• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan di Indonesia 1)Perlindungan Anak Korban Tindak Kekerasan dalam KUHP

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

C. Perlindungan terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan di Indonesia 1)Perlindungan Anak Korban Tindak Kekerasan dalam KUHP

Dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak dan juga aturan pidananya baik yang secara langsung disebutkan objeknya adalah anak, maupun secara tidak langsung. Beberapa pasal dalam KUHP yang mengaturnya adalah:72

1. Tindak pidana (kejahatan) terhadap asal-usul dan perkawinan, yaitu melakukan pengakuan anak palsu (Pasal 278);

2. Bab XV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 285, 287, 289, 290, 291, 292, 293, 294, 295, 297, dan 305 KUHP.

3. Kejahatan yang melanggar kesusilaan, seperti menawarkan, memberikan, untuk terus menerus atau sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa (Pasal 283), bersetubuh dengan wanita yang diketahui belum berumur lima belas tahun di luar perkawinan (Pasal 287), melakukan perbuatan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul terhadap orang yang belum berumur lima beas tahun (Pasal 290), melakukan perbuatan cabul terhadap anak kandung, anak tiri, anak angkat, anak di bawah pengawasan, pemeliharaan, pendidikan, atau penjagaannya, yang belum dewasa (Pasal 294), menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anak kandung, anak tiri, anak angkat, anak di bawah pengawasan, pemeliharaan, pendidikan, atau penjagaannya, yang belum dewasa dengan orang lain (Pasal 295), melakukan perdagangan anak (Pasal 297), membikin mabuk terhadap anak (Pasal 300), memberi atau menyerahkan seorang anak yang ada di bawah kekuasaannya kepada orang lain untuk melakukan pengemisan atau pekerjaan yang berbahaya atau pekerjaan yang dapat merusak kesehatannya (Pasal 301);

72

4. Kejahatan terhadap kemerdekaan orang, seperti menarik orang yang belum cukup umum dari kekuasaan yang menurut UU ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang lain (Pasal 330), menyembunyikan orang yang belum dewasa (Pasal 331), melarikan wanita yang belum dewasa tanpa dikehendaki orang tuanya atau walinya, tetapi disetujui oleh wanita itu (Pasal 332);

5. Kejahatan terhadap nyawa, seperti seperti pembunuhan (338), pembunuhan dengan pemberatan (339), pembunuhan berencana (340), merampas nyawa (pembunuhan) anak sendiri yang baru lahir (Pasal 341 dan 342);

6. Kejahatan penganiayaan terhadap anaknya sendiri (Pasal 351-356). Secara umum, tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut “penganiayaan”. Dalam KUHP, penjatuhan hukuman bagi tersangka pelaku tindak pidana bagi anak tidak diatur secara khusus penambahan hukumannya. Selain itu KUHP juga tidak ada mengatur secara khusus anak-anak yang menjadi korban tindak pidana.

Di samping memberikan perlindungan secara tidak langsung, hukum pidana positif, dalam hal-hal tertentu, juga memberikan perlindungan secara langsung. Dalam Pasal 14c KUHP ditetapkan bahwa “dalam hal hakim menjatuhkan pidana bersyarat (Pasal 14a), hakim dapat dapat menetapkan syarat khusus bagi terpidana, yaitu “mengganti semua atau sebagian kerugian” yang ditimbulkan oleh perbuatannya dalam waktu yang lebih pendek dari masa percobaannya”. Perlindungan yang langsung ini, di samping jarang diterapkan, masih mengandung banyak kelemahan, yaitu: (1) ganti kerugian tidak dapat diberikan secara mandiri, artinya bahwa ganti kerugian hanya dapat diberikan apabila hakim menjatuhkan pidana bersyarat; (2) pidana bersyarat hanya berkedudukan sebagai pengganti dari pidana pokok yang dijatuhkan hakim yang berupa pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana kurungan; (3) pemberian ganti kerugian hanya bersifat fakultatif, bukan bersifat imperatif. Jadi, pemberian ganti kerugian tidak selalu ada, meski hakim menjatuhkan pidana bersyarat.73

Dalam KUHAP, Pasal 98-101, diatur tentang kemungkinan penggabungan perkara gugatan ganti kerugian (perdata) ke dalam perkara pidana. Ketentuan ini dapat dikatakan memberikan perlindungan korban

73

Sri Sumarwani, Kekerasan Pada Anak Bentuk, Penanggulangan, dan Perlindungan

Pada Anak Korban Kekerasan.

tanggal 18 Februari 2014, pukul 07.32

kejahatan dalam mempermudah perolehan ganti kerugian, namun model ini juga mempersempit ruang gerak korban sendiri. Dalam penggabungan perkara ini, berakhirnya putusan pidana berarti juga berakhirnya putusan perdata. Jadi, apabila dalam perkara pidana tidak ada upaya hukum, banding misalnya, maka putusan perdata harus mengikuti putusan pidana. Artinya, pihak penggugat yang menitipkan perkara kepada Jaksa tidak dapat melakukan upaya hukum, meski putusan atas tuntutan ganti kerugiannya tidak memuaskan.74

1) Tindak Pidana Penganiayaan Biasa

Pasal tentang penganiayaan sendiri dalam KUHP diatur dalam BAB XX buku kedua KUHP tentang penganiayaan yaitu Pasal 351-358.

Penganiayaan biasa yang dapat juga disebut dengan penganiayaan pokok atau bentuk standar terhadap ketentuan Pasal 351 yaitu pada hakikatnya semua penganiayaan yang bukan penganiayaan berat dan bukan penganiayaan ringan.

Pasal 351 KUHP

1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua Tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima Tahun.

3. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh Tahun.

4. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. 5. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Unsur-unsur penganiayaan biasa, yakni:

a) Adanya kesengajaan b) Adanya perbuatan

c) Adanya akibat perbuatan (yang dituju), rasa sakit pada tubuh, dan atau luka pada tubuh.

d) Akibat yang menjadi tujuan satu-satunya 2) Tindak Pidana Penganiayaan Ringan

74

Pasal 352 KUHP

(1) Kecuali yang tersebut dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.

(3) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Unsur-unsur penganiayaan ringan, yakni:

a) Bukan berupa penganiayaan biasa75

(1) Terhadap bapak atau ibu yang sah, istri atau anaknya; b) Bukan penganiayaan yang dilakukan

(2) Terhadap pegawai negri yang sedang dan atau karena menjalankan tugasanya yang sah;

(3) Dengan memasukkan bahan berbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum;

c) Tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan dan pencaharian.

3) Tindak Pidana Penganiayaan Berencana

Menurut Mr.M.H Tirtaadmidjaja, mengutarakan arti direncanakan lebih dahulu yaitu bahwa ada suatu jangka waktu betapapun pendeknya untuk mempertimbangkan dan memikirkan dengan tenang”.

Untuk perencanaan ini, tidak perlu ada tenggang waktu lama antara waktu merencanakan dan waktu melakukan perbuatan penganiayaan berat atau pembunuhan. Sebaliknya meskipun ada tenggang waktu itu yang tidak begitu pendek, belum tentu dapat dikatakan ada rencana lebih dahulu secara tenang. Ini semua bergantung kepada keadaan konkrit dari setiap peristiwa.

75

Pasal 353 KUHP

(2) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat Tahun.

(3) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh Tahun.

(4) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan Tahun

Unsur penganiayaan berencana adalah direncanakan terlebih dahulu sebelum perbuatan dilakukan. Penganiayaan dapat dikualifikasikan menjadi penganiayaan berencana jika memenuhi syarat-syarat:76

4) Tindak Pidana Penganiayaan Berat

a) Pengambilan keputusan untuk berbuat suatu kehendak dilakukan dalam suasana batin yang tenang.

b) Sejak timbulnya kehendak/pengambilan keputusan untuk berbuat sampai dengan pelaksanaan perbuatan ada tenggang waktu yang cukup sehingga dapat digunakan olehnya untuk berpikir, antara lain:

1. Resiko apa yang akan ditanggung.

2. Bagaimana cara dan dengan alat apa serta bila mana saat yang tepat untuk melaksanakannya.

3. Bagaimana cara menghilangkan jejak.

c) Dalam melaksanakan perbuatan yang telah diputuskan dilakukan dengan suasana hati yang tenang.

Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 354 KUHP. Perbuatan berat atau dapat disebut juga menjadikan berat pada tubuh orang lain.

Pasal 354 KUHP

1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan Tahun.

2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh Tahun.

76

Haruslah dilakukan dengan sengaja oleh orang yang menganiayanya. Unsur-unsur penganiayaan berat, antara lain: Kesalahan (kesengajaan), Perbuatannya (melukai secara berat), Obyeknya (tubuh orang lain), Akibatnya (luka berat).

Apabila dihubungkan dengan unsur kesengajaan maka kesengajaan ini harus sekaligus ditujukan baik terhadap perbuatannya, (misalnya menusuk dengan pisau), maupun terhadap akibatnya yakni luka berat.

Istilah luka berat menurut Pasal 90 KUHP berarti sebagai berikut: a) Penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan sembuh

dengan sempurna atau yang menimbulkan bahaya maut.

b) Menjadi senantiasa tidak cakap mengerjakan pekerjaan jabatan atau pencaharian.

c) Kehilangan kemampuan memakai salah satu dari panca indra. d) Kekudung-kudungan

e) Gangguan daya pikir selama lebih dari empat minggu.

f) Pengguguran kehamilan atau kematian anak yang masih ada dalam kandungan.

Penganiayaan berat ada 2 (dua) bentuk, yaitu: a) Penganiayaan berat biasa (ayat 1)

b) Penganiayaan berat yang menimbulkan kematian (ayat 2) 5) Tindak Pidana Penganiayaan Berat Berencana

Tindak Pidana ini diatur oleh Pasal 355 KUHP. Kejahatan ini merupakan gabungan antara penganiayaan berat (Pasal 353 ayat 1) dan penganiayaan berencana (Pasal 353 ayat 2). Kedua bentuk penganiayaan ini harus terjadi secara serentak/bersama. Oleh karena itu harus terpenuhi unsur penganiayaan berat maupun unsur penganiayaan berencana. Kematian dalam penganiayaan berat berat berencana bukanlah menjadi

tujuan. Dalam hal akibat, kesenganjaannya ditujukan pada akibat luka beratnya saja dan tidak pada kematian korban. Sebab, jika kesenganjaan terhadap matinya korban, maka disebut pembunuhan berencana.

2) Perlindungan Anak Korban Tindak Kekerasan dalam UU No 23 Tahun 2002

UU No. 23 tahun 2002, yaitu tentang Perlindungan Anak memberikan perlindungan hukum terhadap hak anak khususnya juga terhadap anak korban tindak pidana kekerasan. Pasal 1 UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak memberikan pengertian tentang perlindungan anak yaitu segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal dari kekerasan dan diskriminasi.

Perlindungan khusus dimaksudkan untuk melindungi anak dalam situasi darurat, anak yang berdapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terekploitasi secara ekonomi dan.atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropoka dan zat adiktif lainnya, anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan fisik dan/atau mental, anak penyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan anak, anak korban kekerasan, anak korban perlakuan salah dan penelantaran, dilakukan melalui berbagai upaya seperti sosialisasi peraturan perundang-undangan, pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan,

dan rehabilitasi, baik dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.77 Hal ini sesuai dengan Pasal 13 ayat (1)

bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

a. diskriminasi;

b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. penelantaran;

d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. ketidakadilan; dan

f. perlakuan salah lainnya.

Dalam UU Perlindungan Anak, kebijakan penangulangan kekerasan pada anak, dapat diidentifikasi pada bagian upaya perlindungan anak, yaitu mencakup: (1) Diwajibkannya ijin penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian kepada orang tua dan harus mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak (Pasal 47); (2) Diwajibkannya bagi pihak sekolah (lembaga pendidikan) untuk memberikan perlindungan terhadap anak di dalam dan di lingkungan sekolah dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya (Pasal 54); (3) Diwajibkannya bagi pemerintah untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga (Pasal 55); (4) penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan

77

undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, dan pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual (Pasal 66); (5) penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan (Pasal 69). Upaya pencegahan kekerasan pada anak dengan sarana nonpenal.

Dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga mengatur bagaimana pelaksanaan hukum terhadap pihak yang melakukan tindak kekerasan terhadap anak Hal tersebut diatur dalam Pasal 80 dan 90 UU No. 23 Tahun 2002.