c. Pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.
Penerapan prinsip restorative justice dan proses diversi sebagai upaya penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak walaupun secara yuridis formil telah diatur secara jelas dan tegas di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, namun secara formil pula muncul permasalahan terkait dengan waktu berlakunya undang-undang tersebut yang pada Pasal 108 disebutkan:
“Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan” yang berarti undang-undang tersebut baru berlaku pada bulan Juli tahun 2014, hal ini tentu akan memunculkan permasalahan bagi penyelesaian tindak pidana yang melibatkan anak, di samping itu kesiapan bagi seluruh aparatur penegak hukum, pemahaman masyarakat, dan sarana serta pra-sarana menjadi faktor pendukung yang tidak dapat dikesampingkan dalam menunjang berlakunya undang-undang tersebut. Ketika faktor pendukung tersebut tidak memadai maka akan menimbulkan permasalahan kembali dan tentunya akan berimbas bagi anak baik langsung maupun tidak langsung.
Anak memposisikan anak hanya sebagai objek dan perlakuan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum cenderung merugikan anak39
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengamanatkan bahwa dalam rangka pembentukan lembaga yang bersifat independen dalam rangka meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak, maka dibentuklah KPAI melalui Keppres Nomor . 77 Tahun 2003 dan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Komisi Perlidungan Anak Indonesia yang merupakan lembaga negara yang bersifat independen yang bertugas untuk melindungi anak-anak bangsa dari segala tindakan yang merugikan mereka.
Upaya ini terkait dengan adanya penindasan yang kadang dilakukan oleh orang dewasa atau teman-temannya bahkan oleh orang tuanya dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap anak, baik anak yang diasuh oleh orang tuanya apalagi anak yang terlantar, sehingga menyebabkan anak itu tersiksa, tersakiti, hingga luka parah. Sebagai lembaga independen tentunya KPAI punya tugas-tugas pokok yang telah ditentukan.
Dalam hal ini tugas pokok KPAI terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindumgan Anak Pasal 76 yaitu:
a. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak mengumpulkan data dan informasi, meneriam pengaduan masyarakat, melakukan
39R. Wiyono, 2016. Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 7.
penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perliindungan anak.
b. Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada presiden dalam rangka perlindungan anak.
Dalam Pasal 76 tersebut juga mejelaskan tugas pokok KPAI sendiri yaitu:
a. Melakukan sosialisasi dan advokasi tentang peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak.
b. Menerima pengaduan dan memfasilitasi pelayanan masyarakat terhadap kasus-kasus pelanggaran hak anak kepada pihak-pihak yang berwenang.
c. Melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintah, dan kondisi pendukung lainnya baik di bidang sosial, ekonomi, budaya dan agama.
d. Menyampaikan dan memberikan masukan, saran dan pertimbangan kepada berbagai pihak tertuama Presiden, DPR, Instansi pemerintah terkait ditingkat pusat dan daerah.
e. Mengumpulkan data dan informasi tentang masalah perlindungan anak.
f. Melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan tentang perlindungan anak termasuk laporan untuk Komita Hak Anak PBB (Committee on the Rights of the Child) di Geneva, Swiss.
KPAI dalam melakukan tugas-tugasnya dapat melakukan kerjasama dengan berbagai pihak ,yaitu40 :
a. Instansi Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah.
b. Orgsnisasi masyarakat.
c. Para ahli, dan
d. Pihak-pihak lain yang dipandang perlu
Fungsi KPAI berbeda dengan fungsi Kementerian Pemberdayaan Perempuan (KPP) dan Perlindungan Anak (PA). Fungsi KPP dan PA adalah membuat kebijakan di wilayah eksekutif yang mensinkronkan berbagai aspek perlindungan anak yang dijalankan oleh seluruh perangkat pemerintah baik di pusat maupun di daerah41.
Dalam hal ini, KPP dan PA juga memiliki perangkat pemantauan dan evaluasi sendiri, termasuk untuk menjatuhkan sanksi internal dan memberikan penghargaan. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pengawasan yang dilakukan KPP dan PA memiliki makna yang berbeda dengan yang dilakukan KPAI, dimana yang dilakukan KPP dan PA ada dalam wilayah administratif dan dalam kerangka antar instansi sehingga lebih bersifat koordinasi di dalam pemerintahan.
Sedangkan yang dilakukan KPAI berada di luar wilayah penyelenggara Negara dalam arti eksekutif.
Meskipun KPAI adalah lembaga Negara, sifat independennya menyebabkan KPAI tidak berada dalam wilayah koordinasi internal. KPAI bisa memberikan teguran, publikasi, rekomendasi, dan hal-hal lain yang dianggap perlu kepada
40 Maryati Solihah, 2013. Cegah Perdagangan Orang, Grab Kolaborasi dengan KPAI & LPSK. Makalah, Jakarta. hal 7
41 Maryati Solihah, Ibid hal 11
seluruh Penyelenggara Negara, namun KPAI tidak bisa menjatuhkan sanksi internal atau administratif. KPAI mempunyai kewenangan untuk memberikan penanganan sementara dan segera memintakan instansi terkait untuk menjalankan fungsinya terkait dengan masalah anak.
Salah satu instrumen yang digunakan dalam perlindungan anak adalah hukum. Perlindungan Hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kekerasan dan hak anak serta berbagai upaya yang berhubungan dengan kesejahteraan anak, ada beberapa konsep dan pengertian yang telah dikemukakan mengenai perlindungan anak.
Salah satu bentuk perlindungan kepada anak yang berkonflik dengan hukum melalui diversi. Model diversi dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan secara formal sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. Oleh karena itu, sangat diperlukan peran serta semua pihak dalam rangka mewujudkan hal tersebut. Proses itu harus bertujuan pada terciptanya keadilan restoratif, baik bagi anak maupun bagi korban. Diversi dalam keadilan restoratif merupakan suatu proses bahwa semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama mengatasi masalah serta menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, anak, dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menentramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan42.
42 S.E.D. Resimaran, 2013. Diversi Dalam Sistem Peradilan Anak Di Tingkat Pengadilan dan Permasalahannya. Makalah, Hal 12
Pelaksanaan diversi dilatarbelakangi keinginan untuk menghindari efek negatif, khususnya terhadap jiwa dan perkembangan anak yang berpotensi terjadi apabila penyelesaian proses pidananya dilakukan melalui sistem peradilan pidana43. Penerapan ketentuan diversi merupakan hal yang penting, karena dengan diversi, maka hak-hak asasi anak dapat lebih terjamin, dan menghindarkan anak yang berkonflik dengan hukum dari stigma sebagai anak nakal, karena tindak pidana yang diduga melibatkan seorang anak sebagai pelaku dapat ditangani tanpa perlu melalui proses hukum.
Prinsip utama pelaksanaan diversi yaitu tindakan persuasif atau pendekatan non-penal dan memberikan kesempatan kepada seorang untuk memperbaiki kesalahan. Adanya pendekatan seperti ini, diharapkan tidak terjadi lagi penyiksaan, pemaksaan ataupun tindak kekerasan terhadap anak. Inilah yang menjadi tujuan utama pelaksanaan diversi. Melalui diversi, hukum dapat ditegakkan tanpa melakukan tindak kekerasan dan menyakitkan dengan memberi kesempatan kepada seseorang untuk memperbaiki kesalahannya tanpa melalui hukuman pidana oleh negara yang mempunyai otoritas penuh44
Oleh karena itu, setiap hak anak harus dijunjung tinggi demi pencapaian tujuan yaitu lahirnya generasi muda yang sehat untuk kelangsungan kehidupan berbangsa.
Anak sebenarnya merupakan harta yang tak ternilai harganya baik dilihat dari perspektif sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum, maupun perspektif
43Rr. Putri A. Priamsari, “Mencari Hukum Yang Berkeadilan Bagi Anak Melalui Diversi”, Jurnal Law Reform, Vol.14, No.2 Januri 2018, hal.228
44Marlina, Ibid hal 61
keberlanjutan sebuah generasi keluarga, suku dan bangsa. Dilihat dari sosial sebagai kehormaatan harkat martabat keluarga tergantunga pada sikap dan prilaku anak untuk berprestasi, dan budaya anak merupakan harta dan kekayaan yang harus dijaga dan sekaligus merupakan lambang kesuburan sebuah keluarga.
John Lock mengemukakan bahwa anak merupakan pribadi yang masih bersih dan peka terhadap ransangan-ransangan yang berasal dari lingkungannya.
Anak juga tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecendrungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan bersifat memaksa45.
Sobur juga mengartikan anak sebagai orang atau manusia yang mempunyai pikiran, sikap, perasaan, dan minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan, selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan kepada anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama46.
Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak, anak adalah amanah dari Tuhan Yanag Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sbagai makhluk seutuhnya, serta anak adalah tunas, potensi, dan generasi mida penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusu yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.
45R.A. Koesnan, 2005. Susunan Pidana Dalam Negara Sosialis Indonesia, Sumur, Bandung hal. 113
46Nasir Djamil, M., 2013, Anak Bukan untuk Dihukum, Sinar Graifka, Jakarta
Anak wajib dilindungi agar mereka tidak menjadi korban tndakan siapa saja (individu atau kelompok, organisasi swasta ataupun pemertintah) baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada hakikatnya ana tidak dapat melindungi diri sendiri dari berbagai macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan.
Masalah perlindungan hukum dan hak-haknya bagi anak merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak indonesia. Agar perlindungan hak-hak anak dapat dilakukan secara teratur, tertib dan bertanggungjawab maka diperlukan peraturan hukum yang selaras dengan perkembangan masyarakat Indonesia.
Biro Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa penanganan masalah perlindungan anak di Indonesia masih jalan di tempat. Sementara itu, Komite Hak Anak PBB menyebutkan bahwa Indonesia masih mendapatkan “rapor”
buruk dalam penanganan perlindungan anak.
Perlindungan anak adalah suatu usaha mengadakan kondisi yang melindungi anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Menurut Arif Gosita, bahwa perlindungan anak adalah suatu hasil interaksi karena adanya interrelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi47.
Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajiban demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental, sosial.
Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu
47Arif Gosita, 1999, Masalah Perlindungan Anak, Akademi Pressindo, Jakarta. Hal 11
masyarakat, dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara, dan bermasyarakat48.
Selain itu, menurut Sholeh dan Zulfikar, perlindungan anak adalah segala upaya yang ditujukan untuk mencegah, merehabilitasi, dan memperdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan salah, eksploitasi, dan penelantaran agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara wajar baik fisik, mental, maupun sosial49.
Pasal 13 (1) Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan setiap anak selama dalam pengasuhan orangtua, wali atau pihak lain yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :
a. Diskriminasi;
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. Penelantaran;
d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. Ketidakadilan, dan f. Perlakuan salah lainnya.
Adapun Perlindungan khusus yang diberikan terhadap anak korban perlakuan salah dan penelantaran ini tentunya memiiki perbedaan yang signifikan dibandingkan perlindungan anak pada umumnya. Perbedaan ini terutama terletak pada perlindungan kesehatan bagi anak korban penelantaran yang tentunya akan
48Maidin Gultom, 2010. Perlindungan Hukum Terhadap Anak,Cetakan Kedua, P.T.Refika Aditama Bandung, hlm 32
49 Sholeh dan Zulfikar, Dasar Hukum Perlindungan Anak : Anak Cacat, Anak Terlantar, Anak Kurang Mampu, Pengangkatan Anak, Pengadilan Anak, Pekerja Anak. Insan Baru Indonesia, Jakarta
sangat berbeda dengan perlindungan kesehatan bagi anak yang tidak menderita secara fisik.
Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Perlindungan anak menentukan bahwa:
“Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompk minoritas dan terisolasi, anak yang di eksploitasi secara ekonom dan/ata seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat aditif lainnya(napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anakyang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran”.
Negara memiliki kewajiban untuk melindungi seluruh warga negaranya dan sudah sewajarnya negara memberikan perhatian lebih kepada para korban kejahatan yang mungkin mengalami penderitaan baik secara ekonomi, fisik maupun psikis.
Negara juga mempunyai tanggung jawab untuk memberikan kesejahteraan pada masyarakat warga negaranya. Dengan demikian pada saat anggota masyarakatnya mengalami kejadian/peristiwa yang mengakibatkan kesejahteraannya terusik dan menjadi korban kejahatan, maka sudah sewajarnya apabila negaranya bertanggung jawab untuk memulihkan kesejahteraan warga negaranya, mengingat mengingat negara telah gagal dalam memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya
Oleh karena itu untuk mengetahui adanya, terjadinya perlindungan anak yang baik atau buruk, tepat atau tidak tepat, maka harus diperhatikan fenomena
yang relevan, yang mempuyai peran penting dalam terjadinya kegiatan perlindungan anak.
Pada dasarnya usaha perlindungan anak terdapat dalam berbagai bidang kehidupan untuk kepentingan anak dan mempunyai dampak positif pada orang tua. Harus diperjuangkan agar asas- asas perlindungan anak diperjuangkan dan dipertahankan sebagai landasan semua kegiatan yang menyangkut pelayanan anak secara langsung atau tidak langsung demi perlakuan adil kesejahteraan anak.
Perlindungan anak dapat dibedakan dalam 2 (dua) bagian yaitu: Perlindungan anak yang bersifat yuridis, yang meliputi perlindungan dalam bidang hukum publik dan dalam bidang hukum keperdataan50.
a. Perlindungan yang bersifat yuridis, meliputi : perlindungan dalam bidang hukum public dan bidang hukum keperdataan.
b. Perlindungan yang bersifat non-yuridis, meliputi: perlindungan dalam bidang sosial, bidang kesehatan, bidang pendidikan
Adapun dasar perlindungan anak adalah sebagai berikut:
a. Dasar Filosofis Pancasila dasar kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan keluarga, bermasyarakat, bernegara, berbangsa, serta dasar filosofis pelaksanaan perlindungan anak.
b. Dasar etis Pelaksaana perlindungan anak harus sesuai dengan etika profesi yang berkaitan, untuk mencegah prilaku menyimpang
50 Muliyawan, Paradigma Baru Hukum Perlindungan Anak Pasca Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak. Artikel pada Koran Jawa Pos edisi 19 Agustus 2020.hal 2
dalampelaksanaan kewenangan, kekuasaan, dan kekuatan dalam pelaksaan perlindungan anak.
c. Dasar yuridis Pelaksanaan perlindungan anak harus didasarkan pasal UUD 1945an berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku, Penerapan dassr yuridis ini harus secara integratif, yaitu penerapan terpadu menyangkut peraturan perundang-undangan dan berbagai bidang hukum yang berkaitan.
Penyelanggaran perlindungan anak pun memiliki prinsip-prinsip, diantaranya yaitu51:
a. Anak tidak dapat berjuang sendiri
Anak tidak dapat melindungi sendiri hak-haknya, banyak pihak yang mempengaruhi kehidupannya.
b. Kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of the child)
Kepentingan terbaik anak harus dipandang sebagai paramount Impotence (memperoleh prioritas tertinggi) dalam setiap keputusan yang menyangkut anak.
c. Ancangan daur Kehidupan
Perlindungann anak mengacu pada pemahaman bahwa perlindungan harus dimulai sejak dini dan terus menerus.
d. Lintas sektoral
Nasib anak tergantung dari berbagai faktor makro maupun mikro yang langsung maupun tidak langsung. Perlindungan terhadap
51Muliyawan, Ibid, hal 2
anak adalah perjuangan yang membutuhkan sumbangan semua orang disemua tingkatan.
Perlindungan hukum pada korban kejahatan perlu memperoleh perhatian yang serius. Masalah hak asasi manusia dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana memang bukan merupakan pekerjaan yang sederhana untuk direalisasikan. Banyak peristiwa dalam kehidupan masyarakat menunjukan bahwa kedua hal tersebut kurang memperoleh perhatian dari pemerintah padahal sangat jelas dalam Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa indonesia, masalah perikemanusiaan dan perikeadilan mendapat tempat sangat penting sebagai perwujudan dari Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab serta Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mengabaikan perlindungan anak adalah suatu yang tidak dapat dipeertanggung jawabkan, dan juga kurang perhatian dan tidak diselanggarakannya perlindungan anak akan membawa akibat yang sangat merugikan diri sendiri dikemudian hari. Salah satu contoh kurang diperhatikannya maslah penegakan hukum pidan dimana masalah ini berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap korban tindak pidan, dan dalam penyelesaian perkara pidana, banyak ditemukakan korban kejahatan kurang memperoleh hukum yang memadai, baik perlindungan yang sifatnya immteril maupun material.
Pengertian perlindungan anak berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak adalah bahwa : “Perlindungan Anak Adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan
hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”
Sehubungan dengan perlindungan terhadap anak nakal, maka menurut undang-undang ini tidak selalu anak pelaku tindak pidana harus mendapatkan hukuman penjara. Sebagaimana ditegaskan pada Pasal 24 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, bahwa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal, berupa pengembalian kepada orang tua, wali/orang tua asuh atau menyerahkannya kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja atau menyerahkannya kepada departemen sosial atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.
Pasal 59 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menyatakan bahwa: Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus kepada Anak.
Pasal 64 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebut bahwa: “Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana.
Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak ini dibentuk mempunyai tujuan, yakni untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan anak agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan darikekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak indonesia yang berkualitas, berakhalak mulia, dan sejahtera.
Ada 22 (Dua Puluh Dua) undang-undang yang memberikan perlindungan terhadap anak-anak dari praktik kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah. Adapun gambaran dari 22 (dua puluh dua) undang-undang ini dapat digambarkan pada tabel di bawah ini.
No. Undang-Undang (UU)
1. UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak 2. UU No. 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi KILO 138 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang HAM
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Ratifikasi KILO 182 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 6. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT
9.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Anak Sipil dan Politik
10. Undang-Undang No. 31 Tahun 2006 tentang LPSK
11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 12. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang PTPPO
13. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang ITE
14. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
15. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
16.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2009 tentang Pengesahan Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi)
17. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2012 tentang Ratifikasi Opsional Protokol
KHA tentang Anak yang berkonflik dengan Senjata
18. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2012 tentang Ratifikasi Opsional Protokol KHA tentang Penjualan Anak, Pelacuran Anak dan Pornografi Anak
19. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPA
20. Undang-Undang Nomor 31 tahun 2014 tentang REVISI UU No. 13/2006 (LPSK)
21. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang REVISI UU No. 23/2002 (Perlindungan Anak)
22.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang
Undang-undang yang disebutkan di atas tidak semuanya mengatur perlindungan anak secara langsung, tetapi ada juga yang mengatur masalah perlindungan anak secara tidak langsung, bahkan sebagian adalah ratifikasi konvensi (opsional protokol) internasional. Namun demikian, semuanya memiliki relasi atau keterkaitan dengan perlindungan anak di Indonesia.
Undang-Undang Perlindungan Anak menjadi catatan khusus, karena undang-undang ini telah dua kali mengalami revisi, dan revisi yang dilakukan tidak didasarkan pada semangat untuk melakukan harmonisasi dengan standard internasional yang diratifikasi tetapi lebih didasarkan pada respon atas persoalan anak yang mengemuka atau muncul di masyarakat. Dengan kata lain revisi yang dilakukan masih bersifat parsial dan kasuistis. Oleh sebab itu, revisi yang sudah dilakukan tidak menjawab pengentasan persoalan anak secara menyeluruh.
Setiap anak selama dalam pengasuahan orang tuanya yang bertanggung jawab atas pengasuhan, layak mendapatkan perlindungan dan perlakuan yang baik menurut peraturan yang berlaku di Indonesia saat ini. Masalah perlindungan
hukum bagi anak-anak merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak, oleh sebab itu masalahnya tidak semata-mata bisa didekati secara yuridis, tetapi perlu pendekatan yang lebih luas, yaitu ekonomi, sosial dan budaya.
Dalam kaitannya dengan persoalan perlindungan hukum, UUD NRI 1945 jelas menyatakan bahwa Negara memberikan perlindungan kepada fakir miskin dan anak-anak terlantar. Masalah kemiskinan semakin saja menjadi penyakit yangterus menerus muncul di Negara ini. Kejahatan yang terjadi menimpa anak-anak di Negara ini faktor utamanya adalah disebabkan karena kemiskinan, dimana faktor kemiskinan ini mempunyai kontribusi besar dalam tindakan penelantaran anak yang dilakukan oleh orang tua kandung.
Perlindungan hukum bagi korban kejahatan memang sudah ada dan di canangkan oleh Negara, tetapi efek kepada anak korban belum dirasakan betul karena dirasa masih ada kekurangan penyempurnaan bagi ketentuan perundang-undanagan yang ada tentulah penting untuk terus dilakukan. Namun penting untuk disadari bahwa upaya perlindungan hukum hanya merupakan salah satu usaha.
Yang lebih penting adalah usaha untuk mengadakan pembahasan secara mendalam yang berkaitan dengan bidang ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan guna masa depan jutaan anak manusia.
Pada prinsipnya perlindungan anak berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 yang dilakukan berdasarkan Pancasila dan UUD tahun 1945. Prinsip perlindungan tersebut diatur berdasarkan kepentigan terbaik bagi anak (The best interest of the Child), dimana prinsip ini mengatur bahwa dalam semua tindakan