• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlunya Transformasi Lingkungan Sosial

BAB IX Toleransi Bagian dari Kehidupanku

E. Perlunya Transformasi Lingkungan Sosial

Saat ini siswa masih berada di bangku SMP, kelas terakhir. Sebentar lagi mereka akan meninggalkan bangku SMP untuk meneruskan pendidikan. Lingkungan sosial yang utama adalah keluarga, sekolah, gereja dan masyarakat sebagai lingkungan terdekat. Oleh karena itu mereka perlu menerima pembekalan dan pengembangan diri agar menjadi pribadi yang toleran dan dapat mengembangkan lingkungan. Dengan demikian, belajar bukan hanya sekadar menerima pengetahuan, namun juga ada kesempatan untuk menerapkannya bagi pengembangan dan pembaharuan lingkungan atau transformasi sosial. Dengan sikap seperti itu diharapkan dapat tercipta suatu lingkungan dan suasana belajar yang baik, yang diharapkan oleh semua pihak. Dalam suasana demikian akan berkembang suatu relasi antarsesama yang kondusif untuk memberikan suatu kontribusi yang positif bagi kelompok-kelompok keagamaan, bahkan juga kelompok-kelompok lain, misalnya kelompok etnik dan berbagai kelompok lain dalam masyarakat.

Belajar untuk bertoleransi bukan hanya sekadar teori namun juga perlu diterapkan di lingkungan sekitar kita. Hal itu sesungguhnya merupakan transformasi sosial. Ini sangat penting, karena pada hakikatnya setiap orang membutuhkan lingkungan yang damai dan inklusif, sehingga setiap individu maupun kelompok dapat merasa aman dan nyaman hidup dalam perbedaan atau kemajemukan. Setiap orang akan belajar

memiliki kepekaan, toleransi, dan berusaha memahami ide-ide orang lain. Setiap orang membutuhkan kemampuan untuk melihat lingkungannya sebagai tempat kemajemukan, bahkan termotivasi untuk memanfaatkan perbedaan bagi kepentingan semua orang atau lingkungannya. Dalam keadaan seperti ini, interaksi dan pemahaman terhadap orang lain menjadi suatu kebutuhan bersama. Kalau kita bisa membangun sikap toleran di dalam dirimu, maka kita berpotensi menjadi “agen perubahan sosial” yang memiliki komitmen pada transformasi masyarakat untuk menghapuskan jarak atau perbedaan yang ada. Bahkan lebih dari itu kita dapat membangun masyarakat yang majemuk. Beberapa komitmen tersebut dalam perspektif Kristen disebut sebagai Kaidah Emas, yang berbunyi, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” (Mat. 7:12).

Beberapa komitmen untuk menuju kepada transformasi lingkungan, antara lain: a. Komitmen pada budaya tanpa kekerasan dan menghargai kehidupan.

b. Komitmen kepada budaya solidaritas dan relasi yang setara serta adil.

c. Komitmen kepada budaya menghormati hak-hak asasi manusia dan kerja sama yang setara antarindividu.

d. Komitmen kepada budaya toleransi dan hidup dalam kebenaran.

Transformasi kesadaran akan membawa kita kepada transformasi lingkungan. Lingkungan kita tidak mungkin berubah apabila anggota-anggotanya menolak untuk berubah. Transformasi anggota lingkungan – individu maupun kelompok – sangat dibutuhkan agar perubahan yang positif dan menghadirkan perdamaian di lingkungan kita.

Kegiatan 6: Penugasan

Guru meminta siswa melakukan studi kasus. Pertama-tama membuat observasi atau pengamatan di lembaga sekolah, gereja atau masyarakat mengenai bentuk-bentuk kegiatan intoleran yang terjadi di tempat tersebut. Selanjutnya mendiskusikan dan mencari solusi terhadap para korban, cara menciptakan perdamaian, dan mencari alternatif pemecahan masalah.

F. Penjelasan Bahan Alkitab

1. Markus 9:38-40

Dalam ayat-ayat ini dikisahkan reaksi Yohanes ketika ia menemukan seseorang yang mengusir setan dengan menggunakan nama Yesus. Padahal orang itu bukanlah pengikut Yesus. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Karena itulah Yohanes merasa tersinggung dan kemudian melarang orang tersebut melanjutkan apa yang ia lakukan. Namun Tuhan Yesus menunjukkan reaksi yang berbeda. Ia malah menyuruh Yohanes untuk membiarkan orang tersebut melanjutkan apa yang ia kerjakan. “Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku,” demikian kata-Nya. Yesus mengajarkan agar para pengikut-Nya bersikap toleran kepada orang lain yang

bukan menjadi pengikut Dia, sebab pada kenyataannya orang itu melakukan apa yang Tuhan kehendaki.

2. Lukas 18:15-16

Dalam bacaaan ini kita menemukan bagaimana orang pada masa Tuhan Yesus memperlakukan anak-anak. Mereka tidak dianggap penting dan tidak layuak ikut campur dalam “urusan orang tua”. Tampaknya masalah yang sama juga dapat kita temukan di dalam kehidupan kita di masa kini.

Sejumlah orang tua mengetahui bahwa Tuhan Yesus sedang mengajar, karena itu mereka mengantarkan anak-anak mereka kepada Tuhan. Mungkin mereka ingin anak-anak itu diberkati. Para murid melarangnya. Namun Tuhan Yesus malah menegur para murid dan menyuruh anak-anak itu datang kepada-Nya. “… jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah,” demikian kata Tuhan.

G. Penilaian

1. Seorang teman kamu mengatakan bahwa mengucapkan “Selamat Idul Fitri” kepada teman yang beragama Islam bertentangan dengan kaidah-kaidah iman Kristen. Teman kamu yang lain mengatakan, sebagai bentuk toleransi, kita tidak boleh mengkritik pendapat teman itu. Bagaimana menurut kamu sendiri? Kunci: Toleransi berarti kesediaan untuk bersikap terbuka dan menerima perbedaan-perbedaan yang ada di antara kita dengan orang lain. Namun toleransi tidak bisa ditunjukkan kepada sikap intoleran. Intoleransi tidak boleh ditoleransi, sebab intoleransi justru sangat berbahaya terhadap toleransi.

2. Sebutkan minimal tiga tantangan yang dihadapi ketika kita hidup bersama orang lain! Tantangan manakah yang paling sulit? Mengapa demikian?

Kunci: Di bab sebelumnya sudah dijelaskan bahwa hidup bersama dengan orang lain itu tidak mudah. Tantangan-tantangan yang muncul umumnya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat primordial, seperti suku, agama, keyakinan, dll. sebab setiap orang sejak kecil sudah dibesarkan dengan sifat-sifat dan nilai-nilai tertentu yang berkaitan dengan ikatan-ikatan primordial tersebut.

3. Berapa banyak teman yang beragama lain yang kamu kenal dengan akrab? Kalau di lingkungan kamu mayoritas penduduknya beragama Kristen, pernahkah kamu berusaha mencari teman yang beragama lain? Kalau tidak pernah, apa sebabnya? Kunci: Di lingkungan yang majemuk tidak jarang kita menemukan bahkan nara didik yang berasal dari keluarga dengan latar belakang agama yang beraneka ragam. Misalnya, di dalam keluarga besar nara didik terdapat anggota keluarga yang beragama Kristen Protestan, Katolik, Islam, Hindu, Buddha, dll. Namun di lingkungan yang monokultural, seperti misalnya di Minahasa, Timor, Tapanuli, seringkali siswa tidak mengenal orang-orang yang beragama lain. Bila guru mempunyai kenalan di kota-kota lain yang mempunyai sanak keluarga yang beragama lain, mungkin ada baiknya bila nara didik diperkenalkan dengan

anak-anak yang beragama lain. Dengan demikian mereka bisa saling bertukar pengalaman. Bila di daerah Saudara tersedia akses internet, nara didik dapat dengan mudah mencari teman-teman yang beragama lain lewat media sosial seperti Facebook, Path, Instagram, dll.

4. Berikanlah contoh-contoh bentuk budaya tanpa kekerasan dan menghargai kehidupan yang ada di lingkungan kamu (sekolah, masyarakat setempat, lingkungan gereja, dll.).

Kunci: Budaya tanpa kekerasan bisa ditemukan dalam bentuk kata-kata, sikap, perbuatan, tindakan, nilai-nilai, dll. Misalnya, ketika seorang anak mengalami kesulitan dalam memberikan jawaban di kelas, guru berusaha untuk menolong agar teman-temannya tidak menertawakannya. Atau ketika seorang nara didik menyapa temannya dengan sebutan-sebutan yang cenderung merendahkan, guru mesti menegurnya dan menjelaskan bahwa hal tersebut bisa menyakiti orang lain. Ketika seorang anak merasa haknya dilanggara dan menjadi marah kepada temannya, cobalah ajak anak itu dan temannya untuk menyelesaikan persoalannya dengan baik, tanpa harus menggunakan kekerasan.