• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan Alur Laut Kepulauan Indonesia A.ALKI Timur-Barat

HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA KEPULAUAN TERHADAP PENGAMANAN ALUR LAUT KEPULAUAN BERDASARKAN UNCLOS

II.2 Hak dan Kewajiban Negara Kepulauan Terhadap Pengamanan Alur Laut Kepulauan Berdasarkan UNCLOS 1982 Dan Implementasinya

II.2.2. Permasalahan Alur Laut Kepulauan Indonesia A.ALKI Timur-Barat

Walaupun Indonesia bersama-sama dengan IMO telah menetapkan tiga ALKI yang terbentang dari Utara ke Selatan wilayah Indonesia dan mendasarkan penetapan tersebut pada jalur-jalur yang digunakan untuk pelayaran internasional, namun demikian masih terdapat negara-negara, khususnya negara-negara maritim besar seperti Amerika Serikat, Australia dan Inggris yang tidak puas dengan penetapan ketiga ALKI tersebut dan menghendaki ditetapkannya satu lagi ALKI, yaitu yang menghubungkan jalur Timur-Barat Indonesia dari Laut Jawa kearah Flores.

Negara-negara tersebut beralasan bahwa alur laut yang

mereka kehendaki, yakni yang melintasi Laut Jawa

menghubungkan ALKI I dan II, sejak dahulu merupakan alur laut internasional. Sebenarnya, Laut Jawa merupakan perairan dangkal, namun hal ini tidak menjadi masalah bagi mereka karena yang menjadi tujuan mereka sejatinya adalah kebebasan menggunakan ruang udara diatasnya. Apabila hal ini terjadi, maka yang akan menikmati kebebasan melintasi alur laut dan udara atas wilayah tersebut bukan hanya Amerika Serikat dan Australia saja, tapi juga negara manapun.146

Alasan-alasan yang kita berikan pada negara-negara maritim besar untuk meyakinkan mereka pada saat itu terdiri dari tiga alasan utama dimana delegasi Indonesai berusaha untuk sebisa mungkin mencari alasan yang secara langsung menyangkut kepentingan negara-negara maritim besar, terutamanya dikaitkan dengan permasalahan lingkungan dan safety of navigation yaitu antara lain: Laut Jawa yang merupakan salah satu jalur utama ALKI Timur-Barat merupakan perairan dangkal yang dapat membahayakan kapal-kapal besar yang lewat disana; Terdapat

banyak daerah-daerah konservasi lingkungan hidup di daerah sekitar laut Jawa, seperti di Kepulauan Karimun, dll; Dan cukup banyak nelayan-nelayan Indonesia yang mengambil ikan di Laut Jawa sehingga dikhawatirkan dengan banyaknya kapal-kapal besar yang melintas di sana akan mengganggu aktivitas nelayan tersebut.147

Namun demikian, terhadap alasan-alasan ini, Amerika Serikat selaku negara maritim yang paling gencar menyuarakan ditetapkannya ALKI Timur-Barat tidak sependapat. Amerika Serikat berpendapat bahwa berdasarkan ketentuan pasal 54 ayat (4) UNCLOS 1982 maka penetapan alur laut kepulauan haruslah mencakup seluruh normal routes used as routes for international navigation tanpa kecuali. Adapun mengenai alasan-alasan seperti adanya kegiatan penangkapan ikan di wilayah tersebut, permasalahan lingkungan hidup, dan keamanan negara kepulauan tidak dapat dijadikan dasar untuk mengabaikan kewajiban negara kepulauan untuk menetapakan seluruh normal routes used as routes for international navigation sebagai alur laut kepulauan.148

Selain hal tersebut diatas, perbedaan sikap yang diberikan oleh Amerika Serikat juga nampak dalam interpretasi atas status "All Normal Passage Routes Used as Routes for International Navigation or Overflight" yang belum ditetapkan oleh negara kepulauan sebagai alur laut kepulauan. Amerika Serikat berpandangan bahwa, berdasarkan pasal 53 ayat (4) dan (12) UNCLOS 1982, walaupun negara kepulauan telah menetapkan sebagian alur-alur laut yang biasa digunakan bagi pelayaran internasional sebagai alur laut kepulauan, namun bila tidak semuanya ditetapkan, maka terhadap alur-alur laut yang belum

147 Berdasarkan wawancara penulis dengan Kolonel Drs. Rusdi Ridwan, Dipl. Cart, Menkopolhukam, Jakarta, 12 Juni 2009.

148 J. Peter A. Bernhardt, “The Rights of Archipelagic Sea Lane Passage, A Primer”,

ditetapkan tersebut tetap berlaku hak lintas alur laut kepulauan.149 Interpretasi ini bertentangan dengan pandangan Indonesia yang dituangkan dalam pasal 3 ayat (1) dan (2) PP No. 37 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa Hak Lintas Alur Laut Kepulauan hanya dapat dilakukan pada alur-alur yang telah ditetapkan.150

Sampai saat ini, keinginan negara-negara maritim tersebut belum dapat dipenuhi oleh Indonesia berdasarkan berbagai pertimbangan kepentingan nasional Indonesia yang lebih besar, terutamanya pertahanan dan keamanan. Mengingat, dengan bertambahnya satu lagi alur laut di kawasan tersebut, akan menambah beban pengawasan dan pengamanan Indonesia terhadap kapal-kapal asing yang melintasi wilayah tersebut guna mencegah adanya penyalahgunaan dari pihak-pihak tertentu yang melintasinya. Khususnya dikarenakan diperkirakan kapal-kapal yang lewat di jalur ALKI Timur-Barat kebanyakan adalah kapal-kapal perang negara-negara meritim besar. Sementara pada saat ini, kekuatan pertahanan dan keamanan Indonesia, baik armada TNI-AL maupun kekuatan udara TNI-AU belum memiliki kapabilitas yang memadai untuk mengemban beban tugas tersebut,

149

William L . Schachte, Jr., “International Straits and Navigational Freedoms”, (Remarks prepared for presentation to the26th Law of the Sea Institute Annual Conference, Genoa, Italy, June 22-26, 1992), hal. 25, dimana dinyatakan bahwa: if an archipelagic State designates

only a percentageof its sea lanes and air routes, this does not mean that onlythose so designated may be used; on the contrary, the othernormal sea lanes and air routes will still be subject to the exercise of archipelagic sea lanes passage even if they are neverso designated.

150Indonesia (iii), Peraturan Pemerintah Tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing Dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kapeulauan Pada Alur Laut Yang Ditetapkan, PP No. 37 Tahun 2002, op. cit., Pasal 3ayat (1) menyatakan: “Pelaksanaan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan melalui alur laut atau melalui udara di atas alur laut yang ditetapkan sebagai alur laut kepulauan yang dapat digunakan untuk pelaksanaan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tersebut sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 11”; sementara ayat (2) menyatakan: “Pelaksanaan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini di bagian-bagian lain Perairan Indonesia dapat dilaksanakan setelah di bagian-bagian lain tersebut ditetapkan alur laut kepulauan yang dapat digunakan untuk pelaksanaan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tersebut.” Dari rumusan kedua pasal ini kita dapat melihat bahwa Hak Lintas Alur Laut Kepulauan hanya dapat dilaksanakan pada alur-alur yang telah ditetapkan.

terutamanya dari segi kuantitas karena belum terpenuhinya minimum essential force.151