• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

C. Permainan

1. Pengertian Permainan

Permainan memiliki beberapa pengertian, pengertian permainan menurut Chalidah (2005: 124) dijelaskan sebagai kegiatan yang menyenangkan dan dilakukan secara sukarela dan menggunakan aktifitas fisik seperti berlari, melompat, jalan, melempar, menangkap, dan aktifitas fisik lainnya. Selain menggunakan aktifitas fisik, permainan juga menggunakan aktifitas sensorik yaitu menggunakan panca indera, emosi, komunikas dan daya pikir anak.

Carol seefeladt & Nita Barbour (dalam Smaldino, Deborah, & James, 2011: 38) berpendapat bahwa permainan merupakan bagian dari anak yang merupakan proses alamiah, menyenangkan, dan secara sukarela, spontan dan tanpa tujuan yang terarah. Permainan mempengaruhi perkembangan anak dalam hal kemampuan intelektual, sosial, emosional, dan fisik. Dengan permainan anak dapat melatih kemampuan untuk memecahkan masalah, sosialisasi, dan bekerja sama.

Menurut Diana Mutiah (2010: 113) permainan diartikan sebagai sarana yang membawa anak ke alam masyarakat dan permainan merupakan alat pendidikan karena memberikan rasa kepuasan, kegembiraan, dan kebahagiaan kepada anak. Permainan sebagai alat

28

pendidikan juga disampaikan oleh Perry dan Acher (dalam Bennet, Liz Wood, & Sue Rogers, 2005) terdapat dua tahap dalam permainan yaitu tahap yang sekedar membuat anak-anak asyik dan tahap memberikan sumbangan bagi pendidikan mereka.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa permainan dalam penelitian ini merupakan sarana yang menyenangkan yang menggunakan aktivitas fisik dan sensorik, sehingga dapat mengembangkan kemampuan tersebut. Permainan dapat dijadikan sebagai alat pendidikan karena memberikan rasa kepuasan, kegembiraan, dan kebahagiaan kepada anak.

2. Jenis-Jenis Permainan

Permainan merupakan sarana yang menggunakan aktivitas fisik dan sensorik. Permaina akan membuat anak menjadi senang dan memberikan manfaat bagi perkembangan anak sesuai dengan jenis permainan yang dilakukan. Menurut Diana Mutiah (2010: 115) permainan dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu permainan peran dan permainan pembangunan.

Menurt Seifert & Hoffnung (dalam Samsunuwiyati Mar’at, 2005: 143) membagi 4 macam permainan yaitu permainan fungsional, permainan konstruktif, permainan dramatik, dan permainan dengan aturan. Penjelasan lebih lanjut mengenai 4 macam permainan tersebut yakni sebagai berikut:

29 a. Permainan fungsional

Permainan ini terjadi pada masa sensomotorik dengan menggunakan gerakan yang diulang-ulang dan terfokus pada badan sendiri. Piaget dan Smilansky (dalam Sugiharto, 2012: 284) lebih menjelaskan bahwa dalam permainan ini anak belajar melalui panca inderanya dan melalui hubungan fisik dengan lingkungan mereka.

b. Permainan konstruktif

Permainan ini merupakan bentuk permainan dengan menggunakan objek-objek fisik untuk membuat sesuatu. Permainan ini terjadi bila anak-anak melibatkan diri dalam suatu kreasi sendiri. Permainan ini merupakan permainan yang paling umum digunakan anak-anak prasekolah dan anak-anak sekolah dasar dengan membentuk balok-balok, pasir, lumpur, tanah liat, manik-manik, cat, pasta, gunting,dan karyon.

c. Permainan dramatik

Permainan ini merupakan suatu bentuk permainan yang dilakukan secara berpura-pura. Menurut Purwandari (2005: 99) permainan ini pada usia 3 tahun dilakukan dengan meniru pengalaman-pengalaman hidup, kemudian anak bermain pura-pura.

d. Permainan dengan aturan

Permainan yang melibatkan aturan-aturan tertentu dan seringkali berkompetisi dengan satu atau lebih orang.

30

Pada penelitian ini digunakan jenis permainan konstruktif untuk mengembangkan kemampuan motorik halus anak tunagrahita kategori sedang. Berdasarkan penjelasan di atas, permainan konstruktif yaitu kegiatan permainan dengan membuat sesuatu dengan cara anak melakukan aktivitas sendiri menggunakan bahan-bahan seperti tanah liat atau bahan lain yang aman bagi siswa. Permainan ini juga umum dilakukan pada anak-anak usia prasekolah yang sama dengan perkembangan anak tunagrahita kategori sedang yang mencapai taraf kecerdasan usia 7 tahun pada usia dewasa. Permainan konstruktif dipilih karena anak terlibat sendiri dalam permainan untuk membentuk berbagai macam bentuk. Lebih diperjelas oleh Sumantri (2005: 151) bahwa kegiatan membentuk dapat digunakan untuk pengembangan keterampilan motorik halus. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka peneliti akan lebih mengkaji mengenai permainan konstrukti.

3. Fungsi Permainan

Fungsi dari setiap permainan berbeda-beda, bergantung dari jenis permainan yang dilakukan. Fungsi permainan bagi perkembangan sensoris dan motoris sangatlah penting karena anak dapat mengembangkan otot-otot dan energinya (Diana Mutiah, 2010: 113). Menurut Yuliani Nurani Sujiono dan Bambang Sujiono (2010: 23) salah satu fungsi dari bermain adalah memacu perkembangan motorik pada beberapa area yaitu koordinasi mata dan tangan seperti kegiatan menggambar, menulis melempar, dan menangkap. Permainan yang

31

dilakukan oleh anak akan membantu untuk mengembangkan kemampuan dari segi sensoris maupun motorisnya, hal tersebut bergantung dengan jenis permainan yang dilakukan oleh anak. Pada jenis main konstruktif akan membantu anak dalam mengembangkan kemampuan sensoris maupun motorisnya. Dalam main konstruktif, kemampuan otot-otot tangan dan kemampuan koordinasi mata dan tangan sangat dilatih dalam aktivitas permainan ini.

Berbeda dengan fungsi bermain peran, fungsi dari bermian peran ialah untuk meningkatkan kemampuan verbal, keterampilan sosial, dan interaksi sosial. Menurut Bennett, Liz Wood, dan Sue Rogers (2005: 8) permainan memiliki fungsi dalam hal meningkatkan komunikasi verbal, keterampilan sosial, dan interaksi sosial. Selain fungsi permainan secara umum diatas, terdapat pula fungsi bermain bagi anak tunagrahita. Menurutt Mohammad Efendi (2006: 105) nilai penting dari bermain bagi perkembangan anak tunagrahita, antara lain:

a. Pengembangan fungsi fisik, yaitu membantu memperlancar pernafasan, pertukaran zat, peredaran darah, dan pencernaan makanan. b. Pengembangan sensomotorik, yaitu melatih pengindraan (ketajaman

penglihatan, pendengaran, perabaan, dan penciuman) dan kemampuan gerak (gerak tangan, kaki, jari-jemari, leher, dan anggota tubuh lainnya).

32

c. Pengembangan daya khayal, anak tunagrhita diberikan kesempatan untuk mampu menghayati makna kebebasan sebagai sarana pengembangan daya kayal dan kreasinya.

d. Pembinaan pribadi, dengan bermain anak memperkuat kemauan, memusatkan perhatian, mengembangkan keuletan, ketekunan, percaya diri, dan lainnya.

e. Pengembangan sosialisasi, dengan bermain anak dilatih untuk menunggu giliran, rela menerima kekalahan, setia dan jujur.

f. Pengembangan intelektual, yaitu anak berlatih untuk mencerna sesuatu.

Pada penelitian ini permainan yang digunakan ialah permainan konstruktif yaitu permainan yang memiliki fungsi untuk mengembangkan kemampuan motorik halus. Lebih jelasnya bagi anak tunagrahita kategori sedang dapat melatih kemampuan gerak tangan dan jari-jemari tangan.

Dokumen terkait