• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

5. Matematika

Matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang cara memecahkan masalah baik abstrak maupun praktis.

6. Tahap operasional konkret

Tahap operasional konkret adalah tahap perkembangan kognitif yang ketiga, berlangsung dari usia sekitar 7-11 tahun.

F. Spesifikasi Produk

1. Produk berupa buku panduan yang berjudul "Buku panduan permainan tradisional untuk belajar matematika kelas II SD tema 5". Buku ini memiliki 4 subtema, meliputi Sub tema I: Pengalaman ku di Rumah, Sub tema II: Pengalaman ku di Sekolah, Sub tema III: Pengalaman ku di Tempat Bermain dan, Sub tema IV: Pengalamanku di Tempat Wisata. Selain itu, buku ini juga dilengkapi dengan permainan tradisional yang mengacu pelajaran matematika pada tema 5. Terdapat 4 permainan tradisional, meliputi pasaran, sunda manda/engklek, dor-doran dan gobag sodor.

2. Buku panduan permainan tradisional untuk belajar matematika berisi: kata pengantar, tentang buku, daftar isi, asal-usul permainan, sub tema, materi, alat permainan, langkah permainan, konsep matematika dalam permainan, latihan soal, rubrik penilaian, refleksi, daftar referensi dan, biografi penulis.

3. Buku panduan permainan tradisional memuat gambar-gambar permainan tradisional yang dijelaskan dengan langkah permainan tradisional. Buku ini berfungsi sebagai acuan guru untuk mengajar materi tema 5 kelas II SD. Buku dilengkapi dengan soal latihan dan soal tantangan. Soal latihan dan soal tantangan disusun berdasarkan kompetensi dasar kemudian diturunkan kembali menjadi indikator yang mengacu pada kata kerja operasional dari Taksonomi bloom ranah kognitif/pengetahuan dan ranah psikomotorik. Taksonomi oleh Bloom ini dijelaskan pada instrument tes pada bab III.

4. Buku panduan dibuat berdasarkan karakteristik buku panduan menurut Greene dan Petty yaitu 1) menarik minat yang menggunakannya, 2) mampu memberi motivasi penggunanya, 3) memuat ilustrasi yang menarik bagi penggunanya, 4) mempertimbangkan aspek linguistik sesuai dengan kemampuan penggunanya, 5) memiliki hubungan erat dengan pelajaran lainnya, 6) dapat menstimulasi atau merangsang aktivitas – aktivitas pribadi bagi penggunanya, 7) dapat dengan sadar dan tegas menghindari konsep – konsep yang samar, 8) memiliki sudut pandang yang jelas, 9) memberi pemantapan dan penekanan pada nilai – nilai anak dan orang dewasa, dan 10) mampu menghargai perbedaan pribadi para penggunanya.

5. Buku panduan permainan tradisional dibuat dengan ukuran kertas A5 (14,8 cm x 21 cm) dan jenis kertas ivory 230 gram untuk bagian cover dan menggunakan kertas art paper 150 gram untuk bagian isi buku. Kertas berbentuk portrait, jenis font Time New Roman. Pada bagian cover ukuran font 14 dan bagian isi ukuran font 12.

Gambar 1.1 Ukuran A5 pada buku panduan 14,8 cm

11 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori 1. Buku Panduan

Buku pelajaran dibedakan menjadi buku teks pelajaran dan buku non teks pelajaran. Menurut Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan Nomor 8 Tahun 2016 tentang buku yang digunakan oleh satuan pendidikan, buku teks pelajaran adalah sumber pembelajaran utama untuk mencapai kompetensi dasar dan kompetensi inti. Sedangkan, buku non teks pelajaran adalah buku pengayaan untuk mendukung proses pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan. Buku panduan merupakan jenis buku non teks pelajaran. Dalam penelitian ini, buku yang dikembangkan termasuk dalam kategori buku panduan.

Karts (Saleh dan Sujana, 2009: 80) mengatakan bahwa buku panduan adalah buku yang berisi berbagai macam informasi mengenai suatu masalah atau subjek. Buku panduan berisi informasi tentang kegiatan di komunitas dan materi ajar yang perlu dipahami oleh mentor. Sedangkan Peraturan menteri pendidikan nasional No 2/2008 menyatakan bahwa buku panduan (pendidikan) adalah buku yang memuat prinsip, prosedur, deskripsi, materi pokok, atau model pembelajaran yang digunakan oleh para pendidik.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik benang merah bahwa buku panduan adalah buku yang berisi berbagai macam informasi berupa materi pokok dan prosedur yang digunakan untuk mendukung proses pembelajaran oleh para pendidik.

Pada penelitian ini, peneliti ingin mengembangkan sebuah buku panduan menggunakan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 kelas II sekolah dasar. Buku panduan berisi empat permainan tradisional yang sudah dimodifikasi sesuai materi matematika kelas II SD oleh peneliti agar dapat digunakan pada pembelajaran matematika. Buku panduan juga berisi sejarah permainan tradisional, kompetensi dasar, indikator, alat dan bahan permainan, cara permainan, soal latihan, soal tantangan, dan kunci jawaban.

Buku panduan ini bertujuan untuk memberikan referensi pembelajaran bagi guru dan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik. a. Karakteristik Buku Panduan

Menurut Greene dan Petty (Utomo, 2008: 45) menyatakan bahwa ada sepuluh kriteria yang semestinya terdapat dalam buku teks, buku pelajaran, maupun buku panduan yang berkualitas. Sepuluh kriteria tersebut adalah sebagai berikut.

1) Harus menarik minat bagi yang mempergunakannya. 2) Harus mampu memotivasi bagi yang memakainya.

3) Harus memuat ilustrasi yang menarik hati bagi yang memanfaatkannya.

4) Harus mempertimbangkan aspek linguistik sesuai dengan kemampuan pemakainya.

5) Harus memiliki hubungan erat dengan pelajaran yang lainnya, lebih baik kalau dapat menunjang-nya dengan rencana sehingga semuanya menjadi suatu kebulatan atau terpadu.

6) Harus dapat menstimulasi dan merangsang aktivitas-aktivitas pribadi yang menggunakannya.

7) Harus dengan sadar dan tegas menghindari konsep-konsep yang samar-samar dan tidak biasa agar tidak sempat membingungkan yang memakainya.

8) Harus memiliki sudut pandang atau point of view yang jelas dan tegas sehingga pada akhirnya menjadi sudut pandang bagi pemakainya. 9) Harus mampu memberi pemantapan dan penekanan pada nilai-nilai

anak dan orang dewasa, dan

10) Harus mampu menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para pemakainya.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka dapat ditarik benang merah bahwa buku panduan berkualitas menurut Greene dan Petty adalah buku yang memuat sepuluh kriteria meliputi mampu menarik minat penggunanya, mampu memberi motivasi penggunanya, memuat ilustrasi yang menarik bagi penggunanya, mempertimbangkan aspek linguistik sesuai dengan kemampuan penggunanya, memiliki hubungan erat dengan pelajaran lainnya, mampu menstimulasi aktivitas pribadi bagi penggunanya, memiliki sudut pandang yang jelas dan tegas, dapat memberikan pemantapan dan penekanan nilai anak dan orang dewasa, serta mampu menghargai perbedaan pribadi penggunanya. Peneliti pun menggunakan sepuluh kriteria buku panduan menurut Greene dan Petty untuk mengembangkan produk buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 untuk kelas II sekolah dasar.

2. Belajar

Winkel (Susanto, 2013:4) mengatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas. Sepadan dengan pendapat ahli di atas, Siregar (2011:4) mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku yang relatif tetap yang disebabkan praktik atau pengalaman yang sampai dalam situasi tertentu. Sedangkan, Rusman (2017:1) menyatakan bahwa belajar merupakan proses melihat, mengamati, menalar, mencobakan, mengomunikasikan, dan memahami sesuatu.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas maka dapat ditarik benang merah bahwa belajar merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan baru sehingga terjadi suatu perubahan perilaku pada seseorang secara tetap. Proses belajar dapat ditingkatkan dengan bermain sehingga peneliti ingin mengembangkan buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 untuk kelas II Sekolah Dasar yang memiliki bertujuan untuk memberikan referensi pembelajaran bagi guru dan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik.

3. Bermain

Kurniati (2016: 4) mengatakan bahwa bermain merupakan cara alamiah anak menemukan lingkungan, orang lain, dan dirinya sendiri. Pada prinsipnya, bermain mengandung rasa senang dan lebih mementingkan proses daripada hasil akhir. Sepadan dengan pendapat ahli di atas, Hurlock (Mulyani, 2016: 24) mengatakan bahwa bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Dengan kata lain, bermain dilakukan secara suka rela tanpa adanya paksaan dari orang lain. Sepadan dengan pendapat Hurlock, (Kurniati, 2016: 5) mengatakan bahwa bermain adalah kegiatan yang terjadi secara alamiah pada anak, anak tidak perlu dipaksa untuk bermain.

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka peneliti dapat menarik benang merah, bahwa bermain adalah kegiatan yang dapat menimbulkan kesenangan tanpa harus mementingkan hasil akhir. Dengan kata lain, bermain merupakan kegiatan yang terjadi alamiah dan dilakukan tanpa adanya paksaan dari orang lain. Bermain mampu menunjang proses pembelajaran karena kegiatan tersebut menimbulkan kesenangan, menumbuhkan eksploratif, melatih pertumbuhan fisik serta imajinasi anak. Peneliti pun ingin mengembangkan buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 untuk kelas II Sekolah Dasar yang memiliki bertujuan untuk memberikan referensi pembelajaran bagi guru dan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta-didik.

a. Fungsi Bermain

Berikut fungsi bermain menurut Moeslichtoen (Mulyani, 2016: 29): 1) Mempertahankan keseimbangan.

2) Menghayati berbagai pengalaman yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari.

3) Mengantisipasi peran yang akan dijalani di masa yang akan datang. 4) Menyempurnakan keterampilan-keterampilan yang dipelajari.

5) Menyempurnakan keterampilan memecahkan masalah. 6) Meningkatkan keterampilan berhubungan dengan anak lain.

Berdasarkan pernyataan di atas, ada enam fungsi bermain yaitu mampu mempertahankan keseimbangan, menambah pengalaman dari kehidupan sehari-hari, belajar bermain peran, meningkatkan keterampilan-keterampilan, meningkatkan keterampilan memecahkan masalah, dan keterampilan sosial. Dari fungsi bermain yang telah dijelaskan di atas maka peneliti semakin terdorong untuk mengembangkan buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 untuk kelas II sekolah dasar.

4. Permainan Tradisional

Kurniati (2016: 3) mengatakan bahwa permainan tradisional merupakan suatu aktivitas permainan yang tumbuh dan berkembang di daerah tertentu, yang sarat dengan nilai-nilai budaya dan tata nilai kehidupan masyarakat dan diajarkan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sepadan dengan pendapat ahli di atas, Cooney (Kurniati, 2016: 3) mengatakan bahwa permainan tradisional terbentuk dari aktivitas yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan secara berkesinambungan dilakukan oleh kebanyakan orang. Kurniati (2016: 4) mengatakan bahwa permainan tradisional sarat dengan nilai-nilai budaya mengandung unsur rasa senang, dan hal ini akan membantu perkembangan anak ke arah lebih baik di kemudian hari. Direktorat Nilai Budaya (Kurniati, 2016: 4) mengatakan bahwa permainan rakyat tradisional selain dapat memupuk kesatuan dan persatuan juga dapat memupuk kerjasama, kebersamaan, kedisiplinan, dan kejujuran.

Berdasarkan teori di atas maka peneliti dapat menarik benang merah bahwa permainan tradisional merupakan permainan yang berkembang di daerah tertentu dan erat kaitannya dengan nilai-nilai budaya yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, selain dapat memupuk nilai budaya juga dapat memupuk kerjasama, kebersamaan, kedisiplinan, dan kejujuran. Peneliti ingin mengembangkan buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 kelas II sekolah dasar. Oleh karena itu, peneliti menggunakan permainan tradisional dalam buku panduan dan

dikaitkan dengan pembelajaran matematika. Buku panduan permainan tradisional dikembangkan dengan tujuan untuk menunjang pembelajaran matematika dan melestarikan kebudayaan daerah Jawa.

a. Kelebihan Permainan Tradisional

Kurniati (2016: 23) mengatakan bahwa terdapat beberapa kelebihan yang didapat dari aktivitas permainan tradisional. Kelebihan permainan tradisional akan diuraikan sebagai berikut :

1) Mampu mengembangkan keterampilan sosial anak yang diperoleh anak melalui proses bermain.

2) Mampu memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar bersaing dengan sehat untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

3) Mampu mengembangkan proses interaksi sosial salah satu interaksi sosial yang akan muncul adalah bercakap-cakap antar-pemain yang hal ini akan sangat membantu mengembangkan social skill, motoric skill, dan emotional skill.

4) Mampu meningkatkan proses kreativitas, serta kesanggupan merefleksikan pemikirannya dan menginterpretasi apa yang dipikirkan oleh orang lain.

5) Mampu merangsang berbagai aspek perkembangan anak.

6) Bahan-bahan yang digunakan adalah bahan yang mudah dan murah. 7) Mendidik anak untuk menghadapi masa depan. Sebab, terdapat

banyak nilai seperti nilai moral, etika, kejujuran, kemandirian, etos kerja, solidaritas sosial, dan sebagainya.

Berdasarkan pernyataan di atas, ada tujuh kelebihan dari permainan tradisional yaitu mampu mengembangkan keterampilan sosial anak, memberi kesempatan pada anak untuk bersaing mencapai tujuan, mengembangkan proses interaksi sosial, meningkatkan proses kreativitas, merangsang perkembangan anak, bahan yang digunakan mudah dibuat

dan murah, serta terdapat banyak nilai seperti nilai moral; etika kejujuran; kemandirian; etos kerja; dan sosial. Melalui kelebihan permainan tradisional yang telah dijelaskan di atas maka peneliti semakin terdorong untuk mengembangkan buku panduan permainan tradisional dalam pembelajaran matematika tema 5 untuk kelas II sekolah dasar.

b. Permainan Tradisional yang digunakan

Berikut ini adalah permainan tradisional yang digunakan dalam pembelajaran matematika kelas II Tema 5.

1) Permainan tradisional pasaran

a) Pengertian permainan tradisional pasaran

Sujarno (2013: 133) mengatakan bahwa pasaran adalah satu diantara banyak permainan tradisional yang ada di Kabupaten Semarang. Sejarah keberadaan permainan tradisional pasaran di masyarakat, tidak diketahui secara jelas. Sejak kapan permainan pasaran mulai ada dan siapa penciptanya, belum diketahui secara pasti. Namun, permainan ini mulai ada sejak manusia mengenal pasar yaitu adanya sistem jual beli di masyarakat Sujarno (2013: 134). Dalam permainan pasaran terdapat penjual dan pembeli yang akan bermain. Permainan ini tidak memiliki banyak aturan. Sebelum bermain, peserta harus melakukan "hompimpah" untuk menentukan peserta yang akan berperan sebagai penjual dan pembeli. Selain itu, peserta juga harus menentukan alat bayar yang digunakan dalam kegiatan jual-beli. Penjual mengumpulkan barang dagangan sedangkan pembeli menyiapkan uang untuk membeli barang. Setelah itu, penjual menawarkan barang dagangannya kepada pembeli, lalu pembeli berkeliling sambil mencari barang yang diinginkan dan menawarnya. Mayasari (2017, 345) dalam permainan pasaran beberapa anak menjadi penjual dan anak lainnya menjadi pembeli. Permainan ini menggunakan sayuran plastik, buah-buahan plastik, dan uang. Anak-anak bebas membeli

barang apapun yang diinginkan menggunakan uang dengan jumlah tertentu.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa permainan pasaran dimainkan dengan melakukan kegiatan jual-beli. Selain itu, permainan ini berasal dari Semarang, Jawa Tengah sehingga lebih dikenal di daerah Jawa. Pasaran memiliki manfaat bagi anak yaitu mampu meningkatkan keterampilan hidup sehari-hari. Peneliti pun terdorong untuk menggunakan permainan pasaran sebagai salah satu permainan yang dikembangkan dalam buku panduan. Permainan pasaran akan digunakan peneliti dalam pembelajaran matematika tema 5 subtema 1 tentang mengenal alat ukur baku satuan panjang beserta benda yang dapat diukur dengan alat ukur baku. Berikut langkah permainan tradisional beserta modifikasi permainan pasaran:

b) Langkah permainan tradisional pasaran

Berikut merupakan langkah permainan tradisional pasaran menurut Sujarno (2013: 136-137).

(1) Persiapan

Sebelum permainan pasaran dilaksanakan, anak-anak biasanya menyiapkan tempat dan alat yang akan dipergunakan untuk bermain, misalnya A, B, sebagai penjual mengumpulkan barang dagangan. Sedangkan P, Q, dan R sebagai pembeli mengumpulkan daun sebagai uang untuk membeli kebutuhan, t dan u sebagai anak. Setelah tempat mereka siapkan, selanjutnya mereka menyiapkan barang dagangan yang akan dijual. Barang-barang tersebut ditata sedemikian rupa sehingga menyerupai sebuah warung atau pasar. Setelah barang-barang itu selesai ditata, mereka yang mencari uang-uangan sebagai alat pembayaran.

(2) Aturan permainan

Dalam permainan pasaran tidak begitu banyak aturan yang harus ditaati, bahkan boleh dikata tidak ada peraturan yang khusus. Dalam permainan, ini anak yang lebih besar cenderung memilih menjadi penjual, sedang anak yang lebih kecil sebagai pembelinya. Kesepakatan dalam permainan itu biasanya terkait dengan ketentuan alat bayar, misalnya daun yang berwarna merah sebagai ratusan, warna hijau lima puluhan, kuning puluhan dan seterusnya.

(3) Pelaksanaan permainan

Setelah para penjual (A dan B) selesai mengumpulkan barang dagangan, mereka lalu menggelar dagangannya satu per satu dengan cara meniru apa yang dilihatnya di pasar pada saat ikut ibunya pergi belanja. Ketika dagangan sudah siap, penjual lalu menawarkannya kepada para pembeli. Mendengar pasar sudah ramai oleh pedagang, para pembeli pun P, Q, dan R) bersiap untuk pergi ke pasar. Mereka berangkat sambil menggandeng atau menggendong anaknya. Sesampainya di pasar para pembeli segera memilih barang yang dibutuhkan. Mereka menawar barang-barang yang diinginkan. Jika sudah ada kesepakatan, barang itu pun kemudian di bungkus oleh si penjual. Para pembeli terus berputar-putar di pasar sambil mencari barang yang belum dibeli. Setelah dianggap cukup, mereka kembali ke rumah. Di rumah mereka memasak apa yang telah dibeli, untuk kebutuhan makan keluarganya. Begitu permainan pasaran terus berlangsung sampai anak-anak merasa bosan dan membubarkan diri.

2) Permainan tradisional Sunda manda/Engklek

a) Pengertian permainan tradisional Sunda manda/engklek

Sujarno (2013: 49) mengatakan bahwa Sunda manda adalah permainan yang tidak hanya membutuhkan ketangkasan, tetapi juga kelincahan, keseimbangan, dan kejelian. Jenis permainan ini tidak hanya terdapat di daerah Semarang, tetapi juga di daerah-daerahnya lainnya. Di daerah Yogyakarta, permainan ini disebut engklek. Smpuck (Mulayani, 2016: 112) mengatakan bahwa permainan engklek berasal dari Hindustan. Permainan ini menyebar pada jaman kolonial Belanda dengan latar belakang cerita perebutan petak sawah. Permainan Sunda Manda berasal dari bahasa Belanda, yaitu Zondag dan Maandag. Zondag berarti "Minggu" dan Maandag berarti "Senin". Orang Jawa melafalkan nya menjadi "Sunda Manda". Alat yang digunakan dalam permainan engklek adalah pecahan genting yang akan digunakan sebagai gacu. Selain gacu, permainan ini membutuhkan sarana berupa lapangan. Lapangan permainan sunda manda berbentuk menyerupai tangga dala posisi horisontal (mendatar). Sebelum permainan dilakukan maka langkah pertama adalah menentukan peserta yang akan bermain terlebih dahulu dengan melakukan pingsut atau hompimpah. Setiap pemain memiliki gacu yang akan dilemparkan ke kotak lapangan permainan engklek. Pertama gacu dilemparkan ke kotak yang pertama, lalu pemain harus melewati kotak pertama dengan melompat menggunakan satu kaki. Pemain harus bolak-balik melewati semua kotak dengan syarat kaki tidak boleh menginjak di luar garis kotak. Apablia hal tersebut terjadi maka pemain tidak dapat memindahkan gacu ke kotak berikutnya. Sehingga pemain yang gagal harus menunggu giliran berikutnya setelah pemain berikutnya mampu menyelesaikan permainan. Pemain yang lebih dahulu berhasil melewati kotak tanpa terjatuh maka dinyatakan menang.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menarik benang merah bahwa permainan sunda manda(engklek) dimainkan di sebuah arena yang terbentuk dari beberapa kotak kemudian pemain memegang gacu untuk diletakkan pada salah satu kotak dengan melompat menggunakan satu kaki. Di Semarang permainan ini disebut sunda manda sementara di Yogyakarta permainan ini disebut engklek sehingga lebih dikenal di daerah Jawa. Sunda manda(engklek) memiliki manfaat bagi anak yaitu mampu melatih ketangkasan, kelincahan, keseimbangan, dan kejelian. Peneliti pun terdorong untuk menggunakan permainan sunda manda (engklek) sebagai salah satu permainan yang dikembangkan dalam buku panduan. Permainan Sunda manda/engklek akan digunakan peneliti dalam pembelajaran matematika tema 5 subtema 2 tentang mengubah satuan panjang. Berikut langkah permainan tradisional beserta modifikasi permainan sunda manda (engklek):

b) Langkah permainan tradisional sunda manda/engklek

Berikut merupakan langkah permainan tradisional sunda manda/engklek menurut Mulyani (2016:111)

(1) Gambar bidang engklek. Bidang ini banyak variasi.

(2) Anak melakukan hompimpah untuk menentukan urutan siapa yang jalan terlebih dahulu.

(3) Untuk dapat bermain, setiap anak harus mempunyai kereweng atau gacuk yang biasanya berupa pecahan genting.

(4) Anak harus melompat dengan menggunakan satu kaki di setiap kotak-kotak/petak-petak bidang yang telah digambarkan sebelumnya di tanah.

(5) Gacuk dilempar ke salah satu petak yang tergambar di tanah, petak dengan gacuk yang sudah berada di atasnya tidak boleh diinjak/ditempati oleh setiap pemain. Jadi, para pemain harus

melompat ke petak berikutnya dengan satu kaki mengelilingi petak-petak yang ada.

(6) Pemain tidak diperbolehkan untuk melempar gacuk melebihi kotak atau petak yang telah disediakan. Jika ada pemain yang melakukan kesalahan tersebut maka pemain akan dinyatakan gugur dan diganti dengan pemain selanjutnya.

(7) Pemain yang menyelesaikan satu putaran sampai di puncak gunung, mengambil gacuk dengan membelakangi gunung, menutup mata, dan tidak boleh menyentuh garis. Apabila pemain tersebut menyentuh garis/terjatuh saat mengambil gacuknya maka ia harus digantikan pemain selanjutnya.

(8) Apabila pemain berhasil mengambil gacuk di gunung, maka ia harus melemparkannya keluar dari bidang engklek. Kemudian pemain tersebut engklek sesuai dengan kotak dan diakhiri dengan berpijak pada gacuk yang dilemparkan tadi.

(9) Jika berhasil, pemain lanjut ke tahap mencari "sawah" dengan cara menjagling gacuk dengan telapak tangan bolak-balik sebanyak 5 kali tanpa terjatuh. Hal ini dilakukan dalam posisi berjongkok membelakangi bidang engklek dan berada di tempat jatuhnya kereweng yang tadi dilempar. Setelah berhasil menjagling sebanyak 5 kali, pemain masih dalam posisi yang sama melemparkan ke bidang engklek, apabila tepat pada salah satu bidang maka bidang tersebut menjadi sawah pemain. Apabila gagal, pemain mengulangi kembali dari gunung.

(10) Pemain yang memiliki sawah paling banyak adalah pemenangnya.

3) Dor-doran

a) Pengertian permainan tradisional dor-doran

Sujarno (2013: 72) mengatakan bahwa dor-doran merupakan permainan tradisional yang sudah lama dikenal di kalangan masyarakat, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Permainan dor-doran mulai dikenal setelah masyarakat mengenal jenis senjata api (senapan) saat masyarakat masih menggunakan senjata perang tradisional seperti, keris, tombak dan panah. Hal ini dapat diketahui

Dokumen terkait