• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan Data Hasil Penelitian

2. Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Pemberian Kredit

Bank Permata Tbk cabang Surakarta.

Nasabah yang telah memperoleh kredit tidak seluruhnya dapat mengembalikan kredit dengan baik dan tepat pada waktu yang disepakati, apabila nasabah memiliki itikad baik kepada bank, maka PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta dapat menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan yaitu : memberikan kegiatan-kegiatan berupa perubahan jadwal angsuran, perubahan syarat kredit, dan lain-lain.

Ada beberapa kendala yang dihadapi oleh PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta dalam memberikan kredit kepada nasabahnya, antara lain sebagai berikut :

a. Nasabah

Terkadang nasabah tidak memiliki Trade Record yang baik dibidang perbankan. Data-data yang diminta sebagai syarat debitur tidak diberikan dan dilengkapi dengan baik, serta usaha debitur diperkirakan tidak maju sehingga diperkirakan sulit untuk membayar angsuran dikemudian hari setelah kredit diberikan.

b. Masalah Jaminan

Selalu menjadi persoalan bagi pihak bank, apabila hipotik tersebut telah dijaminkan pada pihak lain karena nantinya akan merugikan kepada bank yang bersangkutan. Dan ada pula jaminan yang diberikan kepada bank sedang dalam sengketa atau sitaan pengadilan.

c. Terjadinya Kredit Macet

Kredit macet yang merugikan pihak nasabah dan bank adalah jika kredit macet ini tidak dapat diatasi oleh nasabah, maka nasabah akan sulit untuk mendapatkan kepercayaan dari bank yang bersangkutan dalam hal pemberian kredit untuk selanjutnya.

commit to user

“Penanganan kredit macet yang terindikasi sebagai tindak pidana perbankan pada umumnya diselesaikan melalui dua jalur, internal dan eksternal”. (Pujiyono, 2009 ; 51)

Kredit macet yang terjadi karena kesulitan keuangan yang dialami para nasabah atau debitur timbul karena berbagai faktor, antara lain : a). Faktor Internal

1). Kelemahan bank dalam melakukan analisis sehingga terjadi kesalahan dalam mengambil keputusan pemberian kredit pemilikan rumah (KPR).

2). Pendapatan relatif rendah. 3). Nasabah debitur terkena PHK. b). Faktor Eksternal

1). Bencana alam.

2). Perubahan kondisi perekonomian . 3). Kebijakan pemerintah.

4). Krisis ekonomi.

5). Perubahan-perubahan teknologi.

B. Pembahasan Data Hasil Penelitian

1. Pelaksanaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada bank konvensional dan bank unit usaha syariah berdasarkan prinsip kehati- hatian yang terdapat pada Undang- Undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan dan Undang- Undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah di PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta.

Salah satu alternatif guna mendapatkan rumah yang di inginkan adalah melalui kredit bank. Pengertian bank seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan, bahwa : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

commit to user

Fungsi menghimpun dan menyalurkan dana itu berkaitan erat dengan kepentingan umum sehingga perbankan wajib menjaga dengan baik dana yang dititipkan masyarakat tersebut. Perbankan harus dapat menyalurkan dana tersebut ke bidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman ditentukan bahwa yang dimaksud dengan rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan hunian bagi pembinaan keluarga. Kebutuhan akan perumahan pada masa sekarang ini merupakan masalah nasional terutama di daerah perkotaan yang harus dicarikan solusinya baik oleh pemerintah bersama-sama dengan masyaratkat selaku pengusaha maupun selaku konsumen perumahan itu sendiri.

Oleh karena itu upaya pembangunan perumahan dan pemukiman terus ditingkatkan untuk menyediakan jumlah perumahan yang makin banyak dan dengan harga yang terjangkau terutama oleh golongan masyarakat yang tidak mampu membeli rumah secara tunai, maka mereka akan membeli rumah secara kredit melalui lembaga perbankan dengan mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Dalam menyediakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta banyak melakukan kerjasama dengan berbagai pengembang atau developer . Dimana pihak pengembang akan menawarkan kepada para konsumennya atas berbagai kemudahan dari PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta yang bekerjasama dengannya, jika konsumen tersebut memerlukan fasilitas kredit komsumtif. Demikian pula di pihak PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta, PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta akan mereferensikan dan merujuk terhadap para pengembang yang bekerjasama dengannya, untuk membeli rumah.

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) memiliki dua karakteristik ditinjau dari hubungan antara konsumen dengan pengembang dan konsumen ( atau calon debitur ) dengan bank dalam kaitannya dengan pembiayaan.

commit to user

Konsumen yang mendatangi pengembang atas rekomendasi dan rujukan dari pihak bank ataupun secara langsung mendatangi pengembang tetap harus bersikap hati-hati dan memperhatikan:

1. Lokasi pengembang apakah berada dalam area yang strategis atau tidak? Karena lokasi strategis dapat memberikan keberuntungan dan aksebilitas yang baik bagi konsumen.

2. Rencana Induk atau master plan. Konsumen berhak untuk menanyakan kepada pengembang terhadap master plan lahan yasan pemgembang. Hal ini berguna mengetahui pengembang pengetahui perkembangan wilayah tersebut dimasa mendatangkan.

3. Infrastruktur, Sarana dan Fasilitas. Konsumen sebaiknya melihat sekeliling lokasi lokasi perumahan tersebut, apakah seluruh sarana dan fasilitas yang dibutuhkan telah tersedia. Misalnya, jaringan telepon, listrik, air, fasilitas olah raga, umum, pendidikan formal dan informal dan kawasan lainnya sebagai pelengkap berupa fasilitas komersial dan kawasan pusat niaga.

4. Status hokum tanah dan banggunan. Kejelasan status hokum tanah perlu diprioritaskan oleh konsumen untuk memperoleh kepastian atas hak atas tanah yang dimilikinya. Umumnya bila pengembang berbentuk badan hokum, status tanah sertifikat induk lokasi berupa Hak Guna Bangunan (HGB) dan akan dilakukan pemecahan sesuai yang kavling yang dipilih konsumen. Selain sertifikat hasil pemecahan, dokumen hokum lainnya sebagai bukti kepemilikan yang harus dimiliki oleh konsumen adalah Surat Ijin Mendirikan Bangunan (SIMB) berikut denah bangunan dan cetak biru atau blue

print dan Surat Ijn Pengunaan Bangunan.

Setelah konsumen mempelajari hal-hal tersebut dan menyakini lokasi pengembang tersebut merupakan yang terbaik dan paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, saatnya menetapkan pilihan, Pengembang dan konsumen akan menyepakati :

commit to user

1). Fasilitas pembiayaan atas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang dimohonkan melalui bank dan pembayaran uang muka atau down payment yang harus diserahkan pada pengembang sesuai jadwal yang disepakati bersama.

2). Penandatangan akta jual beli dan pengurusan atas sertifikat induk atas nama pengembang menjadi nama konsumen sesuai dengan kavling yang dipilih konsumen. Dalam melakukan transaksi jual beli hinga kepengurusan sertifikat, biasanya pihak pengembang telah menyiapkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang ditunjuk. Hubungan antara pengembang dengan konsumen membentuk perikatan antara keduanya. Walaupun untuk transaksi ini memperoleh fasilitas kredit kosumtif dari bank, konsumen tidak dapat sepenuhnya menyerahkan persoalan ini pada bank. Sikap kehati-hatian konsumen harus diarahkan secara tepat dengan kejelian secara mendalam sehingga konsumen tidak perlu mengeluarkan energy dan waktu untuk complain atas ketidakpuasannya terhadap pengembang.

b. Hubungan antara Konsumen dan Bank

Hubungan konsumen dan bank dimulai saat konsumen mendatangani pihak bank umtuk memperoleh fasilitas kredit bagi pembiayaan untuk pemilikan rumah yang disediakan pihak bank. Dalam mengajukan fasilitas Kredit Rumah (KPR), konsumen harus memperhatikan:

1). Fasilitas yang dapat diperoleh konsumen

Untuk mengajukan fasilitas Kredit Rumah (KPR) konsumen harus menyediakan uang muka atau down payment minimal yang dipersyaratkan oleh pihak bank. Sisa kewajiban yang harkan oleh pihak bank. Sisa kewajiban yang harus diselesaikan terhadap pihak pengembang merupakan pagu atau plafond kredit yang dimohonkan. Dalam mengajukan fasilitas Kredit Rumah (KPR), pendapat yang menjadi persyaratan, baik dari segi gaji yang diperoleh bagi karyawan atau keuntungan yang diperoleh bagi seorang wiraswasta. Fasilitas yang tepat akan sangat bermanfaat, sehingga konsumen

commit to user

perlu mendiskusikan dengan pejabat bank yang memproses kredit dan pihak ketiga yang memahami persoalan kredit sebagai opini kedua atau second opinion.

2) Hak dan Kewajiban konsumen (calon debitur)

Hak dan kewajiban dari kosumen (calon debitur) adalah berbanding kebalikannya dengan hak dan kewajiban bank yang dituangkan dalam perjanjian kredit. Dalam perjanjian kredit, hak dan kewajiban tersebut terdiri atas:

a). Fasilitas kredit yang diberikan oleh pihak bank kepada debitur sebesar yang disetujuinya, tujuan pengunaan kredit ditegaskan untuk pembelian tanah dan bangunan;

b). Suku bunga pinjaman ditetapkan pada saat penandatanganan perjanjian kredit dan besarnya suku bangga akan menentukan angsuran bulanan sehingga suku bunga kredit tidak berlaku tetap sedangkan pada pembiayaan Kredit Rumah (KPR) pada unit usaha syariah dilakukan dengan system bagi hasil antara nasabah debitur dengan pihak Bank;

c). Pembayaran kredit konsumtif dilakukan secara angsuran, yang disesuaikan dengan tanggal penandatangan akta perjanjian kredit dan setiap kertelambatan akan dikenakan denda yang dihitung berdasarkan setiap hari keterlambatan tersebut;

d). Penyerahan atas tanah dan banggunan yang dibiayai sebagai jaminan bank dan akan diikat dengan Hak Tanggungan. Atas jaminan tersebut, konsumen tidak diperkenakan untuk menyewakan kepada pihak lain, dijual atau dengan cara apapun juga dibebankan atau dialihkan kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari pihak Bank. ( Johannes Ibrahim, 2004 : 229-233 )

Berdasarkan teori di atas, PT Bank Permata Tbk Cabang Surakarta dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) mempunyai keresteristik yang sama dengan teori tersebut.

commit to user

Pengalihan hak atas rumah berikut tanahnya melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta bagi debitur hal ini terjadi dimana jangka waktu kreditnya masih belum berakhir atau belum ada pelunasan dari debitur. Pada pelaksanaan alih debitur terjadi dengan adanya kesepakatan antara kreditur (penjual) dengan debitur (Pembeli), dimana dalam pengalihan hak atas rumah berikut tanahnya, penjual (kreditur) akan mengalihkan yang menjadi haknya yaitu rumah dan tanahnya kepada debitur (pembeli) dan pihak debitur bersedia untuk melakukan angsurannya kepada PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta setelah terlebih dahulu adanya surat pemberitahuan penegasan persetujuan pengalihan kredit dari pihak PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta.

Hak dan Kewajiban akan beralih kepada debitur secara resmi setelah dilakukannya penandatanganan surat-surat/dokumen-dokumen (Perjanjian Kredit) dan akta-akta dihadapan notaris, penandatanganan dilakukan oleh Penjual (kreditur) oleh Pimpinan PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta dengan pembeli (debitur).

Sejak itu terjadilah suatu hubungan hukum yang baru antara debitur dengan PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta, di mana debitur sebagai pemilik rumah dan tanah sekaligus yang mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan angsuran sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan oleh PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta.

Unsur kepercayaan dalam suatu perjanjian kredit mutlak diperlukan sehingga dalam penyaluran kreditnya bank dan pihak-pihak pemberi kredit lainya diwajibkan agar memiliki keyakinan atas kembalinya kredit yang diberikan kepada debitor tersebut tepat pada waktu yang telah diperjanjikan, sehingga dengan adanya keyakinan tersebut pihak kreditor dalam hal ini akan merasa terlindungi hak-haknya untuk memperoleh kembali uang atau barang yang diberikan kepada kreditor tersebut secara kredit.

Pihak-pihak yang akan memberikan kredit kepada masyarakat atau dalam hal ini debitor walaupun tidak ada satu peraturanpun yang mewajibkan bahwa

commit to user

pihak-pihak yang akan memberikan kredit harus melaksanakan nilai nilai atau dapat dikatakan sebagai norma didalam memberikan kredit.

Namun secara rasional demi terciptanya suatu persetujuan antara kedua belah pihak yang menginginkan adanya kegiatan yang saling menguntungkan dan demi terciptanya perekonomian masyarakat yang sehat maka pihak-pihak atau lembaga pemberi kredit harus melakukan penelitian terhadap debitor selaku penerima kredit pada faktor-faktor yang harus dimiliki debitor sebelum menerima kredit, faktor-faktor tersebut lazim disebut dengan The five C'5 of

credit Analisys sebagai ukuran untuk menganalisis kemampuan debitor

tentang kesanggupan debitor agar dapat mengembalikan pinjamanya dalam suatu permohonan kredit.

Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Namun mengingat sebagai lembaga intermediasi, sebagian besar dana bank berasal dari dana masyarakat, maka pemberian kredit perbankan banyak dibatasi oleh ketentuan undang-undang dan ketentuan Bank Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 8/3/PBI/2006 Tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Dan Pembukaan Kantor Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasrkan Prinsip Syariah Oleh Bank Umum Konvensional. Bank Unit Usaha Syariah merupakan bank umum konvensional yang merubah kegiatan usaha menjadi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah sehingga dalam pengajuan permohonan izin atau rencana dan atau penyampaian laporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 8/3/PBI/2006 wajib menggunakan format sebagaimana tercantum dalam lampiran Surat Edaran No. 8/8/DPbS.

Kegiatan PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta konvensional tidak jauh berbeda dengan kegiatan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Unit Usaha Syariah, salah satunya adalah adanya pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dalam bank konvensional dikenal dengan nama kredit dengan sistem

commit to user

bunga sedangkan dalam unit usaha syariah dikenal dengan nama pembiayaan dengan system bagi hasil.

Prosedur pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dimulai dari permohonan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) secara tertulis kemudian pihak PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta akan memeriksa perrmohonan untuk kemudian diputuskan. Bedanya adalah kalau pada pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Syariah akan dilakukan bagi hasil antara nasabah pembiayaan dengan pihak sesuai nisbah yang telah disepakati dalam kontrak (Akad) sedangkan pada bank konvensional dikenal dengan istilah pembebanan (bunga) yang sudah ditentukan baik untung maupun rugi.

Untuk memperoleh KPR pada PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta, para calon debitur harus melalui beberapa prosedur yang telah ditetapkan oleh dewan direksi PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta sebelum resmi menjadi debitur, mulai dari tahap Pra Realisasi, tahap Realisasi sampai dengan tahap Post Realisasi.

Pihak-pihak yang akan memberikan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) kepada masyarakat atau dalam hal ini debitor walaupun tidak ada satu peraturanpun yang mewajibkan bahwa pihak-pihak yang akan memberikan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) harus melaksanakan nilai-nilai atau dapat dikatakan sebagai norma didalam memberikan kredit.

Setelah dimungkinkan untuk diproses lebih lanjut, maka berdasrkan segala bahan dan keterangan yang telah terkumpul pada persiapan kredit, lalu dilakukan Analisa Kredit dengan berpedoman pada Cek-list pengumpulan data untuk kredit konsumtif terlampir dengan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

a. Peninjauan setempat terhadap perusahaan permohonan dan sekaligus mengadakan wawancara dengan pemilik/petugas perusahaan. Maksud peninjauan adalah untuk mengecek kebenaran dari informasi yang diterima apakah sesuai dengan keadaan sebenarnya dan untuk memperoleh data tambahan yang diperlukan. Dalam hal ini petugas

commit to user

mencocokkan Foto Copy dokumen dengan aslinya serta menyatakan sama dengan aslinya

b. Pada dasarnya untuk setiap pemberian kredit perlu dibuat analisa kreditnya tetapi dalam hal kredit yang relatif kecil bentuknya akan lebih sederhana yang akan diatur dengan petunjuk tersendiri

Berdasarkan hasil penelitian di PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta dan nasabah debitur X yang namanya tidak boleh disebutkan karena menyangkut rahasia bank, penulis berpendapat bahwa dari beberapa tahapan prosedur permohonan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), menggambarkan bahwa pihak PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta sangatlah berhati-hati dengan mengunakan prinsip kehati-hatian dalam memberikan persetujuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk selalu hati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan iktikat baik.

Berkaitan dengan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kita dapat menemukan pasal lain di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang mempertegas kembali mengenai pentingnya prinsip kehati-hatian itu diterapkan dalam setiap kegiatan usaha bank, yakni dalam Pasal 29 ayat (2) mengemukakan bahwa:

”Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuidasi, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha sesuai dengan prinsip kehati- hatian”.

Berdasarkan ketentuan pasal 29 ayat (2) di atas, maka tidak ada alasan apa pun juga bagi pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya dan wajib menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. Ini mengandung arti, bahwa segala perbuatan dan kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka melakukan kegiatan usahanya harus

commit to user

senantiasa berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 29 ayat (3) terkandung arti perlunya diterapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka penyaluran kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah kepada nasabah debitor. Selengkapnya ketentuan Pasal 29 ayat (3) mengemukakan bahwa:

”Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara- cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.

Ketentuan pasal 29 ayat (2) dan ayat (3) di atas tentu berhubungan erat dengan ketentuan pasal 29 ayat (4) karena bertujuan untuk melindungan kepentingan nasabah penyimpan dan simpanannya. Adapun ketentuan Pasal 29 ayat (4) menyatakan bahwa:

”Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungn dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank”.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 di dalam Pasal 35 ayat (1) :

“Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian”.

Ketentuan yang bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah penyimpan dan simpanannya adalah terdapat di dalam Pasal 36. Adapun ketentuan Pasal 36 menyatakan bahwa:

“Dalam menyalurkan Pembiayaan dan melakukan kegiatan usaha lainnya, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan kepentingan Nasabah yang mempercayakan dananya”.

Setiap proposal kredit akan dianalisis dengan teliti. Bila memenuhi syarat, baru diadakan dokumentasi (pengikatan kredit dan jaminan). Walaupun dalam analisa kredit suatu proposal dinyatakan layak, tetapi bila dalam pengikatan kredit / jaminan ternyata terdapat masalah yang yang tidak dapat diselesaikan dan / atau membahayakan bank, kredit tersebut harus

commit to user

dihentikan. Setelah dokumentasi lengkap, bank mengadakan pencairan dana

(distbursement) sesuai perjanjian kredit. Dalam pencairan dana ini bank juga

harus berhati-hati. Bila tidak sesuai dengan perjanjian, pencairan dana tidak dapat dilakukan. Setelah kredit dicairkan, bank juga harus terus menerus melakukan pemantuan atas kredit yang diberikan. Ini adalah perkerjaan yang akan terus berlangsung selama kredit tersebut belum dilunasi. Dalam pemantauan ini bank harus terus-menerus mengikuti perkembangan bisnis nasabah dan berbagai aaspek yang mungkin mempengaruhi kualitas kredit tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang kemudian dianalisa, penulis berpendapat bahwa Kredit Pemilikan Rumah (KPR) mempunyai beberapa keuntungan dimana nasabah harus tetap memberikan jaminan. Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang jaminan pemberian kredit, bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 butir 23 yang dimaksudkan dengan agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. Fungsi utama jaminan adalah untuk menyakinkan bank atau kreditur bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama sehingga nasabah debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) akan lebih berhati-hati dalam menggunakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari bank konvensional maupun bank unit usaha syariah dikarenakan nasabah harus tetap memberikan jaminan dimana jaminan tersebut akan disita apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajibanya, kemudian yang kedua adalah bahwa nasabah akan termotifasi agar supaya angsuran lunas dan agar jaminan tidak disita.

Berdasarkan hasil penelitian, penulis berpendapat bahwa pelaksanaan pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada bank konvensional dan bank

commit to user

unit usaha syariah di PT. Bank Permata Tbk Cabang Surakarta sudah melaksanakan prinsip kehati-hatian yang terdapat pada Undang- Undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan dan Undang- Undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

2. Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Pada Bank Konvensional Dan Bank Unit Usaha Syariah Di Bank Permata Tbk Cabang Surakarta.

Kredit adalah bagian investasi maupun resiko perbankan, menjadi investasi manakala kredit tersebut menjadi lancar dan menjadi resiko manakala kredit tersebut mengalami kemacetan. Status kredit pada perbankan biasa bergerak mulai dari lancar sampai bermasalah, hal ini disebabkan karena adanya unsur kesengajaan dari pihak debitur untuk tidak mau membayar kewajibannya, maka dapat dilakukan lelang terhadap barang- barang yang dijaminkan kepada bank sehingga tidak dapat dipidana. Namun hal ini berbeda jika sebelumnya debitur telah melakukan penipuan, misalnya

Dokumen terkait