• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wilayah Rawan Bencana

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1 Kondisi Geografi dan Demografi

2.1.8 Wilayah Rawan Bencana

1. Gempa Bumi

Wilayah Propinsi Aceh merupakan salah satu dari 25 Wilayah Rawan Gempabumi Indonesia dapat dilihat pada dibawah ini.

20

Gambar 3.2

Peta Sesar Aktif dan Sebaran Pusat Gempabumi Merusak di Indonesia

Seluruh wilayah Kabupaten Pidie Jaya yang terdiri dari 8 kecamatan, 222 desa dan 34 Kemukiman merupakan daerah potensi rawan bencana gempa bumi karena Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng utama dunia yaitu lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik.

Lempeng Eurasia dan Australia bertumbukan di lepas pantai barat Pulau Sumatera, lepas pantai selatan pulau Jawa, lepas pantai Selatan kepulauan Nusatenggara, dan berbelok ke arah utara ke perairan Maluku sebelah selatan. Antara lempeng Australia dan Pasifik terjadi tumbukan di sekitar Pulau Papua. Sementara pertemuan antara ketiga lempeng itu terjadi di sekitar Sulawesi. Itulah sebabnya mengapa di pulau-pulau sekitar pertemuan 3 lempeng itu sering terjadi gempabumi.

2. Tsunami/ Gelombang Pasang

Wilayah Propinsi Aceh merupakan salah satu dari 21 wilayah rawan bencana tsunami di Indonesia dapat dilihat 3.3.

21

Gambar 3.3

Wilayah Rawan Bencana Tsunami di Indonesia

Daerah/wilayah Kabupaten Pidie Jaya yang berada di pesisir pantai merupakan daerah/ wilayah potensi rawan bencana tsunami/ gelombang pasang dapat dirinci sebagai berikut:

1. Kecamatan Bandar Baru meliputi Desa : Cut Njong, Mns.Baro, Sawang, dan Lancang Paru

2. Kecamatan Penteraja meliputi Desa : Keude Pante Raja, Reudeup, Peurade dan TU. 3. Kecamatan Trienggadeng meliputi Desa : Mns. Keude, Meue dan Cot Lheue Rheng. 4. Kecamatan Meureudu meliputi Desa : Meuraksa dan Mns. Balek

5. Kecamatan Meurah Dua meliputi Desa : Mns Jurong, Lueng Bimbe 6. Kecamatan Ulim meliputi Desa : Tijien Husen, Gelanggang dan Buangan 7. Kecamatan Jangka Buya meliputi Desa : Gampong Cot

Bencana tsunami yang terjadi pada tahun 2004 menyebabkan banyaknya penduduk yang kehilangan tempat tinggal dan trauma untuk kembali ke tempat tinggal asalnya. akibatnya terjadi pengungsian yang jumlahnya mencapai 59.058 orang tersebar di sekitar 55 titik, baik yang merupakan penduduk Kabupaten Pidie Jaya maupun penduduk yang mengungsi ke Kabupaten Pidie. Jumlah korban dan pengungsi wilayah Kabupaten Pidie Jaya pasca tsunami sebagaimana tabel 3.5 berikut ini:

22

Tabel 3.5

Jumlah Korban Jiwa dan Pengungsi Pasca Tsunami di Kabupaten Pidie Jaya No

Kecamatan

Korban (jiwa)

Meninggal Hilang

Luka-Luka Pengungsi (jiwa) 1 Bandar Baru 15 0 0 1.080 2 Pante Raja 191 9 0 3.022 3 Trienggadeng 310 35 0 1.668 4 Meureudu 11 0 0 110 5 Meurah Dua 1 0 0 175 6 Ulim 8 0 0 577 7 Jangka Buya 25 27 2 1.534 8 Bandar Dua 0 0 0 0 Jumlah 561 62 2 8.166

Sumber: Dinas Sosia Kab. Pidie Tahun 2006 3. Banjir dan Erosi

Potensi Banjir dipicu oleh keadaan luapan debit air delapan ruas sungai besar yang bermuara di sepanjang garis pantai Pidie Jaya. Kedelapan sungai itu adalah Sungai Lueng Putu, Sungai Cubo, Sungai Trienggadeng, Sungai Beuracan-Pangwa, Sungai Meureudu, sungai Ulim, sungai Jeulanga, dan Sungai Kiran (untuk selanjutnya dalam kearifan lokal Pidie Jaya yang umumnya bersuku Aceh nama sungai dibahasakan sebagai “Krueng”).

Gambar 3.4

Peta delapan ruas sungai yang melintasi Pemukiman Penduduk di Pidie Jaya, yang bermuara di sepanjang garis pantai Pidie Jaya

23

Krueng Lueng Putu, adalah sungai yang memilik hulu di daerah kabupaten tetangga Pidie, yang lintasan ruas sungainya sejajar/ di tepi jalan negara yang membelah ibukota Kecamatan Bandar Baru, Lueng Putu, ruasan sungai dilanjutkan pada desa Blang Glong dan berakhir di muara yang umumnya daerah tambak ikan di desa Udeng dan Baroh Lancok. Berdasarkan Rekam Jejak Bencana pada September-Desember 2008, November 2009, November 2010, dan Desember 2011 yang berlanjut pada Januari 2013, luapan air sungai ini telah menyebabkan genangan setinggi 0 sd 40 cm di desa Blang Glong, Ara, Udeung, dan memberikan dampak erosi pengikisan yang cukup parah sepanjang jalan negara yang menghancurkan pengaman tebing sungai di beberapa titik Kota Lueng Putu pada tahun 2010 dan 2011.

Penanganan secara alamiah dengan penanaman kembali rumpun bambu dan pembangunan tebing pengaman dinding sungai telah dilakukan pada tahun 2009, dan dilanjutkan kembali dengan rekonstruksi ulang dinding pengaman tebing sungai pada tahun 2012.

Gambar 3.5

Sungai Lueng Putu yang melintasi pemukiman penduduk di Kecamatan Bandar Baru dan bermuara di garis pantai Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya

Krueng Cubo, adalah sungai yang memiliki hulu di daerah pegunungan selatan Kabupaten Pidie dan Pidie jaya. Sungai ini pada ruasan terakhirnya merupakan gabungan dua sungai besar yaitu Krueng Inong dan Krueng Agam, yang ruasan sungai melintasi

24

pemukiman penduduk di dua kecamatan, yaitu mengairi ruas sungai di pemukiman Kecamatan Bandar Baru, dan Kecamatan Panteraja. Muara sungai ini berada di garis pantai Kecamatan Panteraja.

Pada Bagian hulu sungai, erosi yang diakibatkan aliran sungai Cubo mengakibatkan ancaman pada fasilitas Irigasi, pengikisan tebing di komplek perumahan/fasilitas militer yang dimiliki kompi C Senapan Bhirawa Yudha, yang terjadi pada musim penghujan tahun 2009, 2010, dan 2011. Pada bagian ruas di sekitar desa Blang Sukon dan Kayee Jatoe, juga terjadi erosi sungai yang luar biasa karena dipicu galian C yang eksplorasinya telah dihentikan pada tahun 2011. Desa Sarah Panyang, Blang Sukon, Kayee jatoe adalah desa-desa yang mengalami pengikisan tebing sungai terparah selama tiga tahun terakhir (2009 sd 2011) yang mengancam keberadaan perkebunan penduduk, terutama Kakao. Aliran sungai ini juga membawa dampak erosi pada pondasi jembatan rangka Baja yang terdapat di dua titik yaitu titik Blang Krueng dan titik Kaye Jatoe.

Gambar 3.6

Sungai Cubo Yang Melintasi Pemukiman Penduduk di Kecamatan Bandar Baru dan Kecamatan Panteraja dan Bermuara di Garis Pantai Kecamatan Panteraja

Kabupaten Pidie Jaya.

Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya

Pada daerah kecamatan Panteraja, sungai cubo melalui beberapa desa mulai dari desa Lhok Puuk sampai ke muara sungai di Keude Panteraja. Berdasarkan rekam jejak bencana tahun 2008 sampai dengan 2011, beberapa desa seperti Desa Mesjid, Muka Blang, Meunasah Teungoh, dan Hagu, pada musim penghujan sering terjadi genangan setinggi 50

25

cm pada badan jalan,Lapangan Bola Desa Mesjid dan pemukiman penduduk. Sementara erosi tebing sungai Cubo di desa Lhok Puuk telah mengancam fasilitas olahraga masyarakat berupa Lapangan Sepakbola Lhok Puuk. Khusus untuk desa Lhok Puuk, erosi diperparah dengan adanya pengambilan rumpun bambu yang berfungsi menyangga keutuhan tebing sungai.

Sungai Ketiga yang bermuara di garis pantai Pidie Jaya adalah Krueng Trienggadeng. Sungai ini terbentuk seperti alur kecil yang sumber mata airnya adalah embung (daerah tangkapan air) di daerah Tampui dan Panton Raya. Panjang ruas sungai ini relatif pendek (sekitara 4500 meter), namun erosi yang ditimbulkan telah mengakibatkan kerusakan badan jalan kabupaten dan tebing pengaman jalan kabupaten di beberapa desa dalam kecamatan Trienggadeng, seperti Desa Meunasah Sagoe, Mee Peuduk dan Keude Trienggadeng.

Gambar 3.7

Sungai trienggadeng, yang melintasi pemukiman penduduk di Kecamatan Trienggadeng dan bermuara di garis pantai Kecamatan Trienggadeng Kabupaten Pidie Jaya.

Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya

Sungai Keempat adalah sungai Beuracan Pangwa, sungai ini berasal dari pegunungan selatan Pidie Jaya dan menjadi tapal batas antara Kecamatan Trienggadeng dan Kecamatan Meureudu.

26

Gambar 3.8

Sungai Beuracan Pangwa Yang Melintasi Pemukiman Penduduk di Kecamatan Trienggadeng dan Meureudu dan Bermuara di Garis Pantai Kecamatan Trienggadeng dan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya

Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya

Gerusan erosi yang diakibatkan aliran sungai Beuracan Pangwa in mengancam beberapa fasilitas mulai dari Bangunan Irigasi Alue Demam, Jembatan Gantung di Desa Lampoh Lada dan Buloh, Jembatan Beton di Jalan Negara di perbatasan Beuracan Pangwa. Aliran sungai juga mengancam kebun, pemukiman dan sawah penduduk di dua Kecamatan. Di Kecamatan Trienggadeng Desa Buloh, Meucat Panwa, Deah Pangwa, dan di Kecamatan Meureudu seperti Desa Rumpun, Grong-grong Krueng, Rambong, Kuta Trieng, Teupin Peuraho,sampai dengan Rhing Krueng. Muara sungai ini bersisian dengan tiga desa yaitu desa Rhing Krueng, Meuraksa, dan Rhing Blang di Kecamatan Meureudu.

Sungai Kelima yang melintasi Pidie Jaya adalah Sungai Meureudu. Krueng Meureudu adalah sungai yang termasuk dalam empat sungai beraliran deras dibagian timur Kabupaten Pidie Jaya. Empat sungai di bagian Barat, seperti Putu, Cubo, Trienggadeng, dan Beuracan, memiliki ferhang (kemiringan aliran) yang lebih rendah dibanding dengan keempat sungai di Bagian Timur Pidie Jaya. Pada 19 Desember 2009, pukul 21.00 WIB, keempat sungai di bagian Timur Pidie Jaya ini pernah mengakibatkan bencana banjir besar yang menggenangi 40 (empat puluh) desa, yang meliputi desa dari lima kecamatan yaitu Kecamatan Meureudu, Meurah Dua, Ulim, Bandar Dua, dan Jangka Buya.

27

Gambar 3.9

Sungai Meureudu Yang Melintasi Pemukiman Penduduk di Kecamatan Meureudu dan Meurah Dua dan Bermuara di Garis Pantai Kecamatan Meureudu dan Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya.

Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya

Gambar 3.10

Sungai Ulim dan Bandar Dua Yang Melintasi Pemukiman Penduduk di Kecamatan Ulim dan Bandar Dua Serta Bermuara di Garis Pantai Kecamatan Ulim dan Bandar Dua

Kabupaten Pidie Jaya.

28

Krueng Jeulanga adalah Sungai yang memiliki hulu di daerahselatan pegunungan Pidie Jaya yang memiliki alur akhir bergabung dengan ruas sungai Ulim, pertemuan ruas sungai Jeulanga dan Ulim ini berimpitan di desa Babah Krueng, untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.11.

Gambar 3.11

Sungai Jeulanga Yang Menjadi Ruas Anakan Dari Sungai Ulim Yang Melintasi Pemukiman Penduduk di Kecamatan Bandar Dua dan Ruas Akhirnya Bergabung Dengan Ruas Krueng Ulim

di Desa Babah Krueng Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya.

Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya

Krueng Kiran adalah sungai yang memiliki ruas hulu di pegunungan selatan kecamatan Bandar Dua dan bermuara ke garis pantai Kecamatan Jangka Buya, untuk ebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.12.

Gambar 3.12

Sungai Kiran Yang Memiliki Ruas Hulu di Pegunungan Selatan Kecamatan Bandar Dua dan Bermuara ke Garis Pantai Kecamatan Jangka Buya Kabupaten Pidie Jaya.

29

4. Letusan Gunung Berapi

Walaupun Pidie Jaya tidak memiliki gunung berapi yang aktif, namun dengan adanya Gunung Peut Sagoe yang berada 1 km dari perbatasan Kecamatan Meurah Dua (Pidie Jaya) dengan Kecamatan Geumpang (Pidie), telah memberikan ancaman potensi banjir lahar dan debu panas.

Letusan gunung api ini dapat mengeluarkan/ menimbulkan: a. Awan Panas

Campuran gas dan batuan vulkanik dalam berbagai ukuran, bergerak menuruni lereng gunung dengan kecepatan yang sangat tinggi. Aliran awan panas sangat ditakuti karena biasanya bila melanda daerah pemukiman, maka tidak ada kesempatan untuk menghindar dan atau menyelamatkan diri.

b. Aliran Lava

Lelehan batu pijar yang meluncur turun menelusuri lereng gunungapi. Aliran lava ini biasanya bergerak lambat sehingga kita dapat dengan mudah menyelamatkan diri. Namun disisi lain lelehan ini dapat mengakibatkan kerusakan serius bila bangunan yang dilandanya disepanjang perjalanan.

c. Lontaran Batu (bombs)

Pecahan batuan vulkanik yang terlempar ketika terjadi letusan. Batuan dengan garis tengah 20 cm atau lebih dapat saja terlempar sejauh beberapa kilometer dari pusat letusan. Batuan kecil bahkan akan mencapai jarak lebih jauh lagi.

d. Abu Vulkanik

Akan menyembur setiap kali terjadi letusan gunungapi. Akibat-akibat yang ditimbulkan Abu Vulkanik: a). Udara tercemar yang bercampur abu dapat menyebabkan sakit pada saluran pernapasan, b). Air minum ikut tercemar dan tidak dapat diminum untuk selang beberapa waktu, c). Jalan raya tertutup abu dan mengganggu lalulintas, d). Membahayakan penerbangan karena dapat merusak sistem mesin pesawat terbang, e). Runtuhnya atap rumah apabila abu menumpuk dengan ketebalan beberapa centimeter.

e. Lahar

Aliran masa berupa campuran air dan material lepas dalam berbagai ukuran yang berasal dari letusan gunungapi. Banjir lumpur akan terjadi sangat cepat dan berkekuatan besar jika lerengnya semakin terjal, meluncur turun ke lembah-lembah dan aliran anak sungai sehingga mengancam pemukiman penduduk dan sarana umum.

f. Longsor

Terjadi di daerah sekitar kawah selama berlangsungnya letusan, biasanya mengancam daerah yang paling dekat dengan pusat letusan.

Tercatat pada tahun 1974 Gunung Berapi Peut Sagoe yang berada pada Kabupaten tetangga Pidie Jaya (Kabupaten Pidie) pernah meletus dan mengirimkan lahar sampai

30

memasuki kawasan Pidie Jaya sejauh 35 Km, mengakibatkan banyaknya endapan lahar yang menggenangi lembah Blang Raweu, sehingga menimbulkan endapan komposit mineral andesit yang cukup banyak. Sementara debu dan awan panas yang ditimbulkan menyebabkan gangguan kenyamanan pada penduduk yang berada di beberapa desa seperti Sarah Mane, Lhok Sandeng di Kecamatan Meurah Dua, dan Lhok Gajah di Kecamatan Ulim.

5. Tanah Longsor

Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Gejala Umum Terjadi:

 Muncul retakan yang memanjang atau melengkung pada permukaan tanah atau pada konstruksi bangunan.

 Terjadi penggelumbungan pada lereng atau tembok penahan.

 Secara tiba-tiba pintu atau jendela rumah sulit dibuka menandakan adanya perubahan permukaan bangunan yang terdorong oleh masa tanah yang mulai bergerak.

 Tiba-tiba muncul rembesan air atau mata air pada lereng bukit.

 Apabila sebelumnya sudah ada rembesan air atau mata air di lereng, air tersebut berubah menjadi keruh bercampur Lumpur.

 Pohon-pohon atau tiang pancang (listrik dan lainnya) miring searah dengan kemiringan lereng.

 Terdengar suara gemuruh atau ledakan dari atas suatu bukit.

 Terjadi runtuhan atau aliran butir tanah/ kerikil secara mendadak dari atas bukit. Daerah berpotensi hampir diseluruh Kecamatan Kabupeten Pidie Jaya, terutama pada desa yang beradadi daerah perbukitan dan pegunungan.

6. Kekeringan / Kemarau

Pada musim kemarau yang melanda pidie Jaya sejak bulan maret sampai dengan Juli, BPBD Pidie Jaya melakukan pendataan titik desa yang dilanda kemarau pada delapan kecamatan. Dampak kemarau dirasakan cukup beragam, mulai dari mengeringnya sumur penduduk, kematian ternak, sampai dengan kegagalan panen. Berikut gambar desa-desa di tiap Kecamatan Kabupaten Pidie Jaya yang mengalami bencana kekeringan/kemarau.

31

Gambar 3.13

Desa-Desa di Kecamatan Bandar Baru yang Mengalami Musim kekeringan/Kemarau

Gambar 3.14

Desa-Desa di Kecamatan Panteraja yang Mengalami Musim kekeringan/Kemarau Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya

32

Gambar 3.15

Desa-Desa di Kecamatan Trienggadeng yang Mengalami Musim kekeringan/Kemarau

Gambar 3.16

Desa-Desa di Kecamatan Meureudu yang Mengalami Musim kekeringan/Kemarau Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya

33

Gambar 3.17

Desa-Desa di Kecamatan Meurah Dua yang Mengalami Musim kekeringan/Kemarau

Gambar 3.18

Desa-Desa di Kecamatan Ulim yang Mengalami Musim kekeringan/Kemarau Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya

34

Gambar 3.19

Desa-Desa di Kecamatan Jangka Buya yang Mengalami Musim kekeringan/Kemarau

Gambar 3.20

Desa-Desa di Kecamatan Bandar Dua yang Mengalami Musim kekeringan/Kemarau Sumber : BPBD Kabupaten Pidie Jaya

35

7. Angin Kencang/Puting Beliung

Kondisi kebencanaan angin puting beliung dipicu oleh kondisi pertemuan kondisi udara kering di pesisir lautan utara Pidie Jaya dengan kondisi kelembaban udara di daerah pegunungan bagian selatan. Catatan menunjukkan angin puting beliung tercatat pernah melanda daerah Ujong Leubat, Paru di Kecamatan Bandar Baru, kemudian daerah Peulandok Tengoh Kecamatan Trienggadeng. Kemudian daerah Jangka Buya, di Keudai Jangka Buya dan Jurong tengoh.

8. Kebakaran

Pidie Jaya sebagai kabupaten pemekaran yang PDRBnya 68% tergantung dari Sektor Pertanian, umumnya memiliki pemukiman penduduk yang terbuat dari bahan bangunan yang mudah terbakar. Kota-kota di Kecamatan yang menjadi pasar lokal bagi penduduk sekitar juga memiliki bangunan pertokoan yang berbahan kayu (semi permanen). Kebakaran besar yang terjadi dalam PB di Pidie Jaya adalah pada tanggal 8 Agusutus 2012 yang menghanguskan 21 rumah penduduk di Kecamatan Panteraja

9. Abrasi

Pengembangan budidaya di sepanjang pantai Kabupaten Pidie Jaya, kurang memperhatikan wilayah sempadan pantai, dan penebangan hutan bakau secara liar. Kondisi ini akan menyebabkan pengikisan pantai yang dapat merusak keseimbangan lingkungan. Abrasi pantai terutama terjadi pada wilayah sempadan pantai yang telah terpakai untuk kegiatan budidaya (pertambakan, industri pembuatan garam, industri arang kayu). Selain terjadi abrasi, sebagian wilayah di pantai Kabupaten Pidie Jaya telah terkena air laut (intrusi air laut) terutama di kecamatan Meureudu, Trienggadeng, Panteraja serta wilayah-wilayah yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Pengaruh air laut ini telah merambah ke arah tengah, yang salah satunya di akibatkan terjadinya perambahan hutan bakau.

Dokumen terkait