terjadinya pembebanan bukti pelanggaran kepada konsumen. 3) The privity of contrac. Prinsip ini menjelaskan bahwa pelaku usaha

hanya dapat bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang tercantum dalam perjanjian di antara para pihak, pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal-hal yang timbul di luar perjanjian.

4) Kontrak bukan syarat. Prinsip ini menjelaskan bahwa kontrak bukanlah syarat untuk menentukan eksistensi hubungan hukum, tetapi dalam praktiknya kontrak selalu dijadikan syarat transaksi antara konsumen dan pelaku usaha.

b. Prinsip tanggung jawab48

1) Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan atau fault

liability. Prinsip ini menjelaskan bahwa seseorang dapat

bertanggung jawab jika terbukti melakukan kesalahan yang melawan hukum, menurut Pasal 1365 KUH Perdata perbuatan

47Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia, 2004), h., 61-64.

(34)

25

melawan hukum harus memenuhi empat syarat, yaitu merupakan suatu perbuatan, terdapat unsur kesalahan, terdapat kerugian dan terdapat hubungan antara kesalahan dan kerugian.

2) Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab. Prinsip ini menjelaskan bahwa tergugat dianggap bertanggung jawab sampai ada bukti ia tidak bersalah, prinsip ini biasanya digunakan dalam transaksi pengangkutan.

3) Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab. Prinsip merupakan kebalikan dari prinsip di atas, prinsip ini digunakan secara terbatas.

4) Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability). Prinsip ini menjelaskan bahwa tanggung jawab didasarkan pada cacat produk dan risiko kerugian yang dialami konsumen, bukan pada kesalahan dan hubungan kontrak.49

c. Penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden)50

Penyalahgunaan keadaan berhubungan dengan keadaan yang terjadi ketika terjadi kontrak, keadaan ini membuat salah satu pihak berada dalam keadaan yang tidak bebas untuk menyatakan kehendaknya. Penyalahgunaan keadaan dianggap sebagai hal yang melanggar ketertiban umum dan norma yang berlaku.

Dunne J. Satrio sebagaimana dikutip oleh Sidharta menjelaskan bahwa terdapat ciri-ciri penyalahgunaan keadaan. Pertama salah satu pihak dalam keadaan terdesak ekonomi, hubungan dan keadaan ketika waktu perjanjian berakhir. Kedua perjanjian mengandung klausul kewajiban timbal balik yang tidak seimbang atara para pihak, ketiga perjanjian berisiko menimbulkan kerugian yang sangat besar kepada salah satu pihak.

49 Inosentius Samsul, Hukum Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan

Tanggung Jawab Mutlak, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004, cet. 1), h., 227.

50 Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia

(35)

26

Dalam rangka mendukung terjadinya perlindungan konsumen di sektor keuangan di Indonesia maka dibentuk lembaga yang khusus mengawasi produk dan tindakan lembaga keuangan yaitu Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki wewenang dalam mengawasi seluruh kegiatan lembaga keuangan sebagaimana diatur dalam UU OJK Nomor 21 tahun 201151 termasuk dalam hal perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan, perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Jika konsumen telah melakukan kewajibannya seperti mengikuti prosedur pemanfaatan barang dan/atau jasa dengan baik, melakukan iktikad baik dan telah membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati tetapi belum mendapatkan hak-hak konsumen sebagaimana mestinya maka dapat dilakukan upaya perlindungan hukum terhadap haknya. Adapun hak-hak konsumen antara lain:52

a. Hak atas keamanan dan keselamatan b. Hak untuk diperlakukan secara adil c. Hak untuk memperoleh informasi d. Hak untuk memilih

e. Hak untuk didengar

f. Hak untuk mendapatkan pendidikan konsumen

g. Hak untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang didapatkan h. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian sengketa yang layak Untuk memperkuat perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan, OJK menerbitkan beberapa peraturan yang dapat menunjang pelaksanaan POJK 01/POJK.07/2013, yaitu53:

51 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111.

52 Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia, 2004), h., 21.

53 Agus Satory, “Perjanjian Baku dan Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Bisnis

Sektor Jasa Keuangan: Penerapan dan Implementasinya di Indonesia”, Padjadjaran Jurnal Ilmu

(36)

27

a. Surat Edaran OJK No. 01/SEOJK.07/2014 tentang Pelaksanaan Edukasi dalam Rangka Meningkatkan Literasi Keuangan Kepada Konsumen dan/atau Masyarakat.

b. Surat Edaran OJK No. 02/SEOJK.07/2014 tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan.

c. Surat Edaran OJK No. 12/SEOJK.07/2014 tentang Penyampaian Informasi Dalam Rangka Pemasaran Produk dan/atau Layanan Jasa Keuangan

d. Surat Edaran OJK No. 13/SEOJK.07/2014 tentang Perjanjian Baku. SEOJK ini mengatur mengenai perjanjian baku dan unsur-unsur dalam perjanjian baku yang dilarang.

e. Surat Edaran OJK No. 14/SEOJK.07/2014 tentang Kerahasiaan dan Keamanan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen

f. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 01/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. g. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 18/POJK.07/2018 tentang

Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan

h. Surat Edaran OJK No. 17/SEOJK.07/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan.

Rasulullah SAW melarang beberapa praktik bisnis pada masa kepemimpinan beliau di Madinah yang dapat merugikan konsumen, di antaranya:54

a. Bai al-gharar, Rasulullah SAW melarang pedagang untuk melakukan bisnis yang mengandung unsur penipuan dan ketidakpastian.

b. Gisyah, yaitu menutupi kecacatan pada produk yang dijual, baik berbohong mengenai hal tersebut maupun mencampur barang cacat tersebut dengan barang yang kualitasnya bagus.

54 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqih Muamalat), (Jakarta:

(37)

28

c. Tathfif, yaitu mengurangi timbangan atau takaran barang yang dijual. d. Riba, praktik ini dapat sangat merugikan konsumen jika tambahan yang

diambil oleh pegadang terlalu tinggi.

Dengan berkembangnya ekonomi syariah di Indonesia juga tidak melepas ruang lingkup perlindungan konsumen terhadap konsumen jasa keuangan syariah, perlindungan konsumen dalam hukum Islam tidak terlepas dari asas transaksi yaitu at-tauhid (mengesakan Allah SWT), istiklaf (titipan),

al-ihsan (berbuat baik), al-amanah (bertanggungjawab), ash-shiddiq (jujur), al-adl (adil dan seimbang), al-khiyar (hak memilih) dan at-ta’awun (tolong

menolong).55

B. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dalam menunjang penelitian yang akan dilakukan, penulis mencoba membahas beberapa jurnal dan penelqqitian lain yang memiliki keterkaitan dengan penelitian penulis, di antaranya:

1. Maman Surahman dan Panji Adam, “Penerapan Prinsip Syariah Pada Akad Rahn di Lembaga Pegadaian Syariah”, Jurnal Law and Jastice, Vol. II, No. 2, Oktober 2017.

Penelitian ini menjelaskan bahwa pegadaian syariah harus memiliki tiga prinsip, yaitu prinsip Tauhid (keimanan), Ta’awun (tolong menolong), dan Tijarah (bisnis). Pertama prinsip tauhid atau keimanan, prinsip ini mengutamakan ketaatan kepada Allah sehingga pembiayaan bukan hanya sebatas untuk memanfatkan dan mengembangkan harta dan menyebabkan penumpukkan, tetapi berusaha agar harta yang dikembangkan dapat berputar kepada semua kalangan karena dalam Islam mengajarkan bahwa dalam harta pribadi terdapat hak orang lain. Kedua prinsip ta’awun atau tolong menolong, prinsip ini menjelaskan bahwa setiap melalui gadai diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup dan memperkuat ikatan. Ketiga prinsip tijarah atau bisnis, dalam melakukan bisnis pelaku usaha harus menerapkan keadilan dan bermoral.

55 Zainal Arifin dan Dahlia Husin, Norma dan Etika Ekonomi Islam,(Jakarta: Gema

(38)

29

Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian ini terletak pada segi perlindungan hukum konsumen pergadaian syariah. Selan itu penulis juga akan menganalisis kesesuaian klausul baku akad murabahah dengan peraturan yang berlaku dan perlindungan hukum terhadap pelanggaran klausula baku oleh Otoritas Jasa Keuangan.

2. Hidayatulloh, “Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Dalam Akad Pembiayaan di Pegadaian Syariah”, Istinbath: Jurnal Hukum Islam, Vol. 15, No. 1, Juni 2016.

Penelitian ini membahas mengenai perlindungan hukum terhadap penerapan prinsip syariah pada Pegadaian Syariah menurut perundang-undangan di Indonesia dan hukum syariah. Hidayatulloh menjelaskan bahwa setelah melakukan perjanjian maka nasabah secara sah memiliki hubungan hukum dengan Pegadaian, perjanjian tersebut menimbulkan berlakunya hak dan kewajiban. Dalam perundang-undangan di Indonesia pengawasan dan pembinaan hak konsumen dilakukan oleh OJK, dalam kasus ini Pegadaian harus menjamin beberapa hak konsumen untuk menjaga kredibilitasnya.

Pertama yaitu hak transparansi informasi produk secara benar

sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 4 huruf c UUPK. Pegadaian harus menjamin bahwa informasi produk yang diberikan kepada konsumen telah benar adanya untuk meminimalisir kerugian yang dapat dialami konsumen. Kedua hak kesetaraan dan keseimbangan dalam perjanjian, umumnya ketika melakukan perjanjian kontrak yang berlaku telah distandarisasi oleh pegadaian dengan maksud menghemat biaya, waktu dan tenaga, hal ini masih diperbolehkan selama tidak mengandung perjanjian baku yang dapat merugikan konsumen. Ketiga hak mendapatkan kompensasi dan kerugian sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 huruf h UUPK.

Hukum Islam mengatur mengenai perlindungan hak nasabah yang harus penuhi oleh pelaku usaha yang disebut dengan konsep

(39)

30

usaha harus menjamin bahwa transaksi yang dilakukan bebas dari penipuan baik mengenai kualitas dan kuantitas produk (taghrir

al-i’laanaat al-tijaariyah), harga (al-khiyanah fii al-ikhbaar ‘an al-tsaman),

waktu dan lain-lain, tujuannya adalah untuk menghindari kerugian dan kesalah pahaman antara para pihak.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis yaitu penulis akan memfokuskan untuk menganalisis kontrak akad rahn atas jual beli emas pada produk MULIA dengan akad murabahah yang digunakan di Pegadaian Syariah Malabar dan perlindungan hukum terhadap konsumen jasa keuangan berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

3. Ahmad Saputra, “Implementasi Investasi Logam Mulia Pada Bisnis Gadai Syariah Mega”, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010).

Penelitian ini menjelaskan mengenai ketentuan operasional investasi logam mulia di Bank Mega Syariah, produk ini memberikan fasilitas berupa pinjaman dana dengan menggadaikan barang berharga berupa emas batangan dan perhiasan dengan jangka waktu selama 4 bulan.

Pertama calon rahin akan melakukan fasilitas gadai dengan akad

rahn dan selanjutnya rahin menyerahkan barang gadai kepada Bank

Mega (murtahin), selanjutnya Bank mega akan menaksir barang jaminan yang dtetapkan dari harga pasar barang. Setelah barang gadai ditaksir Bank Mega dapat memberikan menentukan besarnya pembiayaan yang akan diberikan kepada rahin, selanjutnya rahin dapat membayar pembiayaan dengan mencicil setiap bulan yang meliputi biaya pokok pinjaman dan biaya jasa simpan (ijarah).

Apabila rahin tidak dapat melunasinya maka Bank Mega akan mengeksekusi barang gadai dengan dua cara, yatu lelang terbuka yang diikuti masyarakat dan lelang tertutup yang hanya diikuti pihak tertentu

(40)

31

saja dengan harga minimum lelang sebesar harga pokok dan biaya sewa (ijarah).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis terletak pada objek penelitian yaitu pegadaian syariah. Dalam penelitian ini peneliti akan berfokus pada analisis kontrak akad rahn di pegadaian syariah dan bagaimana perlindungan hukum terhadap pengguna kontrak baku berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. 4. Arif Priyo Pambudi, “Kontrak Baku Pada Polis Asuransi Syariah Dalam

Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen (Studi Pada Polis Asuransi Umum)” (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016).

Penelitian ini menganalisis keseuaian penggunaan klausul baku pada polis umum (Asuransi Tugu Pratama, Asuransi Tripakarta, Asuransi Mitra Syariah, Asuransi Bumida Syariah dan Asuransi Takaful General) dengan POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan UUPK. Penelitian ini menjelaskan bahwa umumnya asuransi telah menyesuaikan kontrak dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, meskipun demikian kontrak yang digunakan belum dapat dikatakan ideal berdasarkan SEOJK No.13/SEOJK.07/2014 karena masih memuat beberapa hal yang dilarang seperti mencantumkan kata yang sulit dipahami dan pengetikkan klausul yang terlau kecil sehingga sulit untuk dibaca.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan pernulis terletak pada objek penelitian yaitu peneliti akan berfokus pada analisis kontrak baku di pegadaian syariah dan perlindungan hukum nasabah.

5.

Rati Maryani Palilati, “Perlindungan Hukum Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan” Jurnal IUS: Kajian Hukum dan Keadilan, Vol. IV, No. 3, Desember 2016.

Penelitian ini menjelaskan bahwa penanganan perlindungan konsumen yang dilakukan oleh OJK merupakan salah satu tujuan

(41)

32

didirikannya OJK sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang OJK, selanjutnya untuk memberikan kepastian hukum bagi konsumen maka OJK menerbitkan berbagai macam regulasi seperti:

a. POJK Nomor 1 tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

Peraturan ini menjelaskan ketika mendapatkan komplain, pelaku usaha jasa keuangan diwajibkan untuk meminta maaf dan menawarkan ganti rugi atau perbaikan produk dan/atau layanan. Apabila tidak mendapatkan kesepakatan maka kedua belah pihak bisa menyelesaikan sengketa melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang diatur dalam POJK Nomor 1 tahun 2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. b. POJK Nomor 1 tahun 2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa di Sektor Jasa Keuangan

Peraturan ini menjelaskan bahwa penyelesaian sengketa konsumen baik jalur litigasi maupun non litigasi dapat dilakukan jika konsumen telah menyelesaikan sengketa di lembaga jasa keuangan terlebih dahulu, dlam peraturan ini lembaga alternatif penyelesaian sengketa setidaknya memiliki layanan mediasi, ajudikasi dan arbitrase yang memiliki prinsip aksesibilitas, independensi, keadilan, efektivitas dan efisiensi.

c. SEOJK Nomor 1 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Edukasi Dalam Rangka Meningkatkan Literasi Keuangan Kepada Konsumen dan/atau Masyarakat

Peraturan ini mewajibkan pelaku usaha untuk melakukan edukasi kepada konsumen dan melaporkannya kepada OJK setiap tahun

Untuk mencegah terjadinya kerugian pada konsumen jasa perbankan, OJK melakukan edukasi kepada konsumen, menyediakan fasilitas pengaduan konsumen di setiap lembaga jasa keuangan dan

(42)

33

memberikan langkah-langkah lain yang dianggap perlu. Sedangkan untuk melindungi konsmen jasa perbankan OJK dapat menunjuk perbankan yang bersangkutan untuk menangani pengaduan yang dilakukan oleh konsumen, selanjutnya konsumen dapat mengajukan gugatan jika ingin mendapatkan kembali hartanya mapun mendapatkan ganti rugi.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terletak pada objek yang diteliti, dalam penelitian ini peneliti akan memfokuskan perlindungan hukum terhadap konsumen jasa pegadaian syariah, selain itu penelitian ini juga akan menganalisis isi kontrak dan menjelaskan perlindungan hukum yang timbul dari penerapan klausula eksonerasi dalam kontrak.

Referensi

Dokumen terkait

Keberadaan vila yang menjadi suatu fenomena dalam industri pariwisata di Kabupaten Badung dan Bali pada umumnya, secara tidak langsung telah memberikan nilai lebih bagi

Dian Andilta Utama belum sepenuhnya menerapkan hak-hak khusus pekerja/ buruh perempuan, hambatan dalam menerapkan hak-hak khusus pekerja/ buruh perempuan adalah dalam

Secara umum, arsitektur tradisional Jawa mempunyai tipologi atau bentuk keseluruhan rumah tempat tinggal yang dapat dilihat dalam denah berupa bujur sangkar atau persegi

ANALISIS RUGI-RUGI DAYA PADA TRANSFORMATOR DISTRIBUSI 15 kVA, 20 kV /400 Volt AKIBAT PENGARUH HARMONISASI). Sistem tenaga listrik di Indonesia didesain untuk bekerja pada

Abstrak: Kyou adalah toko yang bergerak dalam bidang penjualan figure dan merchandise yang berhubungan dengan anime, yang sekarang sudah membuka layanan penjualan secara online

• The case of singular curves of the plane, with polynomials f 1 which are weighted homo- geneous polynomials with a singularity of modality zero: these polynomials correspond to

pemahaman konsep luas serta volume kubus dan balok pada siswa SMP kelas. VIII semester II dalam

Rendahnya kualitas hasil pembelajaran tenis dasar mahasiswa yang mengambil mata kuliah tenis dasar di jurusan pendidikan olahraga FIK UNP, merupakan salah satu