• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II MoU TAHUN 2006 DAN 2008 SEBAGAI LATAR BELAKANG

2.1 Permintaan Kelapa Sawit

Produk ekspor dari komoditas kelapa sawit antara lain: minyak kelapa sawit (CPO), dan minyak inti sawit (KPO). Indonesia mengekspor kelapa sawit ke berbagai negara tujuan, seperti: Uni Eropa, India, China, Pakistan, Malaysia, dan lain-lain.

39

PT. Perkebunan Nusantara XIII (Persero). 2007. RI dan Malaysia Harus Kerjasama Amankan Sawit. [online] dalam http://www.bumn.go.id/ptpn13/id/polls/berita/ri-malaysia-harus-kerjasama-amankan-sawit/ diakses pada 12 April 2014

Tabel 2.1: Ekspor CPO Indonesia ke Beberapa Negara Tujuan (2007-2009) Negara Tujuan 2007 2008 2009 Uni Eropa 2781 3207 3632 India 3010 3053 2096 China 2070 2492 2913 Pakistan 1029 1161 1293 Malaysia 544 751 958 Bangladesh 433 501 569 Turki 288 319 350 Nigeria 272 357 442 Tanzania 199 219 239 Hongkong 323 324 416 Jordan 207 286 370 South Africa 224 243 262 Rusia 209 241 273 Egypt 240 279 318 Lainya 915 1037 1156 Jumlah 12650 14470 16290

Sumber: Oil Annual World

Grafik 2.1: Ekspor CPO Indonesia ke Beberapa Negara Tujuan (2010)

Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian

EKSPOR CPO INDONESIA (2010)

India Singapura Malaysia Jerman Belanda Spanyol Italia Lainya

Tabel diatas menunjukan bahwa ekspor CPO Indonesia menunjukan bahwa tiga pasar ekspor CPO utama pada tahun 2007 sampai 2009 adalah Uni Eropa, India, dan Cina, sementara Malaysia berada di urutan kelima.

Kemudian pada tahun 2010 pada tabel selanjutnya menunjukan bahwa pasar ekspor utama tidak lagi Uni Eropa melainkan India dengan nilai ekspor sebesar US$ 3,63 milyar (47,44%), diikuti ekspor ke Malaysia yaitu sebesar US$ 1,06 milyar (13,85%), Belanda sebesar US$ 800 juta (10,47%), Italia sebesar US$ 474 juta (6,20%), Singapura sebesar US$ 460 juta (6,02%), Jerman sebesar US$ 240 juta (3,14%), dan Spanyol sebesar US$ 230 juta (3,01%).40 Dari data diatas dapat terlihat bahwa meskipun Malaysia merupakan negara produsen kelapa sawit tetapi pada kenyataaanya Malaysia masih mengimpor CPO dari Indonesia.

Selain mengekspor CPO, Indonesia juga mengekspor minyak inti sawit mentah kebeberapa negara tujuan, antara lain: Malaysia, Cina, Belanda, India, dan negara lainya seperti grafik dibawah ini.

40

Pusat data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian.2011. Analisis Kinerja

Perdagangan Komoditas Pertanian Vol 3 No.2 Tahun 2011. [online] dalam

http://eksim.pertanian.go.id/tinymcpuk/file/analisis_Kinerja_perdaganganVol_13_No2_thn2011.p df. Diakses pada 10 April 2014

Grafik 2.2: Ekspor Minyak Inti Sawit Indonesia ke Beberapa Negara Tujuan (2010)

Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi PertanianKementrian Pertanian

Pada tabel diatas menunjukan bahwa negara tujuan ekspor utama minyak inti sawit mentah pada tahun 2010 sebesar 37,78% diekspor ke malaysia dengan nilai ekspor sebesar US$ 553 juta, kemudian ke Cina sebesar 20,22%, Belanda sebesar 20,11%, India sebesar 14,55%, dan negara lainya sebesar 7,34%.41 Dari data ini juga menunjukan bahwa selain Malaysia masih mengimpor CPO ternyata juga masih mengimpor minyak inti sawit mentah dari Indonesia. Malaysia mengimpor bahan baku tersebut untuk kemudian diolah lagi menjadi produk turunan yang nanti memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi.

41 Ibid

EKSPOR INTI SAWIT

Malaysia China Belanda India Lainya

Tabel 2.4: Volume, Presentase, dan Pertumbuhan Produksi Minyak Sawit Indonesia dan Malaysia (2006-2010)

Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Dunia Produksi (juta/ton) Presentase (%) Pertumbuhan (%) 39,42 100 14,38 39,76 100 0,86 43,23 100 8,74 45,08 100 4,26 44,35 100 -1,61 Indonesia Produksi (juta/ton) Presentase (%) Pertumbuhan (%) 17,35 44,01 23,31 17,66 44,43 1,80 17,53 40,56 -0,70 19,32 42,86 10,17 19,76 44,55 2,25 Malaysia Produksi (juta/ton) Presentase (%) Pertumbuhan (%) 15,88 40,28 6,15 15,82 39,79 -0,35 17,73 41,02 12,07 17,56 38,96 -0,95 16,99 38,31 -3,25 Lainya Produksi (juta/ton) Presentase (%) Pertumbuhan (%) 6,19 15,71 17,02 8,27 15,78 1,35 7,96 18,42 26,92 8,19 18,18 2,86 7,60 17,14 -7,20 Sumber: FAO

Tabel diatas menunjukan bahwa total produksi minyak sawit di dunia mencapai 39,42 juta ton pada tahun 2006, dimana sebanyak 84,29 persen dipasok dari dua negara penghasil minyak sawit yaitu Indonesia dan Malaysia dengan produksi masing – masing 17, 35 ton (44,01%) dan 15,88 juta ton (40,28%). Pada tahun yang sama pertumbuhan produksi minyak sawit dunia mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu mencapai 14,83 persen.

Pada tahun 2007, pertumbuhan produksi minyak sawit dunia mengalami penurunan karena hanya mencapai nilai pertumbuhan sebesar 0,86%. Total produksi minyak sawit dunia mencapai 39,76 ton, dimana sebanyak 84,22% dipasok dari Indonesia dan Malaysia dengan rincian Indonesia memproduksi 17,66 juta ton (44,43%) dan Malaysia memproduksi 15,82 juta ton (39,79%). Total produksi minyak sawit di dunia tahun 2008 mencapai 43,23 juta ton

(81,58% dari total Indonesia dan Malaysia). Dengan rincian Indonesia memproduksi 17,53 juta ton (40,56%) dan Malaysia memproduksi 17,73 juta ton (41,02%). Malaysia mengalami peningkatan jumlah produksi dari 15,85 juta ton pada tahun sebelumnya menjadi 17,73 juta ton pada tahun 2008. Sedangkan Indonesia justru mengalami penurunan jumlah produksi.

Pada tahun 2009, total produksi minyak sawit di dunia mencapai 45,08 juta ton (81,82% dari total Indonesia dan Malaysia). Indonesia mengalami numlah peningkatan jumlah produksi yaitu menjadi 19,32 juta ton (42,86%), sedangkan Malaysia mengalami penurunan jumlah produksi yaitu menjadi 17,56 juta ton (38,96%). Kemudian pada tahun 2010, total produksi minyak sawit di dunia mencapai 44,35 juta ton (82,86% dari total Indonesia dan Malaysia). Indonesia mengalami peningkatan jumlah produksi lagi pada tahun ini yaitu mencapai 19,76 juta ton (44,55%), sedangkan Malaysia mengalami penurunan lagi menjadi 16,99 juta ton (38,31%).

Tingkat pertumbuhan produksi minyak sawit di Indonesia selama tahun 2066-2010 mengalami masa terendah pada tahun 2008 yaitu sebesar -0,70 persen padahal pertumbuhan produksi tahun sebelumnya mencapai 1,80 persen. Sementara itu Malaysia justru mengalami masa tertinggi dalam periode yang sama mencapai 12,07 persen. Namun pada tahun berikutnya 2009, pertumbuhan minyak sawit Malaysia mengalami penurunan tajam menjadi -0,95 persen, sementara Indonesia mengalami peningkatan menjadi 10,17 persen.

Indonesia dan Malaysia akan terus menjadi pemain utama dalam ekspor minyak kelapa sawit mengingat belum adanya perkembangan yang signifikan dari negara-negara penghasil minyak sawit lainnya.

2.2. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP

PENAWARAN DAN PRODUKSI MINYAK SAWIT DALAM MEMENUHI PERMINTAAN KONSUMSI DUNIA

Semakin meningkatnya permintaan global untuk lemak nabati tetap menjadi faktor utama yang mendorong harga minyak sawit di pasar komoditas internasional. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penawaran dan produksi minyak sawit dalam memenuhi permintaan konsumsi dunia, antara lain: (1) iklim, (2) luas lahan yang tersedia, (3) ketersediaan tenaga kerja, (4) dukungan pemerintah masing-masing negara.42 Faktor-faktor tersebut akan dijelaskan lebih mendalam, sebagai berikut :

2.2.1. IKLIM

Tanaman kelapa sawit memerlukan kondisi lingkungan yang baik agar mampu tumbuh dan berproduksi secara optimal. Terdapat tiga unsur iklim yang penting untuk di perhatikan dalam budi daya tanaman kelapa sawit, yaitu curah hujan, suhu, dan intensitas cahaya. Kelapa sawit merupakan tanaman yang berproduksi sepanjang tahun sehingga membutuhkan suplai air yang relatif sepanjang tahun pula. Suplai air tesebut berhubungan dengan jaminan ketersediaan air dalam tanah sepanjang pertumbuhan tanaman yang didapat dari

42

Iyung Pahan. 2006. Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Diakses pada 10 April 2014.

curah hujan. Curah hujan yang ideal untuk tanaman kelapa sawit berkisar 2.000-3.500 mm/th yang merata sepanjang tahu dengan minimal 100 mm/bulan.43

Unsur kedua yaitu suhu rata-rata tahunan untuk pertumbuhan dan produksi kelapa sawit antara 24-29 derajat celcius, dengan produksi terbaik antara 25-27 derajat celcius. Nilai geografis merupakan fungsi dari iklim. Jika ditinjau dari iklim, semakin jauh letak suatu negara dari daerah tropis, maka akan semakin rendah nilai geografisnya atau semakin tidak cocok untuk budi daya kelapa sawit. Hal tersebut karena penyebaran geografis areal kelapa sawit terkonsentrasi pada daerah tropis. Kelapa sawit akan tumbuh dengan baik pada dataran rendah di daerah tropis yang beriklim basah, yaitu sepanjang garis khatulistiwa antara 23,5 derajat lintang utara sampai 23,5 derajat lintangg selatan.44

Unsur yang ketiga adalah intensitas cahaya matagari, dimana hal tersebut menentukan laju fotosintesis pada daun kelapa yang nantinya berpengaruh terhadap tingkat produksi yang dihasilkan. Kelapa sawit memerlukan lama waktu penyinaran antara 5-12 jam/hari.45

Dari ketiga unsur yang harus diperhatikan dalam penanaman kelapa sawit maka kesesuaian iklim bagi pertumbuhan kelapa sawit akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produksi kelapa sawit serta produk turunan/olahannya. Jika dilihat dari indikator iklim yang tepat untuk produksi kelapa sawit, maka Indonesia secara geografis sangat memenuhi kualifikasi tersebut karena indonesia beriklim tropis, berada tepat di jantung khatulistiwa, hanya memiliki musim hujan dan kemarau sehingga kebutuhan proses pengembangan kelapa sawit sangat

43 Ibid 44 Ibid 45 Ibid

potensial. Dari indikator tersebut, secara iklim Indonesia sudah diuntungkan sehingga menangkap peluang memenuhi target pemenuhan permintaan kelapa sawit dunia yang trendnya naik dari tahun ke tahun. 46

Begitu juga dengan iklim di Malaysia tidak beda jauh dengan Indonesia yang juga memiliki karakteristik yang sama, di Malaysia pun juga iklimnya merupakan iklim tropis yang hanya memiliki musim hujan dan kemarau dan intensitas keduanya pun seimbang sehingga dapat dikatakan cuaca di Malaysia juga sangat cocok untuk industri kelapa sawit dan unsur-unsur seperti suhu, curah hujan, dan intensitas cahaya juga kurang lebih sama dengan Indonesia dimana ketiga unsur itupun juga sangat penting dalam penanaman kelapa sawit guna terciptanya tumbuhan kelapa sawit yang unggul.

2.2.2 LUAS LAHAN YANG TERSEDIA

Lahan merupakan sumber daya alam yang penting dalam menunjang kehidupan atau aktivitas manusia, karena di atas lahan inilah segala aktivitas berlangsung dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan keberlangsungan hidup manusia. Dari segi fisik geografi, lahan adalah tempat dimana sebuah hunian mempunyai kualitas fisik yang penting dalam penggunaanya. Sedangkan bila ditinjau dari segi ekonomi, lahan adalah sumber daya alam yang mempunyai peranan penting dalam produksi.47 Dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit, membutuhkan luas lahan dengan tingkat kesuburan tanah yang baik,

46

Ibid

47

Lichrield dan Drabkin. Konsep Guna Lahan. [online] dalam

sehingga dengan lahan yang subur akan mencukupi sebagian besar unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman kelapa sawit.48

Dari pernyataan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa lahan erat kaitanya dengan produksi karena suatu luas lahan dapat menghasilkan kuantitas kelapa sawit dengan jumlah tertentu. Sehingga dalam pemenuhan target produksi dan ditambah dengan perhitungan masa tanam dan panen, maka ketersediaan lahan bagi pengembangan dan produksi sawit sangat potensial dan vital. Untuk itu indikator ini berusaha dipenuhi dengan berbagai cara, khususnya adalah perluasan lahan–lahan baru.

Kebutuhan dunia akan minyak kelapa sawit dan produk turunannya, membuat Indonesia dan Malaysia memanfaatkan peluang tersebut dengan melakukan ekspansi pada perkebunan kelapa sawit kedua negara. Pemerintah Malaysia telah mengumumkan akan membuka lahan yang akan digunakan untuk pengolahan kelapa sawit. Hal ini akan menambah area lahan nasional kelapa sawit Malaysia dari 4,67 juta Ha menjadi 5,4 juta Ha.49 Untuk lebih lanjut mengetahui bagaimana kondisi lahan dan persebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia sebagai negara produsen terbesar didunia, bisa dilihat pada sub-bab berikut ini.

48

Iyung Pahan. 2006. Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Diakses pada 10 April 2014

49

Dirjen Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian. 2009. Roadmap Industri Pengolahan CPO. [online] dalam http://agro.kemenperin.go.id/e-klaster/file/roadmap/KICSUMUT_1.pdf. Diakses pada 10 April 2014

2.2.2.1. LAHAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan dari pengusahaanya atau pelaku perkebunan kelapa sawit, yaitu:

1. Perkebunan Besar Negara (PBN). 2. Perkebunan Besar Swasta (PBS) 3. Perkebunan Rakyat (PR)50

Perkebunan besar negara adalah bentuk usaha perkebunan yang kepemilikan, pengusahaan, dan pengelolaanya dilakukan secara bersama melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB), kemudian perkebunan besar swasta dilakukan oleh masing-masing perusahaan, sedangkan perkebunan rakyat dilaksanakan oleh rakyat secara perorangan atau berkelompok. Tingkat produktivitas kelapa sawit juga tergantung dari kepemilikanya, dimana produktivitas perkebunan rakyat masih rendah jika dubandingkan perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta.51 Luas areal perkebunan sawit di Indonesia berdasarkan pengusahaanya adalah sebagai berikut:

50

Dina Meria Sinaga dan Mulyo Hendarto. 2012. Analisis Kebijakan Pengelolaan Perkebunan

Kelapa Sawit di Provinsi Sumatra Utara. Diponegoro Journal of Economics Volume 1, Nomor 2,

tahun 2012 51

Tabel 2.5:Luas Areal Perkebunan Sawit Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaanya (1980-2009)

Tahun Luas Areal (Ha)

PR % PBN % PBS % 1980 6 2 200 68,9 84 28,9 1990 292 25 372 33 463 41 2000 1167 28 588 14,1 2403 57,8 2007 2752 40,7 607 9 3409 50,3 2008 2903 41,4 608 8,7 3409 48,8 2009 3204 43,7 617 8,4 3501 47,8 Ptb%/th 24,2 4,0 13,7

Sumber: Statistik Kelapa Sawit Indonesia

Perkembangan pesat perkebunan kelapa sawit dimulai pada akhir tahun 1980an, ketika PBS mulai sektor perkebunan dan pengolahan minyak kelapa sawit dalam jumlah yang besar. Sebelumnya, perkebunan kelapa sawit didominasi oleh PBN. Lahan kelapa sawit setiap tahunya selalu mengalami perluasan, dan sejauh ini PBS memiliki lahan yang lebih luas dibandingkan dengan PR dan PBN.

Berdasarkan tabel diatas pada tahun 1980 hanya PBN dan PBS saja yang banyak memiliki lahan perkebunan sawit, yaitu 68% (200 ribu Ha) untuk PBN 28,9% (84 ribu Ha) untuk PBS sementara untuk PR hanya memiliki sebagian kecil saja yaitu 2% (6 ribu Ha).52 Tetapi pada tahun 2007 luas area lahan sawit yang dimiliki oleh PR meningkat tajam hingga pada akhirnya mengungguli PBN yaitu meningkat menjadi 40,7% (2,7 juta Ha); PBN 9% (607 ribu Ha); dan 50% (3,4 juta Ha) milik PBS.53 Kemudian pada tahun 2008 terjadi peningkatan kembali oleh PR yaitu sebesar 41,4% (2,9 juta Ha); PBN 8,7% (608 ribu Ha); dan PBS 48,8% (3,4 juta Ha).54 Pada tahun 2009 dengan perincian sebagai berikut: 43,71% (3,2 juta Ha) dimiliki oleh PR; 8,4% (617 ribu Ha) dimiliki oleh PBN; 52 Ibid 53 Ibid 54 Ibid

47,8% (3,5 juta Ha) dimiliki oleh PBS.55 Jika dilihat perkembangan lahan kelapa sawit yang dimiliki PR, PBN dan PBS dari tahun ke tahun, maka bisa dikatakan luas lahan perkebunan di Indonesia mengalami peningkatan.

2.2.2.2. LAHAN KELAPA SAWIT DI MALAYSIA

Kelapa sawit bagi Malaysia juga merupakan produk unggulan pertanian dengan penggunaan lahan pertanian negara sebanyak 79%. Berbeda dengan Indonesia yang memiliki potensi lahan yang cukup luas, Malaysia justru memiliki keterbatasan lahan. Terbatasnya ketersediaan lahan untuk dikonversi menjadi kebun kelapa sawit merupakan tantangan bagi pertumbuhan industri kelapa sawit Malaysia. Meskipun demikian, keterbatasan lahan yang tersedia untuk perluasan kelapa sawit tidak membuat Malaysia untuk menurunkan produksi minyak sawit. Untuk memenuhi target ekspor dan keberlanjutan produk, maka industri kelapa sawit Malaysia melakukan strategi penguasaan sumber daya lahan dengan melakukan ekspansi investasi ke negara lain, yaitu Indonesia.56

Dari tahun ke tahun, luas lahan produksi di Malaysia mengalami peningkatan dimana daerah yang paling luas penyebarannya adalah di semenanjung malaysia. Industri kelapa sawit di Malaysia sebagian besar dipacu oleh sektor swasta dan masih bertumpu pada industri hulu, yaitu produksi buah tandan segar, yang diproses mulai dari ladang hingga pengolahan. Kemudian pada tahun 2009, luas lahan kelapa sawit meningkat kembali menjadi 4,7 juta Ha.57 55 Ibid 56 Ibid 57

Program Transformasi Ekonomi: Hala Tuju Untuk Malaysia. [online] dalam http://www.fkm.utm.my/~istaz/etp_roadmap/bab9.pdf. diakses pada 30 Maret 2014.

Dari luas lahan tersebut terdapat 416 perusahaan kilang, 34 pelumat, 51 kilang penapis, 18 loji elokimia dan 25 loji biodiesel.58

Pelaku dalam industri perkebunan kelapa sawit di Malaysia terdiri dari tiga pilar yang disebut dengan pengembang, pengilang, dan pedagang. Pertama berdasarkan dari pengembang industry kelapa sawit (pelaku perkebunan kelapa sawit), yaitu perusahaan swasta besar, Badan Usaha Milik Pemerintah Malaysia, Milik Negara Kerajaan, dan perkebunan rakyat. Kemudian berdasarkan pengilangnya yaitu industri prosesor minyak kelapa sawit yang terdiri dari pabrik CPO, perusahaan minyak goreng, perusahaan elokimia, perusahaan penjernih CPO dan perusahaan produk turunan CPO lainnya. Ketiga adalah kumpulan pedagang dan eksportir minyak sawit dan produk turunannya.59

2.2.3. KETERSEDIAAN TENAGA KERJA

Kelapa sawit merupakan salah satu produk perkebunan yang memiliki nilai tinggi dan industrinya bukan berbentuk pada teknologi, melainkan padat karya.60 Dari karakteristik yang padat karya tersebut, ketersediaan tenaga kerja yang melimpah dengan keahlian yang cukup dan tingkat upah efisien merupakan faktor yang sangat menentukan tercapainya skala ekonomi untuk usaha perkebunan kelapa sawit. Industri tidak bisa berjalan dengan baik tanpa terpenuhinya permintaan tenaga kerja. Tenaga kerja (man power) adalah seluruh

58 Ibid 59 Ibid 60

Iyung Pahan. 2006. Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Diakses pada

penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa.61

Biaya transaksi industri dengan tenaga kerja cukup rumit secara ekonomi jika menggunakan hitungan angka, teetapi hal tersebut bisa ditarik ke dalam pola korelasi antara mata rantai industri dengan tenaga kerja lintas negara. Dalam hal ini Indonesia dan Malaysia. Tenaga kerja yang dibutuhkan pada sektor kelapa sawit meliputi, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pengolahan. Apabila upah yang diperoleh pekerja/buruh tinggi, maka output yang dihasilkan oleh buruh tersebut juga akan tinggi karena produktivitas tenaga kerja mempengaruhi besar kecilnya produksi yang dihasilkan.62

2.2.3.1 PERAN TKI DI BIDANG PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI MALAYSIA

Kelancaran dan keberhasilan usaha perkebunan kelapa sawit selain ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan, juga ditentukan oleh faktor kemampuan pengusaha atau negara dalam mengelola dan melaksanakan manajemen sumber daya manusianya. Dengan kata lain bahwa dalam memproduksi minyak sawit dan produk olahanya memerlukan dukungan tenaga kerja. Interaksi antara kekuatan permintaan dan penawaran dalam pasar tenaga kerja, cesara bersama-sama menentukan jumlah orang yang akan dipekerjakan dan tingkat upahnya karena permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi dan tingkat upah. Keunikan suatu negara akan terlihat dari apa yang dimiliki oleh negara tersebut

61

Pengertian Tenaga Kerja. [online] dalam http://www.datstatistik-indonesia.com. Diakses pada 8 April 2014

62 Ibid

yang tidak dimiliki oleh negara lain. Hal tersebut akan membuat negara memiliki keungulan yang dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan negaranya.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keunggulan tenaga kerja tersebut apabila dibandingkan dengan negara produsen kelapa sawit lainya, yaitu India, Kamerun, Zaire, Ghana, Thailand, Brazil, Malaysia, Kolombia, dan Papua New Guinea.63 Sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di duni, Indonesia memiliki tenaga kerja yang melimpah namun kemampuan SDM masih cukup atau terbatas, sedangkan Malaysia sebagai negara produsen kelapa sawit memiliki keterbatasan jumlah tenaga kerja namun memiliki SDM yang berkemampuan tinggi.64 Berikut ini adalah tabel mengenai tingkat keunggulan komparatif tenaga kerja negara produsen kelapa sawit.

63

Iyung Pahan.2006. Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir [online] dalam http://books.google.co.id/books?id=XSptqDdEIcOC%&pg diakses pada 29 April 2014.

64 Ibid.

Tabel 2.6: Tingkat Keunggulan Komparatif Tenaga Kerja Negara Produsen Kelapa Sawit

No Negara Tenaga Kerja Tingkat

Keunggulan

Jumlah Kemampuan Harga

1 India Banyak Tinggi Rendah 1

2 Indonesia Banyak Cukup Rendah 2

3 Kamerun Banyak Rendah Rendah 3

4 Zaire Banyak Rendah Rendah 3

5 Ghana Banyak Rendah Rendah 3

6 Thailand Banyak Tinggi Tinggi 4

7 Brazil Banyak Cukup Tinggi 5

8 Malaysia Cukup Tinggi Tinggi 6

9 Kolombia Cukup Cukup Tinggi 7

10 Papua New

Guinea

Sedikit Rendah Rendah 8

Sumber: FAO

Dengan adanya ekspansi Malaysia terhadap lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, maka membuka peluang bagi para migran terutama TKI untuk mencobamencari peruntungan di Malaysia sebagai buruh perkebunan. Dari situlah kemudian terjadi kerjasama antar dua negara, dimana Indonesia memiliki banyak tenaga kerja dan penganggauran sedangkan Malaysia yang mengalami pertumbuhan industrialisasi membutuhkan transfer tenaga kerja. Sumber daya manusia atau tenaga kerja merupakan salah sattu faktor produksi yang menyerap biaya cukup besar, sehingga memerlukan upaya untuk meningkatkan efisiensi.

Kebutuhan tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit ini dipengaruhi oleh luas lahan, jenis pekerjaan, iklim, teknologi, serta komposisi tanaman.65

Pada tahun 2006-2008 TKI menduduki jumlah pekerja terbesar di Malaysia, hampir 50 persen pekerja migran Malaysia berasal dari Indonesia. Sebagian bekerja di sektor rumah tangga dan bangunan sebanyak 20 persen dan sisanya bekerja di perkebunan dan kehutanan sebanyak 80 persen. Dari seluruh pekerja bangunan kelapa sawit di Malaysia m 70 persen merupakan pekerja asing dan 30 persen warga Malaysia sendiri. Dari 70 persen itu, sebesar 80 persen merupakan pekerja Indonesia yang jumlahnya sekitar 500 ribu orang.

Meskipun jumlah TKI di Malaysia dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, namun pada tahun 2009, Wakil Duta Besar Indonesia untukMalaysia menyatakan bahwa terdapat 1.170 kasus yang menimpa TKI di Malaysia.66 Dikarenakan banyak TKI yang mengalami banyak kasus (penganiayaan, dan kekerasan, pelecehan seksual, upah yang tidak/belum dibayarkan, TKI ilegal, di deportasi, dan lain-lain) tersebut,maka pemerintah Indonesia memutuskan untuk melaksanakan memoratorium atau penghentian pengiriman TKI ke Malaysia sampai MoU tentang hak dan kewajiban serta perlindungan tenaga kerja Indonesia tahun 2006 direvisi.67 Memoratorium itu diberlakukan untuk memberikan perlindungan kepada para TKI di Malaysia. Dengan adanya memoratorium ini, sebenarnya juga mengakibatkan berkurangnya devisa negara dan meningkatnya

65 Ibid 66 Ibid. 67 Ibid

angka pengangguran di Indonesia, sementara itu jumlah TKI di sektor perkebunan di perkebunan sawit juga berkurang.68

Sektor perkebunan merupakan andalan perekonomian Malaysia yang hampir sepenuhnya ditopang oleh tenaga kerja asal Indonesia, sehingga TKI merupakan salah satu tulang punggung perkebunan sawit di Malaysia, karena tenaga manusia belum tergantikan oleh teknologi di bidang perkebunan. Hal itu menunjukkan ketergantungan Malaysia dalam masalah ekonomi terhadap Indonesia, terutama kebutuhan akan tenaga kerja (TKI) yang sangat tinggi sebagian besar bekerja di perkebunan.69 Jika Malaysia kehilangan para TKI karena masalah politik yang terjadi di antara kedua negara, maka sektor perkebunan akan menurun, sektor industri dan konstruksi akan merosot tajam. Hal tersebut dikarenakan Malaysia merupakan produsen terbesar kedua di dunia untuk CPO dan terbesar ketiga untuk karet, sedangkan TKI merupakan tulang punggung perkebunan sawit dan karet di Malaysia.70

2.2.4. DUKUNGAN PEMERINTAH MASING-MASING NEGARA 2.2.4.1. INDONESIA

Keberhasilan Indonesia sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia, bukan hanya karena faktor-faktor lingkungan (kesesuaian lahan, iklim, dan sebagainya), tetapi juga karena adanya kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan industri kelapa sawit. Dukungan pemerintah Indonesia dalam

68 Ibid 69

Investasi Kelapa Sawit di Indonesia terancam. Kamis, 26 Agustus 2010. [online] dalam Antara News.com. Dikutip pada 12 April 2014.

70 Ibid.

sektor minyak sawit diwujudkan dalam kerangka kerja kebijakan pemerintah, peraturan dan perundang-undangan,71 sebagai berikut:

Dokumen terkait