• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN BUKU PANDUAN PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TEMA 5 UNTUK KELAS II SEKOLAH DASAR SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN BUKU PANDUAN PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TEMA 5 UNTUK KELAS II SEKOLAH DASAR SKRIPSI"

Copied!
276
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN BUKU PANDUAN PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TEMA 5 UNTUK KELAS II

SEKOLAH DASAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Eka Prasanti NIM: 161134144

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(2)

i

PENGEMBANGAN BUKU PANDUAN PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TEMA 5 UNTUK KELAS II

SEKOLAH DASAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Eka Prasanti NIM: 161134144

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(3)

iv

PERSEMBAHAN Skripsi ini peneliti persembahkan kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberikan berkat, rahmat dan, keselamatan kepada peneliti.

2. Bapak peneliti, Sujatmani dan Ibu peneliti Sri Bandini, Adik peneliti Yanuar Dwi Hapsari, Saudara peneliti Kaffi Dewanda, Simbah peneliti Wagiyem serta keluarga besar Wagiyem yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan kepada peneliti.

(4)

v MOTTO

"Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."

-Matius, 6:33-

“Usaha benar-benar membuahkan hasil setelah seseorang tidak menyerah” -Napoleon Hill-

(5)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN BUKU PANDUAN PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TEMA 5 UNTUK KELAS II

SEKOLAH DASAR Eka Prasanti Universitas Sanata Dharma

2021

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan guru terhadap referensi buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika di kelas II sekolah dasar. Tujuan dari penelitian ini antara lain: (1) mengetahui prosedur pengembangan buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 untuk kelas II Sekolah Dasar, (2) mengetahui kualitas buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 untuk kelas II Sekolah Dasar.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan (Research and Development). Subjek dari penelitian ini adalah guru kelas II pada dua SD Negeri di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Penelitian dilakukan oleh tiga orang guru sebagai subjek uji coba dan satu orang guru sebagai subjek validasi. Objek penelitian ini adalah buku panduan guru tentang permainan tradisional untuk belajar matematika kelas II tema 5. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara dan, kuesioner.

Penelitian menunjukkan hasil bahwa: (1) prosedur pengembangan buku panduan permainan tradisional menggunakan langkah ADDIE yaitu Analyze, Design, Development, Implementation, dan Evaluation;(2) kualitas buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika berdasarkan tiga ahli adalah "Sangat Baik" dengan skor 3,43 dari skala empat (4,00) dan memenuhi sepuluh kriteria buku panduan yang berkualitas menurut Greene dan Petty, yaitu (1) menarik minat yang menggunakannya, (2) mampu memberi motivasi penggunanya, (3) memuat ilustrasi yang menarik bagi penggunanya, (4) mempertimbangkan aspek linguistik sesuai dengan kemampuan penggunanya, (5) memiliki hubungan erat dengan pelajaran lainnya, (6) dapat menstimulasi atau merangsang aktivitas – aktivitas pribadi bagi penggunanya, (7) dapat dengan sadar dan tegas menghindari konsep – konsep yang samar, (8) memiliki sudut pandang yang jelas, (9) memberi pemantapan dan penekanan pada nilai – nilai anak dan orang dewasa, dan (10) mampu menghargai perbedaan pribadi para penggunanya.

(6)

ix ABSTRACT

DEVELOPMENT OF TRADITIONAL GAMES GUIDE BOOK IN MATHEMATICAL LEARNING 5TH THEME FOR SECOND GRADE OF

ELEMENTARY SCHOOL

Eka Prasanti

Sanata Dharma University 2021

This research is motivated by the need for teachers towards the traditional game manual of mathematics learning reference in the second grade of elementary school. The objectives of this study include: (1) knowing the procedure for developing of guide book using traditional games in mathematics learning theme 5 for second grade of elementary school, (2) knowing the quality of guide book using traditional games in mathematics learning theme 5 for second grade of elementary school.

This type of research is a research and development (Research and Development). The subjects of this study were the second-grade of two public elementary schools in Sleman Regency, Yogyakarta. The research involved three teachers as the performes and one teacher as the validator. The object of this research is the fifth theme of teacher's traditional games manual for mathematics learning in the second grade. The data of this study were collected using observation techniques, interviews and, questionnaires.

The research shows that: (1) the procedure for of teacher’s guide book using traditional games with ADDIE steps, namely Analyze, Design, Development, Implementation, and Evaluation; (2) the quality of teacher’s guide book using traditional games in mathematics learning based on three experts is "Very Good" with a score 3.43 on a scale of four (4.00) and fulfills the ten criteria for a quality guidebook according to Greene and Petty, namely (1) attracting interest those who use it, (2) motivating those who use it, (3) containing interesting illustrations, (4) considering linguistic aspects according to the user's abilities, (5) having a close relationship with other lesson, (6) being able to stimulate or stimulate personal activities for users, (7) can consciously and firmly avoid vague concepts , (8) have a clear point of view, (9) providing reinforcement and emphasis on the values of children and adults, and (10) respecting the personal differences of its user.

(7)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..……….…….. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….… iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat ... 8

E. Definisi Operasional ... 8

F. Spesifikasi Produk ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Kajian Teori ... 11

1. Buku Panduan ... 11

(8)

xiii

2. Belajar ... 13

3. Bermain ... 14

a. Fungsi Bermain ... 14

4. Permainan Tradisional ... 15

a. Kelebihan Permainan Tradisional ... 16

b. Permainan Tradisional yang digunakan ... 17

5. Matematika ... 27

a. Prinsip-prinsip Praktis Matematika ... 28

b. Fungsi Matematika ... 29

c. Materi Matematika Pengukuran ... 30

d. Pengukuran Panjang ... 31

6. Teori Belajar Matematika Dienes ... 32

a. Permainan Bebas (Freeplay) ... 33

b. Permainan yang Disertai Aturan (Games) ... 33

c. Permainan Persamaan Sifat (Searching for Communalities) ... 33

d. Representasi ... 33

e. Simbolisasi ... 33

f. Formalitas ... 33

7. Tahap Perkembangan Kognitif ... 34

a. Teori Piaget ... 34

b. Teori Vygotsky ... 36

B. Penelitian yang Relevan ... 39

C. Kerangka Berpikir ... 42

D. Pertanyaan Penelitian... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

A. Jenis Penelitian ... 43

B. Setting Penelitian ... 44

(9)

xiv 2. Objek Penelitian ... 44 3. Tempat Penelitian ... 44 4. Waktu Penelitian ... 45 C. Prosedur Pengembangan ... 45 1. Analysis (Analisis) ... 45 2. Design (Perancangan) ... 46 3. Development (Pengembangan) ... 47 4. Implementation (Implementasi) ... 48 5. Evaluation (Evaluasi)... 48

D. Teknik Pengumpulan Data ... 54

1. Observasi... 54 2. Wawancara ... 54 3. Kuesioner ... 55 4. Tes ... 55 E. Instrumen Penelitian ... 58 1. Pedoman Observasi ... 58 2. Pedoman Wawancara ... 60 3. Kuesioner ... 65

a. Kuesioner Validasi Produk... 65

b. Kuesioner Uji Coba Guru ... 69

c. Kuesioner Uji Coba Peserta Didik ... 70

4. Tes ... 71

F. Teknik Analisis Data ... 73

1. Analisis Data Kuantitatif... 73

2. Analisis Data Kualitatif... 78

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 77

A. Hasil Penelitian ... 77

1. Prosedur Pengembangan Buku Panduan Permainan Tradisional Anak untuk Pembelajaran Matematika Kelas II Tema 5 Sekolah Dasar ... 77

a. Analysis (Analisis)... 77

(10)

xv

c. Development (Pengembangan) ... 86

d. Implementation (implementasi) ... 90

e. Evaluation (Evaluasi) ... 108

2. Hasil Pengembangan Buku Panduan ... 133

3. Pembahasan... 138

a. Prosedur Pengembangan Produk Buku ... 138

b. Hasil Pengembangan Produk Buku Panduan ... 140

BAB V PENUTUP ... 148 A. Kesimpulan ... 148 B. Keterbatasan Pengembangan ... 149 C. Saran ... 149 DAFTAR PUSTAKA ... 150 LAMPIRAN ... 153

(11)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Taksonomi Bloom Ranah Kognitif ... 56

Tabel 3.2 Taksonomi Bloom Ranah Psikomotorik ... 58

Tabel 3.3 Kisi-kisi Observasi Analisis Kebutuhan ... 58

Tabel 3.4 Kisi-kisi Observasi Uji Coba Produk ... 60

Tabel 3.5 Kisi-kisi Wawancara kepada Guru Kelas II SD ... 61

Tabel 3.6 Pedoman Wawancara dengan Guru Kelas II ... 61

Tabel 3.7 Kisi-kisi Wawancara Uji Coba Produk untuk Guru Kelas II SD ... 63

Tabel 3.8 Pedoman Wawancara Uji Coba Produk untuk Guru Kelas II SD... 64

Tabel 3.9 Kisi-kisi Validasi Produk ... 66

Tabel 3.10 Kuesioner Validasi Produk ... 67

Tabel 3.11 Kisi-kisi Kuesioner Uji Coba Guru ... 69

Tabel 3.12 Kuesioner Uji Coba Guru ... 69

Tabel 3.13 Kisi-kisi Kuesioner Uji Coba Peserta Didik ... 70

Tabel 3.14 Kuesioner Uji Coba Peserta Didik ... 71

Tabel 3.15 Kisi-kisi Soal Pretest dan Posttest ... 72

Tabel 3.16 Konversi Nilai Kinerja Kuesioner Penelitian... 75

Tabel 3.17 Pedoman Klasifikasi Penilaian Kuesioner Penelitian ... 76

Tabel 3.18 Konversi Data Kuantitatif ke Kualitatif ... 77

Tabel 4.1 Hasil Kuesioner Uji Coba Produk untuk Guru ... 91

Tabel 4.2 Hasil Wawancara Uji Coba untuk Guru Kelas II A ... 92

Tabel 4.3 Hasil Wawancara Uji Coba untuk Guru Kelas II B ... 96

Tabel 4.4 Hasil Wawancara Uji Coba untuk Guru Kelas II ... 98

Tabel 4.5 Hasil Observasi Uji Coba Produk untuk Guru Kelas IIA ... 100

Tabel 4.6 Hasil Observasi Uji Coba Produk untuk Guru Kelas IIB ... 102

Tabel 4.7 Hasil Observasi Uji Coba Produk untuk Guru Kelas II ... 104

Tabel 4.8 Hasil Kuesioner Uji Coba Produk untuk Peserta Didik ... 107

Tabel 4.9 Komentar dan Revisi Gambar ... 112

(12)

xvii

Tabel 4.11 Komentar dan Revisi Permainan Tradisional Dalam Pembelajaran

Matematika ... 115

Tabel 4.12 Komentar dan Revisi Soal Tantangan ... 116

Tabel 4.13 Komentar dan Revisi Permainan dalam Pembelajaran Matematika . 119 Tabel 4.14 Komentar dan Revisi Ahli Psikologi Anak ... 120

Tabel 4.15 Komentar dan Revisi Gambar ... 122

Tabel 4.16 Komentar dan Revisi Gambar ... 122

Tabel 4.17 Komentar dan Revisi Gambar ... 124

Tabel 4.18 Komentar dan Revisi Permainan... 125

Tabel 4.19 Komentar dan Revisi Buku Panduan ... 126

Tabel 4.20 Resume Nilai Peserta Didik Pretest dan Posttest Subtema I di kelas II ... 130

Tabel 4.21 Resume Nilai Peserta Didik Pretest dan Posttest Subtema III di kelas II B…. ... 131

Tabel 4.22 Resume Nilai Peserta Didik Pretest dan Posttest Subtema IV di kelas II A ... 132

(13)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Ukuran A5 pada buku panduan ... 11

Gambar 2.1 Literature Map ... 41

Gambar 2.2 Skema Kerangka Berpikir ... 44

Gambar 3.1 Model Penelitian dan Pengembangan ADDIE ... 45

Gambar 3.2 Rumus Perhitungan Rerata Hasil Penilaian dengan Skala Likert ... 74

Gambar 3.3 Rumus Perhitungan Persentase Jawaban Kuesioner ... 77

Gambar 3.5 Rumus Perhitungan Nilai Pretest dan Posttest ... 78

Gambar 3.6 Rumus Perhitungan Rata-rata Nilai ... 78

(14)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Observasi dan Wawancara (Analisis Kebutuhan) ... 154

Lampiran 2. Hasil Validasi Produk Ahli Psikologi Anak ... 166

Lampiran 3. Hasil Validasi Produk Ahli Matematika ... 170

Lampiran 4. Hasil Validasi Produk Guru Kelas Bawah/ III ... 174

Lampiran 5. Rekapitulasi Skor Hasil Validasi ... 178

Lampiran 6. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di SDN Deresan ... 179

Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di SDN Caturtunggal 7 ... 180

Lampiran 8. Hasil Kuesioner Uji Coba Peserta Didik di SDN Deresan Kelas II A ... 181

Lampiran 9. Hasil Kuesioner Uji Coba Peserta Didik di SDN Deresan Kelas II B ... 182

Lampiran 10. Hasil Kuesioner Uji Coba Peserta Didik di SDN Caturtunggal 7 Kelas II ... 183

Lampiran 11. Rekapitulasi Hasil Kuesioner Uji Coba Peserta Didik ... 184

Lampiran 12. Soal Pretest dan Posttest ... 185

Lampiran 13. Resume Nilai Pretest dan Posttest Peserta Didik ... 197

Lampiran 13. Hasil Kuesioner Uji Coba Guru di SDN Deresan Kelas II A ... 200

Lampiran 14. Hasil Kuesioner Uji Coba Guru di SDN Deresan Kelas II B ... 201

Lampiran 15. Hasil Kuesioner Uji Coba Guru di SDN Caturtunggal 7 Kelas II 202 Lampiran 16. Rekapitulasi Hasil Kuesioner Uji Coba Guru... 203

Lampiran 17. Hasil Observasi Uji Coba Produk di SDN Deresan Kelas II A .... 204

Lampiran 18. Hasil Observasi Uji Coba Produk di SDN Deresan Kelas II B .... 205

Lampiran 19. Hasil Observasi Uji Coba Produk di SDN Caturtunggal 7 kelas II ... 206 Lampiran 20. Hasil Wawancara Uji Coba Produk di SDN Deresan Kelas II A . 207 Lampiran 21. Hasil Wawancara Uji Coba Produk di SDN Deresan Kelas II B . 209

(15)

xx

Lampiran 22. Hasil Wawancara Uji Coba Produk di SDN Caturtunggal 7 ... 211 Lampiran 23. Foto Penelitian ... 213 Lampiran 24. Foto Buku Panduan ... 216

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang cara memecahkan masalah baik abstrak maupun praktis. Beth dan Piaget (Runtukahu, 2014:28) mengatakan bahwa matematika adalah pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai struktur abstrak dan hubungan antar-struktur tersebut sehingga terorganisasi dengan baik. Sepadan dengan pendapat ahli di atas Susanto (2013:183) mengatakan bahwa matematika merupakan ide-ide abstrak berupa simbol-simbol. Ruseffendi (Heruman 2010:1) juga menyatakan bahwa matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Runtukahu (2014: 29) mengatakan bahwa terdapat enam kegiatan matematika secara umum, yaitu menghitung, menempatkan (location), mengukur, mendesain, bermain, dan menjelaskan. Mengukur adalah salah satu dari enam kegiatan matematika secara umum.

Pengukuran adalah kegiatan pemberian nomor terhadap suatu objek untuk membandingkan besaran yang diukur dengan alat ukur sebagai satuan. Azwar (Suprananto, 2012: 5) menjelaskan bahwa pengukuran sebagai suatu prosedur pemberian angka (kuantitatif) terhadap atribut atau variabel sepanjang garis kontinum. Sedangkan, menurut Febriani (2019: 114) pengukuran merupakan kegiatan membandingkan suatu besaran yang diukur dengan alat ukur yang digunakan sebagai satuan. Materi pengukuran dipelajari di tema 5 yaitu mengenal alat ukur baku dan satuan panjang baku pada siswa kelas II SD yang umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun.

Siswa kelas II Sekolah Dasar (SD) yang berusia 7-11 tahun termasuk dalam tahap perkembangan kognitif yang ketiga yaitu operasional konkret. Hal ini sesuai dengan teori Piaget (Santrock, 2009: 55) yang mengatakan bahwa tahap operasional konkret, merupakan tahap perkembangan kognitif yang ketiga, berlangsung dari usia sekitar 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak berpikir secara

(17)

operasional dan pemikiran yang logis menggantikan pemikiran intuitif tetapi hanya dalam situasi yang konkret, ketrampilan mengklasifikasi ada tetapi persoalan abstrak akan menimbulkan kesulitan. Tiap konsep atau prinsip matematika yang diajarkan dalam bentuk konkret akan lebih dipahami anak. Pembelajaran menggunakan benda konkret juga mampu dilakukan melalui kegiatan bermain.

Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan baru sehingga terjadi suatu perubahan perilaku pada seseorang secara tetap dan belajar dapat didukung dengan kegiatan bermain.Witherington (Rusman, 2017: 77) berpendapat bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan. Dienes (Runtukahu, 2014: 70) mengatakan bahwa proses belajar dapat ditingkatkan dengan bermain. Hurlock (Mulyani, 2016: 24) memaparkan bahwa bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Depdikbud (Kurniati, 2016: 4) menyatakan bahwa bermain akan menumbuhkan anak untuk melakukan eksploratif, melatih pertumbuhan fisik serta imajinasi, serta memberikan peluang yang luas untuk berinteraksi dengan orang dewasa dan teman lainnya, mengembangkan kemampuan berbahasa dan menambah kata-kata, serta membuat belajar yang dilakukan sebagai belajar yang menyenangkan. Selain menyenangkan, kegiatan bermain memiliki manfaat untuk anak.

Melalui bermain, anak akan menemukan kekuatan dan kelemahannya, keterampilan, minat, pemikiran, dan perasaannya. Kurniati (2016: 4) bahwa kegiatan bermain dapat dilakukan dengan menggunakan permainan tradisional yang erat kaitannya dengan nilai-nilai budaya dan dapat memupuk nilai budaya juga dapat memupuk kerjasama, kebersamaan, kedisiplinan, dan kejujuran. Selain itu, pernyataan yang mendukung lainnya yaitu teori yang dikemukakan oleh Moeslichtoen (Mulyani, 2016: 29) bahwa bermain berguna untuk meningkatkan keterampilan- keterampilan yaitu keterampilan memecahkan masalah dan keterampilan sosial. Hal ini berkaitan dengan hakikat ilmu matematika yang mana merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara memecahkan masalah baik

(18)

abstrak maupun praktis.Dalam bermain anak-anak tidak hanya mengembangkan kemampuan tubuh, otot, koordinasi gerakan, namun juga kemampuan berkomunikasi, berkonsentrasi, dan keberanian mencetuskan ide-ide kreatif. Kegiatan bermain untuk anak juga sebaiknya sesuai dengan usia anak.

Bermain permainan hendaknya disesuaikan dengan usia anak, permainan tradisional dapat digunakan untuk mengajarkan nilai budaya dan kehidupan masyarakat kepada anak sekolah dasar. Departemen pendidikan dan kebudayaan (Kurniati, 2016: 4) mengatakan perkembangan bermain sebagai cara pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan perkembangan umur dan kemampuan anak didik, yaitu berangsur-angsur dikembangkan dari bermain sambil belajar (unsur belajar lebih besar) menjadi belajar sambil bermain (unsur belajar lebih banyak). Bermain dapat dilakukan menggunakan permainan tradisional. Kurniati (2016: 2) mengatakan bahwa permainan tradisional merupakan suatu aktivitas permainan yang tumbuh dan berkembang di daerah tertentu, yang syarat dengan nilai-nilai budaya dan tata nilai kehidupan masyarakat dan diajarkan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Permainan anak sangat bervariasi, berikut ini jenis permainan tradisional yang masih banyak dilakukan oleh anak-anak, yaitu: bebentengan, congklak, gatrik, dsb. Selain berdasarkan pernyataan ahli yang telah dijelaskan maka peneliti juga mengumpulkan informasi dari hasil analisis kebutuhan.

Peneliti melakukan analisis kebutuhan berupa observasi dan wawancara di dua sekolah yang digunakan sebagai penunjang peneliti dalam menyusun buku panduan. Sekolah tersebut yaitu sekolah dasar negeri dengan alamat di Jl. Cempaka Blok CT10, Manggung, Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281 dan sekolah dasar negeri yang kedua dengan alamat di Jl. Gambir No.6 B, Karang Gayam, Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281. Peneliti mengawali kegiatan penelitian dengan melakukan observasi saat kegiatan belajar mengajar di kelas dan pada saat istirahat. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, menunjukkan bahwa belum ada buku permainan tradisional untuk pembelajaran matematika tema 5 kelas II SD. Hasil pengamatan pada waktu istirahat menunjukkan bahwa peserta didik senang bermain, sekolah mempunyai

(19)

arena bermain permainan tradisional seperti engklek dan gobag sodor. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan guru kelas II A dan II B di sekolah pertama serta guru kelas II di sekolah kedua saat istirahat dan pulang sekolah.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa guru belum pernah menggunakan buku panduan permainan tradisional. Guru memaparkan jika membutuhkan buku panduan tersebut. Hal ini dibuktikan berdasarkan pernyataan guru bahwa buku panduan dapat menjadi referensi selain buku mata pelajaran biasanya, buku dapat membantu peserta didik memahami materi, dan buku mampu menarik minat belajar peserta didik karena menggunakan permainan tradisional. Buku yang digunakan yaitu buku guru kurikulum 2013 edisi revisi 2017. Guru juga menuturkan bahwa peserta didik mengalami kesulitan tentang pemahaman konsep matematika pada materi pengukuran satuan panjang. Namun, peserta didik cukup aktif saat mengikuti pembelajaran walaupun hasil belajar yang didapatkan relatif rendah. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, peneliti menemukan bahwa guru pernah menerapkan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika.

Permainan tradisional yang dimaksud yaitu kegiatan pasar kelas untuk mengenalkan nilai mata uang pada peserta didik. Hal ini bertujuan agar materi yang abstrak dapat dipahami secara kontekstual oleh peserta didik. Guru memaparkan bahwa peserta didik sangat senang dan bersemangat saat bermain dan belajar. Selain dapat mempraktikkan kegiatan jual-beli secara langsung, peserta didik juga belajar mengasah kemampuan sosial yaitu bermain peran sebagai penjual dan pembeli dan melakukan kegiatan tawar-menawar. Guru juga menyampaikan bahwa kesulitan dalam mengajarkan materi pengukuran satuan panjang baku.

Kesulitan yang dialami guru yaitu penanaman konsep dan cara peserta didik agar paham dengan materi yang abstrak sehingga dalam kegiatan belajar-mengajar diperlukan media dan metode yang lebih kontekstual. Selain itu, peserta didik juga belum terampil berhitung sehingga menjadi kendala dalam belajar tentang materi pengukuran yang berhubungan dengan operasi hitung perkalian dan pembagian. Selan itu, guru juga berpendapat bahwa permainan tradisional ini dapat dijadikan sebagai panduan dalam mengajarkan matematika melalui permainan tradisional dengan inovasi baru dan lebih variatif. Hasil analisis

(20)

kebutuhan berupa observasi ini juga diperkuat dengan penelitian yang relevan oleh penelitian terdahulu.

Penelitian pertama dilakukan oleh Nataliya (2015) tentang "Efektivitas Penggunaan Media Pembelajaran Permainan Tradisional Congklak untuk Meningkatkan Kemampuan Berhitung pada Siswa Sekolah Dasar" maka terbukti bahwa media pembelajaran permainan tradisional congklak efektif untuk meningkatkan kemampuan berhitung siswa SD. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2016) tentang "Pembelajaran Matematika dalam Permainan Tradisional Engklek untuk Siswa SD Kelas V" membuktikan bahwa permainan tradisional dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2017) tentang "Pengembangan Strategi Permainan Tradisional Sunda Manda pada Pembelajaran Matematika di SMP" membuktikan bahwa strategi permainan sunda manda efektif untuk digunakan pada pembelajaran matematika. Hal ini juga dibuktikan dengan penelitian terdahulu oleh Aprinastuti (2019) berjudul "Developing Mathematical Literacy by Implementing Traditional Games" yang mendapatkan hasil bahwa literasi matematika mampu mengembangkan kemampuan memahami masalah, membuat strategi, menyelesaikan masalah, dan mengkomunikasikan hasil dengan menyampaikan bukti. Selain itu, penelitian ini juga dikuatkan dengan penelitian terdahulu oleh Mayasari (2017) berjudul "The Use of Traditional Games to Increase the Children's Calculation Skills" yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dalam hasil keterampilan menghitung anak dengan menggunakan sebelas permainan kreatif tradisional. Permainan tradisional mampu membangun pemahaman matematika anak karena permainan tradisional dapat menunjukkan nomor yang digunakan untuk mendukung aturan permainan. Permainan kreatif juga digunakan untuk membuat anak-anak senang. Berdasarkan data mengenai observasi dan wawancara untuk mengetahui kebutuhan guru dan peserta didik serta penelitian terdahulu yang telah dipaparkan, peneliti pun terdorong untuk melakukan penelitian dan pengembangan (research and development) tentang pengembangan buku panduan permainan tradisional untuk belajar matematika.

(21)

Peneliti memaparkan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 untuk kelas II SD. Kartz (Saleh & Sujana, 2009: 80) mengatakan bahwa buku panduan adalah buku yang berisi berbagai macam informasi tentang kegiatan di komunitas dan materi ajar yang perlu dipahami oleh mentor. Penelitian ini mengembangkan buku panduan dengan mengacu pada buku guru kelas II tema 5: Pengalamanku (Kementerian pendidikan dan kebudayaan, 2017). Kompetensi dasar yang digunakan adalah 3.6 menjelaskan dan menentukan panjang (termasuk jarak) berat, dan waktu dalam satuan baku, yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan 4.6 melakukan pengukuran panjang (termasuk jarak), berat, dan waktu dalam satuan baku, yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Sub tema yang digunakan mulai dari Sub tema I : Pengalaman ku di Rumah dengan materi pengenalan alat ukur satuan panjang baku. Sub tema II: Pengalamanku di Sekolah dengan materi mengubah satuan panjang. Sub tema III: Pengalamanku di Tempat Bermain dengan materi operasi hitung penjumlahan pada satuan panjang. Sub tema IV: Pengalamanku di Tempat Wisata dengan materi operasi hitung pengurangan pada satuan panjang. Peneliti pun mengaitkan materi tersebut dengan permainan tradisional yang sesuai.

Bahan ajar (materi) terkait dengan permainan tradisional yang digunakan untuk merancang buku panduan ini meliputi, pasaran untuk mengenalkan alat ukur satuan panjang baku, Sunda manda (engklek) untuk belajar mengubah satuan panjang baku (sentimeter, desimeter, dan meter), dor-doran (tembak-tembakan) untuk belajar menjumlahkan panjang benda setelah digabungkan lalu diukur dengan alat ukur satuan panjang baku, dan gobag sodor untuk belajar mengurangkan panjang benda setelah dipotong lalu diukur dengan alat ukur satuan panjang baku. Buku ini memungkinkan guru untuk dapat menerapkan permainan tradisional, dikarenakan permainan tradisional tersebut sering dimainkan anak seperti, pasaran, engklek, dor-doran (tembak-tembakan) dan gobag sodor sehingga buku ini dapat menjadi panduan guru untuk mengajar pelajaran matematika. Selain ingin mengembangkan buku panduan permainan tradisional untuk belajar matematika, penelitian ini juga memiliki keterbatasan.

(22)

Penelitian ini dibatasi hanya pada pengembangan buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 untuk kelas II bukan pada mata pelajaran lainnya. Pengembangan buku panduan mengacu pada buku guru kelas II tema 5: Pengalamanku (Kementerian pendidikan dan kebudayaan, 2017). Buku guru tersebut memiliki 4 sub tema, meliputi Sub tema I: Pengalaman ku di Rumah, Sub tema II: Pengalaman ku di Sekolah, Sub tema III: Pengalaman ku di Tempat Bermain dan, Sub tema IV: Pengalaman ku di Tempat Wisata. Peneliti akan fokus pada mata pelajaran matematika yang dibatasi dengan buku guru kelas II tema 5: Pengalamanku dengan 4 sub tema dan kompetensi dasar 3.6 menjelaskan dan menentukan panjang (termasuk jarak) berat, dan waktu dalam satuan baku, yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan 4.6 melakukan pengukuran panjang (termasuk jarak), berat, dan waktu dalam satuan baku, yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari (Kementerian pendidikan dan kebudayaan, 2017).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana prosedur pengembangan buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran Matematika Tema 5 untuk kelas II Sekolah Dasar?

2. Bagaimana kualitas buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran Matematika Tema 5 untuk kelas II Sekolah Dasar?

C. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan prosedur pengembangan buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran Matematika Tema 5 untuk kelas II Sekolah Dasar?

2. Mengetahui kualitas buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran Matematika Tema 5 untuk kelas II Sekolah Dasar?

(23)

D. Manfaat 1. Secara Teoritis

Secara teoritis, manfaat dari penelitian adalah memberikan wawasan di dunia pendidikan dalam mengembangkan buku panduan berbasis permainan tradisional untuk pembelajaran matematika di sekolah dasar.

2. Secara Praktis a. Bagi Guru

Dengan adanya buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 untuk siswa kelas II SD. Guru dapat menjadikan buku panduan ini sebagai sumber referensi dalam pembelajaran matematika menggunakan permainan tradisional. Selain itu, guru juga dapat menciptakan pembelajaran yang inovatif sehingga pembelajaran matematika menjadi menyenangkan.

b. Bagi Peserta Didik

Penelitian ini dapat memudahkan siswa memahami materi serta konsep dalam pembelajaran matematika dari pengalaman bermain dan belajar secara langsung menggunakan permainan tradisional. Dengan kegiatan bermain sambil belajar ini, pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. c. Bagi Peneliti

Dengan penelitian ini memberikan pengalaman baru kepada peneliti dengan mengembangkan buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika untuk kelas II SD. Selain itu, peneliti juga mendapatkan wawasan ketika merancang dan membuat buku panduan. d. Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat menambah koleksi pustaka sekolah dan sebagai pendamping buku guru sebagai acuan pembelajaran.

E. Definisi Operasional 1. Buku panduan

Buku panduan adalah buku yang berisi berbagai macam informasi berupa materi pokok dan prosedur yang digunakan untuk mendukung proses pembelajaran oleh para pendidik.

(24)

2. Belajar

Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan baru sehingga terjadi suatu perubahan perilaku pada seseorang secara tetap. 3. Bermain

Bermain adalah kegiatan yang dapat menimbulkan kesenangan tanpa harus mementingkan hasil akhir yang terjadi alamiah dan dilakukan tanpa adanya paksaan dari orang lain.

4. Permainan Tradisional

Permainan tradisional adalah permainan yang berkembang di daerah tertentu dan erat kaitannya dengan nilai-nilai budaya yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

5. Matematika

Matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang cara memecahkan masalah baik abstrak maupun praktis.

6. Tahap operasional konkret

Tahap operasional konkret adalah tahap perkembangan kognitif yang ketiga, berlangsung dari usia sekitar 7-11 tahun.

F. Spesifikasi Produk

1. Produk berupa buku panduan yang berjudul "Buku panduan permainan tradisional untuk belajar matematika kelas II SD tema 5". Buku ini memiliki 4 subtema, meliputi Sub tema I: Pengalaman ku di Rumah, Sub tema II: Pengalaman ku di Sekolah, Sub tema III: Pengalaman ku di Tempat Bermain dan, Sub tema IV: Pengalamanku di Tempat Wisata. Selain itu, buku ini juga dilengkapi dengan permainan tradisional yang mengacu pelajaran matematika pada tema 5. Terdapat 4 permainan tradisional, meliputi pasaran, sunda manda/engklek, dor-doran dan gobag sodor.

2. Buku panduan permainan tradisional untuk belajar matematika berisi: kata pengantar, tentang buku, daftar isi, asal-usul permainan, sub tema, materi, alat permainan, langkah permainan, konsep matematika dalam permainan, latihan soal, rubrik penilaian, refleksi, daftar referensi dan, biografi penulis.

(25)

3. Buku panduan permainan tradisional memuat gambar-gambar permainan tradisional yang dijelaskan dengan langkah permainan tradisional. Buku ini berfungsi sebagai acuan guru untuk mengajar materi tema 5 kelas II SD. Buku dilengkapi dengan soal latihan dan soal tantangan. Soal latihan dan soal tantangan disusun berdasarkan kompetensi dasar kemudian diturunkan kembali menjadi indikator yang mengacu pada kata kerja operasional dari Taksonomi bloom ranah kognitif/pengetahuan dan ranah psikomotorik. Taksonomi oleh Bloom ini dijelaskan pada instrument tes pada bab III.

4. Buku panduan dibuat berdasarkan karakteristik buku panduan menurut Greene dan Petty yaitu 1) menarik minat yang menggunakannya, 2) mampu memberi motivasi penggunanya, 3) memuat ilustrasi yang menarik bagi penggunanya, 4) mempertimbangkan aspek linguistik sesuai dengan kemampuan penggunanya, 5) memiliki hubungan erat dengan pelajaran lainnya, 6) dapat menstimulasi atau merangsang aktivitas – aktivitas pribadi bagi penggunanya, 7) dapat dengan sadar dan tegas menghindari konsep – konsep yang samar, 8) memiliki sudut pandang yang jelas, 9) memberi pemantapan dan penekanan pada nilai – nilai anak dan orang dewasa, dan 10) mampu menghargai perbedaan pribadi para penggunanya.

(26)

5. Buku panduan permainan tradisional dibuat dengan ukuran kertas A5 (14,8 cm x 21 cm) dan jenis kertas ivory 230 gram untuk bagian cover dan menggunakan kertas art paper 150 gram untuk bagian isi buku. Kertas berbentuk portrait, jenis font Time New Roman. Pada bagian cover ukuran font 14 dan bagian isi ukuran font 12.

Gambar 1.1 Ukuran A5 pada buku panduan 14,8 cm

(27)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori 1. Buku Panduan

Buku pelajaran dibedakan menjadi buku teks pelajaran dan buku non teks pelajaran. Menurut Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan Nomor 8 Tahun 2016 tentang buku yang digunakan oleh satuan pendidikan, buku teks pelajaran adalah sumber pembelajaran utama untuk mencapai kompetensi dasar dan kompetensi inti. Sedangkan, buku non teks pelajaran adalah buku pengayaan untuk mendukung proses pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan. Buku panduan merupakan jenis buku non teks pelajaran. Dalam penelitian ini, buku yang dikembangkan termasuk dalam kategori buku panduan.

Karts (Saleh dan Sujana, 2009: 80) mengatakan bahwa buku panduan adalah buku yang berisi berbagai macam informasi mengenai suatu masalah atau subjek. Buku panduan berisi informasi tentang kegiatan di komunitas dan materi ajar yang perlu dipahami oleh mentor. Sedangkan Peraturan menteri pendidikan nasional No 2/2008 menyatakan bahwa buku panduan (pendidikan) adalah buku yang memuat prinsip, prosedur, deskripsi, materi pokok, atau model pembelajaran yang digunakan oleh para pendidik.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik benang merah bahwa buku panduan adalah buku yang berisi berbagai macam informasi berupa materi pokok dan prosedur yang digunakan untuk mendukung proses pembelajaran oleh para pendidik.

Pada penelitian ini, peneliti ingin mengembangkan sebuah buku panduan menggunakan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 kelas II sekolah dasar. Buku panduan berisi empat permainan tradisional yang sudah dimodifikasi sesuai materi matematika kelas II SD oleh peneliti agar dapat digunakan pada pembelajaran matematika. Buku panduan juga berisi sejarah permainan tradisional, kompetensi dasar, indikator, alat dan bahan permainan, cara permainan, soal latihan, soal tantangan, dan kunci jawaban.

(28)

Buku panduan ini bertujuan untuk memberikan referensi pembelajaran bagi guru dan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik. a. Karakteristik Buku Panduan

Menurut Greene dan Petty (Utomo, 2008: 45) menyatakan bahwa ada sepuluh kriteria yang semestinya terdapat dalam buku teks, buku pelajaran, maupun buku panduan yang berkualitas. Sepuluh kriteria tersebut adalah sebagai berikut.

1) Harus menarik minat bagi yang mempergunakannya. 2) Harus mampu memotivasi bagi yang memakainya.

3) Harus memuat ilustrasi yang menarik hati bagi yang memanfaatkannya.

4) Harus mempertimbangkan aspek linguistik sesuai dengan kemampuan pemakainya.

5) Harus memiliki hubungan erat dengan pelajaran yang lainnya, lebih baik kalau dapat menunjang-nya dengan rencana sehingga semuanya menjadi suatu kebulatan atau terpadu.

6) Harus dapat menstimulasi dan merangsang aktivitas-aktivitas pribadi yang menggunakannya.

7) Harus dengan sadar dan tegas menghindari konsep-konsep yang samar-samar dan tidak biasa agar tidak sempat membingungkan yang memakainya.

8) Harus memiliki sudut pandang atau point of view yang jelas dan tegas sehingga pada akhirnya menjadi sudut pandang bagi pemakainya. 9) Harus mampu memberi pemantapan dan penekanan pada nilai-nilai

anak dan orang dewasa, dan

10) Harus mampu menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para pemakainya.

(29)

Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka dapat ditarik benang merah bahwa buku panduan berkualitas menurut Greene dan Petty adalah buku yang memuat sepuluh kriteria meliputi mampu menarik minat penggunanya, mampu memberi motivasi penggunanya, memuat ilustrasi yang menarik bagi penggunanya, mempertimbangkan aspek linguistik sesuai dengan kemampuan penggunanya, memiliki hubungan erat dengan pelajaran lainnya, mampu menstimulasi aktivitas pribadi bagi penggunanya, memiliki sudut pandang yang jelas dan tegas, dapat memberikan pemantapan dan penekanan nilai anak dan orang dewasa, serta mampu menghargai perbedaan pribadi penggunanya. Peneliti pun menggunakan sepuluh kriteria buku panduan menurut Greene dan Petty untuk mengembangkan produk buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 untuk kelas II sekolah dasar.

2. Belajar

Winkel (Susanto, 2013:4) mengatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas. Sepadan dengan pendapat ahli di atas, Siregar (2011:4) mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku yang relatif tetap yang disebabkan praktik atau pengalaman yang sampai dalam situasi tertentu. Sedangkan, Rusman (2017:1) menyatakan bahwa belajar merupakan proses melihat, mengamati, menalar, mencobakan, mengomunikasikan, dan memahami sesuatu.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas maka dapat ditarik benang merah bahwa belajar merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan baru sehingga terjadi suatu perubahan perilaku pada seseorang secara tetap. Proses belajar dapat ditingkatkan dengan bermain sehingga peneliti ingin mengembangkan buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 untuk kelas II Sekolah Dasar yang memiliki bertujuan untuk memberikan referensi pembelajaran bagi guru dan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik.

(30)

3. Bermain

Kurniati (2016: 4) mengatakan bahwa bermain merupakan cara alamiah anak menemukan lingkungan, orang lain, dan dirinya sendiri. Pada prinsipnya, bermain mengandung rasa senang dan lebih mementingkan proses daripada hasil akhir. Sepadan dengan pendapat ahli di atas, Hurlock (Mulyani, 2016: 24) mengatakan bahwa bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Dengan kata lain, bermain dilakukan secara suka rela tanpa adanya paksaan dari orang lain. Sepadan dengan pendapat Hurlock, (Kurniati, 2016: 5) mengatakan bahwa bermain adalah kegiatan yang terjadi secara alamiah pada anak, anak tidak perlu dipaksa untuk bermain.

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka peneliti dapat menarik benang merah, bahwa bermain adalah kegiatan yang dapat menimbulkan kesenangan tanpa harus mementingkan hasil akhir. Dengan kata lain, bermain merupakan kegiatan yang terjadi alamiah dan dilakukan tanpa adanya paksaan dari orang lain. Bermain mampu menunjang proses pembelajaran karena kegiatan tersebut menimbulkan kesenangan, menumbuhkan eksploratif, melatih pertumbuhan fisik serta imajinasi anak. Peneliti pun ingin mengembangkan buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 untuk kelas II Sekolah Dasar yang memiliki bertujuan untuk memberikan referensi pembelajaran bagi guru dan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta-didik.

a. Fungsi Bermain

Berikut fungsi bermain menurut Moeslichtoen (Mulyani, 2016: 29): 1) Mempertahankan keseimbangan.

2) Menghayati berbagai pengalaman yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari.

3) Mengantisipasi peran yang akan dijalani di masa yang akan datang. 4) Menyempurnakan keterampilan-keterampilan yang dipelajari.

(31)

5) Menyempurnakan keterampilan memecahkan masalah. 6) Meningkatkan keterampilan berhubungan dengan anak lain.

Berdasarkan pernyataan di atas, ada enam fungsi bermain yaitu mampu mempertahankan keseimbangan, menambah pengalaman dari kehidupan sehari-hari, belajar bermain peran, meningkatkan keterampilan-keterampilan, meningkatkan keterampilan memecahkan masalah, dan keterampilan sosial. Dari fungsi bermain yang telah dijelaskan di atas maka peneliti semakin terdorong untuk mengembangkan buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 untuk kelas II sekolah dasar.

4. Permainan Tradisional

Kurniati (2016: 3) mengatakan bahwa permainan tradisional merupakan suatu aktivitas permainan yang tumbuh dan berkembang di daerah tertentu, yang sarat dengan nilai-nilai budaya dan tata nilai kehidupan masyarakat dan diajarkan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sepadan dengan pendapat ahli di atas, Cooney (Kurniati, 2016: 3) mengatakan bahwa permainan tradisional terbentuk dari aktivitas yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan secara berkesinambungan dilakukan oleh kebanyakan orang. Kurniati (2016: 4) mengatakan bahwa permainan tradisional sarat dengan nilai-nilai budaya mengandung unsur rasa senang, dan hal ini akan membantu perkembangan anak ke arah lebih baik di kemudian hari. Direktorat Nilai Budaya (Kurniati, 2016: 4) mengatakan bahwa permainan rakyat tradisional selain dapat memupuk kesatuan dan persatuan juga dapat memupuk kerjasama, kebersamaan, kedisiplinan, dan kejujuran.

Berdasarkan teori di atas maka peneliti dapat menarik benang merah bahwa permainan tradisional merupakan permainan yang berkembang di daerah tertentu dan erat kaitannya dengan nilai-nilai budaya yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, selain dapat memupuk nilai budaya juga dapat memupuk kerjasama, kebersamaan, kedisiplinan, dan kejujuran. Peneliti ingin mengembangkan buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 kelas II sekolah dasar. Oleh karena itu, peneliti menggunakan permainan tradisional dalam buku panduan dan

(32)

dikaitkan dengan pembelajaran matematika. Buku panduan permainan tradisional dikembangkan dengan tujuan untuk menunjang pembelajaran matematika dan melestarikan kebudayaan daerah Jawa.

a. Kelebihan Permainan Tradisional

Kurniati (2016: 23) mengatakan bahwa terdapat beberapa kelebihan yang didapat dari aktivitas permainan tradisional. Kelebihan permainan tradisional akan diuraikan sebagai berikut :

1) Mampu mengembangkan keterampilan sosial anak yang diperoleh anak melalui proses bermain.

2) Mampu memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar bersaing dengan sehat untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

3) Mampu mengembangkan proses interaksi sosial salah satu interaksi sosial yang akan muncul adalah bercakap-cakap antar-pemain yang hal ini akan sangat membantu mengembangkan social skill, motoric skill, dan emotional skill.

4) Mampu meningkatkan proses kreativitas, serta kesanggupan merefleksikan pemikirannya dan menginterpretasi apa yang dipikirkan oleh orang lain.

5) Mampu merangsang berbagai aspek perkembangan anak.

6) Bahan-bahan yang digunakan adalah bahan yang mudah dan murah. 7) Mendidik anak untuk menghadapi masa depan. Sebab, terdapat

banyak nilai seperti nilai moral, etika, kejujuran, kemandirian, etos kerja, solidaritas sosial, dan sebagainya.

Berdasarkan pernyataan di atas, ada tujuh kelebihan dari permainan tradisional yaitu mampu mengembangkan keterampilan sosial anak, memberi kesempatan pada anak untuk bersaing mencapai tujuan, mengembangkan proses interaksi sosial, meningkatkan proses kreativitas, merangsang perkembangan anak, bahan yang digunakan mudah dibuat

(33)

dan murah, serta terdapat banyak nilai seperti nilai moral; etika kejujuran; kemandirian; etos kerja; dan sosial. Melalui kelebihan permainan tradisional yang telah dijelaskan di atas maka peneliti semakin terdorong untuk mengembangkan buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 untuk kelas II sekolah dasar.

b. Permainan Tradisional yang digunakan

Berikut ini adalah permainan tradisional yang digunakan dalam pembelajaran matematika kelas II Tema 5.

1) Permainan tradisional pasaran

a) Pengertian permainan tradisional pasaran

Sujarno (2013: 133) mengatakan bahwa pasaran adalah satu diantara banyak permainan tradisional yang ada di Kabupaten Semarang. Sejarah keberadaan permainan tradisional pasaran di masyarakat, tidak diketahui secara jelas. Sejak kapan permainan pasaran mulai ada dan siapa penciptanya, belum diketahui secara pasti. Namun, permainan ini mulai ada sejak manusia mengenal pasar yaitu adanya sistem jual beli di masyarakat Sujarno (2013: 134). Dalam permainan pasaran terdapat penjual dan pembeli yang akan bermain. Permainan ini tidak memiliki banyak aturan. Sebelum bermain, peserta harus melakukan "hompimpah" untuk menentukan peserta yang akan berperan sebagai penjual dan pembeli. Selain itu, peserta juga harus menentukan alat bayar yang digunakan dalam kegiatan jual-beli. Penjual mengumpulkan barang dagangan sedangkan pembeli menyiapkan uang untuk membeli barang. Setelah itu, penjual menawarkan barang dagangannya kepada pembeli, lalu pembeli berkeliling sambil mencari barang yang diinginkan dan menawarnya. Mayasari (2017, 345) dalam permainan pasaran beberapa anak menjadi penjual dan anak lainnya menjadi pembeli. Permainan ini menggunakan sayuran plastik, buah-buahan plastik, dan uang. Anak-anak bebas membeli

(34)

barang apapun yang diinginkan menggunakan uang dengan jumlah tertentu.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa permainan pasaran dimainkan dengan melakukan kegiatan jual-beli. Selain itu, permainan ini berasal dari Semarang, Jawa Tengah sehingga lebih dikenal di daerah Jawa. Pasaran memiliki manfaat bagi anak yaitu mampu meningkatkan keterampilan hidup sehari-hari. Peneliti pun terdorong untuk menggunakan permainan pasaran sebagai salah satu permainan yang dikembangkan dalam buku panduan. Permainan pasaran akan digunakan peneliti dalam pembelajaran matematika tema 5 subtema 1 tentang mengenal alat ukur baku satuan panjang beserta benda yang dapat diukur dengan alat ukur baku. Berikut langkah permainan tradisional beserta modifikasi permainan pasaran:

b) Langkah permainan tradisional pasaran

Berikut merupakan langkah permainan tradisional pasaran menurut Sujarno (2013: 136-137).

(1) Persiapan

Sebelum permainan pasaran dilaksanakan, anak-anak biasanya menyiapkan tempat dan alat yang akan dipergunakan untuk bermain, misalnya A, B, sebagai penjual mengumpulkan barang dagangan. Sedangkan P, Q, dan R sebagai pembeli mengumpulkan daun sebagai uang untuk membeli kebutuhan, t dan u sebagai anak. Setelah tempat mereka siapkan, selanjutnya mereka menyiapkan barang dagangan yang akan dijual. Barang-barang tersebut ditata sedemikian rupa sehingga menyerupai sebuah warung atau pasar. Setelah barang-barang itu selesai ditata, mereka yang mencari uang-uangan sebagai alat pembayaran.

(35)

(2) Aturan permainan

Dalam permainan pasaran tidak begitu banyak aturan yang harus ditaati, bahkan boleh dikata tidak ada peraturan yang khusus. Dalam permainan, ini anak yang lebih besar cenderung memilih menjadi penjual, sedang anak yang lebih kecil sebagai pembelinya. Kesepakatan dalam permainan itu biasanya terkait dengan ketentuan alat bayar, misalnya daun yang berwarna merah sebagai ratusan, warna hijau lima puluhan, kuning puluhan dan seterusnya.

(3) Pelaksanaan permainan

Setelah para penjual (A dan B) selesai mengumpulkan barang dagangan, mereka lalu menggelar dagangannya satu per satu dengan cara meniru apa yang dilihatnya di pasar pada saat ikut ibunya pergi belanja. Ketika dagangan sudah siap, penjual lalu menawarkannya kepada para pembeli. Mendengar pasar sudah ramai oleh pedagang, para pembeli pun P, Q, dan R) bersiap untuk pergi ke pasar. Mereka berangkat sambil menggandeng atau menggendong anaknya. Sesampainya di pasar para pembeli segera memilih barang yang dibutuhkan. Mereka menawar barang-barang yang diinginkan. Jika sudah ada kesepakatan, barang itu pun kemudian di bungkus oleh si penjual. Para pembeli terus berputar-putar di pasar sambil mencari barang yang belum dibeli. Setelah dianggap cukup, mereka kembali ke rumah. Di rumah mereka memasak apa yang telah dibeli, untuk kebutuhan makan keluarganya. Begitu permainan pasaran terus berlangsung sampai anak-anak merasa bosan dan membubarkan diri.

(36)

2) Permainan tradisional Sunda manda/Engklek

a) Pengertian permainan tradisional Sunda manda/engklek

Sujarno (2013: 49) mengatakan bahwa Sunda manda adalah permainan yang tidak hanya membutuhkan ketangkasan, tetapi juga kelincahan, keseimbangan, dan kejelian. Jenis permainan ini tidak hanya terdapat di daerah Semarang, tetapi juga di daerah-daerahnya lainnya. Di daerah Yogyakarta, permainan ini disebut engklek. Smpuck (Mulayani, 2016: 112) mengatakan bahwa permainan engklek berasal dari Hindustan. Permainan ini menyebar pada jaman kolonial Belanda dengan latar belakang cerita perebutan petak sawah. Permainan Sunda Manda berasal dari bahasa Belanda, yaitu Zondag dan Maandag. Zondag berarti "Minggu" dan Maandag berarti "Senin". Orang Jawa melafalkan nya menjadi "Sunda Manda". Alat yang digunakan dalam permainan engklek adalah pecahan genting yang akan digunakan sebagai gacu. Selain gacu, permainan ini membutuhkan sarana berupa lapangan. Lapangan permainan sunda manda berbentuk menyerupai tangga dala posisi horisontal (mendatar). Sebelum permainan dilakukan maka langkah pertama adalah menentukan peserta yang akan bermain terlebih dahulu dengan melakukan pingsut atau hompimpah. Setiap pemain memiliki gacu yang akan dilemparkan ke kotak lapangan permainan engklek. Pertama gacu dilemparkan ke kotak yang pertama, lalu pemain harus melewati kotak pertama dengan melompat menggunakan satu kaki. Pemain harus bolak-balik melewati semua kotak dengan syarat kaki tidak boleh menginjak di luar garis kotak. Apablia hal tersebut terjadi maka pemain tidak dapat memindahkan gacu ke kotak berikutnya. Sehingga pemain yang gagal harus menunggu giliran berikutnya setelah pemain berikutnya mampu menyelesaikan permainan. Pemain yang lebih dahulu berhasil melewati kotak tanpa terjatuh maka dinyatakan menang.

(37)

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menarik benang merah bahwa permainan sunda manda(engklek) dimainkan di sebuah arena yang terbentuk dari beberapa kotak kemudian pemain memegang gacu untuk diletakkan pada salah satu kotak dengan melompat menggunakan satu kaki. Di Semarang permainan ini disebut sunda manda sementara di Yogyakarta permainan ini disebut engklek sehingga lebih dikenal di daerah Jawa. Sunda manda(engklek) memiliki manfaat bagi anak yaitu mampu melatih ketangkasan, kelincahan, keseimbangan, dan kejelian. Peneliti pun terdorong untuk menggunakan permainan sunda manda (engklek) sebagai salah satu permainan yang dikembangkan dalam buku panduan. Permainan Sunda manda/engklek akan digunakan peneliti dalam pembelajaran matematika tema 5 subtema 2 tentang mengubah satuan panjang. Berikut langkah permainan tradisional beserta modifikasi permainan sunda manda (engklek):

b) Langkah permainan tradisional sunda manda/engklek

Berikut merupakan langkah permainan tradisional sunda manda/engklek menurut Mulyani (2016:111)

(1) Gambar bidang engklek. Bidang ini banyak variasi.

(2) Anak melakukan hompimpah untuk menentukan urutan siapa yang jalan terlebih dahulu.

(3) Untuk dapat bermain, setiap anak harus mempunyai kereweng atau gacuk yang biasanya berupa pecahan genting.

(4) Anak harus melompat dengan menggunakan satu kaki di setiap kotak-kotak/petak-petak bidang yang telah digambarkan sebelumnya di tanah.

(5) Gacuk dilempar ke salah satu petak yang tergambar di tanah, petak dengan gacuk yang sudah berada di atasnya tidak boleh diinjak/ditempati oleh setiap pemain. Jadi, para pemain harus

(38)

melompat ke petak berikutnya dengan satu kaki mengelilingi petak-petak yang ada.

(6) Pemain tidak diperbolehkan untuk melempar gacuk melebihi kotak atau petak yang telah disediakan. Jika ada pemain yang melakukan kesalahan tersebut maka pemain akan dinyatakan gugur dan diganti dengan pemain selanjutnya.

(7) Pemain yang menyelesaikan satu putaran sampai di puncak gunung, mengambil gacuk dengan membelakangi gunung, menutup mata, dan tidak boleh menyentuh garis. Apabila pemain tersebut menyentuh garis/terjatuh saat mengambil gacuknya maka ia harus digantikan pemain selanjutnya.

(8) Apabila pemain berhasil mengambil gacuk di gunung, maka ia harus melemparkannya keluar dari bidang engklek. Kemudian pemain tersebut engklek sesuai dengan kotak dan diakhiri dengan berpijak pada gacuk yang dilemparkan tadi.

(9) Jika berhasil, pemain lanjut ke tahap mencari "sawah" dengan cara menjagling gacuk dengan telapak tangan bolak-balik sebanyak 5 kali tanpa terjatuh. Hal ini dilakukan dalam posisi berjongkok membelakangi bidang engklek dan berada di tempat jatuhnya kereweng yang tadi dilempar. Setelah berhasil menjagling sebanyak 5 kali, pemain masih dalam posisi yang sama melemparkan ke bidang engklek, apabila tepat pada salah satu bidang maka bidang tersebut menjadi sawah pemain. Apabila gagal, pemain mengulangi kembali dari gunung.

(10) Pemain yang memiliki sawah paling banyak adalah pemenangnya.

(39)

3) Dor-doran

a) Pengertian permainan tradisional dor-doran

Sujarno (2013: 72) mengatakan bahwa dor-doran merupakan permainan tradisional yang sudah lama dikenal di kalangan masyarakat, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Permainan dor-doran mulai dikenal setelah masyarakat mengenal jenis senjata api (senapan) saat masyarakat masih menggunakan senjata perang tradisional seperti, keris, tombak dan panah. Hal ini dapat diketahui dari cara bermain anak yang meniru para prajurit menggunakan senjata. Permainan ini sejenis dengan permainan pletokan yang berasal dari Betawi. Mulyani (2016: 117) mengatakan bahwa pletokan adalah sebuah nama senjata mainan yang terbuat dari bambu, peluru nya terbuat dari kertas atau biji-bijian. Permainan dor-doran menggunakan alat yang cukup sederhana. Di daerah perkotaan, anak-anak bermain dor-doran menggunakan mainan buatan pabrik atau elektronik. Sementara anak-anak di desa biasanya membuat senapan terlebih dahulu. Benda yang dibutuhkan untuk membuat senapan yaitu bambu kecil (carang) atau pelepah pisang. Setelah peralatan (senapan) tersedia, pemain membentuk dua kelompok dan untuk menentukan anggotanya maka pemain harus melakukan pingsut. Pada saat bermain, pemain harus bersuara "dor" apabila berhasil menembak lawan (Sujarno, 2013: 72).

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menarik benang merah bahwa permainan dor-doran dimainkan dengan menggunakan senapan untuk menembak lawan. Di Betawi permainan tembak-tembakan ini disebut pletokan sehingga lebih dikenal di daerah Jawa. Dor-doran memiliki manfaat bagi anak yaitu mampu melatih ketangkasan, kelincahan, keseimbangan, dan kejelian. Peneliti pun terdorong untuk menggunakan permainan dor-doran sebagai salah satu permainan yang dikembangkan dalam

(40)

buku panduan. Permainan dor-doran akan digunakan peneliti dalam pembelajaran matematika tema 5 subtema 3 tentang menjumlahkan hasil hitung satuan panjang. Berikut langkah permainan tradisional beserta modifikasi permainan dor-doran: b) Langkah permainan tradisional dor-doran

Berikut merupakan langkah permainan tradisional dor-doran menurut Sujarno (2013:77)

(1) Jalannya permainan

Pertama, semua anak membawa senapan, mereka lalu membentuk kelompok dengan cara pingsut. Dalam permainan ini tidak ada persyaratan kondisi fisik harus seimbang. Namun, yang dibutuhkan dalam permainan ini adalah kegesitan dari para pemain. Jadi ada kemungkinan anak yang besar fisiknya akan sering terkena sasaran tembak, karena sulit bersembunyi.

Kedua, setelah pembagian kelompok selesai, mereka kemudian saling bersembunyi dan setiap saat harus mengelabuhi lawan. Kadang-kadang anggota kelompok harus berpindah tempat persembunyian, dengan tujuan mendekati lawan sehingga mudah untuk menembak. Bila tembakannya menemui sasaran, lawan dianggap mati. Jika salah satu kelompok anggotanya dianggap sudah mati semua atau tertangkap permainan pun selesai. Dalam permainan dor-doran tidak ada sanksi apapun bagi kelompok yang kalah. Bagi yang menang, mereka hanya merasa puas dan gembira bila dapat mengalahkan lawannya.

(2) Aturan permainan

Pertama, pemain harus memiliki alat (senapan) sendiri. Kedua, Jika pemain terkena tembakan dianggap mati. Ketiga, pelaku permainan harus bersembunyi, tidak boleh menembak kawan dan tidak boleh menembak lawan. Keempat, peluru tidak boleh

(41)

diarahkan ke muka lawan. Kelima, jika permainan itu memakai pelepah daun pisang, si penembak harus berkata "dor".

4) Gobag sodor

a) Pengertian permainan tradisional gobag sodor

Sujarno (2013: 127) mengatakan bahwa Gobag sodor merupakan permainan tradisional yang bersifat kelompok. Asal-usul permainan gobag sodor yang pertama adalah permainan gobag sodor berasal dari luar negeri yaitu berasal dari bahasa asing go back to door. Bahasa asing tersebut kemudian diserap menjadi bahasa Jawa yang berbunyi gobag sodor. Kedua, bahwa permainan tersebut berasal dari dalam negeri yang terdiri dari dua kata yaitu gobag dan sodor. Gobag berarti bergerak dengan bebas kemudian menjadi nggobag berarti berjalan memutar, sedangkan sodor berarti watang yaitu semacam tombak yang memiliki mata tombak yang tajam. Namun, "sodor" dalam permainan ini berarti penjaga garis yang berada di tengah membelah arena permainan. Permainan gobag sodor tidak memerlukan peralatan khusus, permainan ini hanya membutuhkan arena untuk bermain. Dalam arena tersebut akan digambar empat persegi panjang dengan menggunakan kapur. Gobag Sodor dimainkan secara kelompok. Dalam permainan ini peserta harus membentuk dua kelompok. Untuk menentukan kelompok maka peserta dapat melakukannya dengan pingsut atau hompimpah. Kelompok yang menang akan bermain sementara kelompok yang kalah menjadi penjaga garis. Penjaga garis harus berdiri menjaga setiap garis yang berada di tengah, untuk menghalangi tim lawan agar tidak bisa masuk ke dalam arena permainan. Permainan ini memiliki peraturan yaitu penjaga tidak boleh keluar dari garis yang dijaganya. Tim lawan yang berhasil ditangkap oleh penjaga akan dianggap gugur dan kelompok penjaga yang mampu bertahan dalam permainan sampai

(42)

semua anggota tim lawan gugur akan dinyatakan memenangkan permainan.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menarik benang merah bahwa permainan gobag sodor dimainkan di sebuah arena yang terbentuk dari beberapa kotak kemudian terdapat dua kelompok yaitu penjaga dan pemain. Permainan ini lebih dikenal di daerah Jawa. Gobag sodor memiliki manfaat bagi anak yaitu mampu melatih ketangkasan, kelincahan, keseimbangan, dan kejelian. Peneliti pun terdorong untuk menggunakan permainan gobag sodor sebagai salah satu permainan yang dikembangkan dalam buku panduan. Permainan gobag sodor akan digunakan peneliti dalam pembelajaran matematika tema 5 subtema 4 tentang mengurangkan hasil hitung satuan panjang. Berikut langkah permainan tradisional beserta modifikasi permainan gobag sodor: b) Langkah permainan tradisional gobag sodor

Berikut merupakan langkah permainan tradisional gobag sodor menurut Mulyani (2016: 162)

(1) Sebelum bermain, perlu dibuat garis-garis penjagaan dengan kapur tulis yang membentuk lapangan segiempat yang kemudian dibagi menjadi 6 bagian. Buatlah garis di tengah lapangan yang memotong keempat persegi panjang tersebut sebagai tempat atau jalan kapten (sodor).

(2) Membagi para peserta menjadi dua kelompok, satu kelompok terdiri atas 3-5 atau dapat disesuaikan dengan jumlah peserta. Satu kelompok akan menjadi kelompok jaga dan kelompok lain menjadi kelompok lawan. Penentuan kelompok jaga dan kelompok lawan biasanya dilakukan dengan suten oleh kapten. (3) Kelompok yang mendapat giliran jaga akan menjaga lapangan,

caranya yang dijaga adalah garis horisontal dan ada juga yang menjaga garis batas vertikal (kapten). Penjaga garis horisontal tugasnya adalah berusaha untuk menghalangi lawan mereka

(43)

yang juga berusaha untuk melewati garis batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas. Pemain yang menjaga garis horisontal bisa bergerak ke kanan dan ke kiri. Bagi yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertikal, maka tugasnya adalah menjaga keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah lapangan. Pergerakan pemain yang menjaga garis vertikal bergerak dari depan ke belakang atau sebaliknya. (4) Sedangkan tim yang menjadi lawan, harus berusaha melewati

baris ke baris hingga baris paling belakang, kemudian kembali lagi melewati penjagaan lawan hingga sampai ke baris awal tanpa tersentuh oleh tim juga.

5. Matematika

Beth dan Piaget (Runtukahu, 2014:28) berpendapat bahwa matematika adalah pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai struktur abstrak dan hubungan antar-struktur tersebut sehingga terorganisasi dengan baik. Sepadan dengan pendapat ahli di atas Susanto (2013:183) mengatakan bahwa matematika merupakan ide-ide abstrak berupa simbol-simbol. Ruseffendi (Heruman 2010: 1) juga menyatakan bahwa matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.

Berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat ditarik benang merah bahwa matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang cara memecahkan masalah baik abstrak maupun praktis. Hal tersebut berkaitan dengan fungsi bermain yaitu mampu meningkatkan keterampilan memecahkan masalah pada anak. Kegiatan bermain dapat dilakukan dengan permainan tradisional sesuai buku panduan yang dikembangkan peneliti. Peneliti pun terdorong untuk mengembangkan buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika untuk kelas II sekolah dasar.

(44)

a. Prinsip-prinsip Praktis Matematika

Reys (Runtuakahu, 2014: 30) mengatakan bahwa terdapat prinsip-prinsip praktis pendekatan belajar kognitif dalam pembelajaran matematika. Prinsip-prinsip praktis tersebut adalah sebagai berikut :

1) Belajar matematika harus berarti.

2) Belajar matematika adalah proses perkembangan. 3) Matematika adalah pengetahuan yang sangat terstruktur. 4) Anak aktif terlibat dalam belajar matematika.

5) Anak harus mengetahui apa yang akan dipelajari dalam kelas matematika.

6) Komunikasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan belajar.

7) Menggunakan berbagai bentuk atau model matematika (multiembodied) dalam belajar matematika.

8) Variasi matematika membantu siswa belajar matematika. 9) Meta kognisi memengaruhi anak belajar.

10) Pemberian bantuan pada kemampuan yang terbentuk atau retension.

Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat ditarik benang merah bahwa salah satu prinsip matematika yaitu matematika adalah pengetahuan terstruktur yang mampu memecahkan masalah baik secara praktis maupun abstrak. Masalah praktis dapat dipecahkan dengan menggunakan benda konkret dan biasa terjadi pada anak kelas II sekolah dasar. Dengan penjelasan di atas maka peneliti terdorong untuk mengembangkan buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika untuk kelas II sekolah dasar.

Gambar

Gambar 2.1 Literature Map
Gambar 2.2 Skema Kerangka Berpikir
Gambar 3.1 Model Penelitian dan Pengembangan ADDIE  1.  Analysis (Analisis)
Tabel 3.2 Taksonomi Bloom Ranah Psikomotorik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Latar belakang masalah penelitian ini adalah adanya keterbatasan buku yang sesuai dengan perkembangan anak sekolah dasar kelas II pada mata pelajaran

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun berada pada tahap operasional yaitu anak mampu memecahkan masalah menggunakan simbol serta

Setelah melakukan observasi dan wawancara langsung di dua sekolah dasar (SD) yaitu SD Negeri Sompokan dan SD Sanjaya Tritis, peneliti menyimpulkan bahwa peserta

Puji syukur kehadirat Alloh subhanahu wa ta’ala penulis panjatkan karena hanya berkat rahmat, hidayah dan inayahnya skripsi dengan judul “Pengembangan Media Pembelajaran Pop Up

Menurut Piaget & Inheler, kemampuan penalaran spasial yang merupakan aspek dari kognisi berkembang sejalan dengan perkembangan kognitif yaitu konsep spasial pada

Instrumen pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar penilaian mengenai kelayakan kotak cerita sebagai sumber belajar.Instrumen tersebut