• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

3. Permainan Tradisional

a. Pengertian Permainan Tradisional

Permainan tradisional adalah sebuah kegiatan rekreatif yang tidak hanya bertujuan untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai alat untuk memelihara hubungan dan kenyamanan sosial (Haris, 2016: 270). Boedhisantoso (Sujarno, dkk. 2013: 3) mengatakan bahwa permainan tradisional pada gilirannya membuat anak dapat bersosialisasi dalam masyarakat dengan baik. Dengan permainan pula anak – anak dapat belajar tentang pergaulan yang nantinya dapat berguna untuk menentukan jalan hidup dan kepribadiannya. Menurut Sukirman (Mardayani, Mahadewi, Magta, 2016) permainan tradisional merupakan unsur kebudayaan, karena mampu memberi pengaruh terhadap perkembangan kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial anak. Permainan tradisional merupakan asset budaya, yaitu modal bagi suatu masyarakat untuk mempertahankan eksistensi dan identitasnya di tengah masyarakat lain.

Dari ketiga teori yang telah dipaparkan oleh para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa permainan tradisional adalah permainan yang menjadi identitas daerah bagi masyarakat, sehingga permainan tradisional selain memberikan manfaat secara jasmani, permainan tradisional juga mampu mengajarkan anak untuk bersosialisasi dengan masyarakat sekitar yang berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan sosial anak.

b. Permainan Tradisional yang Digunakan

Berikut ini adalah beberapa permainan tradisional beserta penjelasannya menurut Sujarno (2013: 40, 49, 54, 59) yang digunakan peneliti sebagai media pembelajaran matematika dalam buku panduan:

1) Dinoboi

Dinoboi merupakan permainan tradisional yang keberadaannya sudah cukup lama, namun meskipun sudah sejak dahulu dikenal oleh masyarakat semarang, asal – usul permainan tersebut sampai sekarang masih belum ada kepastian. Dinoboi atau Boi – boian memiliki sebutan lain yaitu sirah penthil. Sirah yang dalam bahasa jawa artinya adalah kepala, sedangkan penthil artinya adalah buah yang masih sangat muda. Jadi sirah penthil itu berarti kepala yang masih muda. Namun dalam permainan Dinoboi, sirah pentil adalah pecahan genting atau orang jawa biasa menyebutnya kreweng, yang kemudian kreweng tersebut ditumpuk dan di atasnya diberi buah yang masih muda.

Permainan Dinoboi bersifat kelompok, artinya dalam permainan itu ada dua kelompok atau kubu yang saling berhadapan. Meski mereka saling berhadapan, tetapi bukan berarti harus beradu fisik. Sebab begitu lemparan mereka berhasil merobohkan tumpukan kreweng lawan, maka mereka harus segera lari atau berjalan dengan cara mundur sejauh mungkin dan baru berhenti setelah lawan menyentuh anggota badannya. Peneliti memilih permainan ini karena pada penelitian sebelumnya milik Nurjanah dan Nur’aeni (2020: 241) menyimpulkan bahwa rancangan media permainan tradisional Boi – boian dibuat agar proses pembelajaran lebih bermakna, melibatkan siswa, dan pembelajaran menjadi lebih menyenangkan.

2) Sunda Manda (Engklek)

Sunda manda adalah sebuah permainan yang tidak hanya membutuhkan ketangkasan tetapi juga kelincahan, keseimbangan, dan kejelian. Jenis permainan ini tidak hanya terdapat di daerah Semarang, tetapi juga di daerah – daerah lainnya, hanya saja istilahnya berbeda. Seperti di daerah Yogyakarta, permainan ini selain ada yang menyebutkan Sunda Manda ada juga yang

menyebutnya engklek. Dari mana asalnya permainan ini dan bagaimana pesebarannya sulit diketahui secara pasti.

Nama permainan ini berasal dari Belanda, yaitu Zondag dan Maandag. Zondag yang berarti hari minggu dan Maandag yang berarti hari senin. Mungkin saja permainan ini pada mulanya hanya dilakukan pada hari Minggu dan Senin. Oleh karena itu diberi nama Zondag dan Maandag, namun karena lidah orang jawa yang sulit melafalkan dengan tepat, maka nama permainan ini dirubah menjadi sunda manda. Peneliti menggunakan permainan ini karena pada penelitian sebelumnya milik Ismah dan Dwitama (2018: 165) menunjukkan bahwa permainan tradisional Engklek atau Sunda Manda dapat meningkatkan hasil belajar siswa, diketahui melalui hasil tes belajar setelah menggunakan permainan Engklek dalam pembelajaran matematika yang dikategorikan efektif dikarenakan 76% siswa memperoleh hasil belajar diatas KKM 70.

3) Nekeran

Nekeran merupakan permainan yang menggunakan alat utama berupa neker atau kelereng. Neker atau kelereng adalah bola kecil yang terbuat dari kaca atau tanah liat / batu. Di kalangan masyarakat kabupaten Semarang, permainan ini memiliki beberapa sebutan yaitu gundu, stinan, dan kelereng. Meskipun permainan kelereng ini sering dimainkan oleh masyarakat, akan tetapi asal - usul dan perkembangannya tidak begitu diketahui secara pasti. Siapa pencipta atau penemu dan kapan permainan ini pertama kali dimainkan, sampai saat ini masih belum jelas.

Namun demikian, kalau kita perhatikan nama – nama lain dari permainan tersebut keberadaannya tidak hanya di wilayah Semarang saja, tetapi di wilayah yang lebih luas. Hal itu sebagaimana dikemukakan oleh seorang informan bahwa permainan kelereng itu tidak hanya ada di wilayah Semarang tetapi di masyarakat Jawa atau masyarakat yang lain permainan kelereng ini juga ada. Hanya saja sebutannya saja yang berbeda, misalnya di

wilayah Cilacap permainan ini disebut dengan Dir – diran. Peneliti memilih permainan ini karena pada penelitian sebelumnya milik Mei, Seto, Wondo (2020: 36-37) Menyatakan bahwa permainan Nekeran memiliki beberapa aspek matematika di dalamnya, (1) aspek tersebut adalah pengenalan konsep penjumlahan, (2) pengenalan konsep pengurangan dilakukan disaat permainan sedang berlangsung, (3) pengenalan konsep jarak, (4) Konsep bangun datar terdapat pada gambar yang digambar oleh pemain pada tanah yang dijadikan sebagai contoh dalam materi bangun datar.

4) Bekelan

Permainan Bekelan lazimnya dilakukan pada siang hari, adapun tempat bermain bisa di dalam rumah, di teras, atau di tempat lain yang memungkinkan untuk bisa digunakan sebagai tempat bermain. Yang terpenting tempat bermain harus memiliki permukaan datar, halus, dan keras. Dengan demikian bola bekel akan memantul secara sempurna. Artinya tidak melenceng atau keluar area permainan.

Sifat permainan tradisional Bekelan adalah game, yaitu suatu permainan dimana ada yang kalah dan ada yang menang. Oleh karena itu, jumlah pemainnya lebih dari satu pemain, biasanya dua sampai lima anak, kemudian mereka duduk dalam posisi melingkar. Mayoritas yang memainkan permainan ini adalah anak perempuan. Ini bukan berarti anak laki – laki tidak boleh memainkannya. Peneliti memilih permainan Bekelan karena pada penelitian sebelumnya milik Nurrahmah dan Ningsih (2018: 48) menggunakan permainan Bekelan dengan desain pembelajaran dari permainan ini adalah siswa dapat mempelajari konsep bangun ruang sederhana, penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.

4. Matematika

a. Pengertian Matematika

Menurut Andre Noyes (Nur’Aini, dkk. 2017: 1) Matematika adalah suatu ilmu pengetahuan yang menjadi bagian dalam kehidupan manusia. Jhonson dan Rising (Runtukahu, 2014: 28) telah mendefinisikan matematika sebagai tiga hal, yaitu sebagai berikut: 1) Matematika adalah pengetahuan terstruktur, dimana sifat dan

teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur – unsur yang didefinisikan atau tidak didefinisikan dan berdasarkan aksioma, sifat, atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya.

2) Matematika ialah bahasa simbol tentang berbagai gagasan dengan menggunakan istilah – istilah yang didefinisikan secara cermat, jelas, dan akurat.

3) Matematika adalah seni, dimana keindahannya terdapat dalam keterurutan dan keharmonisan.

Rusefendi (Nur’Aini, dkk. 2017: 1) menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi kan, Matematika membahas fakta – fakta dan hubungan – hubungan, serta membahas ruang dan bentuk. Pada intinya Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang selalu terhubung dengan kehidupan manusia.

Dari pendapat beberapa ahli di atas peneliti menyimpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang terstruktur dan sangat penting dalam kehidupan sehari – hari manusia, yang di dalamnya terdapat bahasa simbol yang didefinisikan secara jelas dan akurat. b. Teori Belajar Matematika

Bruner (Ervayanti, Holisin, Shoffa, 2016:115) menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil bila proses pengajarannya diarahkan pada konsep – konsep dan struktur – struktur yang termuat pada bahan ajar. Dienes (Abrar, 2013: 25) berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan di antara struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan di antara

struktur-struktur. Seperti halnya dengan Bruner, Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Menurut Dienes (Abrar, 2013: 26-27) permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara konkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dienes sendiri membagi 6 tahap dalam belajar yaitu:

1) Permainan bebas (Free play), merupakan tahap belajar konsep yang aktivitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan.

2) Permainan yang menggunakan aturan (Games), pada tahap ini siswa mulai mengamati pola dan keteraturan yang terdapat pada konsep.

3) Kesamaan sifat (Searching for communalities), dalam tahap ini anak – anak mulai diarahkan dalam kegiatan menentukan sifat – sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. 4) Penyajian atau representasi (Representations), adalah tahap

pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis.

5) Simbolisasi (Symbolizations), Pada tahap ini siswa menghasilkan simbol – simbol matematika yang cocok untuk menyatakan konsep.

6) Formalisasi (Formalizations), merupakan tahap belajar konsep yang terakhir.

Dapat dikatakan bahwa objek-objek konkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan permainan dalam pembelajaran matematika siswa dapat mempelajari konsep – konsep materi pembelajaran matematika dengan lebih baik

Kaitannya dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah dengan menggunakan buku panduan yang telah dirancang oleh peneliti, guru mampu menciptakan kegiatan belajar sambil bermain sehingga saat kegiatan pembelajaran matematika berlangsung siswa bisa mempelajari konsep – konsep bangun datar dan bangun ruang dengan baik, melalui permainan yang dimainkan.

c. Prinsip – Prinsip dalam Pembelajaran Matematika

Reys (Runtukahu, 2014: 30) mengemukakan prinsip – prinsip praktis pendekatan belajar kognitif dalam pembelajaran matematika. Prinsip – prinsip praktis yang dianjurkan tidak berdiri sendiri, tetapi harus berhubungan satu dengan lainnya. Prinsip – prinsip tersebut, antara lain adalah:

1) Belajar matematika harus berarti (meaningful). 2) Belajar matematika adalah proses perkembangan. 3) Matematika adalah pengetahuan yang sangat terstruktur. 4) Anak aktif terlibat dalam matematika.

5) Anak harus mengetahui apa yang akan dipelajari dalam kelas matematika.

6) Komunikasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan belajar.

7) Menggunakan berbagai bentuk atau model matematika (multiembodied) dalam belajar matematika.

8) Variasi matematika membantu siswa belajar matematika. 9) Metakognisi memengaruhi anak belajar.

10) Pemberian bantuan pada kemampuan yang terbentuk atau retension

Berdasarkan pernyataan Reys (Runtukahu, 2014: 30) dapat disimpulkan bahwa prinsip dalam pembelajaran matematika adalah, kegiatan pembelajaran harus berkesan untuk para siswa, kegiatan pembelajaran harus mampu menarik minat belajar siswa, penggunaan model dan metode pembelajaran harus di variasi. Kaitan yang terdapat dalam penelitian ini adalah, peneliti membuat buku panduan permainan

tradisional agar guru dapat menciptakan kegiatan pembelajaran yang berkesan dan menarik bagi siswa terutama pada mata pelajaran matematika.

d. Fungsi Matematika

Berikut adalah fungsi matematika yang telah dipaparkan oleh Runtukahu (2014: 32, 42).

1) Matematika sebagai bahasa simbol

Matematika adalah bahasa simbol tentang berbagai gagasan. Simbol – simbol pada matematika memiliki beberapa fungsi – fungsi tertentu. Skemp telah mengemukakan beberapa fungsi simbol pada matematika yaitu, komunikasi, merekam pengetahuan, komunikasi konsep – konsep baru, membuat klasifikasi ganda, menjelaskan, membuat kegiatan reflektif, membantu menunjukkan struktur, membuat manipulasi rutin secara otomatis, mengingat, kembali informasi dan pengertian, dan membuat kegiatan mental lebih aktif.

2) Pengetahuan tentang pola dan hubungan

Reys menyatakan, matematika ialah studi tentang berbagai pola dan hubungan antara elemen – elemen matematika. Kemudian Steen memperkuat pendapat Reys, dengan menyatakan bahwa matematika adalah pengetahuan tentang pola – pola untuk meramalkan gejala – gejala matematika. Keterkaitan antara berbagai elemen pada matematika dapat dikembangkan anak sehingga terjadi bagian – bagian matematika yang berhubungan satu dengan yang lainnya.

Berdasarkan pendapat dari ahli di atas dapat disimpulkan bahwa matematika memiliki dua fungsi yaitu sebagai bahasa simbol dan pengetahuan tentang pola dan hubungan, bahasa simbol mampu membantu anak untuk berkomunikasi, dan pengetahuan tentang pola dan hubungan mampu membantu anak untuk mengkaitkan elemen yang terdapat pada matematika. Keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah, guru dapat terbantu untuk melatih siswa

mengkaitkan beberapa konsep pada matematika seperti membuat klasifikasi ganda, berkomunikasi, dan menjelaskan.

e. Materi Matematika pada Penelitian 1) Bangun Datar

Runtukahu (2014: 153) menyatakan, bangun datar atau bangun dua dimensi adalah kurva tertutup sederhana yang terletak pada bidang. Kegiatan pengenalan bangun datar sebaiknya diajarkan dengan menggunakan objek – objek konkret yang dimanipulasi anak. Dalam kegiatan pembelajaran matematika terutama pada materi bangun datar, siswa bisa diajak untuk membedakan bentuk - bentuk bangun datar. Lestiana dan Kurniasih (2016: 40) menyatakan, Belajar konsep luas bangun datar dapat dimulai dari belajar bangun datar persegi panjang. Setelah siswa memahami konsep luas bangun datar persegi panjang dengan baik, maka siswa dapat mengembangkan dengan menganalogikan bangun-bangun yang lain menjadi bentuk persegi panjang. Proses menganalogikan bagian-bagian bangun datar sembarang menjadi bangun datar persegi panjang dengan menggunakan benda kongkret alat peraga pembelajaran konsep luas bangun datar yang dapat meningkatkan keaktifan siswa karena memfasilitasi siswa untuk dapat mengkonstruksikan penemuan konsep luas bangun datar 2) Bangun Ruang

Materi bangun ruang merupakan bagian dari geometri yang menekankan pada kemampuan siswa untuk mengidentifikasi sifat, unsur, dan menentukan volume dalam pemecahan masalah (Rostika, 2009). Sebelum membelajarkan materi bangun ruang, hendaknya memahami definisi bangun ruang itu sendiri, Dalam mendiskusikan daerah bidang didefinisikan bahwa daerah bidang itu merupakan gabungan lengkungan tertutup sederhana dengan daerah dalamnya. Ruseffendi (Rostika, 2009) menyatakan benda ruang, daerah ruang adalah gabungan antara permukaan tertutup sederhana dan bagian dalamnya.

Keterkaitan yang terdapat pada penelitian ini, terdapat pada hasil analisis kebutuhan berupa wawancara dengan guru kelas II. Hasil wawancara tersebut adalah, siswa seringkali kesulitan saat membedakan rusuk dengan sisi, dan sudut dengan titik sudut, sehingga guru menginginkan adanya buku yang dapat membantu siswa untuk mempelajari ciri – ciri bangun ruang dan bangun datar. 5. Siswa Sekolah Dasar

Izzaty (Dewi, 2019: 25) mengatakan bahwa siswa usia SD menggunakan operasi mental untuk memecahkan masalah – masalah aktual, siswa mampu menggunakan kemampuan mentah nya untuk memecahkan masalah yang bersifat konkret. Masa kanak – kanak akhir dibagi menjadi dua fase, yaitu:

1) Masa kelas rendah Sekolah Dasar yang berlangsung antara usia 6 atau 7 tahun sampai 9 atau 10 tahun. Biasanya siswa duduk di kelas 1, 2, 3 Sekolah Dasar.

2) Masa kelas atas Sekolah Dasar yang berlangsung antara usia 9 atau 10 tahun sampai 12 atau 13 tahun. Biasanya duduk di kelas 4,5, dan 6 Sekolah Dasar.

Piaget (Rahmat, 2018: 72) menyatakan anak – anak pada usia 6 sampai 12 tahun sudah memasuki periode Operasional Konkret, pada tahap ini penggunaan logika pada anak – anak sudah mulai memadai. Jarvis (Ibda, 2015: 34) menyatakan tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak – anak pada tahap operasional konkrit masih mengalami kesulitan belajar dalam menyelesaikan tugas – tugas logika. Anak - anak pada tahap operasional kongkrit mengalami kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan menggunakan lambang – lambang.

Dari pernyataan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa siswa SD dibagi menjadi dua yaitu masa kelas atas dan kelas rendah, dalam usia 6 sampai 12 tahun memasuki tahapan operasional konkrit. Siswa pada usia 6 sampai 12 tahun membutuhkan Keterkaitan yang terdapat pada penelitian ini adalah, peneliti membuat buku panduan penggunaan permainan tradisional, agar guru terbantu dalam penggunaan media –

media konkrit selama kegiatan pembelajaran matematika. Isi dalam buku panduan berupa berbagai macam langkah bermain, sehingga siswa bisa belajar sekaligus mengalaminya secara langsung.

B. Penelitian yang Relevan

Berikut penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah (1) Damayanti (2016) penelitian dengan judul “Pembelajaran Matematika dalam Permainan Tradisional Engklek untuk Siswa SD Kelas V”, (2) Nataliya (2015) penelitian dengan judul “Efektivitas Penggunaan Media Pembelajaran Permainan Tradisional Congklak untuk Meningkatkan Kemampuan Berhitung pada Siswa Sekolah Dasar”, (3) Suryana (2018) penelitian berjudul “Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Permainan Tradisional “Gaprek Kaleng” untuk Menanamkan Konsep Pecahan Siswa Kelas III SD”, (4) Aprinastuti (2020) penelitian berjudul “Developing Mathematical Literacy by Implementing Tarditional Game”. Dari penelitian 1, 2, dan 3 tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain, yaitu ketiga penelitian tersebut menggunakan permainan tradisional sebagai media pembelajaran dan membantu proses pembelajaran matematika menjadi lebih efektif.

Penelitian milik Damayanti (2016) dengan judul “Pembelajaran Matematika dalam Permainan Tradisional Engklek untuk Siswa SD Kelas V” melakukan penelitian terhadap tingkat keberhasilan terlaksananya permainan engklek dalam pembelajaran matematika dan mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan engklek. Jenis penelitian ini adalah eksperimen dan menggunakan 2 tahap yaitu pretest dan posttest, subjek dari penelitian ini adalah siswa dari SD Negeri Karangasem Post-test diberikan langsung sesudah pemberian treatment, soal post-test yang diberikan tidak jauh berbeda dengan soal pre-test. Dalam soal post-test ini peneliti lebih banyak memberikan soal bergambar dan soal cerita. Berdasarkan hasil post-test ini dapat dibandingkan hasil pekerjaan siswa sebelum diberikan treatment dan sesudah diberikan treatment. Terdapat dua siswa yang bagi peneliti menarik untuk dianalisis. Siswa tersebut pada saat pre-test mendapatkan nilai yang jauh dari KKM tetapi pada saat post-test kedua siswa tersebut mengalami kenaikan

nilai yang sangat signifikan. Pada saat diadakan pre-test nilai siswa yang tuntas sebesar 31% dan sedangkan pada saat pemberian post-test hasil tersebut meningkat menjadi 69%, dengan rata-rata kenaikan nilai yang diperoleh siswa sebesar 13%. Berdasarkan hasil pre-test dan post-test dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan pemahaman siswa secara signifikan. Masih terdapat beberapa siswa yang mengalami sedikit penurunan nilai, kesalahan yang dilakukan siswa ini adalah kurangnya tingkat ketelitian dalam membaca soal. Relevansi penelitian pertama dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penggunaan permainan tradisional salah satunya engklek sebagai media pembelajaran matematika SD, dari penelitian tersebut dapat dibuktikan bahwa permainan tradisional dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika.

Kemudian penelitian kedua milik Nataliya (2015) yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Media Pembelajaran Permainan Tradisional Congklak untuk Meningkatkan Kemampuan Berhitung pada Siswa Sekolah Dasar” melakukan penelitian tentang efektivitas penggunaan media pembelajaran permainan tradisional congklak untuk meningkatkan kemampuan berhitung pada siswa sekolah dasar. Subjek yang diteliti adalah siswa kelas III dari SD Muhamadiyah 08 Dau Malang. Peneliti melakukan pre-test dan post-tes kepada subjek penelitian untuk melihat perbedaan rata-rata kemampuan berhitung siswa kelas III SD Muhammadiyah 08 Dau Malang sebelum dan setelah diberikan media pembelajaran berupa permainan tradisional congklak. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kemampuan berhitung siswa SD sebelum dan setelah diberikan media pembelajaran berupa permainan tradisional congklak dengan nilai t = -5,776 dan p = 0,000, yaitu rata-rata kemampuan berhitung siswa SD setelah diberikan media pembelajaran permainan tradisional congklak lebih tinggi dibandingkan rata-rata kemampuan siswa SD sebelum diberikan media pembelajaran permainan tradisional congklak. Relevansi penelitian kedua ini dengan milik peneliti adalah, penggunaan permainan tradisional untuk membantu siswa meningkatkan kemampuan berhitung nya dalam pembelajaran matematika. Penelitian ini membuktikan bahwa media

pembelajaran permainan tradisional congklak efektif untuk meningkatkan kemampuan berhitung siswa SD.

Penelitian ketiga milik Suryana (2018) dengan judul “Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Permainan Tradisional “Gaprek Kaleng” untuk Menanamkan Konsep Pecahan Siswa Kelas III SD” melakukan penelitian tentang pengembangan media pembelajaran berbasis permainan tradisional Gaprek Kaleng. Subjek uji coba dalam pengembangan media pembelajaran berbasis permainan tradisional “Gaprek Kaleng” ini adalah para peserta didik kelas III SDN Miagan Mojoagung. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model Dick & Carey yang memiliki tahap pengembangan sebagai berikut (1) Analisis kebutuhan dan tujuan, (2) Analisis pembelajaran, (3) Analisis pembelajar dan konteks, (4) Merumuskan tujuan performansi, (5) Mengembangkan instrument, (6) Mengembangkan strategi pembelajaran, (7) Mengembangkan dan memilih bahan pembelajaran, (8) Merancang dan melakukan evaluasi formatif, (9) Melakukan revisi, (10) Evaluasi sumatif. Dalam penelitian ini hanya menggunakan hingga pada tahap kesembilan, karena pada tahap kesepuluh peneliti harus melakukan uji keefektifan media, sedangkan dalam penelitian ini peneliti hanya menginginkan mengetahui kelayakan media. Kelayakan media pembelajaran berbasis permainan tradisional “gaprek kaleng” untuk menanamkan konsep pecahan kelas III SD yaitu berdasarkan pada: Validasi oleh ahli materi, kelayakan yang didapat dari ahli materi ini yaitu sejumlah 79,54% atau bisa dikatakan layak. Validasi ini digunakan untuk mengetahui kesesuaian media terhadap muatan materi yang disampaikan. Validasi oleh ahli media, kelayakan media yang diperoleh dari ahli media yaitu 83,82% atau bisa dikatakan sangat layak. Persentase ini diperoleh dari penilaian aspek tampilan serta kemudahan dalam melakukan permainan. Penilaian subjek uji coba diperoleh persentase 95,38% dari 100% atau bisa dikatakan media ini sangat layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran mata pelajaran matematika materi pecahan dasar khususnya penanaman konsep pecahan. Siswa merasa senang dengan permainan dan merasa tertarik dengan tampilan media yang digunakan. Relevansi penelitian ketiga dengan penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti adalah, metode

penelitian yang sama, yaitu mengembangkan permainan tradisional sebagai media pembelajaran matematika. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa media pembelajaran berupa pemainan tradisional tersebut sangat layak untuk digunakan.

Penelitian keempat milik Aprinastuti (2020) penelitian berjudul “Developing Mathematical Literacy by Implementing Tarditional Game” melakukan penelitian tentang peningkatan literasi matematika dengan menggunakan permainan tradisional. Subjek dalam penelitian ini adalah 30 siswa dan 5 guru SD N Kintelan, Yogyakarta. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini, peneliti

Dokumen terkait