• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN BUKU PANDUAN PERMAINAN TRADISIONAL PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS II SEKOLAH DASAR TEMA 4 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN BUKU PANDUAN PERMAINAN TRADISIONAL PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS II SEKOLAH DASAR TEMA 4 SKRIPSI"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN BUKU PANDUAN PERMAINAN TRADISIONAL PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS II SEKOLAH DASAR

TEMA 4

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Silverius Reynaldo Alvares Christananda NIM: 161134136

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2020

(2)

i

PENGEMBANGAN BUKU PANDUAN PERMAINAN TRADISIONAL PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS II SEKOLAH DASAR

TEMA 4

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Silverius Reynaldo Alvares Christananda NIM: 161134136

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2020

(3)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini peneliti persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan keyakinan, keteguhan, dan kesehatan kepada peneliti.

2. Chatarina Nanik Meiyani dan Paulinus Wiratmaka Dewanta selaku orangtua yang menjadi motivasi, memberikan doa, semangat, serta dukungan kepada peneliti.

3. Kelompok penelitian kolaboratif skripsi R&D permainan tradisional dalam pembelajaran matematika dan seluruh mahasiswa PGSD angkatan 2016. 4. SD Kanisius Kalasan sebagai tempat peneliti melakukan penelitian yang

telah memberikan bantuan, kesempatan, dan pengalaman. 5. Bapak dan Ibu guru sekolah dasar di seluruh Indonesia. 6. Para dosen di PGSD Universitas Sanata Dharma. 7. Almamater Universitas Sanata Dharma.

(4)

v MOTTO

”Bagaimana mungkin seorang guru bisa mengajar jika gurunya sendiri tak belajar setiap hari.”

- Koro Sensei (Ansatsu Kyoushitsu Episode 25) -

“Menghina Tidak perlu dengan umpatan dan membakar kitabnya. Khawatir besok kamu tidak bisa makan saja itu sudah menghina Tuhan.”

- Sujiwo Tejo -

“Urip iku sakdermo. Yen ora biso yo ojo dipekso. Dioyak tansoyo adoh, digelani ora bali, dipikir dadi kenthir. Kabeh iku wes ono sing ngatur. Nerimo’o ing

pandum.”

(5)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN BUKU PANDUAN PERMAINAN TRADISIONAL PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS II SEKOLAH DASAR

TEMA 4

Silverius Reynaldo Alvares Christananda Universitas Sanata Dharma

2020

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan guru terhadap referensi kegiatan pembelajaran matematika yang bisa diintegrasikan dengan permainan traditional berupa buku panduan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui prosedur pengembangan buku panduan permainan tradisional sebagai media pembelajaran matematika pada kelas II Sekolah Dasar yang terfokus pada tema 4, (2) mengetahui kualitas buku panduan permainan tradisional sebagai media pembelajaran matematika pada kelas II Sekolah Dasar kelas yang terfokus pada tema 4.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan. Subjek dalam penelitian adalah agar guru kelas II SD Kanisius Kalasan. Objek penelitian adalah buku panduan permainan tradisional sebagai media pembelajaran matematika. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, dan kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan: (1) prosedur penelitian dan pengembangan buku panduan permainan tradisional sebagai media pembelajaran matematika menggunakan langkah-langkah penelitian ADDIE, yaitu Analyze, Design, Development, Implementation, Evaluate. (2) kualitas buku panduan permainan tradisional sebagai media pembelajaran matematika adalah sangat baik dengan skor 3,70 dari skala 4 dan memenuhi sepuluh kriteria buku panduan yang berkualitas menurut Greene dan Petty, yaitu (1) menarik minat bagi pembaca yang mempergunakannya. (2) memotivasi para pembaca. (3) ilustrasi yang menarik hati bagi yang memanfaatkannya. (4) mempertimbangkan aspek linguistik sesuai dengan kemampuan pembaca. (5) memiliki hubungan erat dengan pelajaran yang lainnya. (6) dapat menstimulasi aktivitas-aktivitas pribadi pembaca. (7) dengan sadar menghindari konsep yang samar dan tidak biasa agar tidak membingungkan pembaca. (8) memiliki sudut pandang yang jelas dan tegas. (9) Harus mampu memberi pemantapan dan penekanan pada nilai-nilai anak dan orang dewasa. (10) Harus mampu menghargai perbedaan-perbedaan pribadi pemakainya.

Kata kunci: penelitian dan pengembangan, buku panduan, permainan tradisional, matematika

(6)

ix ABSTRACT

DEVELOPMENT OF A TRADITIONAL GAME GUIDE BOOK IN MATHEMATICAL LEARNING SECOND GRADE OF ELEMENTARY

SCHOOL 4th THEME

Silverius Reynaldo Alvares Christananda Sanata Dharma University

2020

This research is motivated by the teacher's need for reference to mathematics learning activities that can be integrated with traditional games in the form a guidebook. This study aims to (1) Find out the procedures for developing a traditional game guide book as a medium for learning mathematics in grade II Elementary School that focuses on theme 4, (2) find out the quality of traditional game guide book as a medium for learning mathematics in class II Elementary School classes focused on theme 4.

This research type is research and development. The subject in this research is for the second grade teachers at SD Kanisius Kalasan. The object of this research is a traditional game guide book as a medium for learning mathematics. Data collection in this study used observation, interview, and questionnaire techniques.

The results showed that: (1) the procedure of research and development of traditional game guide books as a medium of learning mathematics using ADDIE research steps, namely Analyze, Design, Development, Implementation, Evaluate. (2) the quality of traditional game manuals as a medium of learning mathematics is very good with a score 3.70 from a scale of 4 and fulfills ten criteria for quality guidebook according to Greene and Petty, namely (1) attracting interest for readers. (2) motivating for readers. (3) illustrations that are of interest for readers. (4) consider the linguistic aspects according to the ability of the reader. (5) has a close relationship with other lessons. (6) can stimulate the readers' personal activities. (7) consciously and decisively avoiding vague and unusual concepts so as not to confuse the reader. (8) has a clear and firm perspective. (9) Must be able to give stabilization and emphasis on the values of children and adults. (10) Must be able to respect the personal differences of the wearer.

(7)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 7 C. Tujuan Penelitian ... 7 D. Manfaat Penelitian ... 8 E. Definisi Operasional... 9 F. Spesifikasi Produk ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. Kajian Pustaka ... 13

1. Buku Panduan ... 13

2. Bermain ... 14

3. Permainan Tradisional ... 17

4. Pembelajaran Matematika ... 21

(8)

xiii

B. Penelitian yang Relevan ... 27

C. Kerangka Berpikir ... 32

D. Pertanyaan Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

A. Jenis Penelitian ... 36 B. Setting Penelitian ... 37 1. Tempat Penelitian ... 37 2. Waktu Penelitian ... 37 3. Subjek Penelitian ... 37 4. Objek Penelitian ... 37

C. Prosedur Penelitian dan Pengembangan ... 38

1. Analyze (Analisis) ... 39

2. Design (Perancangan) ... 39

3. Development (Pengembangan) ... 39

4. Implementation (Implementasi) ... 40

5. Evaluation (Evaluasi) ... 40

D. Teknik Pengumpulan Data ... 40

1. Observasi ... 40 2. Wawancara ... 41 3. Kuesioner ... 41 E. Instrumen Penelitian... 42 1. Pedoman Observasi ... 42 2. Pedoman Wawancara ... 46 3. Kuesioner ... 48

F. Teknik Analisis Data ... 53

1. Data Kualitatif ... 53

2. Data Kuantitatif ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Hasil Penelitian ... 57

1. Prosedur Pengembangan Produk Buku Panduan ... 57

2. Kualitas Produk Buku Panduan ... 87

B. Pembahasan ... 91

(9)

xiv

2. Kualitas Produk Buku Panduan ... 95

BAB V PENUTUP ... 101 A. Kesimpulan ... 101 B. Keterbatasan Pengembangan ... 102 C. Saran ... 102 DAFTAR PUSTAKA ... 103 LAMPIRAN……….. 106

(10)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Ukuran A5 pada Buku Panduan ... 12 Gambar 2.1 Literature Map dari Penelitian yang Relevan ... 31 Gambar 3.1. Tahapan Model ADDIE ... 38

(11)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3. 1. Pedoman Observasi Analisis Kebutuhan ... 44

Tabel 3. 2. Pedoman Observasi Uji Coba Produk ... 45

Tabel 3. 3. Pedoman Wawancara Analisis Kebutuhan ... 47

Tabel 3. 4. Instrumen Wawancara Analisis Kebutuhan ... 48

Tabel 3. 5. Kisi-kisi Validasi Produk ... 49

Tabel 3. 6. Kuesioner Validasi Produk ... 50

Tabel 3. 7. Kisi-Kisi Kuesioner Uji Coba Guru ... 52

Tabel 3. 8. Kuesioner Uji Coba Kelayakan Produk oleh Guru ... 52

Tabel 3. 9. Kisi-Kisi Kuesioner Uji Coba Permainan oleh Siswa ... 53

Tabel 3. 10. Kuesioner Uji Coba Siswa ... 53

Tabel 3. 11. Konversi Data Kuantitatif ke Data Kualitatif Skala Empat ... 54

Tabel 3. 12. Rumus Rerata Ideal, dan Simpangan Baku Ideal ... 55

Tabel 3. 13. Hasil Penghitungan Rerata Ideal dan Simpangan Baku Ideal... 55

Tabel 3. 14. Hasil Pengolahan Skor ... 56

Tabel 3. 15. Kriteria Skor Skala Empat ... 56

Tabel 4. 1. Komentar dan Revisi Ahli Literasi dan Bahasa ... 65

Tabel 4. 2. Komentar dan Revisi Ahli Matematika ... 68

Tabel 4. 3. Komentar dan Revisi Ahli Matematika ... 70

Tabel 4. 4. Komentar dan Revisi Ahli Matematika ... 71

Tabel 4. 5. Komentar dan Revisi Ahli Matematika ... 72

Tabel 4. 6. Komentar dan Revisi Ahli Matematika ... 73

Tabel 4. 7. Komentar dan Revisi Ahli Matematika ... 74

Tabel 4. 8. Komentar dan Revisi Ahli Matematika ... 75

Tabel 4. 9. Komentar dan Revisi Ahli Matematika ... 76

Tabel 4. 10. Komentar dan Revisi Ahli Matematika ... 77

Tabel 4. 11. Komentar dan Revisi Guru SD Kelas Bawah ... 78

Tabel 4. 12. Hasil Uji Coba Kelayakan Produk Pada Guru Kelas II-A ... 80

Tabel 4. 13. Hasil Uji Coba Kelayakan Produk Pada Guru Kelas II-B ... 81

(12)

xvii

(13)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1: Hasil Observasi ... 109

Lampiran 2: Hasil Wawancara Guru SD ... 111

Lampiran 3: Hasil Validasi Ahli Matematika ... 113

Lampiran 4: Hasil Validasi Ahli Permainan Anak ... 116

Lampiran 5: Hasil Validasi Guru SD Kelas Bawah ... 119

Lampiran 6: Rekapitulasi Hasil Validasi ... 122

Lampiran 7: Hasil Uji Coba Guru SD Kelas II - B ... 123

Lampiran 8: Hasil Uji Coba Guru SD Kelas II - A ... 124

Lampiran 9: Hasil Kuesioner Siswa ... 125

Lampiran 10: Foto Penelitian ... 131

Lampiran 11: Surat Ijin Penelitian ... 134

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan spesifikasi produk yang dikembangkan.

A. Latar Belakang

Johnson dan Rising (Runtukahu, 2014: 28) menyatakan, bahwa matematika adalah pengetahuan terstruktur dimana sifat dan teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur – unsur yang didefinisikan atau tidak didefinisikan dan berdasarkan aksioma, sifat, atau teori yang lebih dibuktikan. Beth dan Piaget (Runtukahu, 2014: 28) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan matematika adalah pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai struktur abstrak dan hubungan antar - struktur tersebut sehingga terorganisir dengan lebih baik. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan – penerapan bidang ilmu lain maupun dalam pengembangan matematika itu sendiri (Siagian, 2016: 60). Pembelajaran matematika sangat penting untuk diajarkan kepada siswa sejak dini karena ilmu – ilmu dalam matematika secara tidak langsung akan digunakan dalam kehidupan sehari – hari.

Tim MKPBD (Syukri, Rahman, Minggi, 2016: 107 – 108) menyatakan bahwa fungsi mata pelajaran matematika adalah sebagai alat, pola pikir, dan ilmu pengetahuan sehingga pembelajaran matematika di sekolah dapat digunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah dalam mata pelajaran yang lain atau dalam kehidupan sehari – hari, membentuk pola pikir siswa dalam memahami suatu pengertian, dan dapat menunjukkan bahwa matematika itu selalu mencari kebenaran. Menurut Ruseffendi (Nur’Aini, Harahap, Badruzzaman, Darmawan, 2017: 1) matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi kan, matematika membahas fakta – fakta dan hubungan– hubungan, serta membahas ruang dan bentuk. Pada intinya matematika

(15)

merupakan ilmu pengetahuan yang selalu terhubung dalam kehidupan sehari – hari.

Sejauh ini kegiatan pembelajaran matematika masih didominasi oleh guru, hal ini didukung oleh pendapat Hadi (Sholihah dan Mahmudi, 2015: 178) yang menyatakan bahwa proses pembelajaran matematika selama ini yang terjadi belum sesuai dengan yang diharapkan, yaitu masih berpusat pada guru. Sholihah dan Mahmudi (2015: 178) menyatakan, dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan kecenderungan siswa lebih bersifat pasif, interaksi dalam kelas hanya satu arah, sehingga mereka lebih banyak menunggu sajian guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan, atau sikap yang mereka butuhkan. Muijs dan Reynolds (Sholihah dan Mahmudi, 2015: 178) menambahkan, Kondisi ini mengakibatkan mata pelajaran matematika masih dipandang sebagai mata pelajaran yang sulit oleh siswa maupun masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu agar siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran matematika maka perlu menggunakan media pembelajaran, hal ini didukung oleh pendapat Suharmanto (2014: 3) yang menyatakan sebagai upaya meningkatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran, maka perlu dikembangkan adanya media yang tepat yang dapat mengoptimalkan kemampuan siswa. Heruman (Suharmanto, 2014: 3) menyatakan bahwa pembelajaran yang ditekankan pada konsep – konsep matematika yaitu penanaman konsep dasar dengan mengenal jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan konsep matematika yang abstrak maka dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir siswa, pemahaman konsep dan pembinaan keterampilan.

Pembelajaran yang disertai dengan penggunaan media pembelajaran tentunya dapat membantu guru untuk menyampaikan materi pembelajaran, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Suryana dan Indrawati (2018: 220) bahwa, media pembelajaran merupakan suatu alat yang digunakan untuk membantu penyampaian materi dari guru pada saat kegiatan belajar mengajar. Sudjana

(16)

dan Rivai (Suryana dan Indrawati, 2018: 220) menyatakan bahwa dalam penggunaan media pengajaran memiliki kaitan yang erat dengan pola pikir anak sebab dengan media pengajaran hal – hal yang abstrak dapat dikongkretkan, dan hal yang kompleks dapat lebih disederhanakan. Wicaksono (Masykur, Nofrizal, Syazali, 2017: 178) menyatakan bahwa peran media sangat penting dalam proses pembelajaran agar materi yang disampaikan oleh guru cepat sampai dan mudah diterima secara maksimal oleh siswa. Suryana dan Indrawati (2018: 220) menyatakan bahwa media pembelajaran dapat berupa media audio, visual, audiovisual bahkan dapat menggunakan permainan.

Dunia anak pada dasarnya adalah bermain. Bermain merupakan bagian yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak untuk menjadi manusia seutuhnya. Bagi anak – anak, kegiatan bermain selalu menyenangkan. Dengan bermain, mereka bisa mengekspresikan berbagai perasaan maupun ide – ide yang cemerlang tentang berbagai hal (Prasetyono, 2008: 5). Bermain adalah berbuat sesuatu untuk menyenangkan hati, sedangkan yang dimaksud dengan belajar adalah, berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Secara sepintas keduanya hampir sama dan sulit dipisahkan. Dunia anak adalah dunia bermain, belajarnya anak sebagian besar melalui permainan yang mereka lakukan. Sehingga, jika keduanya dipisahkan, sama artinya dengan memisahkan anak – anak dari dunianya sendiri (Suyadi, 2009: 17). Menurut Montessori (Suyadi, 2009: 20) ketika anak sedang bermain, anak akan menyerap segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Permainan juga memberi anak-anak kebahagiaan dan permainan tersebut bisa melatih anak-anak berpikir kritis (Mayasari, Araujo, Kusumastuti, Sidharta, Hardiyanti, Widyaningrum, 2014: 347) .

Permainan yang dimaksud bukan sebagai mainan semata, melainkan permainan yang dapat menstimulasi minat belajar anak. Dalam hal ini kepiawaian guru dan orang tua dalam memilihkan jenis permainan tidak boleh ditawar – tawar lagi (Suyadi, 2009: 26). Saat belajar sambil bermain, kegiatan akan terasa menyenangkan dan menantang. Semakin sulit level nya maka anak

(17)

akan semakin tertantang mempelajarinya. Dalam bermain itu anak dapat menerima banyak rangsangan selain dapat membuat dirinya senang juga dapat menambah pengetahuan anak (Prasetyono, 2008: 23). Prabantini (Mayasari, dkk. 2014: 347) menyatakan bahwa ketika anak-anak memainkan permainan kreatif, mereka melakukannya tidak hanya menggunakan operasi matematika, seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, tetapi juga memikirkan cara untuk memecahkan masalah matematika sehingga mereka datang dengan kesimpulan yang logis

.

Dalam proses belajar, anak – anak mengenalnya melalui permainan karena tidak ada cara yang lebih baik yang dapat merangsang perkembangan kecerdasan otaknya melalui kegiatan melihat, mendengar, meraba, dan merasakan yang semuanya itu dapat dilakukan melalui kegiatan bermain (Prasetyono, 2008: 23). Terdapat berbagai macam jenis permainan yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran salah satunya adalah permainan tradisional.

Menurut Prihtiyani (Sujarno, Galda, Larasati, Isyanti, 2013: 3) permainan tradisional tidak memunculkan egoisme tetapi lebih menekankan pada harmoni atau keharmonisan hubungan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Pada permainan tradisional, terkandung nilai – nilai yang sangat penting bagi perkembangan fisik ataupun jiwa anak – anak. Secara tidak sadar anak telah belajar bersosialisasi dengan lingkungan sebagaimana nanti kehidupan di masyarakat setelah dewasa (Sujarno. dkk, 2013: 8). Tim Penyusun Panduan Pemanfaatan Permainan Tradisional untuk Anak Usia dini (Saputra dan Ekawati, 2017: 49) menguraikan ada sembilan kecerdasan yang mampu distimulasi oleh permainan tradisional yaitu kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa), kecerdasan logika matematika (kemampuan menghitung), kecerdasan visual – spasial (kemampuan ruang), kecerdasan musikal (kemampuan musik/irama), kecerdasan kinestetik (kemampuan fisik baik motorik kasar dan halus), kecerdasan natural (keindahan alam), kecerdasan intrapersonal (kemampuan hubungan antar manusia), interpersonal (kemampuan memahami diri sendiri), dan kecerdasan spiritual (kemampuan mengenal dan mencintai ciptaan Tuhan).

(18)

Melihat sembilan kecerdasan yang mampu distimulasi oleh permainan tradisional, peneliti merasa bahwa dengan menggunakan permainan tradisional sebagai media pembelajaran guru tidak hanya membantu siswa untuk mengembangkan satu kecerdasannya saja melainkan lebih dari satu atau seluruh kecerdasan yang di paparkan tersebut. Selain itu siswa juga bisa merasakan kegiatan pembelajaran yang tidak membosankan dan tentunya akan semakin membantu mereka dalam menyerap informasi dari materi pelajaran.

Melalui hasil observasi yang telah peneliti lakukan pada tanggal 15 Januari 2020 dan 21 Januari 2020 di salah satu SD di daerah Kalasan, beberapa siswa SD kelas bawah terutama kelas dua sangat senang bermain permainan tradisional, salah satu permainan tradisional yang paling populer di sekolah itu adalah permainan bentengan. Sedangkan untuk permainan yang lebih sederhana adalah Nekeran. Menurut peneliti pribadi permainan ini bisa dimodifikasi menjadi media pembelajaran matematika. Ada pula penelitian terdahulu oleh Damayanti (2016) yang berjudul “Pembelajaran Matematika Dalam Permainan Tradisional Engklek Untuk Siswa SD Kelas V”, dalam penelitian tersebut telah disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan permainan tradisional engklek dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Selain melakukan observasi ketika jam istirahat, peneliti juga melakukan observasi pada saat kegiatan pembelajaran matematika. Berdasarkan observasi pada kegiatan pembelajaran matematika, guru tidak menggunakan media pembelajaran, akan tetapi memberikan kegiatan belajar dengan basis lingkungan. Para siswa yang berjumlah 21 anak dibagi menjadi kelompok berdasarkan baris tempat duduknya. Selama kegiatan pembelajaran anak - anak tampak antusias dengan diadakannya kegiatan belajar di luar kelas. Hal itu terbukti saat siswa diberi instruksi untuk mengukur panjang suatu benda yang ada di lingkungan sekolah, mereka langsung berlari kesana dan kemari mencari benda untuk diukur, bahkan mereka mengukur benda lebih banyak dari yang diinstruksikan.

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di salah satu SD di daerah Kalasan, adalah (1) Siswa kelas II masih sering memainkan permainan

(19)

tradisional seperti Nekeran dan Bentengan, (2) Guru tidak menggunakan media pembelajaran dalam pelajaran matematika, (3) Guru menggunakan kegiatan pembelajaran berbasis lingkungan, (4) Siswa kelas II senang apabila kegiatan pelajaran dilaksanakan tidak hanya di dalam kelas. Melalui pengamatan inilah peneliti dapat menyimpulkan bahwa anak-anak lebih menyenangi kegiatan belajar yang mampu mengeksplorasi lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap dua guru di salah satu SD di daerah Kalasan pada tanggal 21 Januari 2020 dan 23 Januari 2020. Peneliti mendapatkan hasil bahwa (1) dalam mengajarkan matematika pada materi bangun datar dan bangun ruang, guru menggunakan media berupa karton yang dibentuk menjadi bangun ruang dan bangun datar, tak jarang guru juga menggunakan benda – benda yang ada di sekitar siswa yang berbentuk bangun ruang, kemudian dengan benda – benda di sekitarnya tersebut siswa akan menyebutkan ciri – ciri pada bangun datar tersebut seperti contohnya jumlah sisi, jumlah titik sudut, jumlah sudut, dan jumlah rusuk, (2) guru mengeluhkan terkadang siswa tidak bisa membedakan sisi dengan rusuk, dan sudut dengan titik sudut, (3) guru kesulitan dalam menyiapkan media pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang inovatif karena terbatasnya buku referensi, (4) tidak jarang guru melaksanakan kegiatan pembelajaran tanpa menggunakan media pembelajaran karena terbatasnya referensi yang guru miliki, sehingga itu berpengaruh dengan minat belajar siswa, yang cenderung mudah bosan, (5) guru membutuhkan sebuah referensi berupa buku panduan yang dapat mengajak siswa belajar sambil bermain, sehingga mereka tidak mudah bosan selama pembelajaran matematika.

Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk membuat sebuah buku panduan yang berisi tata cara penggunaan permainan tradisional sebagai media pembelajaran matematika yang ditujukan kepada guru dan dapat dijadikan sebagai media buku referensi pembelajaran. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti tersebut, narasumber atau guru kelas II berharap agar buku panduan permainan tradisional sebagai media pembelajaran matematika dapat

(20)

membantu para guru khususnya kelas II untuk memberikan kegiatan pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan bagi siswa.

Berdasarkan hasil analisis kebutuhan guru kelas II dari salah satu SD di daerah Kalasan dan daerah Kentungan, peneliti terdorong untuk melaksanakan penelitian dan pengembangan (Research dan Development) berupa buku panduan permainan tradisional sebagai media pembelajaran matematika. Materi yang dipaparkan dalam buku panduan adalah materi bangun datar dan bangun ruang yang terdapat pada Tema 4 Kelas II. Dengan buku panduan ini dapat memungkinkan guru untuk dapat mengaplikasikan media pembelajaran berupa permainan tradisional yang dapat dikaitkan dengan pembelajaran matematika. Alat – alat yang digunakan untuk mengaplikasikan permainan tradisional juga cukup sederhana dan guru dapat menemukannya di lingkungan sekitar, sehingga buku panduan ini sangat cocok bagi guru untuk dijadikan sebagai sumber referensi, dan guru dapat memberikan kegiatan pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana prosedur pengembangan buku panduan permainan tradisional sebagai media pembelajaran matematika pada kelas II Sekolah Dasar yang terfokus pada tema 4?

2. Bagaimana kualitas buku panduan permainan tradisonal sebagai media pembelajaran matematika pada kelas II Sekolah Dasar kelas yang terfokus pada tema 4?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui prosedur pengembangan buku panduan permainan tradisional sebagai media pembelajaran matematika pada kelas II Sekolah Dasar yang terfokus pada tema 4.

2. Mengetahui kualitas buku panduan permainan tradisonal sebagai media pembelajaran matematika pada kelas II Sekolah Dasar kelas yang terfokus pada tema 4.

(21)

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Secara teoritis, manfaat dari penelitian ini adalah memberikan sebuah kontribusi berupa sebuah pemikiran atau ide yang inovatif terhadap sebuah pembelajaran di sekolah, terutama pada jenjang sekolah dasar berupa buku panduan penggunaan permainan tradisonal yang telah dimodifikasi dengan sedemikian rupa, sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai media pembelajaran matematika.

2. Secara Praktis a) Bagi Guru

Dari penelitian ini guru bisa mendapatkan referensi dalam pembelajaran matematika. Dari referensi yang didapat dari penelitian ini, guru terbantu dalam melaksanakan pembelajaran yang lebih inovatif dan lebih menyenangkan untuk para peserta didik. Guru juga bisa mendapatkan pengalaman baru dalam mengajar pembelajaran matematika terutama saat menggunakan permainan tradisonal sebagai media pembelajaran nya, tentunya dengan harapan suatu hari nanti guru mungkin bisa menemukan ide baru untuk menggunakan permainan tradisional yang lain sebagai media pembelajaran matematika atau mungkin mata pelajaran yang lain.

b) Bagi Siswa

Penelitian ini dapat membantu siswa untuk memahami materi pembelajaran matematika dengan gaya yang berbeda dan tentunya lebih menyenangkan. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengenalkan siswa beberapa permainan tradisional, terlebih saat ini generasi millennial sangat minim yang masih memainkan permainan tradisional karena mereka sudah lekat dengan gadget

c) Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat memberikan pengalaman dan wawasan dalam mengembangkan permainan tradisional sebagai media pembelajaran matematika, sekaligus kembali melestarikan permainan tradisional

(22)

yang perlahan mulai meredup eksistensinya. Melalui penelitian ini juga peneliti mampu mengasah tingkat kreatifitas nya, sehingga mampu mengembangkan sebuah produk berupa media pembelajaran yang inovatif dalam bentuk buku. Peneliti juga dapat memberikan beberapa ide yang mampu membantu guru dalam mengaplikasikan permainan tradisional untuk pembelajaran matematika, terutama pada materi pembelajaran bangun datar dan bangun ruang.

d) Bagi Sekolah

Penelitian ini bisa menambah koleksi buku di perpustakaan sekolah, sehingga beberapa guru bisa menggunakan buku ini sebagai sumber referensi atau buku pegangan untuk menambah wawasan guru dalam menginovasi permainan tradisional sebagai media pembelajaran. e) Bagi Prodi PGSD

Produk dari penelitian ini bisa digunakan untuk sumber referensi mata kuliah, sehingga dengan produk yang dihasilkan dalam penelitian ini, para mahasiswa Prodi PGSD mampu mengembangkan permainan tradisional yang lain sebagai media pembelajaran yang tentunya tidak hanya diterapkan pada mata pelajaran matematika.

E. Definisi Operasional 1. Buku Panduan

Buku panduan adalah buku yang berisi sebuah informasi seperti prosedur, dan deskripsi sebuah objek.

2. Permainan Tradisional

Permainan tradisional adalah permainan yang menjadi identitas daerah bagi masyarakat, sehingga permainan tradisional selain memberikan manfaat secara jasmani, permainan tradisional juga mampu mengajarkan anak untuk bersosialisasi dengan masyarakat sekitar yang berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan sosial anak.

(23)

3. Matematika

Matematika adalah ilmu pengetahuan yang terstruktur dan sangat penting dalam kehidupan sehari – hari manusia, terutama dalam hal memecahkan masalah, matematika sendiri adalah bahasa simbol yang didefinisikan secara jelas dan akurat.

4. Siswa Sekolah Dasar

Siswa SD dibagi menjadi dua yaitu masa kelas atas dan kelas rendah, dalam usia 6 sampai 12 tahun memasuki tahapan operasional konkrit.

F. Spesifikasi Produk

1. Dalam penelitian ini produk yang dikembangkan adalah buku panduan. Buku panduan disusun dengan memperhatikan 10 kriteria buku panduan yang berkualitas menurut Greene dan Petty (Afandi, 2010: 23) sepuluh kriteria itu antara lain, (1) harus menarik minat bagi pembaca yang mempergunakannya, (2) harus mampu memotivasi bagi para pembaca yang memakainya, (3) harus memuat ilustrasi yang menarik hati bagi para pembaca yang memanfaatkannya, (4) harus mempertimbangkan aspek linguistik sesuai dengan kemampuan para pembaca yang memakainya, (5) harus memiliki hubungan erat dengan pelajaran yang lainnya, (6) harus dapat menstimulasi dan merangsang aktivitas – aktivitas pribadi pembaca yang mempergunakannya, (7) harus dengan sadar dan tegas menghindari konsep – konsep yang samar – samar dan tidak biasa agar tidak sempat membingungkan yang memakainya, (8) harus memiliki sudut pandang yang jelas dan tegas sehingga pada akhirnya menjadi sudut pandang bagi para pemakainya, (9) harus mampu memberi pemantapan dan penekanan pada nilai – nilai anak dan orang dewasa, (10) harus mampu menghargai perbedaan – perbedaan pribadi para pemakainya.

2. Buku panduan berisi empat permainan tradisonal yang telah dimodifikasi sehingga mampu digunakan sebagai media pembelajaran matematika.

(24)

3. Isi dari buku ini dibentuk berdasarkan buku guru tema 4 dan buku BUPENA yang mencakup tema 4, materi yang dipilih adalah materi bangun datar, bangun ruang, serta ruas garis

4. Buku panduan permainan tradisional sebagai media pembelajaran matematika memuat: kata pengantar, tentang buku, daftar isi, sejarah permainan, Kompetensi Dasar dan Indikator yang telah dikembangkan oleh peneliti, Alat yang digunakan dalam permainan tradisional yang telah dimodifikasi, langkah – langkah permainan tradisional termodifikasi, konsep matematika dalam permainan tradisional, manfaat permainan tradisional yang telah dimodifikasi, soal tantangan, Kunci Jawaban soal tantangan, daftar referensi, dan biografi penulis.

5. Buku memuat gambar – gambar yang kongkrit berupa foto yang menggambarkan langkah – langkah bermain permainan tradisional yang telah dimodifikasi.

6. Buku panduan permainan tradisional ini berfungsi sebagai buku pegangan guru untuk mengajar materi untuk kelas II tema 4 di jenjang sekolah dasar. Pada setiap akhir bab akan diberikan berbagai macam soal tantangan yang berkaitan dengan materi yang dibahas dalam setiap bab, guru atau pembaca bisa memodifikasi soal tantangan sesuai dengan keperluan mereka.

7. Buku ini dibuat berbentuk persegi panjang portrait dengan ukuran A5 (14,8 cm x 21 cm), dicetak menggunakan kertas ivory 230 untuk bagian cover, dan menggunakan kertas art paper 130 untuk bagian isi buku.

(25)
(26)

13 BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab ini diuraikan mengenai kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian.

A. Kajian Pustaka

Pada bagian kajian pustaka dipaparkan mengenai beberapa teori yang mendukung penelitian ini, yaitu: 1) buku panduan, 2) bermain, 3) permainan tradisional, dan 4) pembelajaran matematika.

1. Buku Panduan

a. Pengertian Buku Panduan

Permendiknas (Sitepu, 2012: 17) menyatakan kategorisasi buku tidak hanya dibatasi untuk sekolah atau pendidikan dasar dan menengah khususnya di sekolah, tetapi juga termasuk pendidikan tinggi. Akan tetapi buku masih digolongkan ke dalam empat kelompok dengan istilah dan sebutan yang berbeda, yakni buku teks pelajaran, buku panduan guru, buku pengayaan, dan buku referensi. Dalam penelitian ini produk yang akan dibuat oleh peneliti adalah buku panduan untuk guru. Kartz (Saleh & Janti, 2009: 80) menyatakan buku panduan adalah buku yang berisi berbagai macam informasi mengenai suatu masalah atau subjek. Menurut Sitepu (2012: 17) Buku panduan pendidik adalah buku yang memuat prinsip, prosedur, deskripsi materi pokok, dan model pembelajaran untuk digunakan oleh para pendidik.

Dari pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa buku panduan adalah buku yang berisi sebuah informasi seperti prosedur, dan deskripsi sebuah objek.

b. Kriteria Buku Panduan

Menurut Greene dan Petty (Afandi, 2010: 23) ada sepuluh kriteria yang semestinya terdapat pada buku teks atau buku pelajaran, dan buku panduan yang berkualitas. Kesepuluh kriteria tersebut adalah:

1) Harus menarik minat bagi pembaca yang mempergunakannya. 2) Harus mampu memotivasi bagi para pembaca yang memakainya.

(27)

3) Harus memuat ilustrasi yang menarik hati bagi para pembaca yang memanfaatkannya.

4) Harus mempertimbangkan aspek linguistik sesuai dengan kemampuan para pembaca yang memakainya.

5) Harus memiliki hubungan erat dengan pelajaran yang lainnya, akan lebih baik kalau dapat menunjang nya dengan rencana sehingga semuanya menjadi suatu kebulatan utuh dan terpadu. 6) Harus dapat menstimulasi dan merangsang aktivitas – aktivitas

pribadi pembaca yang mempergunakannya.

7) Harus dengan sadar dan tegas menghindari konsep – konsep yang samar – samar dan tidak biasa agar tidak sempat membingungkan yang memakainya.

8) Harus memiliki sudut pandang atau point of view yang jelas dan tegas sehingga pada akhirnya menjadi sudut pandang bagi para pemakainya.

9) Harus mampu memberi pemantapan dan penekanan pada nilai – nilai anak dan orang dewasa.

10) Harus mampu menghargai perbedaan – perbedaan pribadi para pemakainya.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menggunakan kriteria buku panduan yang berkualitas berdasarkan rumusan dari Greene dan Petty (Afandi, 2010: 23) sebagai dasar pengembangan produk buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 4 untuk kelas II Sekolah Dasar.

2. Bermain

a. Pengertian Bermain

Bermain merupakan aktivitas manusia yang menyenangkan. Bermain bukan karena paksaan dari orang lain, tetapi karena pilihannya anak itu sendiri. Oleh karena itu dalam aktivitas bermain anak tidak memerlukan sanjungan atau pujian (Sujarno, dkk. 2013: 1), sedangkan Padmonodewo (Sujarno, dkk. 2013: 1) menyatakan bahwa bermain merupakan kegiatan yang sangat penting bagi anak, sama pentingnya

(28)

dengan kebutuhannya terhadap makanan yang bergizi dan kesehatan untuk pertumbuhan badannya. Melalui bermain dimungkinkan anak akan mampu berpikir lebih kreatif, menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lain yang pernah dialami oleh anak itu sendiri, dan membantunya untuk lebih mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya.

Dari pendapat beberapa ahli diatas dapat dinyatakan bahwa kegiatan bermain adalah kegiatan yang menyenangkan dan sangat penting bagi anak, karena dengan bermain akan membantu anak untuk berpikir kreatif dalam mengatur segala strategi.

b. Prinsip Bermain

Bagi anak – anak kegiatan bermain akan selalu menyenangkan, karena dengan bermain, mereka dapat mengekspresikan berbagai perasaan maupun ide – ide yang cemerlang tentang berbagai hal. Melalui bermain mereka juga dapat menjelajah ke alam imajinasi mereka yang tidak terbatas, sehingga akan merangsang pula perkembangan kreativitas alaminya yang sangat luas. Berikut ini adalah beberapa prinsip bermain sambil belajar agar anak bisa mendapatkan tumbuh kembang yang sehat dan cerdas menurut Prasetyono (2008: 13):

1) Seorang anak akan senantiasa dalam pertumbuhan dan perubahan, pertumbuhannya ini dipengaruhi oleh lingkungan. 2) Pada dasarnya anak sangat senang sekali belajar, tugas utama dari

orang dewasa adalah memberikan dorongan, memberikan kesempatan belajar, dan membiarkan anaknya belajar dengan mandiri.

3) Masa yang paling penting dalam kehidupan anak dimulai sejak lahir hingga anak mencapai usia enam tahun, karena pada masa itulah kecerdasan anak benar – benar dibentuk.

4) Anak – anak dapat menyerap semua hal yang dipelajarinya dari lingkungan, untuk meningkatkan belajar maka lingkungan harus

(29)

dipersiapkan sedemikian rupa sehingga anak bisa bebas memilih kegiatan belajar.

5) Anak – anak mempelajari banyak hal melalui gerakan – gerakan, dan gerakan – gerakan ini tidak boleh dibatasi kecuali jika itu membahayakan dirinya.

6) Dalam masa – masa tertentu anak akan lebih mudah belajar suatu kecakapan tertentu dibandingkan masa lain, ini akan terlihat jelas dalam perkembangan bicara.

7) Berbagai macam kegiatan sensor-motoris memainkan peran penting dalam belajar bagi anak. Semakin banyak kesempatan anak mengirim rangsangan – rangsangan sensori ke otak, maka semakin berkembang kecerdasannya.

8) Anak harus bebas bergerak dan memilih kegiatan yang disenangi, akan tetapi kebebasan ini harus disertai dengan disiplin diri dan kecakapan yang dimilikinya sehingga ia dapat mandiri.

9) Guru atau orang tua tidak boleh memaksa anak untuk mempelajari sesuatu, dan tidak boleh mengganggu apa yang sedang dipelajari oleh anak. Ia tidak boleh memaksakan keinginannya sendiri ataupun meniadakan kepuasan yang dirasakan anak ketika melakukan kegiatan yang dipilihnya. 10) Anak harus belajar mengikuti iramanya sendiri, sesuai dengan

taraf kematangan nya, dan tanpa paksaan untuk menyesuaikan dengan anak lain.

11) Anak mengembangkan kepercayaan pada dirinya sendiri bila dia berhasil melaksanakan tugas sederhana.

Dari paparan para ahli di atas peneliti menyimpulkan bahwa prinsip dalam bermain adalah aktivitas atau kegiatan yang harus menyenangkan dan penting bagi anak, jadi akan sangat membantu anak dalam belajar apabila kegiatan belajar dilaksanakan sambil bermain.

Keterkaitan prinsip bermain dengan penelitian ini adalah, produk yang dibuat oleh peneliti adalah buku panduan penggunaan permainan tradisional sebagai media pembelajaran untuk kelas II SD yang terfokus

(30)

pada tema 4. Buku Panduan tersebut ditujukan kepada guru SD kelas II, agar guru dapat menciptakan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan melalui kegiatan belajar sambil bermain. Saat belajar sambil bermain secara tidak langsung siswa akan menerapkan prinsip bermain seperti yang dipaparkan oleh Prasetyono (2008: 13).

3. Permainan Tradisional

a. Pengertian Permainan Tradisional

Permainan tradisional adalah sebuah kegiatan rekreatif yang tidak hanya bertujuan untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai alat untuk memelihara hubungan dan kenyamanan sosial (Haris, 2016: 270). Boedhisantoso (Sujarno, dkk. 2013: 3) mengatakan bahwa permainan tradisional pada gilirannya membuat anak dapat bersosialisasi dalam masyarakat dengan baik. Dengan permainan pula anak – anak dapat belajar tentang pergaulan yang nantinya dapat berguna untuk menentukan jalan hidup dan kepribadiannya. Menurut Sukirman (Mardayani, Mahadewi, Magta, 2016) permainan tradisional merupakan unsur kebudayaan, karena mampu memberi pengaruh terhadap perkembangan kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial anak. Permainan tradisional merupakan asset budaya, yaitu modal bagi suatu masyarakat untuk mempertahankan eksistensi dan identitasnya di tengah masyarakat lain.

Dari ketiga teori yang telah dipaparkan oleh para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa permainan tradisional adalah permainan yang menjadi identitas daerah bagi masyarakat, sehingga permainan tradisional selain memberikan manfaat secara jasmani, permainan tradisional juga mampu mengajarkan anak untuk bersosialisasi dengan masyarakat sekitar yang berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan sosial anak.

b. Permainan Tradisional yang Digunakan

Berikut ini adalah beberapa permainan tradisional beserta penjelasannya menurut Sujarno (2013: 40, 49, 54, 59) yang digunakan peneliti sebagai media pembelajaran matematika dalam buku panduan:

(31)

1) Dinoboi

Dinoboi merupakan permainan tradisional yang keberadaannya sudah cukup lama, namun meskipun sudah sejak dahulu dikenal oleh masyarakat semarang, asal – usul permainan tersebut sampai sekarang masih belum ada kepastian. Dinoboi atau Boi – boian memiliki sebutan lain yaitu sirah penthil. Sirah yang dalam bahasa jawa artinya adalah kepala, sedangkan penthil artinya adalah buah yang masih sangat muda. Jadi sirah penthil itu berarti kepala yang masih muda. Namun dalam permainan Dinoboi, sirah pentil adalah pecahan genting atau orang jawa biasa menyebutnya kreweng, yang kemudian kreweng tersebut ditumpuk dan di atasnya diberi buah yang masih muda.

Permainan Dinoboi bersifat kelompok, artinya dalam permainan itu ada dua kelompok atau kubu yang saling berhadapan. Meski mereka saling berhadapan, tetapi bukan berarti harus beradu fisik. Sebab begitu lemparan mereka berhasil merobohkan tumpukan kreweng lawan, maka mereka harus segera lari atau berjalan dengan cara mundur sejauh mungkin dan baru berhenti setelah lawan menyentuh anggota badannya. Peneliti memilih permainan ini karena pada penelitian sebelumnya milik Nurjanah dan Nur’aeni (2020: 241) menyimpulkan bahwa rancangan media permainan tradisional Boi – boian dibuat agar proses pembelajaran lebih bermakna, melibatkan siswa, dan pembelajaran menjadi lebih menyenangkan.

2) Sunda Manda (Engklek)

Sunda manda adalah sebuah permainan yang tidak hanya membutuhkan ketangkasan tetapi juga kelincahan, keseimbangan, dan kejelian. Jenis permainan ini tidak hanya terdapat di daerah Semarang, tetapi juga di daerah – daerah lainnya, hanya saja istilahnya berbeda. Seperti di daerah Yogyakarta, permainan ini selain ada yang menyebutkan Sunda Manda ada juga yang

(32)

menyebutnya engklek. Dari mana asalnya permainan ini dan bagaimana pesebarannya sulit diketahui secara pasti.

Nama permainan ini berasal dari Belanda, yaitu Zondag dan Maandag. Zondag yang berarti hari minggu dan Maandag yang berarti hari senin. Mungkin saja permainan ini pada mulanya hanya dilakukan pada hari Minggu dan Senin. Oleh karena itu diberi nama Zondag dan Maandag, namun karena lidah orang jawa yang sulit melafalkan dengan tepat, maka nama permainan ini dirubah menjadi sunda manda. Peneliti menggunakan permainan ini karena pada penelitian sebelumnya milik Ismah dan Dwitama (2018: 165) menunjukkan bahwa permainan tradisional Engklek atau Sunda Manda dapat meningkatkan hasil belajar siswa, diketahui melalui hasil tes belajar setelah menggunakan permainan Engklek dalam pembelajaran matematika yang dikategorikan efektif dikarenakan 76% siswa memperoleh hasil belajar diatas KKM 70.

3) Nekeran

Nekeran merupakan permainan yang menggunakan alat utama berupa neker atau kelereng. Neker atau kelereng adalah bola kecil yang terbuat dari kaca atau tanah liat / batu. Di kalangan masyarakat kabupaten Semarang, permainan ini memiliki beberapa sebutan yaitu gundu, stinan, dan kelereng. Meskipun permainan kelereng ini sering dimainkan oleh masyarakat, akan tetapi asal - usul dan perkembangannya tidak begitu diketahui secara pasti. Siapa pencipta atau penemu dan kapan permainan ini pertama kali dimainkan, sampai saat ini masih belum jelas.

Namun demikian, kalau kita perhatikan nama – nama lain dari permainan tersebut keberadaannya tidak hanya di wilayah Semarang saja, tetapi di wilayah yang lebih luas. Hal itu sebagaimana dikemukakan oleh seorang informan bahwa permainan kelereng itu tidak hanya ada di wilayah Semarang tetapi di masyarakat Jawa atau masyarakat yang lain permainan kelereng ini juga ada. Hanya saja sebutannya saja yang berbeda, misalnya di

(33)

wilayah Cilacap permainan ini disebut dengan Dir – diran. Peneliti memilih permainan ini karena pada penelitian sebelumnya milik Mei, Seto, Wondo (2020: 36-37) Menyatakan bahwa permainan Nekeran memiliki beberapa aspek matematika di dalamnya, (1) aspek tersebut adalah pengenalan konsep penjumlahan, (2) pengenalan konsep pengurangan dilakukan disaat permainan sedang berlangsung, (3) pengenalan konsep jarak, (4) Konsep bangun datar terdapat pada gambar yang digambar oleh pemain pada tanah yang dijadikan sebagai contoh dalam materi bangun datar.

4) Bekelan

Permainan Bekelan lazimnya dilakukan pada siang hari, adapun tempat bermain bisa di dalam rumah, di teras, atau di tempat lain yang memungkinkan untuk bisa digunakan sebagai tempat bermain. Yang terpenting tempat bermain harus memiliki permukaan datar, halus, dan keras. Dengan demikian bola bekel akan memantul secara sempurna. Artinya tidak melenceng atau keluar area permainan.

Sifat permainan tradisional Bekelan adalah game, yaitu suatu permainan dimana ada yang kalah dan ada yang menang. Oleh karena itu, jumlah pemainnya lebih dari satu pemain, biasanya dua sampai lima anak, kemudian mereka duduk dalam posisi melingkar. Mayoritas yang memainkan permainan ini adalah anak perempuan. Ini bukan berarti anak laki – laki tidak boleh memainkannya. Peneliti memilih permainan Bekelan karena pada penelitian sebelumnya milik Nurrahmah dan Ningsih (2018: 48) menggunakan permainan Bekelan dengan desain pembelajaran dari permainan ini adalah siswa dapat mempelajari konsep bangun ruang sederhana, penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.

(34)

4. Matematika

a. Pengertian Matematika

Menurut Andre Noyes (Nur’Aini, dkk. 2017: 1) Matematika adalah suatu ilmu pengetahuan yang menjadi bagian dalam kehidupan manusia. Jhonson dan Rising (Runtukahu, 2014: 28) telah mendefinisikan matematika sebagai tiga hal, yaitu sebagai berikut: 1) Matematika adalah pengetahuan terstruktur, dimana sifat dan

teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur – unsur yang didefinisikan atau tidak didefinisikan dan berdasarkan aksioma, sifat, atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya.

2) Matematika ialah bahasa simbol tentang berbagai gagasan dengan menggunakan istilah – istilah yang didefinisikan secara cermat, jelas, dan akurat.

3) Matematika adalah seni, dimana keindahannya terdapat dalam keterurutan dan keharmonisan.

Rusefendi (Nur’Aini, dkk. 2017: 1) menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi kan, Matematika membahas fakta – fakta dan hubungan – hubungan, serta membahas ruang dan bentuk. Pada intinya Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang selalu terhubung dengan kehidupan manusia.

Dari pendapat beberapa ahli di atas peneliti menyimpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang terstruktur dan sangat penting dalam kehidupan sehari – hari manusia, yang di dalamnya terdapat bahasa simbol yang didefinisikan secara jelas dan akurat. b. Teori Belajar Matematika

Bruner (Ervayanti, Holisin, Shoffa, 2016:115) menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil bila proses pengajarannya diarahkan pada konsep – konsep dan struktur – struktur yang termuat pada bahan ajar. Dienes (Abrar, 2013: 25) berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan di antara struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan di antara

(35)

struktur-struktur. Seperti halnya dengan Bruner, Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Menurut Dienes (Abrar, 2013: 26-27) permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara konkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dienes sendiri membagi 6 tahap dalam belajar yaitu:

1) Permainan bebas (Free play), merupakan tahap belajar konsep yang aktivitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan.

2) Permainan yang menggunakan aturan (Games), pada tahap ini siswa mulai mengamati pola dan keteraturan yang terdapat pada konsep.

3) Kesamaan sifat (Searching for communalities), dalam tahap ini anak – anak mulai diarahkan dalam kegiatan menentukan sifat – sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. 4) Penyajian atau representasi (Representations), adalah tahap

pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis.

5) Simbolisasi (Symbolizations), Pada tahap ini siswa menghasilkan simbol – simbol matematika yang cocok untuk menyatakan konsep.

6) Formalisasi (Formalizations), merupakan tahap belajar konsep yang terakhir.

Dapat dikatakan bahwa objek-objek konkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan permainan dalam pembelajaran matematika siswa dapat mempelajari konsep – konsep materi pembelajaran matematika dengan lebih baik

(36)

Kaitannya dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah dengan menggunakan buku panduan yang telah dirancang oleh peneliti, guru mampu menciptakan kegiatan belajar sambil bermain sehingga saat kegiatan pembelajaran matematika berlangsung siswa bisa mempelajari konsep – konsep bangun datar dan bangun ruang dengan baik, melalui permainan yang dimainkan.

c. Prinsip – Prinsip dalam Pembelajaran Matematika

Reys (Runtukahu, 2014: 30) mengemukakan prinsip – prinsip praktis pendekatan belajar kognitif dalam pembelajaran matematika. Prinsip – prinsip praktis yang dianjurkan tidak berdiri sendiri, tetapi harus berhubungan satu dengan lainnya. Prinsip – prinsip tersebut, antara lain adalah:

1) Belajar matematika harus berarti (meaningful). 2) Belajar matematika adalah proses perkembangan. 3) Matematika adalah pengetahuan yang sangat terstruktur. 4) Anak aktif terlibat dalam matematika.

5) Anak harus mengetahui apa yang akan dipelajari dalam kelas matematika.

6) Komunikasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan belajar.

7) Menggunakan berbagai bentuk atau model matematika (multiembodied) dalam belajar matematika.

8) Variasi matematika membantu siswa belajar matematika. 9) Metakognisi memengaruhi anak belajar.

10) Pemberian bantuan pada kemampuan yang terbentuk atau retension

Berdasarkan pernyataan Reys (Runtukahu, 2014: 30) dapat disimpulkan bahwa prinsip dalam pembelajaran matematika adalah, kegiatan pembelajaran harus berkesan untuk para siswa, kegiatan pembelajaran harus mampu menarik minat belajar siswa, penggunaan model dan metode pembelajaran harus di variasi. Kaitan yang terdapat dalam penelitian ini adalah, peneliti membuat buku panduan permainan

(37)

tradisional agar guru dapat menciptakan kegiatan pembelajaran yang berkesan dan menarik bagi siswa terutama pada mata pelajaran matematika.

d. Fungsi Matematika

Berikut adalah fungsi matematika yang telah dipaparkan oleh Runtukahu (2014: 32, 42).

1) Matematika sebagai bahasa simbol

Matematika adalah bahasa simbol tentang berbagai gagasan. Simbol – simbol pada matematika memiliki beberapa fungsi – fungsi tertentu. Skemp telah mengemukakan beberapa fungsi simbol pada matematika yaitu, komunikasi, merekam pengetahuan, komunikasi konsep – konsep baru, membuat klasifikasi ganda, menjelaskan, membuat kegiatan reflektif, membantu menunjukkan struktur, membuat manipulasi rutin secara otomatis, mengingat, kembali informasi dan pengertian, dan membuat kegiatan mental lebih aktif.

2) Pengetahuan tentang pola dan hubungan

Reys menyatakan, matematika ialah studi tentang berbagai pola dan hubungan antara elemen – elemen matematika. Kemudian Steen memperkuat pendapat Reys, dengan menyatakan bahwa matematika adalah pengetahuan tentang pola – pola untuk meramalkan gejala – gejala matematika. Keterkaitan antara berbagai elemen pada matematika dapat dikembangkan anak sehingga terjadi bagian – bagian matematika yang berhubungan satu dengan yang lainnya.

Berdasarkan pendapat dari ahli di atas dapat disimpulkan bahwa matematika memiliki dua fungsi yaitu sebagai bahasa simbol dan pengetahuan tentang pola dan hubungan, bahasa simbol mampu membantu anak untuk berkomunikasi, dan pengetahuan tentang pola dan hubungan mampu membantu anak untuk mengkaitkan elemen yang terdapat pada matematika. Keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah, guru dapat terbantu untuk melatih siswa

(38)

mengkaitkan beberapa konsep pada matematika seperti membuat klasifikasi ganda, berkomunikasi, dan menjelaskan.

e. Materi Matematika pada Penelitian 1) Bangun Datar

Runtukahu (2014: 153) menyatakan, bangun datar atau bangun dua dimensi adalah kurva tertutup sederhana yang terletak pada bidang. Kegiatan pengenalan bangun datar sebaiknya diajarkan dengan menggunakan objek – objek konkret yang dimanipulasi anak. Dalam kegiatan pembelajaran matematika terutama pada materi bangun datar, siswa bisa diajak untuk membedakan bentuk - bentuk bangun datar. Lestiana dan Kurniasih (2016: 40) menyatakan, Belajar konsep luas bangun datar dapat dimulai dari belajar bangun datar persegi panjang. Setelah siswa memahami konsep luas bangun datar persegi panjang dengan baik, maka siswa dapat mengembangkan dengan menganalogikan bangun-bangun yang lain menjadi bentuk persegi panjang. Proses menganalogikan bagian-bagian bangun datar sembarang menjadi bangun datar persegi panjang dengan menggunakan benda kongkret alat peraga pembelajaran konsep luas bangun datar yang dapat meningkatkan keaktifan siswa karena memfasilitasi siswa untuk dapat mengkonstruksikan penemuan konsep luas bangun datar 2) Bangun Ruang

Materi bangun ruang merupakan bagian dari geometri yang menekankan pada kemampuan siswa untuk mengidentifikasi sifat, unsur, dan menentukan volume dalam pemecahan masalah (Rostika, 2009). Sebelum membelajarkan materi bangun ruang, hendaknya memahami definisi bangun ruang itu sendiri, Dalam mendiskusikan daerah bidang didefinisikan bahwa daerah bidang itu merupakan gabungan lengkungan tertutup sederhana dengan daerah dalamnya. Ruseffendi (Rostika, 2009) menyatakan benda ruang, daerah ruang adalah gabungan antara permukaan tertutup sederhana dan bagian dalamnya.

(39)

Keterkaitan yang terdapat pada penelitian ini, terdapat pada hasil analisis kebutuhan berupa wawancara dengan guru kelas II. Hasil wawancara tersebut adalah, siswa seringkali kesulitan saat membedakan rusuk dengan sisi, dan sudut dengan titik sudut, sehingga guru menginginkan adanya buku yang dapat membantu siswa untuk mempelajari ciri – ciri bangun ruang dan bangun datar. 5. Siswa Sekolah Dasar

Izzaty (Dewi, 2019: 25) mengatakan bahwa siswa usia SD menggunakan operasi mental untuk memecahkan masalah – masalah aktual, siswa mampu menggunakan kemampuan mentah nya untuk memecahkan masalah yang bersifat konkret. Masa kanak – kanak akhir dibagi menjadi dua fase, yaitu:

1) Masa kelas rendah Sekolah Dasar yang berlangsung antara usia 6 atau 7 tahun sampai 9 atau 10 tahun. Biasanya siswa duduk di kelas 1, 2, 3 Sekolah Dasar.

2) Masa kelas atas Sekolah Dasar yang berlangsung antara usia 9 atau 10 tahun sampai 12 atau 13 tahun. Biasanya duduk di kelas 4,5, dan 6 Sekolah Dasar.

Piaget (Rahmat, 2018: 72) menyatakan anak – anak pada usia 6 sampai 12 tahun sudah memasuki periode Operasional Konkret, pada tahap ini penggunaan logika pada anak – anak sudah mulai memadai. Jarvis (Ibda, 2015: 34) menyatakan tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak – anak pada tahap operasional konkrit masih mengalami kesulitan belajar dalam menyelesaikan tugas – tugas logika. Anak - anak pada tahap operasional kongkrit mengalami kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan menggunakan lambang – lambang.

Dari pernyataan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa siswa SD dibagi menjadi dua yaitu masa kelas atas dan kelas rendah, dalam usia 6 sampai 12 tahun memasuki tahapan operasional konkrit. Siswa pada usia 6 sampai 12 tahun membutuhkan Keterkaitan yang terdapat pada penelitian ini adalah, peneliti membuat buku panduan penggunaan permainan tradisional, agar guru terbantu dalam penggunaan media –

(40)

media konkrit selama kegiatan pembelajaran matematika. Isi dalam buku panduan berupa berbagai macam langkah bermain, sehingga siswa bisa belajar sekaligus mengalaminya secara langsung.

B. Penelitian yang Relevan

Berikut penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah (1) Damayanti (2016) penelitian dengan judul “Pembelajaran Matematika dalam Permainan Tradisional Engklek untuk Siswa SD Kelas V”, (2) Nataliya (2015) penelitian dengan judul “Efektivitas Penggunaan Media Pembelajaran Permainan Tradisional Congklak untuk Meningkatkan Kemampuan Berhitung pada Siswa Sekolah Dasar”, (3) Suryana (2018) penelitian berjudul “Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Permainan Tradisional “Gaprek Kaleng” untuk Menanamkan Konsep Pecahan Siswa Kelas III SD”, (4) Aprinastuti (2020) penelitian berjudul “Developing Mathematical Literacy by Implementing Tarditional Game”. Dari penelitian 1, 2, dan 3 tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain, yaitu ketiga penelitian tersebut menggunakan permainan tradisional sebagai media pembelajaran dan membantu proses pembelajaran matematika menjadi lebih efektif.

Penelitian milik Damayanti (2016) dengan judul “Pembelajaran Matematika dalam Permainan Tradisional Engklek untuk Siswa SD Kelas V” melakukan penelitian terhadap tingkat keberhasilan terlaksananya permainan engklek dalam pembelajaran matematika dan mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan engklek. Jenis penelitian ini adalah eksperimen dan menggunakan 2 tahap yaitu pretest dan posttest, subjek dari penelitian ini adalah siswa dari SD Negeri Karangasem Post-test diberikan langsung sesudah pemberian treatment, soal post-test yang diberikan tidak jauh berbeda dengan soal pre-test. Dalam soal post-test ini peneliti lebih banyak memberikan soal bergambar dan soal cerita. Berdasarkan hasil post-test ini dapat dibandingkan hasil pekerjaan siswa sebelum diberikan treatment dan sesudah diberikan treatment. Terdapat dua siswa yang bagi peneliti menarik untuk dianalisis. Siswa tersebut pada saat pre-test mendapatkan nilai yang jauh dari KKM tetapi pada saat post-test kedua siswa tersebut mengalami kenaikan

(41)

nilai yang sangat signifikan. Pada saat diadakan pre-test nilai siswa yang tuntas sebesar 31% dan sedangkan pada saat pemberian post-test hasil tersebut meningkat menjadi 69%, dengan rata-rata kenaikan nilai yang diperoleh siswa sebesar 13%. Berdasarkan hasil pre-test dan post-test dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan pemahaman siswa secara signifikan. Masih terdapat beberapa siswa yang mengalami sedikit penurunan nilai, kesalahan yang dilakukan siswa ini adalah kurangnya tingkat ketelitian dalam membaca soal. Relevansi penelitian pertama dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penggunaan permainan tradisional salah satunya engklek sebagai media pembelajaran matematika SD, dari penelitian tersebut dapat dibuktikan bahwa permainan tradisional dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika.

Kemudian penelitian kedua milik Nataliya (2015) yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Media Pembelajaran Permainan Tradisional Congklak untuk Meningkatkan Kemampuan Berhitung pada Siswa Sekolah Dasar” melakukan penelitian tentang efektivitas penggunaan media pembelajaran permainan tradisional congklak untuk meningkatkan kemampuan berhitung pada siswa sekolah dasar. Subjek yang diteliti adalah siswa kelas III dari SD Muhamadiyah 08 Dau Malang. Peneliti melakukan pre-test dan post-tes kepada subjek penelitian untuk melihat perbedaan rata-rata kemampuan berhitung siswa kelas III SD Muhammadiyah 08 Dau Malang sebelum dan setelah diberikan media pembelajaran berupa permainan tradisional congklak. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kemampuan berhitung siswa SD sebelum dan setelah diberikan media pembelajaran berupa permainan tradisional congklak dengan nilai t = -5,776 dan p = 0,000, yaitu rata-rata kemampuan berhitung siswa SD setelah diberikan media pembelajaran permainan tradisional congklak lebih tinggi dibandingkan rata-rata kemampuan siswa SD sebelum diberikan media pembelajaran permainan tradisional congklak. Relevansi penelitian kedua ini dengan milik peneliti adalah, penggunaan permainan tradisional untuk membantu siswa meningkatkan kemampuan berhitung nya dalam pembelajaran matematika. Penelitian ini membuktikan bahwa media

(42)

pembelajaran permainan tradisional congklak efektif untuk meningkatkan kemampuan berhitung siswa SD.

Penelitian ketiga milik Suryana (2018) dengan judul “Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Permainan Tradisional “Gaprek Kaleng” untuk Menanamkan Konsep Pecahan Siswa Kelas III SD” melakukan penelitian tentang pengembangan media pembelajaran berbasis permainan tradisional Gaprek Kaleng. Subjek uji coba dalam pengembangan media pembelajaran berbasis permainan tradisional “Gaprek Kaleng” ini adalah para peserta didik kelas III SDN Miagan Mojoagung. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model Dick & Carey yang memiliki tahap pengembangan sebagai berikut (1) Analisis kebutuhan dan tujuan, (2) Analisis pembelajaran, (3) Analisis pembelajar dan konteks, (4) Merumuskan tujuan performansi, (5) Mengembangkan instrument, (6) Mengembangkan strategi pembelajaran, (7) Mengembangkan dan memilih bahan pembelajaran, (8) Merancang dan melakukan evaluasi formatif, (9) Melakukan revisi, (10) Evaluasi sumatif. Dalam penelitian ini hanya menggunakan hingga pada tahap kesembilan, karena pada tahap kesepuluh peneliti harus melakukan uji keefektifan media, sedangkan dalam penelitian ini peneliti hanya menginginkan mengetahui kelayakan media. Kelayakan media pembelajaran berbasis permainan tradisional “gaprek kaleng” untuk menanamkan konsep pecahan kelas III SD yaitu berdasarkan pada: Validasi oleh ahli materi, kelayakan yang didapat dari ahli materi ini yaitu sejumlah 79,54% atau bisa dikatakan layak. Validasi ini digunakan untuk mengetahui kesesuaian media terhadap muatan materi yang disampaikan. Validasi oleh ahli media, kelayakan media yang diperoleh dari ahli media yaitu 83,82% atau bisa dikatakan sangat layak. Persentase ini diperoleh dari penilaian aspek tampilan serta kemudahan dalam melakukan permainan. Penilaian subjek uji coba diperoleh persentase 95,38% dari 100% atau bisa dikatakan media ini sangat layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran mata pelajaran matematika materi pecahan dasar khususnya penanaman konsep pecahan. Siswa merasa senang dengan permainan dan merasa tertarik dengan tampilan media yang digunakan. Relevansi penelitian ketiga dengan penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti adalah, metode

(43)

penelitian yang sama, yaitu mengembangkan permainan tradisional sebagai media pembelajaran matematika. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa media pembelajaran berupa pemainan tradisional tersebut sangat layak untuk digunakan.

Penelitian keempat milik Aprinastuti (2020) penelitian berjudul “Developing Mathematical Literacy by Implementing Tarditional Game” melakukan penelitian tentang peningkatan literasi matematika dengan menggunakan permainan tradisional. Subjek dalam penelitian ini adalah 30 siswa dan 5 guru SD N Kintelan, Yogyakarta. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini, peneliti memiliki tujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis apakah permainan dapat menjadi sarana untuk meningkatkan literasi matematika sekolah dasar siswa. Prosedur dalam penelitian adalah (1) mengamati implementasi permainan, (2) mewawancarai para guru. Dalam pengumpulan data peneliti melakukan tiga tahapan yaitu, mengamati, pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan selama implementasi permainan tradisional, kemudian tahap kedua peneliti membagikan kuesioner kepada guru, dan tahap ketiga adalah wawancara. Kesimpulan dari penelitian ini adalah literasi matematika dapat dikembangkan dengan menerapkan permainan tradisional dalam kegiatan pembelajaran untuk siswa sekolah dasar. Kemampuan terdiri dari memahami masalah masalah yang diberikan, membuat strategi, menyelesaikan masalah, mengkomunikasikan hasilnya dengan menyampaikan bukti. Relevansi penelitian keempat ini dengan milik peneliti adalah, penggunaan permainan tradisional untuk membantu siswa meningkatkan kemampuan literasi nya dalam pembelajaran matematika. Penelitian ini membuktikan bahwa media atau metode pembelajaran permainan tradisional efektif untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa SD dalam pembelajaran matematika. Berikut Literature Map dari penelitian yang relevan.

(44)

Gambar 2.1 Literature Map dari Penelitian yang Relevan

Gambar 2.1 berisikan penelitian yang diambil oleh peneliti untuk mendukung penelitian dan pengembangan yang dilakukan. Relevansi yang terdapat pada penelitian milik Damayanti (2016) adalah dengan menggunakan permainan tradisional engklek dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dalam hal ini peneliti memilih permainan tradisional sebagai media pembelajaran dalam buku panduan, dengan tujuan agar guru dapat terbantu untuk meningkatkan hasil belajar siswa terutama dalam pelajaran matematika. Relevansi yang terdapat pada penelitian milik Nataliya (2015) adalah, dengan menggunakan permainan tradisional dapat meningkatkan kemampuan berhitung siswa. Dalam hal ini peneliti menggunakan permainan tradisional bukan untuk meningkatkan kemampuan berhitung siswa, tapi untuk meningkatkan ketelitian siswa dalam materi bangun datar dan bangun ruang pada mata pelajaran matematika. Relevansi yang terdapat pada penelitian milik Suryana (2018) adalah peneliti menggunakan penelitian dengan metode research and development namun dalam hal ini yang membedakan adalah peneliti menggunakan model ADDIE. Relevansi yang terdapat pada penelitian milik Aprinastuti (2020) adalah dengan menggunakan buku panduan peneliti dapat membantu guru untuk mengembangkan kemampuan literasinya dalam pembelajaran matematika. Peneliti melakukan pengembangan pada empat permainan tradisional mulai dari peralatannya sampai langkah – langkah bermain, yang kemudian dirangkum ke dalam satu buku panduan.

Gambar

Tabel 4. 15. Hasil Kuesioner Uji Coba Siswa ......................................................
Gambar 1.1 Ukuran A5 pada Buku Panduan
Gambar 2.1 Literature Map dari Penelitian yang Relevan
Gambar 3.1. Tahapan Model ADDIE menurut Anglada (Tegeh, dkk. 2014:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Wawancara yang dilakukan pada hari selasa, 30 September 2015 pukul 11:00 di ruang kelas II A SDN Kalasan 1 ditemukan bahwa pada siswa kelas II Sekolah Dasar

Hasil survei kebutuhan pada hari sabtu tanggal 17 Mei 2014 di SD Negeri Kalasan 1 Kecamatan Kalasan, Kabupaten Selman, Yogyakarta, menunjukkan bahwa sekolah telah memiliki

Berdasarkan hasil survei kebutuhan guru terkait pengembangan lembar kerja siswa (LKS) berbasis kecerdasan ganda dengan Ibu P sebagai wali kelas IIA di SD

Pengembangan Buku Cerita Bergambar Matematika Materi Penjumlahan untuk Siswa Kelas I Sekolah Dasar.. 24 Berdasarkan penelitian yang relevan di atas, peneliti mengambil

Skripsi dengan judul “Pengembangan Permainan Berbasis Kecerdasan Kinestetik di Kelas Atas SD”adalah hasil karya saya, dan dalam naskah skripsi ini tidak terdapat

Buku teks SD/MI kelas II Saemester 1 tema Bermain di Lingkunganku. adalah buku seri tematik terpadu untuk kelas II Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah yang dikeluarkan oleh

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BEAD BERBASIS MONTESSORI PADA MATERI POKOK PERKALIAN DALAM SUB TEMA 2 UNTUK SISWA KELAS II SD SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu

PENGEMBANGAN MEDIA POJABUNG (MONOPOLI JARING-JARING BANGUN RUANG) SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN MATERI JARING-JARING BANGUN RUANG PADA SISWA KELAS V SD. Universita