• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PERMAINAN BUBUR KERTAS TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS SISWA TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PERMAINAN BUBUR KERTAS TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS SISWA TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA."

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEKTIVITAS PERMAINAN BUBUR KERTAS TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS SISWA

TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh: Tri Haryanti NIM 11103241055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

“Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan.”

(Q.S. Al- Insyiroh: 6)

“Menjadi sebuah kebahagiaan manakala amanah mendidikan anak-anak istimewa ini dapat tertangani dengan baik, tumbuh dan berkembangan secara

optimal. Wajah polos mereka, tatapan kosong, gerak tanpa makna kan dibuat menjadi berarti, hingga kan terdengan kata-kata dan terlihat senyum mereka

penuh makna”

(Siti Ma’rifah)

“Berusaha dan berdoa adalah awal dari segalanya”

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku: Bapak Diso dan Ibu Suparmi. 2. Almamaterku.

(7)

vii

EFEKTIVITAS PERMAINAN BUBUR KERTAS TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS SISWA

TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA

YOGYAKARTA

Oleh Tri Haryanti NIM 11103241055

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas III di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Pembina Yogyakarta.

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode eksperimen, jenis penelitian single subject research (SSR). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain A-B-A. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tes dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan menggunakan statistik deskriptif kemudian dianalisis berdasarkan analisis dalam kondisi dan antar kondisi dengan penyajian data melalui grafik garis.

Hasil penelitian membuktikan bahwa permainan bubur kertas efektif untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak tunagrahita kategori sedang kelas III di SLB N Pembina Yogyakarta. Hal ini ditunjukkan karena adanya peningkatan persentase mean level dari baseline (A1) ke baseline (A2). Persentase mean level pada baseline (A1) yaitu 58% dan pada baseline (A2) menjadi 88%. Berdasarkan hasil tersebut berarti terjadi peningkatan dari baseline (A1) ke baseline (A2) sebesar 30%. Peningkatan tersebut terjadi setelah diterapkannya permainan bubur kertas yang terdapat gerakan meremas, menjimpit, mengambil, dan menempel. Meningkatnya mean level tersebut menunjukkan adanya peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas III. Efektivitas permainan bubur kertas terhadap kemampuan motorik halus , ditunjukkan pula dengan tidak adanya data yang overlap (tumpang tindih) antara baseline (A1) dengan intervensi dan intervensi dengan baseline (A2). Hal tersebut menunjukkan baiknya pengaruh intervensi terhadap target behavior (perilaku sasaran).

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul ”Efektivitas Permainan Bubur

Kertas Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Siswa Tunagrahita

Kategori Sedang Kelas III di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta”

pada tahun ajaran 2014/2015 dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Penulisan dan penelitian tugas akhir skripsi ini dilaksanakan guna melengkapi sebagian persayaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa keberhasilan ini bukanlah keberhasilan individu semata, namun berkat bantuan dan bimbingan dari semua pihak, oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dari masa awal study sampai dengan terselesaikannya tugas akhir skripsi ini,

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian,

(9)

ix

memberikan bimbingan, arahan, dan saran dalam penyusunan tugas akhir skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Suparno, M. Pd., Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan semangat sehingga penulis mampu memenuhi janji tertulis, 5. Seluruh bapak dan ibu dosen PLB FIP UNY yang telah memberikan

bimbingan dan ilmu, sehingga penulis memperoleh keterampilan untuk belajar bersama ABK,

6. Bapak Rejokirono, M. Pd., Kepala Sekolah SLB N Pembina Yogyakarta yang telah berkenan menerima dan memberikan izin untuk melaksanakan penelitian,

7. Ibu Nurkhasanah, S. Pd., Wakil Kepala Sekolah bagian Kesiswaan yang telah menerima dan membantu pelaksanaan penelitian,

8. Bapak Sukardi, S. Pd., Guru Kelas yang telah memberikan bimbingan, bantuan, kerjasama, dan kesediaannya memberikan informasi selama penelitian,

9. Keluarga besar SLB Negeri Pembina Yogyakarta khususnya salah seorang siswa kelas III C1 selaku subjek penelitian,

10. Kedua orang tua siswa yang menjadi subjek penelitian yang telah memberikan informasi serta dukungan terhadap berlangsungnya penelitian,

(10)

x

12. Teman-teman seperjuangan teruntuk Devi, Dina, Kunti, Septi, Umi, Riska, Nia, Desti, Noorita, Pipin, dan Wulan terima kasih atas dukungan, semangat, motivasi, serta saran sehingga dapat terselesaikannya tugas akhir skripsi ini. 13. Teman-teman satu angkatan PLB khususnya PLB B 2011, terima kasih atas

dukungan dan motivasinya selama ini.

14. Semua pihak yang telah memberi dukungan dan motivasi yang tidak dapat penulis sebutkan secara satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir skripsi ini tentu masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan pembuatan laporan dikemudian hari. Semoga tugas akhir skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca. Aamiin.

Wassalammu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, Juni 2015

Penulis

(11)

xi

B. Kemampuan Motorik Halus 1. Pengertian Motorik halus ... 14

(12)

xii

(13)

xiii

B. Jenis Penelitian ... 64

C. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 66

1. Deskripsi Data Hasil Baseline (A1) ... 66

2. Deskripsi Pelaksanaan Intervensi ... 68

3. Deskripsi Data Hasil Intervensi ... 74

4. Deskripsi Data Hasil Baseline (A2) ... 81

D. Deskripsi Analisis Data ... 83

1. Deskripsi Analisis dalam Kondisi ... 83

2. Deskripsi Analisis Antar Kondisi ... 88

E. Pembahasan ... 94

F. Keterbatasan Penelitian ... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Adonan Bubur Kertas ... 36

Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir ... 43

Gambar 3. Desain Penelitian A-B-A ... 45

Gambar 4. Hasil Baseline (A1) ... 67

Gambar 5. Hasil Intervensi (B) ... 80

Gambar 6. Hasil Baseline (A2) ... 82

Gambar 7. Perkembangan Kemampuan Motorik Halus Fase Baseline (A1), Intervensi, dan Baseline (A2) ... 83

Gambar 8. Estimasi Kecenderungan Arah ... 85

Gambar 9. Data Overlap Baseline (A1) dengan Intervensi (B) ... 91

Gambar 10. Data Overlap Intervensi (B) dengan Baseline (A2) ... 92

(15)

xv

DAFTAR TABEL

hal

Table 1.Waktu dan Kegiatan Penelitian ... 48

Tabel 2. Kisi-Kisi Instrument Tes Kemampuan Motorik Halus Siswa ... 51

Tabel 3. Hasil Tes Kemampuan Motorik Halus Baseline (A1) ... 66

Tabel 11. Hasil Pencapaian Kemampuan Motorik Halus Fase Intervensi 80 Tabel 13. Hasil Tes Kemampuan Motorik Halus Fase Baseline (A2) ... 81

Tabel 13. Perkembangan Kemampuan Motorik Halus Baseline (A2) ... 82

Tabel 14. Panjang Kondisi Penelitian ... 83

Tabel 15. Estimasi Kecenderungan Arah Kemampuan Motorik Halus ... 85

Tabel 16. Tingkat Stabilitas Kemampuan Motorik Halus ... 86

Tabel 17. Kecenderungan Arah Kemampuan Motorik Halus ... 87

Tabel 18. Level Stabilitas dan Rentang Perkembangan Kemampuan Motorik Halus ... 87

Tabel 19. Level Perubahan Perkembangan Kemampuan Motorik Halus ... 88

Tabel 20. Data Rangkuman Analisis Visual dalam Kondisi ... 88

Tabel 21. Data JumlahVariabel yang diubah ... 89

Tabel 22. Perubahan Kecenderungan Arah dan Efeknya ... 89

Tabel 23. Perubahan Kecenderungan Stabilitas ... 90

Tabel 24. Data Perubahan Kecenderungan Stabilitas ... 90

Tabel 25. Data Persentase Overlap ... 92

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Instrumen Tes Kemampuan Motorik Halus ... 107

Lampiran 2. Rubrik Penilaian ... 108

Lampiran 3. Hasil Tes Kemampuan Motorik Halus ... 109

Lampiran 4. Rancangan Pembelajaran Individual ... 111

Lampiran 5. Hasil Penghitungan Kecenderungan Stabilitas ... 117

Lampiran 6. Foto Kegiatan ... 120

Lampiran 7. Hasil Tes Menempel ... 122

Lampiran 8. Surat Validitas Instrumen Tes ... 125

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak tunagrahita kategori sedang merupakan anak yang memiliki hambatan kognisi, akan tetapi dapat dilatih keterampilan hidup sehari-hari yang bersifat sederhana. Keterbatasan kognisi yang dimiliki tersebut, akan mempengaruhi kemampuan lain yang ada pada anak. Salah satu kemampuan yang dipengaruhi adalah kemampuan motorik halus. Kemampuan motorik halus merupakan kemampuan untuk menggunakan otot-otot kecil seperti jari-jemari dan tangan yang sering membutuhkan kecermatan dan koordinasi mata dan tangan (Sumantri, 2005: 143). Kemampuan motorik halus anak tunagrahita merupakan efek dari hambatan kognisi yang dialaminya (Purwandari, 2005: 100). Semakin lemahnya kemampuan kognisi anak tunagrahita maka akan semakin lemah pula kemampuan motorik halus yang dimiliki. Menurut Mumpuniarti (2009: 25) siswa tunagrahita kategori sedang memiliki koordinasi motorik halus yang lemah sekali.

(18)

2

menghambat tercapainya tujuan program kemandirian. Hal tersebut sama halnya dengan yang disampaikan oleh Endang Rochyadi (2005:113) bahwa kelemahan kemampuan motorik halus akan mempengaruhi kemampuan dalam menulis, melakukan pekerjaan rutin seperti mengancingkan baju, menalikan tali sepatu, memegang sendok, garpu dan aktivitas lainnya. Menurut Sutjihati Sumantri (1996: 88) anak tunagrahita harus dapat melakukan gerak-gerak dasar terlebih dahulu sebelum dilatihkan pada kemampuan yang lebih kompleks, salah satu gerakan dasar tersebut adalah gerak jari-jemari. Anak tunagrahita kategori sedang memerlukan latihan khusus untuk dapat menguasai gerak-gerak dasar tersebut. Menurut Tin Suharmini (dalam Purwandari, 2005: 101) latihan khusus yang dapat diberikan untuk mengembangkan kemampuan motorik halus antara lain meremas dan memegang benda.

(19)

3

diketahui bahwa siswa sering tidak mau mengerjakan latihan/kegiatan yang menggunakan aktivitas keterampilan gerak tangan.

(20)

4

Permainan merupakan cara yang menyenangkan dan tidak membuat bosan ketika pembelajaran. Permainan dapat mengembangkan semua aspek seperti aspek kognitif, bahasa, sosial, emosi dan motorik. Penelitian ini memfokuskan pada permainan konstruktif karena terdapat kegiatan membentuk. Membentuk dapat menggunakan bahan-bahan seperti tanah liat, plastisin, lilin (malam) adonan atau sejenisnya yang aman bagi siswa (Sumantri, 2005: 152). Pada penelitian ini, akan mencobakan permainan dengan menggunakan bahan bubur kertas untuk meningkatkan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas III di SLB N Pembina Yogyakarta. Alasan peneliti memilih permainan bubur kertas karena permainan ini banyak menggunakan aktivitas gerak jari-jemari tangan untuk membuat bentuk sederhana. Gerak-gerak yang ada pada permainan bubur kertas yaitu membentuk sebuah bentuk sederhana yang didalamnya terdiri dari kegiatan mengambil, menjimpit, memegang, meremas, dan menaruh bubur kertas. Secara tidak langsung, gerakan-gerakan tersebut melatih kemampuan dalam keluwesan gerak jari-jemari anak.

(21)

5

Pertimbangan lain peneliti memilih permainan bubur kertas ialah pernah dilakukannya penelitian sejenis yang dilakukan oleh Suryani Nurfaidah (2011) mengenai keefektivan pembelajaran dengan menggunakan paper clay (bubur kertas) terhadap peningkatan kemampuan motorik halus.

Pada penelitiannya didapatkan hasil bahwa pembelajaran dengan menggunakan paper clay (bubur kertas) dapat meningkatkan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang khususnya dalam hal menulis. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Devry Pramestri Putri (2014) didapatkan hasil yang sama yaitu okupasi paper clay dapat meningkatkan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas 2 di SLB Dharma Rena Ring Putra 1 Yogyakarta. Dengan adanya penelitian yang terdahulu menunjukkan bahwa dengan pembelajaran dan okupasi menggunakan bahan bubur kertas efektif untuk meningkatkan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang, maka peneliti akan mencobakan permainan bubur kertas bagi siswa tunagrahita kategori sedang kelas III di SLB N Pembina Yogyakarta. Dengan demikian, peneliti merumuskan judul efektivitas permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas 3 di SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

(22)

6

1. Siswa Tunagrahita kategori sedang kelas III memiliki kemampuan motorik halus yang lemah, hal tersebut ditunjukkan dengan gerak jari-jari tangan siswa terlihat lemas dan belum luwes.

2. Keterampilan motorik halus siswa belum dapat dilatih secara maksimal karena siswa sering tidak mau melakukan kegiatan latihan keterampilan motorik halus yang diberikan.

3. Telah dicobakan beberapa cara untuk mengembangkan kemampuan motorik halus seperti kegiatan mewarnai, menulis, menggunting, menyusun balok, dan menempel tetapi siswa tetap tidak mau melakukan. 4. Cara yang diberikan untuk melatih kemampuan motorik halus memerlukan

keterampilan dasar gerak jari-jemari secara terampil sehinga siswa masih kesulitan untuk melakukannya, oleh karena itu dibutuhkan cara yang mudah dan dapat dilakukan oleh siswa.

C. Batasan Masalah

(23)

7 D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dibatasi permasalahannya, maka dapat dirumuskan menjadi: “Bagaimanakah

keefektifan permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas III di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas III di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis

Peneliti berharap bahwa hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan masukan pembelajaran kepada para pendidik dalam mengembangkan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang.

2. Kegunaan praktis a. Bagi siswa

(24)

8 b. Bagi guru

Dapat menambah sumber referensi cara melatih kemampuan motorik halus bagi siswa tunagrahita kategori sedang

c. Bagi sekolah

Bagi sekolah sebagai bahan pertimbangan penetapan kebijakan pelaksanaan pembelajaran kaitannya dengan siswa tunagrahita kategori sedang.

G. Definisi Operasional

1. Permainan Bubur Kertas

(25)

9

membuat bubur kertas dan memberikan dorongan agar hasilnya lebih baik. Keefektifan permainan bubur kertas terhadap kemampuan motorik halus dilihat dari adanya peningkatan kemampuan motorik halus sebelum diberikan intervensi dan setelah diberikan intervensi dan kecilnya persentase overlap (Tumpang tindih).

2. Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Kategori Sedang

Kemampuan motorik halus anak tunagrahita kategori sedang dalam penelitian ini adalah kemampuan optimal dalam menggerakakan jari-jemari yang meliputi unsur keluwesan dan ketepatan sehingga dapat melakukan keterampilan yang lebih kompleks setelah penerapan permainan bubur kertas. Kriteria dalam pencapaian kemampuan motorik halus yang optimal adalah adanya perbedaan yang lebih baik dari fase baseline (A1), intervensi (B), dan baseline (A2) setelah menggunakan

permainan bubur kertas. Kemampuan motorik halus dalam penelitian ini difokuskan pada aspek menggerakkan jari-jari tangan, menggenggam, mengambil benda, menjimpit, memegang pensil, dan menempel.

3. Anak Tunagrahita Kategori Sedang

(26)

10

(27)

11 BAB II KAJIAN TEORI

A. Anak Tunagrahita Kategori Sedang

1. Pengertian Anak Tunagrahita Kategori Sedang

Anak tunagrahita merupakan anak yang memiliki hambatan intelektual. Salah satu klasifikasi anak tunagrahita adalah tunagrahita kategori sedang. Dalam bukunya Mumpuniarti (2007:13) menjelaskan anak tunagrahita kategori sedang memiliki tingkat kecerdasan yang berkisar antara 30 sampai dengan 50, anak ini mampu mengurus dirinya sendiri, melakukan adaptasi sosial di lingkungan terdekatnya serta mampu mengerjakan pekerjaan rutin dengan pengawasan orang dewasa. Definisi tersebut sama halnya dengan pengertian anak tunagrahita kategori sedang oleh Hallahan, Kauffman, dan Pullen (2009: 149) yang menjelaskan bahwa tunagrahita kategori sedang merupakan klasifikasi tunagrahita yang memiliki IQ berkisar antara 35 sampai dengan 50.

Kedua pendapat tersebut sama-sama menjelaskan tingkat kecerdasan yang dimiliki anak tunagrahita kategori sedang berkisar antara 30 sampai dengan 50. Menurut P. Manday dan Milis (dalam Moh. Amin, 1995:25) menyebutkan bahwa “Anak Tunagrahita Kategori Sedang dapat

mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak normal usia tujuh tahun”. Tingkat IQ yang berada diantara 30 sampai dengan 50, anak

(28)

12

Menurut Mohammad Efendi (2006: 90) anak tunagrahita kategori sedang adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan yang rendah sehingga hanya dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri melalui aktivitas kehidupan sehari-hari, serta melakukan fungsi sosial kemasyarakatan menurut kemampuannya. Taraf kecerdasaan yang berada yang rendah sesuai dengan definisi di atas, anak ini hanya dapat dilatih kemampuan untuk melakukan aktivitas bina diri, adaptasi sosial di lingkungan terdekat dan kemampuan untuk dapat melakukan pekerjaan rutin.

Aktivitas bina diri yang dapat dilakukan diantaranya seperti makan, minum, berpakaian, berhias, memakai sepatu, buang air besar dan kecil serta bina diri lainnya yang ada di kehidupan sehari-hari. Adaptasi sosial di lingkungan terdekat juga dapat dilakukan oleh anak tunagrahita kategori sedang misalnya seperti bermain dengan teman, berkomunikasi sederhana dan adaptasi lainnya. Anak tunagrahita kategori sedang dapat pula dilatih keterampilan sederhana seperti membatik, mencuci sepeda motor, menyapu dan beberapa keterampilan lainnya. Soetjiningsih (1995: 196) menjelaskan bahwa siswa tunagrahita kategori sedang dengan taraf intelektual sampai dengan kelas 2 SD dapat dilatih menguasai suatu keterampilan tertentu.

(29)

13

dewasa. Anak tunagrahita kategori sedang hanya dapat dilatih kemampuan dalam bina diri yang sederhana, adaptasi lingkungan sosial terdekat di sekitar anak, dan dapat dilatih keterampilan sederhana dengan pengawasan orang dewasa.

2. Karakteristik Anak Tunagrahita Kategori Sedang

Anak tunagrahita kategori sedang ialah anak yang memiliki taraf intelektual hanya sampai dengan kelas 2 SD pada usia dewasa dan dapat dilatih kemampuan bina diri serta keterampilan sederhana. Karakteristik anak tunagrahita kategori sedang menurut Mumpuniarti (2007: 25) dari aspek fisik, anak ini menampakkan kecacatannya yang pada kategori ini banyak ditemukan tipe down’s syndrome dan brain damage, serta koordinasi motorik halus lemah sekali. Dari aspek psikis, anak ini setaraf dengan anak usia 7 atau 8 tahun dengan menunjukkan tidak mempunyai inisiatif, kekanak-kanakan sering melamun atau sebaliknya hiperaktif. Karakteristik sosial kurang baik, tidak memiliki rasa etis, terima kasih, belas kasihan dan keadilan.

(30)

14

sama dengan umur 7 tahun atau 8 tahun. Karakteristik anak tunagrahita kategori sedang juga disampaikan oleh Muhammad Efendi (2006: 92) bahwa anak tunagrahita memiliki karakteristik berfikir secara kongkrit, kesulitan dalam konsentrasi, memiliki kemampuan sosial yang terbatas, tidak mampu menyimpan isntruksi yang sulit, dan kurang mampu dalam menganalisis dan memilih kejadian yang dihadapi.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa karakterisik anak tunagrhita kategori sedang dalam penelitian ini adalah anak yang berfikir secara kongkrit, memiliki kemampuan sosial yang terbatas, tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit, memiliki koordinasi motorik halus yang lemah sekali, dapat membedakan bahaya dan tidak bahaya, dan mempunyai potensi untuk belajar memelihara diri.

B. Kemampuan Motorik Halus

1. Pengertian Motorik Halus

(31)

15

Menurut Hurlock (1978: 150) Sebelum perkembangan terjadi, anak tidak berdaya dan kondisi tidak berdaya tersebut akan berubah secara cepat. Perubahan tersebut, diawali pada usia 4 atau 5 tahun pertama, yang ditunjukkan dengan anak dapat mengendalikan gerakan yang kasar dan setelah usia 5 tahun terjadi perkembangan yang besar pada pengendalian koordinasi yang lebih baik yang melibatkan otot-otot yang lebih kecil. Lebih jelasnya dijelaskan oleh Sunardi dan Sunaryo (2007: 113) yang menyatakan bahwa “Perkembangan motorik umumnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perkembangan motorik kasar dan motorik halus”. Motorik kasar merupakan kemampuan gerak tubuh yang

menggunakan oto-otot besar seperti pada kegiatan duduk, menendang, lari, naik turun tangga dan sebagainya (Sunardi & Sunaryo, 2007: 114). Pada masalah kali ini, akan lebih ditekankan pada perkembangan kemampuan motorik halus.

Menurut Andang Ismail (2006: 84) menjelaskan motorik halus sebagai berikut:

Motorik halus adalah gerakan yanga dilakukan oleh bagian tubuh tertentu yang tidak membutuhkan tenaga besar atau otot besar tetapi hanya melibatkan sebagian anggota tubuh yang dikoordinasikan antara mata dan tangan atau kaki.

Menurut Yudha M. Saputra & Rudyanto (2005:118) menjelaskan “motorik halus merupakan keterampilan anak menggunakan otot-otot

halus (kecil) seperti meremas, menggenggaam, menggambar, menyusun balok dan memasukkan kelereng”. Motorik halus juga didefinisikan

(32)

16

tangan serta penguasaan terhadap otot-otot dan urat wajah (Kartini Kartono, 1988: 97).

(33)

17

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa motorik halus dalam penelitian ini adalah keterampilan menggunakan otot-otot halus seperti gerak jari-jemari tangan yang membutuhkan koordinasi, ketepatan, keluwesan untuk mencapai keterampilan yang berhasil seperti memegang benda, mengambil, mengambil dengan ibu jari dan telunjuk, dan keterampilan lainnya.

2. Perkembangan Motorik Halus

Perkembangan motorik halus anak pada masa bayi sampai dengan usia kanak-kanak awal menurut Piaget (Roopnaire & Johnson dalam Sunardi dan Sunaryo, 2007: 117) ialah sebagai berikut:

a. Usia 0-2 tahun

Ditandai dengan munculnya keterampilan dasar berupa memegang benda, meraih dan memindahkan benda kesegala arah dengan satu tangan.

b. Usia 2-3 tahun

(34)

18 c. Usia 4-5 tahun

Perkembangan motorik halus menjadi semakin sempurna yang ditunjukkan dengan kemampuan menggambar orang, menggunting dengan lurus, memasang kancing, mewarnai dengan rapi, mampu menulis angka dan huruf, mewarnai dengan tertib, memasang tali sepatu, dan memasukkan benda kelubang kecil.

Menurut Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 87) anak usia kanak-kanak awal telah mampu untuk mencapai tugas-tugas sebagai berikut:

a. Usia 1,5 dan 3,5 tahun merupakan kemajuan terbesar dalam berpakaian.

b. Pada usia Taman Kanak-Kanak sudah harus dapat mandi dan berpakaian sendiri, mengikat tali sepatu, dan menyisir rambut dengan sedikit bantuan atau tanpa bantuan sama sekali.

c. Usia 5 dan 6 tahun sebagian besar sudah dapat melempar dan menangkap bola.

d. Dapat menggunakan gunting, membentuk tanah liat, bermaian kue-kue dan menjahit, mewarnai, menggambar dengan pensil atau karyon, dan dapat menggambar orang.

(35)

19

kesempatan belajar dan berlatih, jenis kelamin, sikap anak dan sikap orang lain, dan kebugaran jasmani.

Anak tunagrahita kategori sedang dalam penelitian ini memiliki hambatan dalam perkembangan kemampuan motorik halus. Hambatan tersebut diakibatkan dengan adanya hambatan kognisi yang dimiliki. Kurangnya motivasi anak dalam berlatih pengembangan motorik halus juga menjadi salah satu faktor penghambat kemampuan motorik halus. Anak tunagrahita kategori sedang dalam penelitian ini memiliki kelemahan dalam kemampuan motorik halus yang ditunjukkan dengan gerak jari-jemari terlihat lemas dan belum luwes. Hal tersebut ditunjukkan belum mampunya dalam memegang pensil dengan benar, membuka baju sendiri, menggunting dengan lurus, membuka kancing, mewarnai dengan rapi, dan merekatkan perekat sepatu.

3. Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Kategori Sedang

Anak tunagrahita kategori sedang, memiliki perbedaan kemampuan motorik halus dengan anak pada tipe tunagrahita lainnya. Semakin lemah tingkat ketunaan maka semakin lemah pula kemampuan motorik halusnya, seperti yang disampikan oleh Rochyadi (2005: 117) bahwa kesulitan dalam melakukan kegiatan bina diri serta kegiatan yang menggunakan motorik halus lebih nampak terutama pada mereka yang derajat ketunagrahitaanya tergolong sedang.

(36)

20

halus yang lemah sekali. Hal yang sama menurut Astati (1995: 25) juga menyatakan bahwa anak mampu latih memiliki perbedaan dalam koordinasi motorik yang tidak baik dan kurang keseimbangan. Menurut Sunardi dan Sunaryo (2007: 122) kecakapan motorik yang rendah pada anak tunagrahita ditunjukkan dengan kekurangmampuan dalam aktivitas motorik untuk tugas-tugas yang memerlukan ketepatan gerakan, belajar keterampilan manual, serta dalam melakukan reaksi gerak yang memerlukan koordinasi motorik dan keterampilan yang lebih kompleks.

Berdasarkan pendapat di atas mengenai kelemahan motorik halus yang dialami anak tunagrahita dapat dijelaskan anak tunagrahita kategori sedang dalam penelitian ini memiliki ketepatan gerak yang kurang baik yang ditunjukkan dengan ketidakmampuan secara tepat dalam memegang pensil. Kelemahan dalam mengkoordinasikan antara tangan dengan mata seperti yang ditunjukkan dengan belum mampu untuk merekatkan perekat sepatu secara tepat. Anak belum mampu memfungsikan motorik halusnya untuk melakukan gerakan yang lebih kompleks seperti menulis, menggambar, merekatkan perekat sepatu, mengancingkan baju dan beberapa keterampilan kompleks lainnya.

(37)

21

dengan keterampilan tangan yang baik dan mengontrol jari-jari tangan, baik kehalusan, keluwesan gerak maupun tekanannya. Pada anak tunagrahita memerlukan latihan khusus untuk itu.

Menurut Mumpuniarti (64: 2000) untuk mencapai kemampuan motorik halus yang optimal diperlukan latihan berulang-ulang dengan waktu yang lama dibandingkan anak normal. Pada penelitian ini difokuskan pada keluwesan gerak jari-jari tangan anak untuk dapat melakukan gerakan yang lebih tepat, terkoordinasi, dan keterampilan yang kompleks seperti menggerakkan jari-jemari secara terampil, memegang pensil dengan benar, menjimpit, dan menempel.

4. Fungsi Motorik Halus

Fungsi pengembangan kemampuan motorik halus bagi perkembangan anak disampaikan oleh Sumantri (2005: 146) bahwa motorik halus mendukung perkembangan anak dalam aspek kognitif, bahasa, serta sosialnya. Fungsi tersebut diperjelas oleh Hurlock (1978: 163) menjelaskan fungsi keterampilan motorik ialah untuk mencapai keterampilan bina diri, keterampilan bantu sosial, keterampilan bermain, dan keterampilan sekolah. Berikut penjelasan lebih terinci dari fungsi pengembangan kemampuan motorik halus:

a. Keterampilan Bantu Diri

(38)

22 b. Keterampilan Bantu Sosial

Agar anak dapat diterima di lingkungannya maka harus menjadi anggota yang kooperatif sehingga diperlukan keterampilan tertentu seperti membantu pekerjaan rumah ataupun sekolah.

c. Keterampilan Bermain

Agar anak dapat menikmati kegiatan di lingkungan sebaya maka anak harus dapat mempelajari keterampilan bermain seperti menggambar, dan beberapa permainan lainnya.

d. Keterampilan Sekolah

Pada awal anak memasuki bangku sekolah anak harus terlebih dahulu mempelajari keterampilan motorik yang akan digunakan dalam kegiatan sekolah seperti menulis, menggambar, dan beberapa keterampilan lainnya. Semakin baik kemampuan motorik maka akan semakin baik prestasinya di sekolah.

(39)

23

dapat melakukan keterampilan gerak yang lebih kompleks. Keterampilan kompleks yang dibutuhkan anak pada penelitian ini adalah keterampilan dalam bina diri seperti merekatkan perekat sepatu, berpakaian, dan kesiapan untuk mengikuti pembelajaran di kelas seperti menulis, mewarnai, menggunting, dan aktivitas lainnya.

5. Prinsip dalam Pengembangan Motorik

Sumantri (2005: 147) menyebutkan beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan motorik halus anak usia dibawah 6 tahun atau termasuk kedalam masa kanak-kanak awal yakni a) Berorientasi pada kebutuhan anak, b) Belajar sambil bermaian, c) Kreatif dan Inovatif, d) Lingkungan Kondusif, e) Tema, f) Mengembangkan Keterampilan Hidup, g) Menggunakan Kegiatan Terpadu, dan h) Kegiatan berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak. Penjelasan lebih lanjut mengenai prinsip pengembangan motorik halus yakni sebagai berikut:

a. Berorientasi Pada Kebutuhan Anak

(40)

24 b. Belajar sambil Bermain

Kegiatan yang diberikan hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan, anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak.

c. Kreatif dan Inovatif

Kegiatan yang diberikan hendaknya dapat menarik perhatian anak, membangkitkan rasa ingin tahu, memotivasi anak berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru.

d. Lingkungan Kondusif

Lingkungan harus diciptakan dengan menarik, aman, nyaman, dan penataan disesuaikan dengan ruang gerak anak sehingga membuat anak betah.

e. Tema

Kegiatan yang menggunakan tema maka hendaknya disesuikan dari hal-hal yang paling dekat dengan anak, sederhana, dan menarik minat anak.

f. Mengembangkan Keterampilan Hidup

(41)

25 g. Menggunakan Kegiatan Terpadu

Kegiatan hendaknya dirancang dengan menggunakan model pembelajaran terpadu dan beranjak dari tema yang menarik minat anak.

h. Kegiatan Berorientasi Pada Prinsip-Prinsip Perkembangan Anak Prinsip-prinsip perkembangan anak meliputi 1) anak belajar dengan sebaik-baiknya apabila kebutuhan fisiknya terpenuhi serta merasakan aman dan tentram secara psikologis, 2) siklus belajar anak selalu berulang, 3) anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak lain, 4) minat anak dan keingintahuannya memotivasi belajar, 5) perkembangan dan belajar anak harus memperhatikan perbedaan individu.

Menurut Sunardi & Sunaryo (2007: 134) mengemukakan beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kemampuan motorik ialah:

Faktor kesiapan anak, mengikuti tahapan perkembangan anak, dilakukan dalam posisi yang benar, dimulai dari latihan yang sederhana menuju yang kompleks, situasinya menyenangkan, sambil bermain, perlunya pemberian kesempatan untuk belajar dan berlatih, contoh atau model, bimbingan dorongan atau motivasi, gunakan alat bantu yang sederhana dan aman bagi anak, gunakan alat bantu khusus, serta anak perlu memahami mengapa harus melakukan gerakan yang benar.

(42)

26

a. Berorientasi pada kebutuhan anak dan memperhatikan faktor kesiapan anak yang ditunjukkan dengan anak membutuhkan keterampilan gerak dasar berupa keluwesan menggerakkan jari-jemari secara terampil sebelum melakukan gerakan yang lebih kompleks.

b. Latihan dimulai dari yang sederhana

c. Dilakukan dalam situasi yang menyenangkan yaitu dengan dikemas dalam bentuk permainan dan didukung dengan lingkungan yang kondusif. Lingkungan yang digunakan berada di sekitar sekolah yang aman dan tenang.

d. Alat yang digunakan sederhana dan aman bagi anak serta dapat menarik perhatian anak.

e. Latihan dilakukan secara berulang-ulang.

6. Pengembangan Motorik Halus

Latihan-latihan khusus yang dapat diberikan pada anak untuk mengembangkan kemampuan motorik halus menurut Tin Suharmini (dalam Purwandari, 2005: 101) ialah dengan “meremas, memegang

benda seperti pensil, kuas warna dengan benar, menggunting, dan melipat”. Menurut Sumantri (2005: 151) pengembangan keterampilan

motorik halus dapat melalui kegiatan seperti meronce melipat, menggunting, mengikat, membentuk, menulis awal, dan menyusun.

(43)

27

disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Disesuaikan dengan prinsip-prinsip pengembangan kemampuan motorik halus maka dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara permainan.

C. Permainan

1. Pengertian Permainan

Permainan memiliki beberapa pengertian, pengertian permainan menurut Chalidah (2005: 124) dijelaskan sebagai kegiatan yang menyenangkan dan dilakukan secara sukarela dan menggunakan aktifitas fisik seperti berlari, melompat, jalan, melempar, menangkap, dan aktifitas fisik lainnya. Selain menggunakan aktifitas fisik, permainan juga menggunakan aktifitas sensorik yaitu menggunakan panca indera, emosi, komunikas dan daya pikir anak.

Carol seefeladt & Nita Barbour (dalam Smaldino, Deborah, & James, 2011: 38) berpendapat bahwa permainan merupakan bagian dari anak yang merupakan proses alamiah, menyenangkan, dan secara sukarela, spontan dan tanpa tujuan yang terarah. Permainan mempengaruhi perkembangan anak dalam hal kemampuan intelektual, sosial, emosional, dan fisik. Dengan permainan anak dapat melatih kemampuan untuk memecahkan masalah, sosialisasi, dan bekerja sama.

(44)

28

pendidikan juga disampaikan oleh Perry dan Acher (dalam Bennet, Liz Wood, & Sue Rogers, 2005) terdapat dua tahap dalam permainan yaitu tahap yang sekedar membuat anak-anak asyik dan tahap memberikan sumbangan bagi pendidikan mereka.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa permainan dalam penelitian ini merupakan sarana yang menyenangkan yang menggunakan aktivitas fisik dan sensorik, sehingga dapat mengembangkan kemampuan tersebut. Permainan dapat dijadikan sebagai alat pendidikan karena memberikan rasa kepuasan, kegembiraan, dan kebahagiaan kepada anak.

2. Jenis-Jenis Permainan

Permainan merupakan sarana yang menggunakan aktivitas fisik dan sensorik. Permaina akan membuat anak menjadi senang dan memberikan manfaat bagi perkembangan anak sesuai dengan jenis permainan yang dilakukan. Menurut Diana Mutiah (2010: 115) permainan dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu permainan peran dan permainan pembangunan.

Menurt Seifert & Hoffnung (dalam Samsunuwiyati Mar’at, 2005:

(45)

29 a. Permainan fungsional

Permainan ini terjadi pada masa sensomotorik dengan menggunakan gerakan yang diulang-ulang dan terfokus pada badan sendiri. Piaget dan Smilansky (dalam Sugiharto, 2012: 284) lebih menjelaskan bahwa dalam permainan ini anak belajar melalui panca inderanya dan melalui hubungan fisik dengan lingkungan mereka.

b. Permainan konstruktif

Permainan ini merupakan bentuk permainan dengan menggunakan objek-objek fisik untuk membuat sesuatu. Permainan ini terjadi bila anak-anak melibatkan diri dalam suatu kreasi sendiri. Permainan ini merupakan permainan yang paling umum digunakan anak-anak prasekolah dan anak-anak sekolah dasar dengan membentuk balok-balok, pasir, lumpur, tanah liat, manik-manik, cat, pasta, gunting,dan karyon.

c. Permainan dramatik

Permainan ini merupakan suatu bentuk permainan yang dilakukan secara berpura-pura. Menurut Purwandari (2005: 99) permainan ini pada usia 3 tahun dilakukan dengan meniru pengalaman-pengalaman hidup, kemudian anak bermain pura-pura.

d. Permainan dengan aturan

(46)

30

Pada penelitian ini digunakan jenis permainan konstruktif untuk mengembangkan kemampuan motorik halus anak tunagrahita kategori sedang. Berdasarkan penjelasan di atas, permainan konstruktif yaitu kegiatan permainan dengan membuat sesuatu dengan cara anak melakukan aktivitas sendiri menggunakan bahan-bahan seperti tanah liat atau bahan lain yang aman bagi siswa. Permainan ini juga umum dilakukan pada anak-anak usia prasekolah yang sama dengan perkembangan anak tunagrahita kategori sedang yang mencapai taraf kecerdasan usia 7 tahun pada usia dewasa. Permainan konstruktif dipilih karena anak terlibat sendiri dalam permainan untuk membentuk berbagai macam bentuk. Lebih diperjelas oleh Sumantri (2005: 151) bahwa kegiatan membentuk dapat digunakan untuk pengembangan keterampilan motorik halus. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka peneliti akan lebih mengkaji mengenai permainan konstrukti.

3. Fungsi Permainan

(47)

31

dilakukan oleh anak akan membantu untuk mengembangkan kemampuan dari segi sensoris maupun motorisnya, hal tersebut bergantung dengan jenis permainan yang dilakukan oleh anak. Pada jenis main konstruktif akan membantu anak dalam mengembangkan kemampuan sensoris maupun motorisnya. Dalam main konstruktif, kemampuan otot-otot tangan dan kemampuan koordinasi mata dan tangan sangat dilatih dalam aktivitas permainan ini.

Berbeda dengan fungsi bermain peran, fungsi dari bermian peran ialah untuk meningkatkan kemampuan verbal, keterampilan sosial, dan interaksi sosial. Menurut Bennett, Liz Wood, dan Sue Rogers (2005: 8) permainan memiliki fungsi dalam hal meningkatkan komunikasi verbal, keterampilan sosial, dan interaksi sosial. Selain fungsi permainan secara umum diatas, terdapat pula fungsi bermain bagi anak tunagrahita. Menurutt Mohammad Efendi (2006: 105) nilai penting dari bermain bagi perkembangan anak tunagrahita, antara lain:

a. Pengembangan fungsi fisik, yaitu membantu memperlancar pernafasan, pertukaran zat, peredaran darah, dan pencernaan makanan. b. Pengembangan sensomotorik, yaitu melatih pengindraan (ketajaman

(48)

32

c. Pengembangan daya khayal, anak tunagrhita diberikan kesempatan untuk mampu menghayati makna kebebasan sebagai sarana pengembangan daya kayal dan kreasinya.

d. Pembinaan pribadi, dengan bermain anak memperkuat kemauan, memusatkan perhatian, mengembangkan keuletan, ketekunan, percaya diri, dan lainnya.

e. Pengembangan sosialisasi, dengan bermain anak dilatih untuk menunggu giliran, rela menerima kekalahan, setia dan jujur.

f. Pengembangan intelektual, yaitu anak berlatih untuk mencerna sesuatu.

Pada penelitian ini permainan yang digunakan ialah permainan konstruktif yaitu permainan yang memiliki fungsi untuk mengembangkan kemampuan motorik halus. Lebih jelasnya bagi anak tunagrahita kategori sedang dapat melatih kemampuan gerak tangan dan jari-jemari tangan.

D. Permainan Bubur Kertas

1. Pengertian Permainan Konstruktif

Permainan konstruktif merupakan salah satu cara yang melibatkan kegiatan membentuk berbagai benda untuk menciptakan hasil karya tertentu. Menurut Samsunuwiyati Mar’at (2005: 143) permainan

(49)

33

Mayke S. Tedjasaputra (2001: 54) menjelaskan bermain konstruktif merupakan kegiatan yang menggunakan berbagi benda untuk mencipatkan hasil karya tertentu. Purwandari (2005: 99) menjelaskan bermain konstruksi berarti bermaian dengan membentuk balok-balok, pasir, lumpur, tanah liat, manik-manik, cat, pasta, gunting, dan karyon. Dijelaskan lebih lanjut oleh Sumantri (2005: 152) membentuk berarti membentuk objek-objek yang diminati anak melalui jenis tanah liat, plastisin. lilin (malam), adonan atau sejenisnya yang aman bagi siswa.

Dari beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa permainan konstruktif merupakan kegiatan membentuk suatu bentuk dengan menggunakan bahan seperti tanah liat, plastisin, dan adonan lainnya yang aman bagi anak. Pada penelitian ini digunakan adonan dari bubur kertas untuk melakukan permaian konstruktif.

(50)

34

mengartikan bermain merupakan sebuah kegiatan, jika dilihat dari permainan yang merupakan alat pendidikan maka bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara terencana untuk dapat membantu mencapai kompetensi tugas perkembangannya.

Menurut Soetjihati (1995: 111) Alat permainan edukatif harus memenuhi syarat aman, ukuran dan berat alat harus sesuai dengan usia anak, desainnya harus jelas, harus mempunyai fungsi untuk mengembangkan beberapa aspek perkembangan anak, dapat dimainkan dengan berabagai variasi, walaupun sederahan tetapi harus menarik, mudah diterima oleh semua kebudayaan, dan tidak mudah rusak.

Maka dalam penelitian ini pelaksanaan permainan konstruktif menggunakan aktivitas bermain yang menggunakan alat/bahan yang aman, berfungsi mengembangkan kemampuan motorik halus, sederhana dan menarik, dan tidak mudah rusak. Bahan yang digunakan adalah adonan bubur kertas.

2. Pengertian Bubur Kertas

Bubur kertas merupakan sebuah adonan dari kertas yang dicampur dengan tepung sehingga menyerupai bubur. Menurut Aray Saepul Kamil (2012: 3) “Bubur kertas adalah kertas bekas (yang sudah

tidak terpakai) yang kemudian oleh segelintir orang yang mempunyai kreatifitas dan ide yang bagus dibuat sebuah adonan dengan dicampur dengan air”. Bubur kertas dapat dibuat dengan mudah menggunakan

(51)

35

Faqih & Hervin Kusbemadi (2013: 1) “Bahan yang digunakan dalam

membuat bubur kertas adalah murni berbahan dasar bahan bekas yaitu kertas dan Koran bekas”. Bubur kertas diolah dengan cara merendam kertas-kertas bekas kedalam air dan kemudian dihaluskan menggunakan blender.

Selanjutnya antara ampas dan air dipisahkan dengan cara disaring. Ampas yang telah disaring dicampurkan dengan tepung kanji dan kemudian dapat dibentuk menjadi berbagai bentuk. Bubur kertas dapat dibentuk berbagai macam bentuk. Salah satu pembelajaran yang telah memanfaatkan bubur kertas sebagai media adalah pembelajaran sejarah. Menurut Achmad Iriyadi (TT) Bubur kertas merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan media pembelajaran sejarah yang berupa model (benda tiruan) maupun peta timbul.

Dari penjelasan mengenai bubur kertas maka dapat disimpulkan bahwa bubur kertas adalah sebuah adonan dari kertas bekas yang dibuat menyerupai bubur yang dicampur dengan tepung dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan dalam permainan.

(52)

36

Gambar 1. Adonan Bubur Kertas

3. Manfaat Permainan Bubur Kertas

Permainan bubur kertas memiliki beberapa manfaat, dalam bukunya Mayke S. Tedjasaputra (2005: 57) menjelaskan manfaat dari permainan bubur kertas (konstruktif) adalah mengembangkan kemampuan anak untuk berdaya cipta, melatih kemampuan motorik halus, melatih konsentrasi, ketekunan, daya tahan. Melakukan kegiatan membentuk yang membutuhkan koordinasi mata dan tangan maka dapat mengembangkan kemampuan motorik halus yang dimiliki siswa.

(53)

jari-37

jemari. Pendapat tersebut diperjelas oleh Sumantri (2005: 155) bahwa kegiatan membentuk bertujuan untuk mengembangkan kemampuan koordinasi mata dan tangan.

Selain melatih kemampuan motorik halus, Menurut Hurlock (1978: 330) Bermain konstruktif lebih ditujukan bagi kegembiraan yang diperoleh dari membuatnya. Permainan bubur kertas dapat pula melatih kemampuan untuk berdaya cipta sesuai dengan keinginan ataupun kreatifitas yang dimiliki. Konsentrasi dan ketekunan juga dapat pula dilatihkan dengan permainan ini.

Selain manfaat di atas, permainan bubur kertas memiliki kelebihan dari bahan yang digunakan. Bubur kertas termasuk bahan yang aman bagi siswa tunagrahita kategori sedang karena terbuat dari bahan kertas bekas yang memiliki bahan ringan. Dalam bukunya Nurwarjini (2006: 1) menjelaskan bahwa kertas merupakan bahan yang ringan dan mudah digunakan serta memiliki karakter yang cukup unik, terdiri dari bahan tipis dan rata yang dihasilkan dari kompresi serat. Berdasarkan penjelasan tersebut, dengan demikian bubur kertas dapat mudah dibentuk menjadi berbagai macam bentuk karena terbuat dari bahan yang ringan dan bersifat lunak.

4. Langkah Penerapan Permainan Bubur Kertas.

(54)

38

a. Guru membagi lilin mainan dan lembar plastik kepada masing-masing siswa

b. Guru mengajarkan bagaimana membuat berbagai macam bentuk sesuai dengan tema di setiap pertemuan (bila perlu peganglah dan gerakkan tangan si anak)

c. Kemudian anak diminta membuat sendiri

d. Memberikan pujian jika anak berhasil melakukan sendiri

e. Jika belum sempurna, berikan koreksi dan diberi dorongan agar hasilnya lebih baik.

Selain langkah-langkah diatas, Sumantri (2005: 156) juga menjelaskan langkah-langkah membentuk tanah liat atau plastisin atau bahan lain sejenisnya sebagai berikut:

a. Anak dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri dari 3-5 anak.

b. Berikan masing-masing bahan tanah liat/plastisin/lilin (mamal) dengan beberapa warna. berikan juga beberapa cetakan ndengan ragam bentuk atau motif yang berlainan.

c. Mintalah kepada anak untuk membentuk tanah liat ke dalam dua bentuk, satu bentuk wajib dan satu bentuk bebas.

(55)

39

a. Guru memberikan bubur kertas kepada siswa

b. Guru mengenalkan kepada siswa nama dan kegunaan bubur kertas c. Guru mengajarkan membuat berbagai macam bentuk sesuai dengan

tema di setiap pertemuan (Guru membantu memegang tangan siswa dan membantu menggerakkannya). Bentuk yang dibuat berdasarkan cetakan yang digunakan pada setiap sesi

d. Kemudian siswa diminta membuat sendiri dengan melakukan kegiatan mengambil, memegang, meremas, membentuk,dan menaruh bubur kertas (Pada aspek membentuk dengan bantuan guru)

e. Memberikan pujian jika siswa berhasil melakukan sendiri

f. Jika belum sempurna, guru memberikan koreksi berupa bantuan untuk merapikan cetakan.

Pada penelitian ini kegiatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dengan berbagai bentuk yang berbeda seperti dibuat bulat, kotak, bunga, buah, dan hewan menggunakan cetakan.

E. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dari penelitian ini diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Suryani Nurfaidah dengan judul “Penerapan Media Pembelajaran Keterampilan Paper Clay Dalam Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang”. Penelitian

(56)

40

secara keseluruhan penerapan media pembelajaran keterampilan paper clay yang bertujuan untuk meningkatkan motorik halus siswa dalam

menulis memiliki dampak positif hal tersebut dapat dilihat dari hasil mean level pada setiap sesinya terus meningkat. Kesimpulan dari penelitian

tersebut ialah penerapan media pembelajaran keterampilan paper clay efektif untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang khususnya dalam menulis.

Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Devry Pramesti Putri dengan judul “Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Melalui Tindakan

Okupasi Paper Clay Pada Anak Tunagrahita Kategori Sedang Di Sekolah Luar Biasa Dharma Rena Ring Putra I Yogyakarta”. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa setelah diterapkan tindakan okupasi paper clay, siswa mampu berpartisipasi aktif dalam melakukan gerakan motorik halus secara lebih tepat. Hal itu dikarenakan setiap melakukan gerakan pada tindakan okupasi paper clay harus menggerakkan, menjimpit, menggunting, dan menempel.

(57)

41

motorik halus, maka akan menguji cobakan permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus anak tunagrahita kategori sedang kelas III di SLB N Pembina Yogyakarta.

F. Kerangka Pikir

Keterampilan motorik halus sangatlah penting bagi anak tunagrahita kategori sedang. Kemampuan motorik halus merupakan salah satu kemampuan dasar untuk melaksanakan aktivitas seperti menulis, aktivitas bina diri serta aktivitas lainnya yang menjadi program utama dalam layanan pendidikan bagi anak tunagrahita kategori sedang. Aktivitas tersebut sangat membutuhkan keterampilan dasar berupa keluwesan gerak jari-jemari.

(58)

42

tangan sehingga siswa tidak mau melakukan latihan tersebut. Alasan siswa yang tidak mau melakukan kegiatan tersebut menjadi salah satu penghambat dalam pembelajaran motorik halus, sehingga kemampuan motorik halusnya belum dapat berkembangan secara optimal.

(59)

43

Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir Keefektifan Permainan Bubur Kertas

G. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas maka dapat diajukan hipotesis penelitian dari penelitian ini adalah “Permainan bubur kertas efektif untuk meningkatkan kemampuan motorik

halus siswa tungrahita kategori sedang kelas III di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta.”

Anak Tunagrahita kategori sedang memiliki perkembangan kemampuan motorik halus yang lambat

Kemampuan motorik halus sangatlah penting bagi anak tunagrahita kategori sedang

Anak lemah dan belum luwes dalam menggerakkan jari-jari tangan, menjumput, dan menempel.

Guru sudah mencobakan berbagai cara untuk mengembangkan kemampuan motorik halus anak, akan tetapi anak sering berlasan capek

dan tidak mau ketika diminta latihan

(60)

44 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, dengan metode

penelitan eksperimen. “Eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan

untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi

yang terkendalikan” (Sugiyono, 2012:107). Jenis penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah jenis Single Subject Research (SSR).

Pendekatan dasar dalam eksperimen subjek tunggal adalah meneliti individu dalam kondisi tanpa perlakuan dan kemudian dengan perlakuan dan

akibatnya terhadap variabel akibat diukur dalam kedua kondisi tersebut”

(Nana Syaodih Sukmadinata, 2006: 210). Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan mtorik halus dan varaiabel bebas adalah permainan bubur kertas. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah SSR dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kelas 3 SDLB.

B. Desain Penelitian

(61)

45

terhadap kemampuan motorik halus, kemudian diberikan perlakuan yaitu menggunakan permainan bubur kertas secara berulang-ulang, dan setelah perlakuan diikuti oleh keadaan tanpa perlakuan seperti keadaan sebelumnya (Juang, Takeochi, & Nakata, 2006: 211).

Berikut gambar desain A-B-A :

Baseline (A1) Intervensi Baseline (A2)

X X X X X X

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Sesi

Gambar 3. Desain A-B-A (Nana Sayodih Sukmadinata, 2006: 212) Keterangan:

1. Baseline (A1)

(62)

46

menempelkan gambar angry birds berukuran besar (10x10), sedang (7x7), dan kecil (5x5).

2. Intervensi (B)

Fase intervensi merupakan fase perlakuan terhadap target behavior yaitu kemampuan motorik halus dengan menggunakan permainan bubur kertas. Intervensi dilakukan sebanyak 6 kali. Berikut rancangan pelaksanaan intervensi:

Intervensi dilaksanakan selama 2 minggu dengan 6 kali pertemuan. Setiap pertemuan, meliputi 3 kegiatan yaitu kegiatan awal kegiatan inti, dan kegiatan penutup. (Lebih lengkap dapat dilihat pada RPI halaman 108) a. Kegiatan awal

Mengenalkan nama bahan yang digunakan dalam permainan bubur kertas, dan menjelaskan kegunaan bubur kertas yaitu untuk membentuk berbagai macam bentuk sederhana menggunakan cetakan.

b. Kegiatan inti (6 kali pertemuan) 1) Meremas-remas bubur kertas

2) Membentuk bentuk sederhana (bulat besar, sedang, dan kecil)

3) Membentuk bentuk bunga menggunakan cetakan (mawar dan matahari)

4) Membentuk bentuk kotak dan bulat.

5) Membentuk bentuk hewan dengan cetakan (kelinci)

(63)

47 c. Kegiatan penutup

1) Melakukan evaluasi (berupa tes) 2) Bertepuk tangan dan tos

3) Berdoa. 3. Baseline (A2)

Fase baseline (A2) merupakan fase untuk mengetahui kemampuan motorik halus subjek setelah diberikan intervensi. Subjek diberikan tes kemampuan motorik halus berupa tes yang sama dengan baseline (A1). Hasil evaluasi pada baseline (A2) dapat menunjukkan pengaruh penggunaan permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas III C1 di SLB N Pembina Yogyakarta.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SLB N Pembina Yogyakarta yang beralamat di JL. Imogiri 224 Kelurahan Giwangan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. SLB ini menyediakan pendidikan khusus untuk anak tunagrahita dengan jenjanag TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB.

2. Waktu Penelitian

(64)

48 Tabel 1. waktu dan kegiatan penelitian

Waktu Kegiatan penelitian

Minggu I Pelaksanaan fase Baseline (A1) Minggu II-III Pelaksanaan fase Intervensi/Perlakuan Minggu IV Pelaksanaan fase Baseline (A2)

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa tunagrahita kategori sedang kelas III C1 SLB N Pembina Yogyakarta dengan 1 orang sebagai subjek penelitian. Alasan peneliti memilih subjek tersebut karena mempunyai kemampuan motorik halus yang lemah, hal tersebut bisa diketahui karena ketika diminta untuk menggerakkan jari-jemari tangan membuka dan menutup satu persatu masih kesulitan dan sering tidak mengerjakan kegiatan yang berhubungan dengan keterampilan motorik halus seperti menulis, mewarnai dan menggunting.

Adapun penetapan subyek penelitian ini didasarkan dengan Kriteria sebagai berikut:

1. Siswa kelas 3 yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogayakarta

2. Tergolong siswa yang memiliki hambatan intelektual kategori sedang 3. Memiliki kemampuan motorik halus lemah

4. Siswa yang berjenis kelamin laki-laki 5. Siswa berumur 10 tahun dan aktif sekolah.

E. Variabel penelitian

(65)

49

tunagrahita kategori sedang kelas III di SLB N Pembina Yogyakarta ini, terdiri dari dua variabel yang menjadi objek penelitian. Berikut Variabel yang terdapat dalam penelitian ini:

1. Variabel bebas : Permainan Bubur kertas (Intervensi)

2. Variabel terikat : Kemampuan Motorik Halus (Target Behaviour)

F. Setting Penelitian

Setting penelitian dilakukan di taman sekolah dan perpustakaan. Pemilihan taman sekolah dan perpustakaan sebagai setting penelitian karena agar tidak mengganggu teman yang lain belajar dan subjek merasa nyaman dan santai ketika melakukan permainan. Setting di taman sekolah dan perpustakaan sekolah dilakukan untuk memperoleh data tentang kemampuan motorik halus sebelum, saat, dan sesudah diberikan intervensi dengan menggunakan permainan bubur kertas.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan dokumentasi. Berikut penjabaran setiap teknik:

1. Tes

(66)

50

Pada penelitian ini tes dilakukan dengan cara siswa diminta untuk melakukan tes kemampuan motorik halus yang berupa aspek menggerakkan jari-jemari, menggengam, memegang, dan menempel yang memodifikasi instrument tes kemampuan motorik halus dari Yuni Suryaningsih (2010). Bentuk tes dalam penelitian ini adalah tes perbuatan yaitu tes yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk tindakan (Zainal Arifin, 2012: 149).

2. Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2012:329) pengumpulan data dengan teknik dokumentasi merupakan pencatatan peristiwa yang sudah lalu, yang biasanya berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumenral dari seseorang. Dokumentasi dilakukan untuk mengetahui hasil kerja siswa sebelum perlakuan, saat perlakuan dan sesudah perlakuan. Mengetahui gambar-gambar siswa saat melakukan tes dan perlakuan saat penelitian.

H. Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini berupa instrument tes. Berikut pedoman tes kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas III C1 di SLB N Pembina Yogyakarta:

1. Pedoman Tes Kemampuan Motorik Halus

(67)

51

intervensi. Tes Baseline (A2) untuk mengetahui pengaruh permainan bubur kertas terhadap kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang setelah diberikan intervensi.

Tabel 2 Kisi-kisi instrument tes kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas 3 di SLB N Pembina Yogyakarta. Variabel Komponen Indikator Jumlah

butir telunjuk, tengah, manis, dan kelingking.

Menggengam a. Siswa mampu menggengam jari-jari tangan dan benda berukuran kecil (menjimpit penghapus), memegang pensil (sedang), dan besar (memegang kotak

Dikutip dari Yuni Suryaningsih (2010) dengan modifikasi.

(68)

52

dalam koordinasi dan ketepatan. Peneliti memilih gambar angry birds karena berlandasakan dari gambar yang disukai sehingga akan menarik perhatian siswa.

Untuk mengetahui pengaruh permainan bubur kertas terhadap kemampuan motorik halus siswa akan dilihat perubahan pada setiap tahapan yaitu tahap baseline (A1), intervensi, dan baseline (A2) menggunakan persentase dari skor akhir yang diperoleh pada setiap tahap. Berikut kriteria penilaian tes kemampan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang:

Siswa mampu melakukan tanpa bantuan mendapat nilai 3

Siswa mampu melakukan dengan 1 kali bantuan mendapat nilai 2 Siswa mampu dengan lebih dari 1 kali bantuan mendapat nilai 1

Adapun cara penilaiannya berdasarkan persentase dari Juang Sunanto (2005: 16) ialah dengan membandingkan jumlah terjadinya suatu peristiwa dengan keseluruhan kemungkinan terjadinya peristiwa dikalikan 100%. Secara lebih jelasnya dapat dibuat rumus penilaian dengan persen menurut M. Ngalim Purwanto (2013: 102) sebagai berikut:

�� = x 100%

NP = Nilai persen yang diharapkan R = Skor mentah yang diperoleh siswa

(69)

53 I. Prosedur Penelitian

Penelitian yang menguji keefektifan permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang pada pelaksanaanya peneliti menyusun urutan tindakan sebagai panduan dalam pelaksanaan penelitian. Adapun prosedur penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap awal

Tahap ini merupakan tahap awal dari penelitian, pada tahap ini akan dilakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Tahap persiapan

1) Menyiapkan instrument tes yang akan digunakan dalam penelitian.

2) Melakukan uji validitas instrument yang dilakukan oleh guru kelas III C1.

3) Menyiapkan bahan yang akan digunakan ketika perlakuan permainan bubur kertas

b. Fase baseline (A1)

(70)

54 2. Tahap Intervensi

Tahap ini dilakukan setelah tes kemampuan motorik halus fase baseline (A1) selesai dilakukan dan memperoleh data yang stabil.

Intervensi dilakukan di taman dan perpustakaan sekolah, hal tersebut dilakukan agara tidak menggangu teman yang lain dan subyek lebih konsentrasi ketika melakukan intervensi. Intervensi dilakukan sebanyak 6 kali pertemuan dengan waktu masing-masing pertemuan selama 30 menit (intervensi & tes). Adapun langkah-langkah pelaksanaan intervensi pada penelitian ini:

a. Kegiatan awal

Mengenalkan nama alat yang akan digunakan dalam permainan bubur kertas dan menjelaskan kegunaan bubur kertas dalam permainan.

b. Kegiatan inti (6 kali pertemuan) 1) Meremas-remas bubur kertas

2) Membentuk bentuk sederhana (bulat besar, sedang, dan kecil) 3) Membentuk bentuk bunga menggunakan cetakan (mawar dan

matahari)

4) Membentuk bentuk kotak dan bulat.

5) Membentuk bentuk hewan dengan cetakan (kelinci)

(71)

55 c. Kegiatan penutup

1) Melakukan evaluasi (berupa tes) 2) Bertepuk tangan dan tos

3) Berdoa. 3. Tahap Akhir

Tahap ini merupakan tahap terakhir dari penelitian dan merupakan tahap evaluasi akhir. Berikut kegiatan pada tahap akhir:

a. Fase baseline (A2)

Fase baseline (A2) yaitu dilakukannya tes kemampuan motorik halus dengan soal yang sama dengan tes yang digunakan ketika fase baseline (A1). Hasil tes pada fase baseline (A2) ini akan menunjukkan pengaruh permainan bubur kertas terhadap kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang. Fase baseline (A2) ini dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan sampai

mendapatkan hasil tes yang stabil.

b. Membandingkan hasil tes kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang dari fase baseline (A1), intervensi, dan baseline (A2) dengan cara melakukan analisis statistik deskriptif dan

analisis dalam kondisi dan antar kondisi.

(72)

56 J. Uji validitas Instrumen

Menurut Arikunto (2006:168) Validitas adalah ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan suatu instrument. Instrument yang valid berarti instrument tersebut mampu mengukur apa yang akan diukur. Validitas yang digunakan dalam instrument penelitian menggunakan validitas konstruk. Menurut Sugiyono (2012: 182):

Validitas konstruksi dapat digunakan pendapat dari ahli. Dengan ini setelah instrument dikonstruksikan tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli

Pada penelitian ini aspek yang digunakan dalam mengukur kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang berdasarkan dari materi asesmen anak tunagrahita dan pengertian motorik halus dari beberapa teori yang menjadi kajian dalam penelitian ini. Aspek-aspek motorik halus yang digunakan dalam instrument tes kemampuan motorik halus adalah keterampilan menggunakan otot-otot halus seperti gerak jari-jemari tangan, memegang benda, mengambil, mengambil dengan ibu jari dan telunjuk, dan menempel. Aspek-aspek tersebut juga telah disesuaikan dengan karakteristik anak yang mengalami kelemahan dalam menggerakkan jar-jemari tangan secara terampil. Dalam penyusunannya memodifikasi instrument penelitian dari Yuni Suryaningsih (2010).

(73)

57

checklist () pada kolom sesuai atau kolom tidak sesuai dari 23 soal tes perbuatan.

K. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan langkah kegiatan setelah semua data terkumpul. Setelah semua data diperoleh baik data pada fase Baseline (A1), intervensi, dan Baseline (A2) akan digunakan teknik pengolahan data menggunakan statistik deskriptif. Menurut Sugiyono (2012: 207) statistik deskriptif adalah stastistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang terkumpul dengan apa adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum. Dalam penyajiannya, data akan disajikan melalui grafik garis.

Menurut Juang Sunanto, Koji Takeuchi, & Hideo Nakata (2006:35) komponen penting dalam grafik adalah absis, ordinat, titik awal, skala, dan tabel. Berikut penjelasan setiap komponen:

a. Absis, yaitu sumbu X merupakan sumbu mendatar yang menunjukkan satuan untuk waktu (sesi, hari, tanggal)

b. Ordinat adalah sumbu Y merupakan sumbu vertikal yang menunjukkan satuan untuk veriabel terikat (frekuensi)

c. Titik awal merupakan pertemuan antara sumbu X dan sumbu Y

Gambar

Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir Keefektifan Permainan Bubur Kertas
Gambar 3. Desain A-B-A (Nana Sayodih Sukmadinata, 2006: 212)
Tabel 2 Kisi-kisi instrument tes kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas 3 di SLB N Pembina Yogyakarta
Tabel 3. Hasil Tes Kemampuan motorik Halus Baseline (A1) Indikator Sesi 1 Sesi 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penjelasan menurut para ahli maka dapat disimpulkan bahwa Kompensasi adalah sesuatu yang diterima karyawan sebagai faktor penting yang mempengaruhi bagaimana

Barang/Jasa atau pihak-pihak yang berkepentingan agar menyesuaikan terhadap proses. lelang

Peningkatan kemampuan disiplin kerja pelaksanaan tugas Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Pustakawan agar hasil yang telah dicapai sesuai dengan sasaran yang

JURNAL OLAHRAGA PRESTASI diterbitkan oleh Jurusan Pendidikan Kepelatihan Fakultas I lmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakart a.. Pen an ggu n g Jav\ .'3b: Ketua

Lincolin memberikan strategi kepada PTM yang ingin melakukan internasionalisasi diantaranya memperluas jaringan internasional, melakukan kolaborasi antar perguruan tinggi asing

[r]

Dengan mengikuti langkah – langkah pemecahan masalah pada LKPD 1 Bahasa Indonesia, siswa mampu, membuat pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan bacaan

Studi literatur yang dilakukan terhadap 144 artikel ilmiah yang didapatkan dari penelitian terdahulu meliputi jurnal ilmiah baik nasional maupun internasional, dan didukung oleh