• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan Pembangunan Daerah

BAB III ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

3.1 Permasalahan Pembangunan Daerah

(RPJPD) KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2005-2025

5 Bab IV VISI DAN MISI DAERAH

4.1 Visi Kabupaten Pidie Jaya 4.2. Misi Kabupaten Pidie Jaya

Bab V ARAK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PAANJANG DAERAH

5.1 Sasaran pokok dan arah kebijakan pembangunan jangka panjang daerah untuk masing-masing misi

5.2 Tahapan dan Prioritas

5.2.1 Periode RPJP 5 Tahun Pertama 2005-2010 5.2.2 Periode RPJP 5 Tahun Kedua 2010-2015

5.2.3 Periode RPJP 5 Tahun Ketiga Tahun 2015-2020 5.2.4 Periode RPJP 5 Tahun Keempat 2020-2025 Bab VI KAIDAH PELAKSANAAN

6.1 Pelaksanaan

6.2 Organisasi Pelaksana 6.3 Monitoring dan Evaluasi

6.4 Bagian dan Mekanisme Pengawasan

1.5 Maksud dan Tujuan 1.5.1 Maksud

Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2005 - 2025, disusun dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Pidie Jaya dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan daerah sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati bersama

1.5.2 Tujuan

Tujuan penyusunan perencanaan pembangunan jangka panjang daerah didasarkan pada karakteristik Kabupaten Pidie Jaya, sinergis, koordinatif dan sustainable dalam pelaksanaan serta terarah menuju Masyarakat Kabupaten Pidie Jaya yang diinginkan selama 20 tahun ke depan adalah :

1. Menjadi acuan resmi bagi seluruh jajaran pemerintah kabupaten Pidie Jaya, DPRK Pidie Jaya, dunia usaha, dan elemen masyarakat dalam menentukan prioritas program dan kegiatan tahunan yang akan dituangkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Pidie Jaya.

(RPJPD) KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2005-2025

6 2. Menjadi pedoman berwawasan jangka panjang bagi seluruh pemangku kepentingan dalam menentukan arah kebijakan pembangunan yang sesuai potensi dan kondisi riil serta proyeksinya pada masa yang akan datang.

3. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antar SKPK, antar pemerintahan, antar ruang, antar waktu, dan antar fungsi pemerintahan

4. Menjawab tantangan dan isu-isu strategis pembangunan daerah yang diperkirakan akan menghambat pelaksanaan good governance dan pembangunan daerah yang berkelanjutan.

5. Mewujudkan kehidupan yang demokratis, transparan, partisipatif, akuntabel, berkeadilan sosial, melindungi hak asasi manusia, tidak dikriminatif, dan memberi perhatian kepada

1

BAB II

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

Gambaran umum kondisi daerah menjelaskan kondisi geografis, perkembangan pembangunan Kabupaten Pidie Jaya di berbagai bidang kehidupan masyarakat, yang meliputi bidang sosial budaya dan kehidupan beragama, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), hukum dan aparatur, pembangunan wilayah dan tata ruang, penyediaan sarana dan prasarana, serta pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup. Pembangunan Kabupaten Pidie Jaya selain menunjukkan berbagai kemajuan yang telah dicapai, ternyata juga cukup banyak tantangan atau masalah yang belum sepenuhnya terselesaikan. Karenanya, masih diperlukan upaya untuk mengatasinya dalam pembangunan daerah 20 tahun ke depan.

2.1 Kondisi Geografi dan Demografi 2.1.1 Kondisi Geografi

Kabupaten Pidie Jaya terletak di 140 km arah tenggara ibu kota Provinsi Aceh, berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Bakosurtanal, luas wilayah 1.162,84 km2 yang terdiri dari luas wilayah darat 952,0 km2 dan luas wilayah laut 210,84 km2. Secara geografis Kabupaten Pidie Jaya terletak di 04,910 0 – 05,300 0 Lintang Utara dan 96,020 0 – 96,360 0 Bujur Timur.

Batas wilayah Kabupaten Pidie Jaya dapat dirinci sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Selat Malaka

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bireuen,

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pidie (kecamatan Tangse, kecamatan Geumpang, dan kecamatan Mane),

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pidie (kecamatan Geuleumpang Tiga, kecamatan Geuleumpang Baro, dan kecamatan Keumbang Tanjong).

2.1.2 Kondisi Topografi

Kondisi topografi kabupaten Pidie Jaya relatif tidak datar dengan ketinggian bervariasi antara 0 – 8 mdpl (meter diatas permukaan laut) hingga >1500 mdpl. Luas dataran dengan ketinggian 0 – 8 mdpl 28,53% dari luas keseluruhan kabupaten, sedangkan sisanya berada di daerah selatan mempunyai kontur ketinggian permukaan tanah yang sangat variatif atau perbukitan dengan tingkat kemiringan lereng antara 25 – 40%.

2

Kemiringan lereng dan garis kontur merupakan kondisi fisik topografi suatu wilayah yang sangat berpengaruh dalam kesesuaian lahan dan banyak mempengaruhi penataan lingkungan alami. Untuk kawasan terbangun, kondisi topografi berpengaruh terhadap terjadinya longsor dan terhadap konstruksi bangunan.

Kemiringan lerengmerupakan faktor utama yang menentukan suatu daerah apakah layak untuk dibudidayakan atau tidak. Penggunaan lahan untuk kawasan fungsional seperti persawahan, ladang dan kawasan terbangun membutuhkan lahan dengan kemiringan di bawah 15%, sedangkan lahan dengan kemiringan di atas 40% akan sangat sesuai untuk penggunaan perkebunan, pertanian tanaman keras dan hutan.

Kemiringan lahan dikelompokkan kedalam 5 lereng yaitu:

Kemiringan lereng 0 – 8 % (kelerengan tingkat I). Lahan dengan kemiringan seperti ini dapat digunakan secara intensif dengan pengelolaan yang kecil. Kemiringan lereng 8 – 15 % (kelerengan tingkat II/landai). Lahan dengan

kemiringan lereng seperti ini dapat digunakan untuk kegiatan pemukiman dan pertanian, tetapi bila terjadi kesalahan dalam pengelolaan masih mungkin terjadi erosi.

Kemiringan lereng 15 – 25 % (kelerengan tingkat III/agak curam) kemungkinan terjadi erossi lebih besar.

Kemiringan lereng 25 – 45 % (kelerengan tingkat IV/curam), jika tumbuhan menutupi permukiman lahan ditebang, maka lereng akan mudah tererosi. Kemiringan lereng 45 % (kelerengan tingkat V/sangat curam), kelerengan

yang sangat peka terhadap erosi, kegiatan harus bersifat nonbudidaya. Apabila terjadi penebangan hutan, akan membawa pengaruh yang besar terhadap lingkungan yang lebih luas.

Gambaran kondisi kelerangan Kabupaten Pidie Jaya bisa dilihat melalui Table 2.1 Berikut ini.

Tabel 2.1

Kondisi Kelerengan Kabupaten Pidie Jaya

No Kecamatan Lereng Kelas

(0 – 3)% (4 – 8)% (9 – 15)% (16 - 25)% (26 - 40)% >40% 1 Bandar Baru 22.36 29.24 16.63 12.23 9.28 10.26 2 Panteraja 44.01 46.41 9.58 3 Trienggadeng 44.01 46.41 9.58 4 Meureudu 4.82 10.39 11.12 2.20 40.74 30.74 5 Meurah Dua 4.82 10.39 11.12 2.20 40.74 30.74

3

6 Ulim 59.02 19.44 12.55 3.39 2.58 3.01

7 Jangka Buya

8 Bandar Dua 8.34 7.88 4.05 5.71 11.56 54.46 Sumber : Atlas Pengembangan Kakao Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2010

2.1.3 Kondisi Klimatologi

Kondisi rata-rata curah hujan di Kabupaten Pidie Jaya mencapai 1.708 mm/tahun dengan rata-rata hujan 98 hari/tahun, bulan kering (curah hujan 60 mm) rata-rata 1,7 bulan per tahun dan bulan basah (curah hujan 90 mm.bln) rata-rata 6.8 bulan per tahun. Berdasarkan jumlah bulan kering dan bulan basah maka tipe curah hujan di Kabupaten Pidie Jaya adalah tipe A sesuai rumus Schmidt dan Ferguson. Temperatur berkisar dari suhu minimum 19 °C – 22 °C sampai dengan suhu maksimum 30 °C – 35 °C.

Menurut Atlas Curah Hujan Bakosurtanal, Kabupaten Pidie Jaya dibagi menjadi 4 kawasan curah hujan, yaitu :

a. Wilayah pantai utara mempunyai curah hujan 1.500 mm/tahun;

b. Wilayah daratan rendah dengan ketinggian 50 – 100 mdpl bercurah hujan 1.500 – 2.000 mm/tahun;

c. Wilayah dataran rendah dengan ketinggian 100 – 200 mdpl bercurah hujan 2.000 – 2.500 mm/tahun;

d. Wilayah dataran tinggi dengan ketinggian >400 mdpl bercurah hujan 2.500 – 3.000 mm/tahun.

2.1.4 Kondisi Geologi

Jenis Geologi yang menyusun wilayah Pidie Jaya terdiri dari batuan sedimen kuarter dan tersier yang berada di bagian utara Pidie Jaya serta batuan sedimen pra tersier yang umumnya berada di bagian selatan Pidie Jaya. Susunan formasi batuan dan endapan yang menyusun wilayah Pidie Jaya terdiri dari aluvium, campuran estuarin dan marin yang masih muda, aluvium sungai muda, gambut yang berada di bagian tengah Pidie Jaya (di sepanjang jalan arteri), aluvium, endapan laut yang muda (pasir-pasir pantai, kerikil) yang berada di bagian utara Pidie Jaya serta formasi batuan basalt, andesit, tefra berbutir halus dan tefra berbutir kasar yang berada di bagian selatan Pidie Jaya

Jenis tanah yang terdapat di Pidie Jaya sangat beragam. Sebagian besar merupakan jenis tanah kambisol yang bercampur dengan jenis tanah lainnya, seperti gleisol, regosol, andosol, aluvial dan podsolik.

Tanah Gleisol, yang terdiri atas Gleisol Eutrin, Gleisol Fleirik, dan Gleisol Halik

4

unsur besi (fe). Umumnya dijumpai pada dataran datar. Umumnya dijumpai pada tanah datar. Jenis tanah ini dapat ditemukan di Kecamatan Meureudu dan Trienggadeng.

Tanah Alluvial, merupakan jenis tanah timbunan sehingga belum mempunyai

perkembangan horizon lebih lanjut. Lapisan atasnya masih selalu mendapat bahan tambahan yang kadang-kadang mengandung zat organik. Di Kabupaten Pidie Jaya, jenis tanah ini dapat ditemukan di Kecamatan Trienggadeng, Panteraja dan Bandar Baru.

Tanah Regosol, merupakan tanah yang terdiri dari lapisan gambut (bahan organik)

di atas tanah mineral yang mengalami gleisasi. Ditemukan di daerah rawa-rawa yang terus menerus tergenang atau daerah yang lebih tinggi yang drainasenya sangat buruk dengan curah hujan yang tinggi. Jenis tanah ini dapat ditemukan di Kecamatan Meureudu.

Tanah Podsolik, berwarna merah sampai kuning dengan perkembangan yang

sedang dan kesuburan yang rendah. Jenis tanah ini umumnya ditemukan pada wilayah yang mempunyai ketinggian 50-1.000 meter dari permukaan laut. Jenis tanah ini ditemukan di seluruh kecamatan dalam Kabupaten Pidie Jaya.

Tanah Latosol, adalah tanah yang mempunyai distribusi kadar liat yang tinggi

dengan tingkat kelapukan yang telah lanjut. Stabilitas agregat adalah tinggi dengan tanah warna merah , coklat kemerahan, coklat kekuningan atau kuning. Tanah ini banyak ditemukan pada tanah yang mempunyai ketinggian 0 – 900 meter di atas permukaan laut. Jenis tanah ini terdapat pada Kecamatan Meureudu dan Trienggadeng.

Tanah Komplek Podsolik Merah Kuning dan Litosol, merupakan gabungan dari

sifat-sifat tanah di atas. Jenis tanah ini dijumpai di wilayah tengah sampai pegunungan, seperti di Kecamatan Bandar Baru, Meuredu dan Bandar Dua.

Tanah Komplek Rendzina dan Litosol, merupakan jenis tanah gabungan antara

jenis tanah rendzina dan litosol. Tanah Rendzina merupakan tanah yang mempunyai horizon permukaan mollik dan dibawahnya langsung berupa batu kapur. Sedangkan jenis tanah litosol adalah tanah dangkal yang berada di atas batu keras sampai dengan kedalaman 20 cm dari permukaan tanah serta belum ada perkembangan profil lebih lanjut akibat pengaruh erosi yang kuat. Jenis tanah komplek rendzina dan litosol ini ditemukan di kecamatan Bandar Baru walaupun dalam luasan yang relatif kecil.

2.1.5 Kondisi Hidrologi

Kabupaten Pidie Jaya mempunyai area konservasi air yang cukup luas yaitu di area hutan lindung atau hutan produksi yang berada pada sisi barat yaitu deretan pengunungan Bukit Barisan. Areal pertanian tanaman pangan atau persawahan ada di lembah atau bagian timur yang bertopografi datar. Area perkebunan ada di perbukitan baik di dataran rendah maupun dataran tinggi, oleh karena itu fungsi hutan sebagai penyangga sumber daya alam

5

dan sumber daya air bagi wilayah permukiman dan pertanian mempunyai arti yang sangat penting. Secara Geografis, potensi Sumber Daya Air di Kabupaten Pidie Jaya, sangat dimungkinkan untuk membangun satu unit Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), dan Tower air bersih untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat perkotaan/pedesaan, perumahan, perkantoran, dan zona Industri dalam kurun waktu 5 s.d 20 tahun ke depan.

Pemanfaatan lahan dataran lereng pegunungan dan dataran tinggi untuk tanaman perkebunan yang mempunyai arti penting karena selain penghasil bahan industri atau bahan ekspor juga berperan dalam hidrologi wilayah. Sungai besar maupun kecil yang mengarah ke timur, mata airnya ada di areal hutang lindung.

Adapun sungai-sungai yang berada di wilayah Kabupaten Pidie Jaya adalah sungai Krueng Kalla di Kecamatan Bandar Baru perbatasan dengan Kabupaten Pidie, sungai Krueng Cubo berada di Kecamatan Panteraja dan Kecamatan Trienggadeng, Krueng Beuracan yang membelah Kecamatan Trienggadeng dan Meureudu, Krueng Meureudu yang membelah Kecamatan Meureudu dengan Kecamatan Meurah Dua, Krueng Ulim yang melintas Kecamatan Ulim dan Krueng Jeulanga yang melintas Kecamatan Bandar Dua dan Jangka Buya.

Air permukaan yang terdapat di wilayah kota Meureudu adalah sungai Krueng Beuracan dan sungai Krueng Meureudu. Sungai Krueng Meureudu ini mempunyai panjang 45 Km, dengan luas DAS 3.770 Km2. Dewasa ini penggunaan badan air tersebut hanya terbatas untuk menampung dan mengalirkan aliran drainase. Sejalan dengan rencana penerapan sempadan sungai dan perlakuan yang baik terhadap sungai diharapkan kualitas air sungai dapat diperbaiki.

Daerah irigasi Pidie Jaya terbagi menjadi 4 lokasi: 1) Daerah Ulim seluas 115 ha; 2) Beuracan seluas 813 ha; 3) Meureudu dengan luas 1729 ha; dan 4) Cubo-Trienggadeng seluas 1.546 ha. Irigasi ini di kategorikan tipe A1 tipe B. Sistem jaringan irigasi di Kabupaten Pidie Jaya yaitu berasal dari 5 aliran sungai besar yang masih alami, dan di daerah ini terdapat sebuah bangunan bendungan irigasi tepatnya di daerah Beuracan yang masih perlu untuk dikembangkan agar mampu mengairi seluruh daerah pertanian di wilayah Kabupaten Pidie Jaya guna terwujudnya percepatan pertumbuhan ekonomi daerah.

Pemanfaatan daerah irigasi meliputi:

1. Daerah Irigasi lintas kabupaten kewenangan provinsi meliputi:

a)

Daerah Irigasi Cubo/Trienggadeng seluas kurang lebih seribu sembilan ratus sembilan (1.909) hektar;

b)

Daerah Irigasi Samalanga seluas kurang lebih dua ribu seratus empat belas (2.114) hektar;

6

2. Daerah irigasi kewenangan provinsi di kabupaten berupa Daerah Irigasi Meureudu seluas kurang lebih 1.729 (seribu tujuh ratus dua puluh sembilan) hektar

3. Daerah irigasi di Kabupaten meliputi:

a)

Daerah Irigasi Alue Demam seluas kurang lebih 70 (tujuh puluh) hektar;

b)

Daerah Irigasi Alue Sane seluas kurang lebih 200 (dua ratus) hektar;

c)

Daerah Irigasi Beuracan seluas kurang lebih 863 (delapan ratus enam puluh tiga) hektar;

d)

Daerah Irigasi Blang Beurasan seluas kurang lebih 125 (seratus dua puluh lima) hektar;

e)

Daerah Irigasi Blang Geulumpang seluas kurang lebih 60 (enam puluh) hektar;

f)

Daerah Irigasi Drien Bungong seluas kurang lebih 200 (dua ratus) hektar;

g)

Daerah Irigasi Keumba seluas kurang lebih 125 (seratus dua puluh lima) hektar;

h)

Daerah Irigasi Kiran seluas kurang lebih 200 (dua ratus) hektar;

i)

Daerah Irigasi Kuta Krueng seluas kurang 300 (lebih tiga ratus) hektar;

j)

Daerah Irigasi Paya Trieng seluas kurang lebih 80 (delapan puluh) hektar;

k)

Daerah Irigasi Lhok Pisang seluas kurang lebih 28 (dua puluh delapan) hektar;

l)

Daerah Irigasi Paya Reulet seluas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar;

m)

Daerah Irigasi Alue Drien seluas kurang lebih 50 (lima puluh) hektar;

n)

Daerah Irigasi Muka Blang seluas kurang lebih 10 (sepuluh) hektar;

o)

Daerah Irigasi Lhok Puuk seluas kurang lebih 10 (sepuluh) hektar;

p)

Daerah Irigasi Pante Breuh seluas kurang lebih 125 (seratus dua puluh lima) hektar;

q)

Daerah Irigasi Tgk. Chik Disintheu seluas kurang lebih 233 (dua ratus tiga puluh tiga) hektar;

r)

Daerah Irigasi Uten Pantang seluas kurang lebih 50 (lima puluh) hektar;

s)

Daerah Irigasi Lhok Ugop seluas kurang lebih 150 (seratus lima puluh) hektar;

t)

Daerah Irigasi Lueng Paya seluas kurang lebih 100 (seratus) hektar;

u)

Daerah Irigasi Lueng Paloh seluas kurang lebih 200 (dua ratus) hektar;

7

w)

Daerah Irigasi Pulo Perlak seluas kurang lebih 70 (tujuh puluh) hektar;

x)

Daerah Irigasi Palong seluas kurang lebih 50 (lima puluh) hektar;

y)

Daerah Irigasi Uten Bayu seluas kurang lebih 103 (seratus tiga) hektar;

z)

Daerah Irigasi Meugit seluas kurang lebih 80 (delapan puluh) hektar;

aa)

Daerah Irigasi Ulee Glee seluas kurang lebih 596 (lima ratus sembilan puluh enam) hektar;

bb)

Daerah Irigasi Lhok Sandeng seluas kurang lebih 252 (dua ratus lima puluh dua) hektar;

cc)

Daerah Irigasi Blang Beudarah seluas kurang lebih 50 (lima puluh) hektar;

dd)

Daerah Irigasi Blang Lubok seluas kurang lebih 44 (empat puluh empat) hektar;

ee)

Daerah Irigasi Ulim seluas kurang lebih 324 (tiga ratus dua puluh empat) hektar;

ff)

Daerah Irigasi Panton Kulat seluas kurang lebih 10 (sepuluh) hektar;

gg)

Daerah Irigasi Panton Pupu seluas kurang lebih 10 (sepuluh) hektar;

hh)

Daerah Irigasi Teurace seluas kurang lebih 12 (dua belas) hektar;

ii)

Daerah Irigasi Panton Limeng seluas kurang lebih 10 (sepuluh) hektar;

jj)

Daerah Irigasi Paya Cirieh seluas kurang lebih 65 (enam puluh lima) hektar;

kk)

Daerah Irigasi Waduk Alue seluas kurang lebih 80 (delapan puluh) hektar;

ll)

Daerah Irigasi Tgk. Leman seluas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar;

mm)

Daerah Irigasi Waduk Baro seluas kurang lebih 25 (dua puluh lima) hektar;

nn)

Daerah Irigasi Waduk Weu seluas kurang lebih 25 (dua puluh lima) hektar;

oo)

Daerah Irigasi Paya Baru seluas kurang lebih 25 (dua puluh lima) hektar;

pp)

Daerah Irigasi Teupin Raya KR seluas kurang lebih 350 (tiga ratus lima puluh) hektar;

qq)

Daerah Irigasi Teupin Raya KN seluas kurang lebih 450 (empat ratus lima puluh) hektar;

8

Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok penduduk dalam melangsungkan kegiatan sehari-hari, sehingga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat/penduduk di Kabupaten Pidie Jaya harus dengan kapasitas yang optimum. Ketersediaan Air bersih sangat tergantung pada sumber air yang dapat di olah dan dimanfaatkan.

Sistem distribusi dalam pengadaan air bersih di Kabupaten Pidie Jaya masih mengikuti pola lama yaitu pada saat masih dalam bagian wilayah Kabupaten Pidie, didistribusikan dengan 2 cara yaitu: melalui jaringan sistem perpipaan PDAM, dan sistem non perpipaan (swadaya masyarakat).

Kondisi sekarang ini, pusat pelayanan PDAM di Kabupaten Pidie Jaya terdapat di beberapa tempat yaitu: Meureudu, Panteraja, Ulim, dan PDAM Pidie. Sedangkan untuk daerah-daerah yang belum terlayani oleh PDAM, kebutuhan air bersih pada umumnya diambil dari sumur galian, mata air dan sungai. Sasaran akhir RPJP Kabupaten Pidie Jaya tahun 2025 dalam hal ini daerah perkotaan di Pidie Jaya dapat terlayani jaringan sistem perpipaan PDAM.

2.1.6 Pemanfaatan Lahan

A. Rencana Kawasan Lindung

1. Kawasan hutan lindung merupakan kawasan hutan yang karena keadaan sifatnya diperuntukan guna pengaturan tata air, pencegahan bencana banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah.

Kriteria hutan lindung:

a. kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai hutan lindung; b. kawasan hutan yang mempunyai kemiringan lereng > 65%; c. kawasan hutan yang mempunyai ketinggian >2000m dpl; d. kawasan yang memiliki ketinggian >2000 dan kelerangan >40%

Kawasan Hutan Lindung yang berada di bagian selatan Kabupaten Pidie Jaya seluas 50.277,08 hektar meliputi:

1) Kecamatan Ulim; 2) Kecamatan Meureudu; 3) Kecamatan Meurah Dua; 4) Kecamatan Bandar Dua; dan 5) Kecamatan Bandar Baru.

2. Kawasan perlindungan setempat yang ada di Kabupaten Pidie Jaya terdiri dari sempadan pantai, sempadan sungai.

a. Sempadan pantai adalah kawasan di sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Keserasian

9

dan keseimbangan lingkungan pantai berawal dari dukungan wilayah pesisir, dimana wilayah pesisir merupakan pergerakan aktivitas (atau peralihan) antara laut dan darat. Penentuan sempadan pantai di wilayah perencanan adalah daratan sepanjang tepian pantai dengan lebar proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Wilayah sempadan pantai di Kabupaten Pidie Jaya terdapat di sepanjang Pantai Timur seluas 120,70 hektar meliputi:

1) Kecamatan Ulim;

2) Kecamatan Trienggadeng; 3) Kecamatan Pante Raja; 4) Kecamatan Meureudu; 5) Kecamatan Meurah Dua; 6) Kecamatan Jangka Buya; dan 7) Kecamatan Bandar Baru.

b. Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai yang bermanfaat untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Kawasan lindung, atau sempadan sungai ini hampir ada di setiap kecamatan seluas 323,52 hektar, yaitu meliputi kawasan sekitar Krueng Cubo, Krueng Ulim, Krueng Meuredu, Krueng Pante Raja di Kecamatan:

1) Kecamatan Ulim; 2) Bandar Dua;

3) Kecamatan Trienggadeng; 4) Kecamatan Pante Raja; 5) Kecamatan Meureudu; 6) Kecamatan Meurah Dua; 7) Kecamatan Jangka Buya; dan 8) Kecamatan Bandar Baru.

3. Kawasan bencana alam meliputi rawan bencana banjir dan angin kencang. Kawasan rawan bencana berdasarkan kriteria sebagai berikut:

a. wilayah yang mempunyai sejarah kegempaan yang merusak; b. wilayah yang dilalui oleh patahan aktif;

c. wilayah yang mempunyai catatan kegempaan dengan kekuatan (magnitudo) lebih besar dari 5 pada skala richter;

d. wilayah dengan batuan dasar berupa endapan lepas seperti endapan sungai, endapan pantai dan batuan lapuk;

10

e. wilayah yang memiliki kerentanan tinggi untuk terkena gerakan tanah, terutama jika kegiatan manusia menimbulkan gangguan pada lereng di kawasan ini;

f. wilayah dengan kerentanan tinggi terkena gelombang pasang dan banjir. Berikut ini merupakan kawasan rawan bencana alam di Kabupaten Pidie Jaya a. Kawasan bencana banjir meliputi:

1) Kecamatan Meureudu; 2) Kecamatan Panteraja; 3) Kecamatan Bandar Dua; 4. Kawasan cagar alam geologi

a. kawasan rawan bencana alam geologi

1) kawasan rawan gerakan tanah/longsor meliputi: a) Kecamatan Bandar Baru

b) Kecamatan Meurah Dua

2) kawasan bencana gunung berapi di Kecamatan Meurah Dua. 3) kawasan rawan bencana abrasi di kawasan pesisir

B. Rencana Kawasan Budidaya

Pengembangan kawasan pemanfaaatan ruang pada kawasan budidaya bertujuan untuk menjaga kualitas daya dukung Kabupaten Pidie Jaya di lingkungan wilayah perencanaan, menciptakan lapangan kerja, terciptanya keserasian dengan rencana struktur ruang yang dikembangkan.

1. Hutan Produksi

Hutan Produksi seluas kurang lebih 4.738,52 hektar meliputi: a) Kecamatan Ulim;

b) Kecamatan Meureudu; c) Kecamatan Meurah Dua; d) Kecamatan Bandar Baru; dan e) Bandar Dua.

2. Hutan Rakyat

Hutan Rakyat seluas kurang lebih 1.391,76 meliputi: a) Kecamatan Meurah Dua;

b) Kecamatan Bandar Dua; c) Kecamatan Bandar Baru; d) Kecamatan Meureudu; dan e) Kecamatan Ulim.

11

Pemanfaatan ruang kawasan pertanian dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan sebagai berikut:

tetap terjaganya kualitas lingkungan;

terciptanya pertumbuhan perekonomian wilayah yang berbasiskan perekonomian lokal;

pengembangan kualitas dan kuantitas produksi pertanian agar dapat mencapai hasil yang optimal.

Pemanfaatan ruang kawasan pertanian ini meliputi pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering.

Secara potensi, Kabupaten Pidie Jaya memiliki lahan yang potensial bagi kegiatan ekonomi (basis sector). Luas lahan untuk kegiatan ini direncanakan akan terus meningkat sampai akhir tahun perencanaan, selain karena merupakan kegiatan unggulan, lahan yang sesuai dengan kegiatan pertanian pangan (cadangan) masih sangat tersedia.

a. Kawasan pertanian lahan basah seluas 7.167,63 hektar meliputi: 1) Kecamatan Bandar Baru

2) Kecamatan Pante Raja 3) Kecamatan Trienggadeng 4) Kecamatan Meureudu 5) Kecamatan Meurah Dua 6) Kecamatan Ulim

7) Kecamatan Jangka Buya 8) Kecamatan Bandar Dua

b. Kawasan pertanian lahan kering seluas 601,53 hektar meliputi: 1) Kecamatan Bandar Baru

2) Kecamatan Pante Raja 3) Kecamatan Trienggadeng 4) Kecamatan Meureudu 5) Kecamatan Meurah Dua 6) Kecamatan Ulim

7) Kecamatan Jangka Buya 8) Kecamatan Bandar Dua 4. Kawasan peruntukan perkebunan

Pemanfaatan ruang untuk kawasan perkebunan/tanaman tahunan adalah kawasan yang memiliki kriteria sebagai berikut:

12

b. kawasan dengan kemiringan 25-40%;

c. kawasan dengan kedalaman efektif tanah >30cm;

d. memperhatikan kondisi eksisting dan kecenderungan perkembangan perkebunan serta kebutuhan lahan untuk menyerap tenaga kerja optimal. Berdasarkan pertimbangan tersebut, rencana pemanfaatan ruang untuk kawasan perkebunan/tanaman tahunan adalah 19.595,94 hektar berupa peruntukan

Dokumen terkait