• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

6. Permukiman Real Estate/Developper

Permukiman ini dibangun oleh pemerintah (Perumnas) atau swasta (developper) untuk memenuhi kbutuhan perumahan. Pangsa pasar dari perumahan ini adalah masyarakat umum atau karyawan pemerintah atau swasta. Karakteristiknya permukiman dibangun secara teratur dan terencana dengan fasilitas umum dan sosial yang sudah lengkap tersedia dalam kawasan permukiman. Permukiman dibangun sesuai dengan tipe dan jenis bangunan yang disesuaikan dengan pangsa pasar. Terdapat pada Kecamatan Balikpapan Utara, Balikpapan Selatan, Balikpapan Timur dan Balikpapan Barat.

Masalah utama permukiman adalah adanya permukiman kumuh (slums). Permukiman kumuh menunjukkan keadaan permukiman padat yang tidak teratur dan tidak dilengkapi dengan prasarana dan utilitas yang memadai, terutama jalan dan saluran pembuangan air limbah. Menurut Sadyohutomo (2008), permukiman kumuh biasanya terdapat pada permukiman lama. Kepadatan bangunan pada permukiman lama terjadi melalui pemecahan bidang tanah perumahan karena pembangian waris atau dijual sebagian tanahnya kepada pihak lain untuk

dibangun rumah baru. Proses pemecahan bidang tanah ini sering tidak memperhatikan kebutuhan prsarana dasar permukiman seperti jalan dan saluran pembuangan air. Kondisi ini biasanya terjadi pada kampung-kampung lama di pusat kota.

Dalam tata kota, pemukiman kumuh (slums) adalah permukiman yang berdiri di atas tanah yang tidak diperuntukkan untuk bangunan (seperti di bantaran sungai) yang sering juga disebut hunian liar. Tanah-tanah yang diduduki secara liar ini adalah tanah kosong milik perorangan atau milik perusahaan, dan tanah-tanah pemerintah atau tanah-tanah negara.

Menilik dari pengertian di atas, maka dapat diketahui bahwa di Kota Balikpapan salah satu permukiman kumuh adalah permukiman kampung. Pemukiman kampung ini meskipun berada pada lahan pribadi hanya saja dibangun dengan tidak teratur dengan tingkat kepadatan yang tinggi. Sesuai dengan karakteristiknya, permukiman ini merupakan permukiman lama yang juga merupakan asal usul Kota Balikpapan. Permukimannya banyak yang tidak memiliki akses jalan yang memadai dan saluran pembuangan air. Beberapa diantaranya, dibangun pada tanah yang curam.

Pemukiman kumuh yang terluas di Kota Balikpapan adalah pemukiman nelayan yang berada di atas air. Pemukiman ini ada di setiap Kecamatan yaitu Kelurahan Klandasan Ulu dan Ilir, Kelurahan Manggar, Teritip, Karang Jati, Margasari dan Kelurahan Damai. Karakteristik pemukiman atas air sebagian besar penduduknya bermata pencaharian utama sebagai nelayan. Adapun cirri-ciri bangunannya berada di tepi pantai. Permukiman seluruhnya terbuat dari kayu dalam bentuk rumah panggung dengan kepadatan tinggi, padat, rawan kebakaran dan kurang tertata dengan baik. Lingkungan sekitar terkesan kumuh karena sampah-sampah yang dibuang langsung di bawah rumah dengan sanitasi yang kurang baik pula. Dekat kawasan permukiman ini terdapat pangkalan-pangkalan pendaratan ikan dan pasar.

Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk serta semakin banyaknya penduduk pendatang di Kota Balikpapan, meningkatkan tingkat kepadatan di beberapa kawasan. Sementara itu minimnya sarana pemukiman serta fasilitas-fasilitas untuk pemukiman yang layak huni dan sehat ditambah kemampuan

ekonomi penduduk pendatang yang sangat terbatas (di mana tempat hunian seringkali juga merupakan tempat berproduksi dan sekaligus tempat untuk berjualan) menyebabkan kawasan tersebut menjadi semakin kumuh.

Meskipun demikian, jika dilihat pada pembahasan daya dukung lahan, Kota Balikpapan sesungguhnya masih mampu menampung pendatang dengan syarat harus memperhatikan pola penyebaran penduduknya dan disesuaikan dengan RTRW Kota Balikpapan. Hal ini membutuhkan ketegasan dari pihak pemerintah Kota Balikpapan (Bappeda, 2009).

Sistem Drainase

Hampir semua saluran primer drainase yang ada di Kota Balikpapan merupakan saluran alam yang disesuaikan untuk kebutuhan saluran drainase. Karena berasal dari saluran alam maka sebagian besar saluran berbelok-belok, baik yang berada pada daerah datar maupun yang berada pada daerah yang mempunyai kemiringan tinggi. Jaringan sistem drainase di Kota Balikpapan belum tertata dengan baik dalam hal hirarki dan fungsinya.

Apabila dilihat dari kondisi fisik saluran yang ada, masih memanfaatkan saluran yang ada dengan penampang saluran sempit dan tak beraturan serta dipenuhi tumbuhan liar. Sifat tanah setempat yang rawan terhadap erosi, berakibat mudah terbentuk alur yang berbelok-belok. Kemiringan curam di daerah hulu dan di daerah perbukitan menghasilkan kecepatan tinggi aliran kritis ditambah dengan perkembangan kota dengan pembukaan lahan untuk permukiman dengan cara pengeprasan perbukitan. Hal ini akan berdampak pada lingkungan yaitu meningkatkan erosi permukaan dan menyebabkan angkutan sedimentasi pada saluran dan sungai semakin bertambah.

Selanjutnya pengendapan sedimen mengakibatkan pendangkalan sungai dan saluran-saluran alam, sehingga tidak mampu lagi menampung limpasan hujan.

Limpasan dari jalan dan area perumahan berkumpul di selokan-selokan pinggir jalan yang kapasitasnya tidak mencukupi, sehingga tidak mampu membawa limpasan ke dalam sistem drainase primer dengan cepat. Akibatnya, terjadi genangan di jalan-jalan dan untuk sementara berfungsi sebagai area tampungan air

sampai saluran-saluran di pinggir jalan akhirnya dapat mengalirkan volume air yang tertahan. sebagai ilustrasi kondisi sungai dan selokan dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Gambar 9. Sungai yang Mengalami Sedimentasi

Manajemen Pengendalian Penduduk Pendatang

Manajemen pengendalian penduduk pendatang diarahkan untuk mewujudkan keseimbangan antara pertumbuhan penduduk dan daya dukung lingkungannya. Pembahasan dibatasi pada 1). Penduduk dan lahan 2). Penduduk dan air bersih 3). Penduduk dan tenaga kerja dan 4). Permukiman.

Penduduk dan Lahan

Persentase penggunaan lahan menjadi daerah terbangun dan tidak terbangun di Kota Balikpapan menunjukkan bahwa wilayah terbangun baru mencapai 10,96 persen, sementara wilayah yang belum terbangun masih 89,04 persen. Dengan demikian diketahui bahwa wilayah terbangun di Kota Balikpapan masih sangat rendah terutama di Kecamatan Balikpapan Timur, Balikpapan Utara dan Balikpapan Barat. Sementara persentase penggunaan lahan di Kecamatan Balikpapan Selatan antara lahan yang terbangun dengan yang tidak terbangun selisihnya sangat sedikit yaitu 8,34 persen. Demikian pula dengan Kecamatan Balikpapan Tengah sebagian besar pola pemanfaatan lahannya merupakan kawasan terbangun yang mencapai 844,01 ha atau 76,22 persen dari luas wilayah. Ini menunjukkan persebaran penduduk yang tidak merata mempengaruhi pola penggunaan lahan. Artinya akibat persebaran penduduk yang tidak merata, penggunaan lahan juga menjadi tidak merata. Ada kecamatan yang terbengkalai lahannya, akan tetapi ada juga lahan yang sangat padat penggunaannya. Ini membutuhkan perhatian dan pengawasan yang ketat dari pihak pemerintah daerah untuk dapat mengarahkan pendatang ke Kecamatan yang berpenduduk jarang. Pengawasan ini salah satunya dengan cara lebih selektif dalam memberikan ijin mendirikan bangunan (IMB).

Wilayah Kecamatan Balikpapan Tengah dan Kecamatan Balikpapan Selatan diketahui penggunaan lahan terbangunnya sudah sangat tinggi sehingga perlu langkah-langkah pengendalian yang ketat. Terutama Balikpapan Tengah, jika dikaitkan dengan standar luasan hutan kota ádalah 10% dari luasan wilayah. Maka luas wilayah Kecamatan Balikpapan Tengah adalah 1.107,38 ha sedangkan luas hutan kota di Kecamatan Balikpapan Tengah hanya mencapai 7,995 ha atau hanya mencapai 0.72 % dari luas wilayah. Hal tersebut tentunya masih jauh dari kurang untuk kawasan hutan kota di Kecamatan Balikpapan Tengah. Dalam hal

ini Dinas Tata Kota dapat melakukan tindakan berupa teguran dan mengupayakan Ruang Terbuka Hijau dapat terpenuhi hingga 10% dari luas wilayah.

Penduduk dan Air Bersih

Menurut tabel 15, air yang diproduksi oleh PDAM Kota Balikpapan pada tahun 2009 sebanyak 29.341.997 m3, akan tetapi hanya sekitar 70,69% yang mampu disalurkan ke konsumen, dan 29,31% dari air yang tersalurkan tersebut hilang. Tiap tahun, dari tahun 2000-2009, angka kehilangan rata-rata 6.664.170 m3

Melihat fenomena di atas maka harus ada upaya yang lebih serius dari pihak PDAM dalam meminimalisir kehilangan air tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan peremajaan pipa-pipa lama dan mengganti meter air. Apabila kehilangan air dapat diminimalisir, maka air bisa dimanfaatkan lebih optimal. Apalagi mengingat Kecamatan Balikpapan Selatan, Timur dan Utara hanya sekitar 50 persen yang dapat terlayani air bersihnya oleh pihak PDAM. Artinya cakupan air bersih oleh PDAM di Kota Balikpapan ini belum merata.

atau 29,23%. Artinya apabila rata-rata konsumsi air penduduk per kapita sebesar 120 lt/orang/hari maka angka kehilangan tersebut dapat memenuhi 55.535 orang dari penduduk Kota Balikpapan.

Tabel 15. Perkembangan Banyaknya Pemakaian Air Minum Di Kota Balikpapan Tahun Terjual (M3 Hilang ) Jumlah Yang Didistribusikan (M3) (M3) % 2000 12.490.909 5.715.918 31,39 18.206.827 2001 13.679.716 5.118.838 27,23 18.798.554 2002 14.613.404 5.261.818 26,47 19.875.222 2003 15.384.496 7.154.451 31,74 22.538.947 2004 16.031.139 7.011.098 30,43 23.042.237 2005 16.913.712 7.528.753 30,80 24.442.465 2006 17.327.313 7.257.122 29,52 24.584.435 2007 17.886.479 6.383.309 26.30 24.269.788 2008 18.648.828 6.607.647 26,16 25.256.475 2009 18.994.048 8.602.749 29,31 29.341.997

Upaya lain yang bisa dilakukan pihak PDAM Kota Balikpapan adalah meningkatkan pertambahan air alami dengan cara mengelola hujan, mengelola air permukaan, serta meningkatkan jumlah sumur-sumur resapan. Selain itu PDAM juga bisa memanfaatkan potensi air bersih yang ada di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Balikpapan Selatan, Timur dan Utara, untuk dikelola sehingga air yang dihasilkan lebih bersih dan dapat terdistribusi secara merata.

Selain itu, menurut penelitian Susilastuti, et.al (2009), perilaku positif penduduk dapat memperlambat krisis air bersih yang semula diprediksikan terjadi pada tahun 2018 dapat diundurkan menjadi tahun 2022. Artinya penduduk harus bersikap lebih hemat dalam memanfaatkan air bersih, sehingga terjadi pengurangan konsumsi dan pencemaran air. Dalam hal ini pemerintah yaitu Bapedalda melakukan peningkatan pengetahuan, kebiasaan baik, kesadaran, dan kreativitas penduduk secara individu maupun kelompok dan badan usaha berkaitan dengan perubahan perilaku dan upaya-upaya positif untuk menekan pencemaran air dan menurunkan konsumsi air melalui prinsip-prinsip pembelajaran, motivasi, persepsi, pembentukan sikap, dan interaksi sosial melalui media massa.

Penduduk dan Tenaga Kerja

Dari hasil analisa penduduk dan tenaga kerja, diketahui bahwa Kota Balikpapan daya tampung akan tenaga kerjanya sudah sangat minim akibat besarnya pencari kerja tidak sebanding dengan permintaan akan tenaga kerja. Tingginya persentase tenaga kerja yang tidak tertampung dalam lapangan pekerjaan yang tersedia disebabkan bertambahnya jumlah penduduk pendatang (tenaga kerja) tidak disertai bertambahnya lapangan kerja yang memadai serta keterampilan dan pendidikan yang dibutuhkan.. Hal ini menyebabkan semakin banyaknya penduduk yang bekerja di sektor informal.

Selama ini, sudah ada kebijakan Pemerintah Kota Balikpapan yaitu berupa peraturan daerah nomor 22 Tahun 2002 tentang Sistem Manajemen Kependudukan, yaitu berupa uang jaminan bagi pendatang yang diberikan selama enam bulan. Apabila dalam waktu tersebut, pendatang belum mendapatkan pekerjaan maka akan dikembalikan ke daerah asal dengan uang jaminan tersebut.

Kebijakan ini diharapkan dapat mengendalikan jumlah pendatang ke Kota Balikpapan. Selain itu diharapkan Dinas Tenaga Kerja dan Sosial dapat lebih memperketat dalam mengawasi penduduk pendatang, dimana pendatang pencari kerja yang mendaftar harus benar-benar dipastikan memiliki kompetensi yang sesuai dengan permintaan tenaga kerja atau kedatangannya ke Kota Balikpapan memang bertujuan untuk pindah tugas dari kota asalnya.

Sementara untuk tenaga kerja yang sudah berada di Kota Balikpapan mengatasinya adalah dengan mengembangkan sektor informal. Meskipun pada umumnya sektor informal di negara-negara sedang berkembang dianggap sebagai penyebab kemiskinan kota, bahkan juga penyebab kesemrawutan kota. Akan tetapi dengan dukungan dan pegelolaan yang tepat dari Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, sektor informal ini diharapkan dapat lebih produktif dan memberikan pendapatan daerah.

Sektor informal ini selain dapat berfungsi sebagai penampung tenaga kerja yang tidak terserap oleh sektor formal, sebagai penyedia pelayanan dan barang-barang yang murah dan mudah dijangkau, juga memiliki peranan dalam menyumbang pendapatan daerah.

Penduduk dan Permukiman

Tipe permukiman di Kota Balikpapan dibagi dalam enam tipe, permukiman disepanjang jalan protokol atau jalan utama, permukiman instansi/perkantoran swasta atau pemerintahan, permukiman industri, permukiman real estate atau developper, permukiman kampung atau swadaya dan permukiman di atas sungai. Dua tipe permukiman terakhir adalah permukiman yang banyak terdapat di kota Balikpapan.

Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, kecamatan terpadat penduduknya adalah Kecamatan Balikpapan Selatan dan Kecamatan Balikpapan Tengah. Di Kecamatan Balikpapan Tengah yang merupakan kawasan kumuh adalah kawasan padat di pusat kota di belakang jalan utama terutama belakang jalan utama Jl. Jend. A. Yani terutama pada Kelurahan Karang Rejo, Mekarsari dan Gunung Sari Ilir. Kondisi bangunan tersebut dapat dikatakan kumuh karena : a) Kepadatan bangunan tinggi b) Tidak ada jarak antar bangunan

c) Kondisi bangunan sebagian besar merupakan non permanen (terbuat dari kayu) dan Kondisi sanitasi (sampah, limbah padat dan cair) langsung dibuang ke badan air.

Di Kecamatan Balikpapan Tengah, terutama di pusat kotanya, masih banyak terdapat rumah kampung. Rumah kampung adalah perumahan rakyat dengan bentuk bangunan, lebar kapling yang beragam dengan kepadatan tinggi dengan prasarana jalan berupa gang. Rumah kampung didirikan secara tidak teratur. Bahkan penduduknya yang sebagian besar adalah pendatang berani membangun di daerah yang rawan longsor. Berikut adalah gambar rumah kampung yang terdapat di Balikpapan Tengah.

Melihat fenomena tersebut, perlu adanya upaya Dinas Permukiman dan Prsarana Wilayah untuk menangani perumahan kumuh ini. Dinas Permukiman dan Prsarana Wilayah dapat melakukan relokasi terhadap perumahan yang berada di area rawan longsor. Selain itu, untuk perumahan yang berada di atas sungai, yang masyarakatnya terbiasa membuang sampah di bantaran sungai, perlu adanya upaya penyadaran untuk berperilaku hidup sehat melalui peingkatan kegiatan prokasih (program kali bersih).

Menurut Sadyohutomo (2008), program yang layak diterapkan pada permukiman kumuh yaitu program perbaikan kampung dan pembangunan rumah susun. Permasalahannya, keduanya terkendala oleh ruang gerak pelaksanaannya dibatasi oleh kondisis fisik tata bangunan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Adanya bangunan-banguna fisik yang padat menyebabkan penataan perumahan tidak mudah. Selanjutnya kondisi sosial ekonomi masyarakat yang lemah menghambat upaya perbaikan rumah dan penyediaan fasilitas lingkungan.

Oleh karena itu, program penataan permukiman kumuh harus didukung oleh masyarakat setempat dengan prinsip pemberdayaan dalam menata lingkungannya sendiri secara langsung dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan. Pemerintah bertindak dalam penyediaan prasarana, bantuan dana stimulan dan bimbingan teknis.

Program perbaikan kampung adalah membantu masyarakat dalam merencanakan dan membangun prasarana dasar permukiman.Kegiatan utama program ini adalah penataan jalan meliputi pelebaran gang, pengerasan jalan.

Selanjutnya penataan sarana sanitasi lingkungan meliputi saluran pembuangan air dan pengelolaan sampah.

Menurut UNESCAP & UNHABITAT (2009), untuk program pembangunan rumah susun, selain menata lingkungan juga sekaligus berupaya meningkatkan kapasitas hunian dengan menambah luas dan jumlah lantai. Hambatan utama program ini adalah penyediaan tanah untuk dibangun rumah susun. Salah satu pilihan dalam mengatasi penyediaan tanah adalah dengan melalui model land pooling. Dalam melakukan land pooling, pemilikan bidang-bidang tanah secara individu yang sempit-sempit disatukan kepemilikannya dalam satu bidang. Pada sebidang tanah milik bersama tersebut dibangunlah rumah tinggal bertingkat yang dimilii secara bersama pula. Dengan bentuk bangunan yang bertingkat maka terdapat efisiensi pemanfaatan ruang sehingga dengan batas kepadatan penduduk tertentu tetap diperoleh fasilitas ruang terbuka milik bersama.

Secara konsepsi, land pooling dapat meningkatkan kualitas lingkungan hunian, tetapi untuk diterapkan di lapangan terdapat hambatan. Hambatan tesebut antara lain keterbatasan dana untuk merombak bangunan secara total, perubahan budaya atau kebiasaan hidup dari rumah individual ke sistem hunian rumah susun, dan perubahan kepemilikan tanah dan bangunan individual menjadi kepemilian secara bersama.

Dalam sistem hunian yang baru ini dituntut sifat kebersamaan dan sikap toleransi yang lebih tinggi. Akan tetapi, dengan bantuan dan perhatian yang serius dari pemerintah daerah dan organisasi masyarakat maka hambatan-hambatan tersebut dapat dibatasi. Dengan alternatif kebijakan untuk perumahan di atas, diharapkan dapat mengatasi masalah pemukiman kumuh yang terjadi di Kota Balikpapan.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan manajemen pengendalian penduduk dalam upaya perbaikan lingkungan Kota Balikpapan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi di Kota Balikpapan tidak diimbangi dengan persebaran penduduk yang merata antar wilayah. Pertumbuhan penduduk dominan disebabkan oleh migrasi penduduk sementara kelahiran dan kematian relatif rendah. Pertumbuhan penduduk pendatang dua kali lipat dibandingkan pertumbuhan alami.

2. Berdasarkan analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan, Kota Balikpapan penggunaan lahannya masih rendah hanya saja tidak merata penggunaan lahannya. Air bersih masih memiliki cadangan akhir sebesar 15,292 juta m3

3. Manajemen air bersih adalah dengan meminimalisir kehilangan meningkatkan pertambahan air alami serta melakukan penyadaran kepada masyarakat untuk berhemat sehingga mengurangi tingkat konsumsi dan pencemaran air. Manajemen terhadap tenaga kerja adalah dengan menyediakan lapangan kerja informal dan mengatasi perumahan kumuh adalah dengan melakukan program penataan permukiman kumuh dan program pembangunan rumah susun yang melibatkan masyarakat secara langsung.

dan pada tahun 2015, prosentase Kota Balikpapan dalam memenuhi kebutuhan air bersih penduduk adalah 94,85%. Sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor jasa. Laju pengangguran rata-rata pertahun adalah 8,84 persen. Pemukiman kumuh adalah pemukiman dengan tipe rumah kampung dan rumah yang berada di atas sungai.

Saran

1. Pertumbuhan penduduk pendatang yang tinggi perlu dikendalikan dengan melakukan manajemen yang tepat dan kerjasama antara pemerintah Kota Balikpapan dengan penduduk pendatang.

2. Pemerintah Kota Balikpapan sebaiknya sering mengadakan pelatihan kerja bagi penduduk pendatang agar memiliki kompetensi yang sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia disamping melakukan penyadaran akan kebersihan lingkungan Kota Balikpapan.

3. Penduduk pendatang perlu dilibatkan secara aktif dalam melaksanakan setiap manajemen kebijakan dari pemerintah Kota Balikpapan.

Abdullah, T. 1999. Etnisitas dan Konflik Sosial Sebuah Pengantar Penelitian tentang Pemecahan Masalah Hubungan Antar Etnis. Pusat Kemasyarakatan dan Kebudayaan. LIPI. Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional, 2002. Penyusunan Neraca Sumber Daya Bagian 1 : Sumber Daya Air Spasial. Standar Nasional Indonesia, SNI 196728.1-2002.

Bappeda Kota Balikpapan. 2000 - 2010. Balikpapan dalam Angka. Bappeda Kota Balikpapan.

Badan Pusat Statistik, 1995. Statistik Indonesia. Jakarta : Biro Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik, 2010. Kota Balikpapan dalam Angka. Balikpapan : Biro Pusat Statistik.

Caughley, G. 1979. What is this thing called carrying capacity? Pages 2-8 in Boyce, M. S. North American Elk: ecology, behavior, and management. University of Wyoming, Laramie, Wyoming.

Chriss, M dan Tadjuddin N.E. 1985. Urbanisasi Pengangguran, dan sector Informal di Kota. Gramedia. Jakarta.

Dinas Kependudukan Kota Balikpapan. 2008. Jumlah Penduduk Pendatang Kota Balikpapan 2000 – 2008.

Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Balikpapan. 2000 -2009. Jumlah Pencari Kerja dan Permintaan akan Tenaga Kerja.

Duarte, P. et al. 2003. Mathematical Modelling to assess the Carrying Capacity for Multi-species Culture within Coastal Waters. Ecological Modelling hal. 109 – 143. Portugal.

Gani, A. 1984. Indikator Kualitas Manusia dan Penduduk, Prisma. XIII.

Henny, W. 2000. Pelibatan Partisipasi Kelompok-kelompok dalam Resolusi Konflik. Pusat Kemasyarakatan dan Kebudayaan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jakarta.

Kurnia, R. 2005. Penentuan Daya Dukung Lingkungan Pesisir (Makalah). Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

Losondo, T. M. dan Westers, H. 1993. System Carrying Capacity and Flow Estimation.

Munir, R. 2000. Migrasi. dalam Lembaga Demografi FEUI. Dasar-dasar Demografi: edisi 2000. Lembaga Penerbit UI, Jakarta.

Peraturan Daerah Kota Balikpapan nomor 22 Tahun 2002 tentang Sistem Manajemen Kependudukan.

Perusahaan Daerah Air Minum Kota Balikpapan. 2000 – 2009. Perkembangan Banyaknya Pemakaian Air Minum Di Kota Balikpapan.

Rusli, S. Kependudukan. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Sekolah Pascasarjana IPB.

Sadyohutomo, M. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah : Realita dan Tantangan. Bumi Aksara. Bandung.

Sanusi, A. 2003. Metodologi Penelitian Praktis. Penerbit Buntara Media. Malang.

Soemarwoto, O. 1985. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan. Bandung.

Soerjani, M, Ahmad R., Munir, R., 1987. Lingkungan : Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. Lembaga Penerbit UI, Jakarta.

Standar Pelayanan Minimum (SPM) Bidang Air Baku. 2009. Indonesia Climate Change Sectoral Road Map, Sektor Sumber Daya Air.

Stoner, James A.F., Wankel, C., 1986. Management, Third Edition, Englewood Cliffs Prentice Hall International.

Susilastuti, D., Putrawan, I.M., Wijaya, H., Model Hubungan Penduduk dan Konversi Lahan dngan Ketersediaan Air Bersih untuk Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Air melalui Metode System Dynamics Di Kabupaten Bekasi. Jurnal Bumi Lestari, Volume 9 No. 2, Agustus 2009, hlm. 138 – 150.

Telfor, T. dan Robinson, K. 2003. Environmental Quality and Carrying Capacity for Aquaculture in Mulroy Bay Co, Donegal. Marine Institute, Marine Environment and Food safety Services, Parkmore, Galway.

Terry, George, R., Franklin, S.G., 1982. Principles of Management, Eight Edition, Homewood : Richard Irwin, Inc.

Tola, T., Balla, P.T., Ibrahim, B. 2007. Analisis Daya Dukung dan Produktivitas Lahan Tanaman Pangan di Kecaamatan Batang Kabupaten Jeneponto SulawesiSelatan. Ilmu Tanah dan Lingkungan.Vol. 7 No 1 p : 13 – 22.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

UNESCAP dan UN-HABITAT. 2008. Panduan Ringkas Untuk Pembuat Kebijakan. Perumahan Bagi Kaum Miskin di Kota-Kota Asia.

Rajdamnern Nok Avenue. Edisi 1. Bangkok. Thailand dan Nairobi, Kenya.

UNESCAP dan UN-HABITAT. 2009. Panduan Ringkas Untuk Pembuat Kebijakan. Perumahan Bagi Kaum Miskin di Kota-Kota Asia. Rajdamnern Nok Avenue. Edisi 3. Bangkok. Thailand dan Nairobi, Kenya.

Urmila, D. 2007. Daya Dukung Kabupaten Badung Dilihat dari Aspek Perkembangan Penduduk. Buletin Studi Ekonomi Volume 12 Nomor 3. Universitas Udayana.

61 76,22 % 9.915 jw/km2 45,83 % 3.834 jw/km2 2,54 % 499 jw/km2 398 jw/km2 5,61 % 9,66 % 775 jw/km2 Keterangan :

Luas lahan terbangun (%) Kepadatan penduduk (jw/km2)

62

Keterangan :

Pelayanan air bersih (%) Skor pelayanan 71,36 % 49,26 % II IV I 89,93 % 58,79 % III 20,15 % V

64

SD SMP SMU SM S1 S2 Jumlah SD SMP SMU SM S1 S2 Jumlah

Dokumen terkait