• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pernikahan Sirri menurut Pandangan masyarakat Desa Sumogawe

BAB II. TINJAUAN UMUM MENGENAI PERNIKAHAN SIRRI

A. Pernikahan Sirri menurut Pandangan masyarakat Desa Sumogawe

Nikah sirri adalah nikah rahasia, terkadang ada juga yang sirri menurut pandangan masyarakat Desa Sumogawe nikah rahasia atau sembunyi-sembunyi. Konsep pernikahan sirri di desa Sumogawe tidak jauh beda dengan pernikahan pada umumnya, yaitu dengan mengundang para tetangga, pemuka agama setempat dan ada juga yang mengadakan walimahan secara besar-besaran (mantu) hanya saja tidak mengundang Pegawai Pencatat Nikah dan pernikahan mereka tidak tercatatkan di KUA setempat. Karna berbagai faktor yang melatar belakangi mengapa pernikahan sirri itu terjadi tetapi yang pasti masyarakat menerima dan mengakui pasangan nikah sirri.

Tujuan daripada nikah sirri adalah untuk melegalkan perbuatan-perbuatan yang semula di anggap maksiat dan dosa dapat di ubah menjadi perbuatan yang sah menurut agama,selama syarat dan rukunnya terpenuhi dan sesuai dengan syari’at agama.

dan tidak ada halangan untuk menikah. Masyarakat juga beranggapan lebih baik mereka menikah secara sirri daripada mereka berzina atau kumpul kebo. Selain itu masyarakat juga menganggap dengan mereka menikah secara sirri dulu maka status anak yang nantinya dilahirkan akan memiliki status yang jelas siapa orang tuanya, walaupun secara hukum status anak yang terlahir dari pernikahan sirri tidak termasuk anak sah. Karna anak sah adalah anak yang terlahir dari atau akibat perkawinan yang

Dalam proses pernikahan sirri yang dilaksanakan adalah rukun atau wajibnya nikah, sedangkan untuk sunnah nikah tidak dilaksanakan, khususnya mengenai pengumuman nikah atau biasa disebut dengan walimah. Dengan demikian pernikahan tersebut hanya diketahui oleh orang-orang tertentu atau kalangan terbatas saja.

Dalam perkembangan lebih lanjut istilah sirri bermakna kawin atau nikah yang tidak dicatatkan di KUA oleh Pegawai Pencatat Nikah, sehingga tidak sesuai dengan aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Pernikahan adalah akad, umumnya untuk akad-akad yang lain yang memerlukan persetujuan kedua belah pihak yang mengadakan akad. Dalam Islam terdapat rukun dan syarat pernikahan yang menentukan sah atau tidaknya pernikahan. Dalam kitab Al Fiqh ‘Ala Madzahib Al Arbaah, di sebutkan bahwasanya menurut Imam Syafi’i rukun nikah ada 5(lima) yaitu

calon mempelai laki-laki, colon mempelai perempuan, wali, dua orang saksi dan siqhat (ijab qobul) (Al-jaziri,1999:12). Menurut jumhur ulama rukun pernikahan ada lima yang masing-masing rukun tersebut memiliki syarat tertentu (Nuridin,2006:62). Syarat untuk calon suami adalah beragama Islam, laki-laki, jelas orangnya, dapat memberikan persetujuan dan tidak terdapat halangan perkawinan. Sedangkan syarat untuk mempelai perempuan adalah beragama, perempuan, jelas orangnya, dapat dimintai persetujuan dan tidak terdapat halangan pernikahan.

Syarat yang ketiga adalah wali nikah, syarat untuk menjadi wali dalam pernikahan adalah laki-laki dewasa atau balig, mempunyai hak perwalian dan tidak terdapat halangan perwalian. Syarat selanjutnya adalah saksi: Berakal sehat, minimal 2 orang laki-laki dewasa atau balig yang beragama Islam, hadir dalam ijab qobul dan dapat mengerti maksud akad.

Rukun yang terakir adalah ijab qabul, syaratnya adalah adanya pernyataan mengawinkan dari wali, adanya pernyataan menerima dari calon laki-laki, memakai kata-kata nikah tazwij atau terjemahan dari kedua kata tersebut, antara ijab dan qabulnya harus bersambungan, antara ijab dan qabulnya harus jelas maksudnya, orang-orang yang terkait dalam ijab qabul tidak sedang dalam haji dan umroh. Rukun dan syarat tersebut di atas wajib dipenuhi karena jika tidak terpenuhi maka pernikahan tersebut dapat dianggap tidak sah.

2. Pandangan Tokoh Masyarakat Desa Sumumogawe Terhadap Nikah Sirri

Isu tentang nikah sirri menimbukan pro dan kontra di masyarakat, seperti halnya dengan Undang-Undang tentang nikah sirri, tak sedikit pula yang menentang. Anggapan bahwa Negara terlalu ikut campur dalam kehidupan pribadi masyarakatnya tak urung menimbulkan keresahan di masyarakat. Sebagian orang berpendapat bahwa Undang-Undang nikah sirri bertentangan dengan hukum Islam, kerena dalam hukum Islam pernikahan dikatakan sah apabila telah terpenuhi syarat dan rukunnya. Berangkat dari sini maka penulis mencoba menggali beberapa tokoh masyarakat Sumogawe tentang pandangan mereka terkait soal nikah sirri, baik dari segi pengertian nikah sirri, pendapat mereka tentatang para pelaku nikah sirri, hingga tanggapan mereka mengenai Undang-Undang nikah sirri

a. Al-ustadz Muhammad Munir (Kyai)

Mbah Munir adalah sesepuh Desa Sumogawe. Beliau juga pendiri yayasan Al-Iman yang tepatnya berada di Dusun Pendingan Desa Sumogawe. Yayasan Al-Iman sendiri adalah yayasan pendidikan yang mulai berdiri Tahun 1998 namun mulai berkembang dalam bidang pendidikan sekitar tahun 2009. Yayasan Al-Iman sebelumnya mengalami kefakuman karena kurangnya sumber daya manusia yang

memadai terutama dalam ilmu agama. Dalam menjawab pertanyaan tentang nikah sirri beliau mengemukakan pengertian nikah sirri adalah nikah yang tersembunyi (mumpet) dan kusus untuk agama Islam, pernikahan yang dilakukan sesuai dengan hukum Islam, syarat dan rukunnya jelas disebutkan tetapi tidak dicatatkan di KUA. Selanjutnya beliau juga menambahkan di dalam agama Islam sesuatu sing biso merubah hukum dari yang dilarang agama menjadi sesuatu yang sah menurut agama.

Mbah Munir juga menambahkan biasanya mereka yang melakukan pernikahan sirri itu untuk menghindari dosa daripada mereka berbuat zina. Perbuatan semacam itu belum bisa menjadi tanda bukti artinya selesai nikah menurut agama, namun para pelaku nikah sirri harus betanggung jawab dan melakukan pernikahan itu dengan iman percoyo karo Gusti Allah. Selanjutnya penulis juga bertanya tentang pendapatnya tentang hukum nikah sirri dan beliau menjawab secara gamblang, yaitu:

“tergantung pribadine dewe tekan endi imane, sing klakoni nikah sirri kuwi kudu adue roso tanggung jawab lan iman, percoyo karo Gusti Allah, lan roso tanggung jawabe marang bojone mestine yo ora sepiro bakal klarani bojone utowo ninggalake bojone arepo ora duweni surat nikah”.

Mbah Munir juga memaparkan bahwa dalam Agama Islam yang berhak untuk menikahkan adalah wali calon mempelai putri, tugas KUA hanyalah mewakili, mencatat, dan menguatkan. Mbah Munir juga menambahkan mengenai pandangan mayarakat khususnya wilayah Desa Sumogawe, kata beliau tergantung masyarakatnya sudah paham atau belum tentang nikah sirri jangan hanya manut-manut saja sama modinnya, dan membiarkan saja terhadap nikah sirri. Selain itu karena masyarakat sudah tawaduk dengan Mbah Munir mengenai nikah sirri, biasanya masyarakat akan berkata”anggere Mbah Munir entok yo ra popo”.

b. Ibu Hj. Latifah (Tokoh Ibu Desa Sumogawe)

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Bu Latifah, yaitu:

” Pengertian nikah sirri adalah pernikahan yang terjadi karena dua kemungkinan yaitu pernikahan yang terjadi tanpa seijin walinya atau nikah tanpa sepengetahuan pihak yang berwenang nikah dalam hal ini adalah KUA, pernikahan semacam jelas tanpa disertai dengan surat”.

Adapun peryataan Bu Latifah terkait pertanyaan penulis tentang nikah sirri adalah “Saya selaku pribadi mendukung dengan undang-undang nikah sirri, bukan berarti Negara ikut campur dengan masalah pribadi warganya namun justru dengan

diundangkanya Undang-Undang nikah sirri maka dapat memberikan perlindungan bagi korban pelaku nikah sirri. Misalnya jika ternyata dikemudian hari kehidupan pasangan nikah sirri tak lagi bahagia, rukunseperti yang diharapkan, maka salah satu pasanganya tidak bisa meninggalkan pasangaan lainnya tanpa memenuhi kewajibanya seperti terhadap pemeliharaan anak, dan kewajiban memberi nafkah bagi pasangannya seperti yang ditetapkan dalam hukum Islam”.

Selanjutnya Bu Latifah menambahkan “Saya tidak menpunyai keberatan moral terhadap para pelaku nikah sirri, namun alangkah baiknya jika pernikahan di lakukan secara sah baik secara agama maupun negara, bukankah pernikahan di KUA itu sebenarnya murah? Tapi ndak tau juga ya mbak kalau prakteknya di luar”. Penulis juga menanyakan faktor yang menyebabkan maraknnya pernikaahan sirri di Desa Sumogawe terkait pertanyaan ini beliau menjawab ”Mungkin salah satu pasangan masih terkait dengan pasangan yang lain, atau mungkin karena pendidikan mereka yang rendah sehingga mudah di bohongi oleh laki-laki, beribu alasan mbak tapi yang pasti mereka mencari jalan yang gampang dan sah menurut agama.

c. Bapak Marsudi Mulyo Utomo,SE (Lurah Desa Sumogawe)

Wawancara ini di lakukan penulis dikediaman Pak Lurah tertanggal 3 Februari 2014 dalam wawancara singkat ini beliau

memaparkan “Sepengetahuan saya nikah sirri itu adalah nikah yang tidak dicatatkan di KUA setempat, biasanya faktor yang mendasari cukup banyak , namun yang sering saya temui biasanya karena laki-laki dan perempuannya masih dibawah umur/salah satunya terutama untuk laki-lakinya, urusan admiministrasi yang mengalami hambatan, suami masih memiliki hubungan dengan orang lain, sehingga menurut Undang-Undang tidak memenuhi syarat untuk menikah. Biasanya Mbak...kalau terjadi ” kecelakaan” sebagai bentuk dari tanggung jawab dari pihak laki-laki mereka harus di nikahkan.

Menjawab pertanyaan penulis mengenai Undang-Undang nikah sirri Pak Lurah menjawab “ secara pribadi saya setuju Mbak, agar supaya pernikahan itu tertip sesuai dengan hukum yang berlaku dan syarat yang telah ditentukan baik secara agama maupun pemerintah, dengan maksud agar tidak ada lagi pasangan yang menikah secara sirri kususnya di Desa Sumogawe.

d. Slamet (Modin)

Wawancara dilakukan di Kantor Balai Desa Sumogawe tertanggal 4 pebruari 2014 dalam wawancara ini beliau memaparkan “ Sepengetahuan saya nikah sirri itu nikah diam-diam yang tidak dicatatkan di KUA “. Terkait dalam hal ini penulis menanyakan kenapa beliau mau menikahkan secara sirri dan kenapa tidak menyuruh untuk

menikah secara sah. Beliau menjawab “ Biasanya yang datang kerumah beliau tidak hanya masyarakat Sumogawe saja tapi terkadang ada juga penduduk dari luar daerah yang sengaja datang untuk melakukan nikah sirri, biasanya yang seperti itu karena perempuannya dijadikan istri kedua. Karena mereka ada saksi saya berani menikahkan to Mbak,,,tetapi setelah menikah biasanya saya sarankan kalau bisa untuk secepatnya menikah secara sah. Sedangkan untuk masyarakat Desa Sumogawe sendiri biasanya yang menikah sirri karena faktor umur yang masih kurang, karena salah satu pihak masih ada hubungan dengan orang lain, administrasi yang belum selesai.

e. Bapak Molyoko, S.Ag (Kepala KUA Kec. Getasan)

Wawancara di lakukan di Kantor KUA Kecamatan Getasan pada tanggal 23 pebruari 2014 . Menjawab pertanyaan tentang nikah sirri beliau mengemukakan bahwa nikah sirri itu nikah yang sembunyi-sembunyi yang tidak di catatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) setempat dalam hal ini KUA Kecamatan Getasan. Terkait pertanyaan penulis tentang nikah sirri beliau tidak setuju, kerena sebagai Kepala KUA Pak Mulyoko mengharapkan agar setiap pernikahan itu harus sah menurut agama maupun pemerintah.

Selain melakukan wawancara dengan beberapa tokoh Agama dan masyarakat Desa Sumogawe mengenai nikah sirri, penulis juga

memperoleh informasi seputar nikah sirri dari beberapa tokoh yang kompeten mengenai nikah sirri diantaranya :

1) Ahmad Zuhdi

Menurut Ahmad Zuhdi Nikah Sirri adalah pernikahan yang di langsungkan di luar pengetahuan resmi Pegawai Pencatat Nikah (PPN) karenanya pernikahan itu tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA), sehingga suami istri tersebut tidak mempunyai surat nikah.

Dalam prakteknya pernikahan sirri adalah suatu pernikahan yang dilakukan oleh orang-orang Islam di Indonesia yang memenuhi rukun dan syarat pernikahan tetapi tidak di daftarka atau dicatatkan PPN seperti yang di atur dan ditentukan oleh Undang-Undang No.1 Tahun1974 dan Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975.

2) Dalam bukuya yang berjudul Praktik Nikah Sirri Mahasiswa Jogja karya dadi Nurhaedi (2003:14-23), terdapat tiga devinisi nikah sirri yang berbeda-beda. Pertama, konsep nikah sirri dimana akad dan transaksinya (antara laki-laki dan perempuan) tidak dihadiri oleh para saksi, tidak dipublikasikan, tida dicatatkan secara resmi sehingga hanya mereka berdua yan mengetahuinya. Para ahli Figh sepakat bahwa kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil

pernikahan semacam itu tidak sakarena tidak ada saksi. Hadis Nabi yang A’mran ibn Husein menurut riwayat Ahmad (Syarifudin,2006 : 86)” Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil”.

Kedua, Konsep nikah sirri yang biasa dilakukan berdsarkan cara – cara Islam, semacam ini pada umumnya di anggap sah karena telah memenuhi rukun nikah dalam Islam. Dari aspek pernikahanya, nikah sirritetap dianggap sah menurut maksiat. Karena pernikahan yang dilakukantelah memenuhi rukun- rukun pernikahan yang sudah ditetapkan oleh Alla SWT.

Ketiga, Nikah Sirri yang mengikuti ketentuan agama Islam dan tercatat di Kantor Urusan Agama tetapi belum diadakan resepsi/walimah secara terbuka dan luas.

B. Pernikahan Sirri menurut Perundang-Undangan di Indonesia 1. Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974

a. Pengertian Perkawinan

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tantang Perkawinan di undangkan pada tanggal 2 Januari 1974 dan diberlakukan bersamaan dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yaitu PP No.9 Tahun 1975 tentang

Perkawinan. Dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 disebutkan bahwa:

“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengantujuan untuk membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Mengenai sahnya pernikahan dan pencatatan nikah terdapat dalam pasal 2 UU Perkawinan, yang berbunyi :

“(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaanya itu“

Dalam pasal 2 ayat 2 UU Perkawinan disebutkan bahwa “ tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangaan yang berlaku”.

Dari pasal 2 ayat 1 Undang-undang No 1 tahun 1974 dapat diketahui bahwa jika suatu perkawinan telah memenuhi syarat dan rukun sesuai dengan ketentuan syar’iat Islam maka pernikahantersebut dianggap sah di mata agama dan kepercayaan masyarakat. Tetapi sahnya suatu pernikahan tidak hanya sah menurut agama dan masyarakat tetapi juga harus sah menurut hukum Negara.

Peraturan yang mengatur tentang pencatatan nikah terdapat dalam pasal 2 Ayat 2 Undang-undang Perkawinan dan diperjelas dalam Bab II

ini dijelaskan bahwa mereka yang melakukan pernikahan agama Islam maka pencatatan pernikahanya di Kantor Urusan Agama (KUA). Tata cara pencatatan pernikahan sebagai mana sesuai dengan Pasal 3 sampai Pasal 9 PP No. 9 tahun 1975 ini antara lain menyebutkan bahwa setiap orang yang akan melangsungkan perkawinannya memberitahukan secara lisan atau tertulis rencana perkawinanya kepada pegawai pencatat nikah di tempat perkawinnya tersebut di langsungkan, selambat-lambatnya 10 hari kerja sebelum perkawinan tersebut di langsungkan. Selanjutnya oleh Petugas Pencatat Nikah mengumumkan dan menandatangani pengumuman tentang pemberitahuan kehendak nikah dengan cara menempel surat pengumuman tersebut pada tempat dimana pegumuman mudah terbaca dan dilihat oleh umum.

Dokumen terkait