BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PENGGUNA ATM PADA BTPN
D. Perlindungan Konsumen Pengguna ATM Pada BTPN
Nasabah bank sebagai pengguna ATM yang mengalami masalah kerugian seperti kartu yang terdebet sendiri tanpa sepengetahuan nasabah atau konsumen bank tersebut, maka nasabah memerlukan perlindungan hukum dari Undang- undang tentang Perbankan, pada Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Perbankan yang menyebutkan “Demi suatu kepentingan untuk nasabah, bank wajib menjelaskan informasi terhadap suatu timbulnya akibat kerugian dalam transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank” dimana pada bunyi dari pasal tersebut
69 Indah Sari Wngso,Wawancara pada tanggal 28 Juli 2020, di kantor BTPN Putri Hijau Medan
70 Indah Sari Wngso,Wawancara pada tanggal 28 Juli 2020, di kantor BTPN Putri Hijau Medan
71 Indah Sari Wngso,Wawancara pada tanggal 28 Juli 2020, di kantor BTPN Putri Hijau Medan
diketahui masih belum memuat perlindungan hukum secara terperinci terhadap nasabah. Pasal tersebut belum memberikan informasi yang lengkap yang dimana bagi kepentingan nasabah/konsumen yang melarang merugikan.72
Dalam Surat Edaran Nomor 14 / 17 / DASP / 2012 pada 7 Juni 2012 atas Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DASP/2009 13 April 2009, DASP “Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran” perihal terhadap Kegiatan APMK “Alat Pembayaran Menggunakan Kartu”, bahwa bank wajib harus menyampaikan informasi lengkap kepada pemegang APMK atau yang disebut nasabah maupun konsumen, yang meliputi:
1. Tata cara terhadap pengguna APMK dan berbagai kelengkapan 2. fasiitas yang terdaat dalam kartu tersebut dan berbagai macam 3. hal yang akan timbul bagi konsumen./nasabah terebut;
4. Hak-hak dan kewajiban bagi pengguna APMK, yaitu:
a. Nasabah dilarang memberikan nomor penting atau PIN kartu ATM tersebut kepada orang lain dan selalu berhati-hati dalam bertransaksi pada mesin ATM yag berada di Bank maupun diluar Bank;
b. Pertanggung jawaban dan Hak bagi pengguna ATM terhadap banyaknya suatu hal yang berdampak kerugikan terhadap nasabah dan/atau pemberi kartu, yang disebabkan karena adanya duplikat 8 kartu, kesalahan oleh mesin penerbit, maupun hal yang dapat terjadi lainnya;
72 A.A.Ngurah Rai Suarjaya Di Putra dan Cokorde Dalem Dahana, Perlindungan Hukum Terhadap Rekening Nasabah Bank dalam Perjanjian Penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) pada Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Teuku Umar Denpasar, vol.5.Nomor 2, Agustus 2016, hal.25
48
c. Prosedur maupun resiko bila nasabah ATM tidak berkeinginan lagi menggunakan kartu tersebut;
d. Bebagai hal dan banyaknya dana maupun anggaran yang dikenakan;
e. Prosedur penyajian terhadap aduan dalam hal memiliki hubungan bagi nasabah bank dan estimasi tempo penanganan laporan.73
Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan oleh pengguna ATM dalam pengunaan ATM, yaitu penggunaan dari segi teknis dan penggunaan dari segi yuridis. Permasalahan secara teknis yaitu berdasarkan tata cara pemakaian kartu ATM pada mesin ATM yang dapat berakibat hilangnya sejumlah uang nasabah dikarenakan kesalahan yang dibuat oleh nasabah itu sendiri.74 Berdasarkan hasil wawancara salah satu law office Kantor Cabang Putri Hijau Medan Sumatera Utara, Menurut Ibu Indah Sari Wongso, menyebutkan bahwa dalam hal kesalahan yang terjadi adalah akibat dari ketidak hati-hatian nasabah, maka pihak bank tidak menanggung kerugian yang dialami nasabah tersebut.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mampu dijadikan acuan sebagai dasar perlindungan untuk konsumen ataupun konsumen yang mengalami kerugikan dan meminta kedaulatannya tersebut. Dapat dilihat bahwa nasabah pada suatu bank atau nasabah pengguna ATM adalah
73 Bank Indonesia, 2012, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, 07 Juni.
74 Sentosa Sembiring, 2012, Hukum Perbankan Edisi Revisi, Cetakan Ketiga, CV. Mandar Maju, Bandung. hal. 15
merupakan konsumen yang dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut.75
Dalam suatu kegiatan yang dilakukan oleh konsumen maupun nasabah dapat 9 terjadi kerugian didalam penggunaan ATM yang sedang digunakan oleh nasabah tersebut sehingga timbulnya suatu kerugian bagi nasabah maupun konsumen pengguna ATM, kerugian yang bukan dikarenakan kesalahan dari nasabah pengguna ATM tersebut dapat diganti oleh pihak bank karena kewajiban itu sudah diatur didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 7 huruf f dan g yaitu:
a. Memberikan ganti rugi atas kerugian yang diakibatkan dari suatu barang maupun jasa yang diberikan.
b. Bertanggung jawab atas barang maupun jasa yang diberikan apabila tidak seperti/sesuai dengan perjanjiannya tersebut.
75 Indah Sari Wngso,Wawancara pada tanggal 07 September 2020, di kantor BTPN Cab Medan
BAB IV
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN PENGGUNA ATM BTPN MEDAN DALAM UUPK, OJK DAN SOP BANK
A. Pengertian Sengketa Konsumen
Pesatnya perkembangan perekonomian nasional telah menghasilkan variasi produk barang dan/jasa yang dapat dikonsumsi. Bahkan dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti turut mendukung perluasan ruang gerak transaksi perdagangan barang dan/atau jasa hingga melintasi batas- batas suatu wilayah Negara. Hal yang menarik dari berbagai transaksi tersebut adalah banyaknya persoalan yang muncul terkait penggunaan produk hingga kemudian menimbulkan sengketa yang harus diselesaikan oleh masing-masing pihak.
Penyelesaian sengketa konsumen tidak menutup kemungkinan dilakukan secara damai oleh para pihak yang bersengketa. Maksud penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tanpa melalui pengadilan atau badan penyelesaian sengketa konsumen. Disamping terkait dengan sengketa yang di damaikan, dalam penyelesaian sengketa terkadang membutuhkan objek tertentu untuk mencapai perdamaian, misalnya dalam hal pemberian ganti rugi sesuai dengan bentuk-bentuk dan jumlah kerugian yang dialaminya.76
penyelesaian sengketa dalam dunia bisnis, seperti dalam perdagangan, perbankan, proyek pertambangan, minyak dan gas, energi, infrastruktur, dan
76 Burhanuddin, Pemikiran Hukum Perlindungan Konsumen,(Malang,Maliki Press,2011) Hal: 65
sebagainya dilakukan melalui proses litigasi. Dalam proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain, selain itu penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium) setelah alternatif penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil.77
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Menurut Pasal 1 angka 10 UU 30/1999, “alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.” “Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”.
Semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan Perma 1/2016.78
Berdasarkan pasal 49 ayat (1) Undang-undang Perlindungan Konsumen N0 8 Tahun 1999 yaitu ”Pemerintah membentuk badan 2 penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan”. Badan ini merupakan peradilan kecil (small claim court) yang melakukan persidangan dengan menghasilkan keputusan secara cepat, sederhana, dan dengan biaya murah sesuai dengan asas peradilan. Upaya penyelesaian
77 Ibid hal:72
78 Ibid hal:73
52
sengketa konsumen di luar pengadilan sebagaimana dikehendaki undang-undang, merupakan pilihan yang tepat untuk mengedepankan penyelesaian perdamaian yang dapat memuaskan kedua pihak. Dikatakan cepat karena menurut pasal 55 Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ialah “Badan penyelesaian sngketa konsumen wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima”79
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dengan perantaraan BPSK sebagai penasehat dan penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak. Penyelesaian sengketa dengan cara mediasi dilakukan sendiri oleh pihak yang bersengketa dengan didampingi oleh majelis yang bertindak aktif sebagai mediator. Mediasi merupakan proses negosiasi penyelesaian sengketa di mana pihak ketiga tidak memihak (impartial) bekerjasama dengan para pihak untuk mencapai kesepakatan. Mediator dapat melakukan kaukus, yaitu proses penyelesaian sengketa dimana dalam hal-hal tertentu para pihak, baik konsumen maupun pelaku usaha masing-masing dimediasikan secara terpisah.80
B. Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam UUPK,OJK dan SOP BANK 1. Penyelesaian konsumen dalam UUPK
Secara yuridis proses penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) dapat ditempuh dengan menggunakan jalur litigasi (melalui pengadilan) dan jalur non litigasi.
Penyelesaian melalui jalur non litigasi dilakukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dengan cara Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase.
79 Ibid hal:73
80 Ibid hal:74
BPSK tidak dapat berperan aktif dalam penyelesaian sengketa konsumen, hal ini disebabkan substansi pengaturan, prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa banyak mengandung kelemahan dan saling bertentangan sehingga BPSK tidak dapat berperan banyak dalam penyelesaian sengketa konsumen, terutama yang menyangkut keberatan mengenai putusan konsiliasi atau mediasi, serta penetapan eksekusi sama sekali belum ada pengaturannya.81
Salah satu masalah yang mendasar dari Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 (UUPK) adalah ketentuan mengenai penyelesaian sengketa konsumen. Untuk menyelesaikan sengketa konsumen, Pasal 45 Ayat (1) UUPK memberikan dua pilihan yaitu menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.82
Apabila penyelesaian sengketa konsumen dilakukan di luar peradilan menurut Pasal 52 UUPK adalah melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dengan cara melalui mediasi, arbitrase,dan konsiliasi.Gugatan yang sudah diajukan ke BPSK harus ditindaklanjuti oleh BPSK, dan BPSK wajib memberikan putusan. Putusan tersebut berdasarkan Pasal 56 Ayat (2) UUPK bersifat final dan mengikat, dengan kata lain tidak dapat dilakukan banding dan kasasi. Akan tetapi berdasarkan Pasal 54 Ayat (3) UUPK terhadap putusan tersebut dapat dimintakan upaya hukum (keberatan) ke pengadilan Negeri.83
81 Husni syawali dan Neni sri imaniati,Hukum Perlindungan Konsumen (Bandung, Mandar Maju,2000),Hal:23
82 Ibid, Hal:24
83 Ibid,Hal:26
54
Peluang mengajukan keberatan atas putusan BPSK kepada Pengadilan Negeri adalah bentuk campur tangan demikian besar dari lembaga peradilan umum terhadap penyelesaian sengketa melalui BPSK. Artinya kekuatan putusan dari BPSK secara yuridis masih digantungkan pada supremasi pengadilan sehingga tidak benar-benar final. Sementara dalam praktek pengajuan keberatan atas putusan BPSK di pengadilan Negeri berlaku hukum secara perdata umum, sehingga menambah panjang proses penyelesaian sengketa konsumen.
Persoalan lainnya adalah dalam eksekusi terhadap putusan BPSK, agar mempunyai kekuatan eksekusi, putusan BPSK harus dimintakan penetapan eksekusi ke pengadilan, tetapi aturan mengenai tatacara permohonan eksekusi terhadap putusan BPSK tersebut
belum ada.84
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), yang mengatur tentang perlindungan terhadap konsumen menegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Dengan kata lain UUPK secara tegas telah memberikan jaminan perlindungan terhadap konsumen, jika konsumen dirugikan oleh pelaku usaha.85
Penyelesaian sengketa yang terjadi antara konsumen dan pelaku usaha,dapat diselesaikan melalui jalur litigasi (melalui pengadilan) dan jalur nonlitigasi (tidak melalui pengadilan).Penyelesaian, melalui lembaga litigasi dianggap kurang efisien baik waktu, biaya, maupun tenaga,sehingga penyelesaian
84 Ibid,hal:29
85 Ibid, hal:30
melalui lembaga non litigasi banyak dipilih oleh masyarakat dalam menyelesaikan sengketa dimaksud. Meskipun demikian pengadilan juga tetap akan menjadi muara terakhir bila di tingkat non litigasi tidak menemui kesepakatan.86
2. Penyelesaian konsumen dalam OJK
Dalam interaksi antara konsumen dengan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang dinamis, ditambah dengan jumlah produk dan layanan jasa keuangan yang selalu berkembang; kemungkinan terjadinya sengketa tak terhindarkan. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor, di antaranya adalah adalah perbedaan pemahaman antara konsumen dengan LJK mengenai suatu produk atau layanan jasa keuangan terkait. Sengketa juga dapat disebabkan kelalaian konsumen atau LJK dalam melaksanakan kewajiban dalam perjanjian terkait produk atau layanan dimaksud.87
Penyelesaian sengketa harus dilakukan di LJK lebih dahulu. Dalam Peraturan OJK tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan diatur bahwa setiap LJK wajib memiliki unit kerja dan atau fungsi serta mekanisme pelayanan dan penyelesaian pengaduan bagi konsumen. Jika penyelesaian sengketa di LJK tidak mencapai kesepakatan, konsumen dapat melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS).
a. Layanan penyelesaian sengketa di LAPS 1) Mediasi
86 https://www.ojk.go.id/id/kanal/edukasi-dan-perlindungan-konsumen/Pages/Lembaga-Alternatif- Penyelesaian-Sengketa.aspx . diakses tanggal: 17 Oktober 2020 Hal: 2
87 Ibid, Hal:3
56
Cara penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga (mediator) untuk membantu pihak yang bersengketa mencapai kesepakatan.
2) Ajudikasi
Cara penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga (ajudikator) untuk menjatuhkan putusan atas sengketa yang timbul di antara pihak yang dimaksud. Putusan ajudikasi mengikat para pihak jika konsumen menerima. Dalam hal konsumen menolak, konsumen dapat mencari upaya penyelesaian lainnya.
3) Arbitrase
Cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak.
b. LAPS menyediakan layanan penyelesaian sengketa secara mudah di akses, murah, cepat, dilakukah oleh SDM yang kopeten dan paham mengenai indusri jasa keuangan.
c. OJK menetapkan kebijakan bahwa setiap sektor jasa keuangan memiliki satu LAPS. Lembaga ini dibutuhkan apabila tidak tercapai kesepakatan penyelesaian sengketa antara konsumen dan LJK.
Sejalan dengan karakteristik dan perkembangan di sektor jasa keuangan yang senantiasa cepat, dinamis, dan penuh inovasi, maka LAPS di sektor jasa keuangan memerlukan prosedur yang cepat, berbiaya
murah,88 dan dengan hasil yang obyektif, relevan, dan adil.
Penyelesaian sengketa melalui lembaga ini bersifat rahasia sehingga masing-masing pihak yang bersengketa lebih nyaman dalam melakukan proses penyelesaian sengketa dan tidak memerlukan waktu yang lama karena didesain dengan menghindari kelambatan prosedural dan administratif. Selain itu, penyelesaian sengketa melalui LAPS di sektor jasa keuangan dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki keahlian sesuai dengan jenis sengketa, sehingga dapat menghasilkan putusan yang obyektif dan relevan. Dengan adanya LAPS, maka akan terwujud adanya kepastian bagi konsumen dan LJK atas sengketa yang timbul. Putusan yang dihasilkan dalam penyelesaian sengketa melalui LAPS dapat dijadikan oleh konsumen sebagai bahan pembelajaran mengenai hak dan kewajibannya. Sedangkan bagi LJK, putusan dimaksud dapat digunakan untuk menyempurnakan dan mengembangkan produk dan/atau layanan yang dimiliki dengan menyesuaikan pada kemampuan dan kebutuhan konsumen.89
d. Tahap penilaian lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang akan dimasukkan dalam daftar lembaga alternatif penyelesaian sengketa.
1) nalisis pendahuluan yang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
2) Permintaan dokumen dan/atau informasi kepada LAPS;
3) Verifikasi kepada LAPS (jika diperlukan);
88 Ibid, Hal:4
89 Ibid, Hal:5
58
4) Pengolahan dokumen dan atau informasi LAPS; dan
5) Perumusan hasil analisis atas dokumen dan atau informasi LAPS;
6) Pengujian pemenuhan syarat-syarat LAPS.
Pengujian pemenuhan syarat-syarat LAPS dilakukan oleh Tim Penguji LAPS yang terdiri dari tujuh orang yang berasal dari internal dan eksternal OJK, berdasarkan pembobotan dan skala penilaian sebagaimana diatur dalam Surat Edaran OJK mengenai Pedoman Penilaian Lembaga Alternatif Peyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.
Penetapan hasil penilaian.
Hasil penilaian LAPS diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1) Memenuhi syarat apabila memperoleh nilai paling sedikit 75 (tujuh puluh lima) dan tidak terdapat nilai nol pada komponen syarat LAPS;
atau
2) Belum memenuhi syarat apabila memperoleh nilai kurang dari 75 (tujuh puluh lima) atau terdapat nilai nol pada komponen syarat LAPS.90 3. Penyelesaian konsumen dalam SOP BANK.
Rekening dalam SOP adalah rekening tabungan dan giro dalam pengertian umum yang berlaku di Bank BTPN. Sepanjang tidak diatur secara khusus dalam ketentuan lain, maka ketentuan dan prosedur ini berlaku secara Bank WIDE untuk seluruh pembukaan CIF dan rekening di BTPN. Selain hal yang diatur didalam SOP ini, bagi jenis tabungan/giro tertentu (sesuai jenis produk) mengacu juga ke SOP yang
90 Ibid, Hal:6
berlaku khusus sesuai dengan jenis produk masing-masing yang disampaikan secara terpisah dari SOP ini.
a. Ruang lingkup
Standard Operating Procedure (SOP) ini berlaku di seluruh sinaya channel, kantor layanan mantra bisnis, kantor layanan purna bakti, unit kerja custody, serta dapat dijadikan acuan untuk proses yang sama di SOP Mitra Usaha Rakyat (MUR), btpn wow, atau SOP lainnya.
SOP ini mengatur ketntuan dan tata cara yang wajib dilakukan oleh petugas kantor cabang dalam memperoses pembukaan CIF dan pembukaan Rekening, perubahan data nasabah dan penutupan rekening, serta dilengkapi dengan pengelolahan dokumen di custody meliputi:
1) Pendaftaran CIF nasabah dan pembukaan rekening maupun existing
2) Perubahan data nasabah atas instruksi nasabah 3) Penutupan rekening tabungan/ Giro
4) Pengelolahan dokumen nasabah di cabang
5) Penerimaan input/ update dan penyimpanan dokumen nasabah di custody
6) Tata kelola surat keterangan bebas potongan pajak penghasilan91
7) Penanganan permusnahan formulir/ dokumen b. Acuan dan ketentuan terkait
91 SOP Bank BTPN Hal: 8 www.indahsariwongso.btpn.com
60
1) PBI 14/26/PBI/2012 tentang kegiatan usaha dan jaringan kantor bank berdasarkan modal inti serta seluruh perubahannya;
2) PBI Nomor 8/29/PBI/2016 dan surat edaran Bank Indonesia No.
9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007 tentang Daftar Hitam Nasional (DHN) penarik cek dan /atau Bilyet Giro koson;
3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 131 tahun 2000 tanggal 15 Desember 2000 tentang pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta sertifikat Bank Indonesia;
Keputusan Menteri Keuangan RI No. 51/KMK.04/2001 tentang pemotongan pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta Diskonto sertifikat Bank Indonesia;
4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2013 tanggal 16 Agustus 2016 tentang perlindungan konsumen jasa keuangan (Lembaga Negara Republik Indonesia tahun 2013 Nomor 118 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5431);
5) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/SEOJK.07/2014 tentang Penyampain Informasi Dalam Rangka Pemasaran Produk dan/ atau Layanan Jasa Keuangan;
6) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/SEOJK.07/2014 tentang Kerahasian dan Keamanan data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen;
7) Surat BI No.16/119/DPKL tanggal 11 Februari 2014 perihal Pembukaan Rekening Milik Kementerian Negara/Lembaga pada Bank Umum;
8) Peraturan Menteri Keuangan No.57/PMK.05/2007 tanggal 13 Juni 2007 perihal Pengelolaan Rekening Milik Kementerian Negara/ Lembaga/Kantor/Satuan Kerja serta Peraturan Pemerintah No.39 tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara;
9) Surat Putusan Direksi Nomor SK.009/DIR/CCS/V/2013, tanggal 13 Mei 2013 tentang Hirarki Kebijakan BTPN;
10) Kebijakan Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) No.K.001/DIR/CCMP/IV/2014, dan Kebijakan Operasional;
11) Product Program terkait Tabungan dan /atau Giro;
12) Penanganan Rekening Pasif SOP.003/DIROP//OPD/01/2014;
13) Penerapan Program APU dan PP
SOP.006/DIR.OPS/OPSD/02/2013;
14) Signature Verification System SOP.010/DIR- OPS/OPSD/02/2013; Memo No. M.218/OPSD/X/2013 tentang Perubahan Kartu contoh Tanda Tangan; memo No. M.220/OPS- SD/XII/11 Ketentuan Pengelolaan Tanda Tangan Oleh Custody;
62
15) Pemabatasan Transaksi Rupiah dan Larangan Pemeberian Kredit pada Pihak Asing SOP.011/DIR.OPS/OPSD/01/2013;92 16) PenangananPengaduan Konsumen SOP.
015/DIR.OPS/OPST/02/2014;
17) PO (Prosedur Operasional) Retail Operation;
18) SOP Kode Etik Layanan Terkait;
19) SOP Cleansing CIF;
20) SE No.070/DIR-DOP/IX/2007 tentang Daftar Hitam Nasional (DHN) dan memo No.M.293/OPS-SD/XII/12 tentang Ketentuan Verifikasi DHIB oleh CPC;
21) Legal Manual;
22) SOP No.II.D.02/03-1.1./0913-memo No.M. 177/ OPSD/IX/2013 tentang Penggunaan Surat Kuasa;
23) UM.009/OPDF/01/2014 – Petunjuk Teknis Sentralisasi Pajak Online (ETAX) melalui aplikasi optimus beserta perubahannya;
24) Memo No.M.078/OPS-SD/13 tentang Penegasan Penginputan Data Nasabah Debitur;
25) Memo. No.M.220/OPS-SD/XII/11 ketentuan pengelolaan Specimen tanda tangan Custody;
26) Memo No.M.055/OPS-SD/IV/2013 tentang ketentuan dokumen To Be Obtained dan UM.008/OPDF/01/2014 tentang Petunjuk Teknis Penanganan Dokumen To Be Obtained di WFB;
92 SOP Bank BTPN Hal: 9 www.indahsariwongso.btpn.com
27) Ketentuan Penjabat yang berwenang menyetujui/menolak pembukaan rekening Nasabah berisiko tinggi memo No.M.238/OPSD/XI/2013; M.156/OPD/VIII/2014 tentang Ketentuan Penjabat yang Berwenang Menyutujui/Menolak Pembukaan Rekening Nasabah pada Aplikasi E-Form;
28) Pendebetan Biaya Administrasi Tabungan/ Giro serta Manual No.M.220/OPDF/XI/2014 dan berikut seluruh perubahannya;93 C. Penyelesaian Sengketa Konsumen Pengguna ATM di BTPN
Dalam menyelesaikan penyelesaian konsumen saya mewawancarai Ibu Indah Sari Wongso selaku Law Office yang mengatakan, Pada prinsipnya setiap pengaduan konsumen wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh lembaga jasa keuangan. Bila tidak tercapai kesepakatan penyelesaian atas pengaduan konsumen dan lembaga jasa keuangan dapat melakukan penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau melalui pengadilan.94
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan tersebut kemudian dilakukan oleh lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang dimuat dalam daftar list lembaga alternatif penyelesaian sengketa lengkap dengan alamat masing-masing yang kemudian ditetapkan oleh OJK.
Penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa bersifat ( bersifat tertutup dan keputusannya tidak dipublikasikan kepada khalayak umum), di mana lembaga jasa keuangan wajib menjadi anggota lembaga alternatif
93 SOP Bank BTPN Hal:11 www.indahsariwongso.btpn.com
94 Indah Sari Wngso,Wawancara pada tanggal 20 oktober 2020, di kantor BTPN Putri Hijau Medan
64
penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan, dan lembaga jasa keuangan tersebut wajib melaksanakan putusan lembaga alternatif penyelesaian sengketa.
Lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang dimuat dalam daftar lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditetapkan oleh OJK tersebut, meliputi
Lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang dimuat dalam daftar lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditetapkan oleh OJK tersebut, meliputi