• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pariwisata2.1.Pariwisata

2.7. Permintaan Wisata

Definisi permintaan wisata berdasarkan beberapa ahli antara lain2:

1. Ekonomi, dimana permintaan pariwisata menggunakan pendekatan elastisitas permintaan atau pendapatan dalam menggambarkan hubungan antara permintaan dengan tingkat harap ataukah permintaan dengan variabel lainnya. Hal ini dapat diterangkan dalam kurva sebagai berikut :

2Ariyanto, E. 2004. Ekonomi Pariwisata. http://www.geocities.com/ariyanto_eks79/home.htm

. Diakses: 8 February, 2009.

 Contingent Valuation  Contingent Choice  Random Utility Model

Langsung (Expressed WTP)  Travel Cost Method,

 Hedonic Pricing  Random Utility Model

VALUASI NON-MARKET

Tidak Langsung (Revealed WTP)

a.Faktor Harga terhadap Permintaan b.Faktor Nonharga terhadap Permintaan Gambar 3. Kurva Permintaan Wisata

Sumber: Ariyanto, 2004

Gambar tersebut menunjukkan perubahan yang terjadi pada kurva permintaan. Pada panel a, perubahan sepanjang kurva permintaan berlaku apabila harga barang yang diminta menjadi makin tinggi atau makin menurun. Sedangkan pada panel b, kurva permintaan akan bergerak ke kanan atau ke kiri apabila terdapat perubahan–perubahan terhadap permintaan yang ditimbulkan oleh faktor- faktor bukan harga. Seperti jika harga barang lain, pendapatan para pembeli dan berbagai faktor bukan harga lainnya mengalami perubahan, maka perubahan itu akan menyebabkan kurva permintaan berpindah ke kanan atau ke kiri. 2. Geografi, menafsirkan permintaan dengan lebih luas dari sekedar pengaruh

harga, sebagai penentu permintaan karena termasuk yang telah melakukan perjalanan maupun yang belum mampu melakukan wisata karena suatu alasan tertentu.

3. Psikologi, lebih dalam melihat permintaan pariwisata, termasuk interaksi antara kepribadian calon wisatawan, lingkungan dan dorongan dari dalam jiwanya untuk melakukan kepariwisataan.

P1 P2 X1 P1 X X P1 P2 X2 X1 X2 P P

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pariwisata adalah3: 1. Harga, dimana dengan harga yang tinggi pada suatu daerah tujuan wisata

maka akan memberikan imbas atau timbal balik pada wisatawan yang akan bepergian atau calon wisatawan, sehingga permintaan wisatapun akan berkurang, begitupula sebaliknya.

2. Pendapatan, apabila pendapatan suatu negara tinggi maka kecenderungan untuk memilih daerah tujuan wisata sebagai tempat berlibur akan semakin tinggi dan bisa jadi mereka membuat sebuah usaha pada daerah tujuan wisata jika dianggap menguntungkan.

3. Sosial Budaya, dengan adanya sosial budaya yang unik dan bercirikan atau dengan kata lain berbeda dari apa yang ada di negara calon wisatawan berasal, maka peningkatan permintaan terhadap wisata akan tinggi. Hal ini akan membuat sebuah keingintahuan dan penggalian informasi sebagai khasanah kekayaan pola pikir budaya mereka.

4. Sosial Politik, dampak sosial politik belum terlihat apabila keadaan daerah tujuan wisata dalam situasi aman dan tentram, tetapi apabila hal tersebut berseberangan dengan kenyataan, maka sosial politik akan terasa dampak atau pengaruhnya dalam terjadinya permintaan.

5. Intensitas Keluarga, banyak atau sedikitnya keluarga juga berperan serta dalam permintaan wisata. Hal ini dapat diratifikasi bahwa jumlah keluarga yang banyak maka keinginan untuk berlibur tersebut akan semakin besar, hal ini dapat dilihat dari kepentingan wisata itu sendiri.

3

Ariyanto, E. 2004. Ekonomi Pariwisata. http://www.geocities.com/ariyanto_eks79/home.htm

6. Harga barang Substitusi, disamping kelima aspek tersebut, harga barang pengganti juga termasuk dalam aspek permintaan, dimana barang-barang pengganti dimisalkan sebagai pengganti daerah tujuan wisata yang dijadikan cadangan dalam berwisata, seperti: Bali sebagai tujuan wisata utama di Indonesia, akibat suatu hal Bali tidak dapat memberikan kemampuan dalam memenuhi syarat-syarat daerah tujuan wisata sehingga secara tidak langsung wisatawan akan mengubah tujuannya ke daerah terdekat seperti Malaysia (Kuala Lumpur dan Singapura).

7. Harga barang Komplementer, merupakan sebuah barang yang saling membantu dengan kata lain barang komplementer adalah barang yang saling melengkapi, apabila dikaitkan dengan pariwisata barang komplementer ini sebagai obyek wisata yang saling melengkapi dengan obyek wisata lainnya.

Morley (1990) dalam Ross (1998) mengatakan permintaan akan pariwisata tergantung pada ciri-ciri wisatawan, seperti penghasilan, umur, motivasi, dan watak. Ciri-ciri ini masing-masing akan mempengaruhi kecenderungan orang untuk bepergian mencari kesenangan, kemampuannya untuk bepergian dan pilihan tempat tujuan perjalanannya. Permintaan juga ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri tempat tujuan perjalanan, daya tariknya, harga dan efektif tidaknya kegiatan memasarkan tempat tujuan. Kebijaksanaan dan tindakan pemerintah dapat mendorong atau menurunkan permintaan akan pariwisata secara langsung dan sengaja, dan secara tidak langsung melalui faktor-faktor yang penting bagi wisatawan, seperti keamanan.

Menurut Wahab (2003), ada banyak faktor ekstern atau intern yang besar pengaruhnya dalam diri seseorang ketika mengambil keputusan untuk melakukan kegiatan berwisata atau tidak. Adapun faktor-faktor tersebut ditunjukkan dalam gambar berikut ini :

Gambar 4. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Wisata Sumber : Wahab, 2003

2.8. Willingness To Pay

Salah satu tolok ukur yang relatif mudah dan bisa dijadikan persepsi bersama berbagai disiplin ilmu adalah pemberian harga (price tag) pada barang dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam dan lingkungan. Maka dari itu,

Faktor-faktor yang mempengaruhi kedatangan wisatawan (permintaan)

IRASIONAL

(dorongan bawah sadar)

- sumber-sumber wisata (asset wisata)-(alam, panorama, warisan budaya, perayaan-perayaan sosial dan lain-lain)

- fasilitas wisata (pengorganisasian industri pariwisata di dalam negara tersebut, transportasi).

- fasilitas wisata (prosedur kunjungan, bea cukai dan lain-lain).

- kondisi lingkungan ( sikap masyarakat setempat terhadap orang asing, keramah tamahan dan sikap mudah bergaul).

- susunan kependudukan (umur, jenis kelamin, dan urbanisasi)

- situasi politik (kestabilannya, tingkat kebebasan warganya).

- keadaan geografis (jarak dari negara pasaran sumber wisatawan, keindahan panorama dan lain-lain).

RASIONAL

(dorongan yang disadari)

- lingkup pergaulan dan ikatan-ikatan keluarga

- tingkah laku prestise - tiruan dan mode

- pengaguman pribadi (dalam pola tingkah laku)

- perasaan-perasaan keagamaan - hubungan masyarakat dan promosi

pariwisata

- iklan dan penyebaran informasi pariwisata

- kondisi ekonomi (faktor pendapatan dan biaya)

digunakan apa yang disebut dengan nilai ekonomi sumberdaya alam (Fauzi, 2006).

Selanjutnya Fauzi (2006) juga menyatakan secara umum, nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut keinginan membayar (Willingness To Pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan, dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis ekosistem dapat diterjemahkan ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter barang dan jasa.

Haab dan McConnell (2002), menyatakan bahwa pengukuran WTP yang dapat diterima atau reasonable harus memenuhi syarat :

1. WTP tidak memiliki batas bawah yang negatif. 2. Batas atas WTP tidak boleh melebihi pendapatan.

3. Adanya konsistensi antara keacakan (randomness) pendugaan dan keacakan perhitungannya.

Pada pengukuran nilai sumber daya alam, nilai tersebut tidak selalu harus diperdagangkan untuk mengukur nilai moneternya. Adapun yang diperlukan disini adalah pengukuran seberapa besar kemampuan membayar (purchasing power) masyarakat untuk memperoleh barang dan jasa dari sumber daya (Fauzi, 2006). 2.9. Regresi Poisson

Pada umumnya analisis regresi menggunakan variabel respon yang merupakan variabel random kontinu dan berdistribusi normal, tetapi bisa saja variabel respon yang digunakan adalah variabel diskrit dan berdistribusi Poisson.

Jika terdapat variabel respon yang berupa variabel numerik diskrit dan berdistribusi Poisson, maka analisis regresi linier kurang tepat digunakan, dan regresi yang tepat digunakan adalah regresi Poisson (Sundayani, 2004). Menurut Hogg and Craig (1970) dalam Sundayani (2004), jika suatu variabel random mempunyai tipe diskrit dan menyatakan banyaknya kejadian dalam interval tertentu (waktu, area, dan lain-lain), maka variabel random tersebut berdistribusi Poisson.

Menurut Wijayanti (2003), estimator model permintaan rekreasi sering dibuat dalam bentuk fungsi kontinu, yang diduga dengan OLS (Ordinary Least

Square). Namun sifat permintaan rekreasi mengandung masalah-masalah yang

rumit, antara lain :

1. Trip (jumlah kunjungan wisata) adalah kuantitas non negatif

2. Metode pengumpulan data adalah survey di lokasi sehingga pengunjung melakukan kunjungan nol tidak akan diperoleh

3. Trip tidak tersedia dalam kuantitas kontinyu

Menurut Smith dan Desvausges (1985) dalam Rahayu (1999), penggunaan metode OLS dalam mengestimasi permintaan rekreasi akan menghasilkan koefisien regresi yang bersifat bias, karena fungsi permintaan rekreasi merupakan data cacah (count data) dari jumlah kunjungan dalam semusim atau setahun, sehingga dependent variable merupakan bilangan bulat positif..