• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Toleransi Hotong (Setaria italica L. Beauv) pada berbagai Cekaman Kekeringan: Pendekatan Anatomi dan Fisiologi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

Yati Tuasamu NRP G353070011

 

ABSTRACT

YATI TUASAMU. (Tolerance Hotong (Setaria italica L. Beauv) to Drought Stress: Anatomy and Physiology responses). Under supervisor of HAMIM and TRIADIATI.

Hotong (Setaria italica L. Beauv) is one of local excellent crop in Buru Island which becomes an important food alternative. However, because this plants are normally cultivated during dry season, drought stress is one of the major factor limiting plant growth and production. The objective of the study was to examine the adverse effects of drought stress on 3 accessions of hotong (Buru 1 accession (A1), Buru 2 accession (A2), and AGH accession (A3) based on anatomical and physiological responses. Plants were grown in 6 kg pot containing soil and sand (1:1, v/v) in the greenhouse. Drought was imposed at 14 days after the plants were 6 weeks old. The parameters were examined during the drought stress were media water content (MWC), relative water content (RWC), plant growth, photosynthetic parameters including maximum efficiency of photosynthetic (Fv/Fm), photochemical quenching (qP), non-photochemical quenching (qN), and quantum yield (qY), chlorophyll content, ascorbic acid (ASA), and proline concentration. Anatomy characteristics of leaf, stem, and root were observed using paradermal and transversal section. The results showed that drought stress caused decrease of MWC and RWC which generally influenced leaf area, plant height, root length, and dry weight. Seed productiondecreased due to the stress, andthe biggest was happened on A2 compared to A1 and A3 accessions. The Fv/Fm of all plants was not change during the drought periode, but showed a slight decrease in the last periode of drought. The A1 and A2 presented the higher decrease in qP and qY in response to drought, as compared to A3. On the contrary, qN increased in all accessions during the drought periode, but the increment was higher in the A3. The chlorophyll content of the plants subjected to drought stress was relatively stable and equal to that of plant control. The ASA content of A1 and A2 increased until 8 days drought treatment and decreased after 12 days drought treatment and rewatering. Drought stress increased significant accumulation of proline in all accessions until 14 days and have positive correlation to improvement of root length especially of A3. Leaf antomical characteristics of the plants subjected to drought stress decreased significantly in primary vena, vein rib, leaf, and mesophyll thickness, but the lower reduction was showed by A3 compared to other accessions especially in leaf and mesophyll thickness. The A1 showed the higher decrease in xylem vessels diameter of leaf, as compared to A2 and A3. The xylem vessels diameter of stem and root of all plants were relatively stable and equal to the plant control.Stomata density decreased significant in A2, but in A1 and A3 it was stable. The results showed that A3 more tolerant than A1 and A2, indicated by stable of photosynthetic rate (Pn) and seed production during the drought.

Keyword: drought stress, plant growth, physiological responses, anatomy characteristics, Setaria italica L. Beauv.

 

RINGKASAN

YATI TUASAMU. Toleransi Hotong(Setaria italica L. Beauv) pada berbagai Cekaman Kekeringan: Pendekatan Anatomi dan Fisiologi. Dibimbing oleh HAMIM dan TRIADIATI.

Hotong (Setaria italica L. Beauv) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan unggul lokal yang dikonsumsi masyarakat di Pulau Buru sebagai pangan alternatif penghasil karbohidrat. Tanaman ini tumbuh pada lahan kering dan toleran terhadap suhu tinggi namun tidak toleran pada periode cekaman kekeringan yang panjang. Budidaya tanaman hotong terutama di prioritaskan pada lahan-lahan kering dengan pola penanaman tadah hujan, sehingga kondisi kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan utama yang dapat menghambat pertumbuhan dan produksinya.

Ketersediaan air yang rendah pada fase awal pertumbuhan tanaman ini dapat mengakibatkan cekaman kekeringan (drought stress). Pada periode cekaman kekeringan yang panjang tanaman ini tidak mampu melakukan recovery, dan apabila terjadi kerusakan jaringan akan bersifat tidak dapat balik (permanen) sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan menurunkan produksinya.

Antisipasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat penurunan produksi akibat cekaman kekeringan adalah dengan menanam varietas unggul hotong yang toleran kekeringan. Dalam upaya pengembangan varietas unggul tersebut diperlukan sejumlah informasi mengenai mekanisme toleransi tanaman ini terhadap cekaman kekeringan, sehingga proses seleksi bisa berjalan secara efisien dan efektif.

Penelitian ini mengamati mekanisme toleransi terhadap cekaman kekeringan dengan pendekatan anatomi dan fisiologi pada tiga aksesi hotong (aksesi Buru 1 (A1), aksesi Buru 2 (A2), dan aksesi AGH (A3). Tanaman hotong ditumbuhkan dalam pot berukuran 6 kg menggunakan media tanam yang terdiri atas campuran tanah dan pasir dengan perbandingan (1:1, v/v) di dalam rumah kaca. Perlakuan cekaman kekeringan dilakukan selama 14 hari setelah tanaman berumur 6 minggu. Parameter-parameter yang diukur selama cekaman kekeringan meliputi: Kadar Air Media (KAM), Kandungan Air Relatif (KAR) daun, pertumbuhan dan produksi tanaman, parameter fotosintetis yang terdiri atas: efisiensi maksimum fotosintetis (Fv/Fm), pelepasan energi untuk reaksi fotokimia (qP), non fotokimia (qN), dan hasil kuatum fotosintesis (qY), kandungan asam askorbat (ASA), prolin, dan klorofil daun. Karakteristik anatomi daun, batang, dan akar diamati melalui pembuatan sayatan paradermal dan transversal menggunakan mikroskop cahaya.

Perlakuan cekaman kekeringan selama 14 hari mengakibatkan penurunan KAM diikuti penurunan KAR daun secara tajam yang mulai terjadi pada 8 HSP, dan stabilitas struktur anatomi terutama daun pada 14 HSP cekaman. Penurunan ini menyebabkan perubahan laju fotosintesis melalui penurunan pelepasan energi untuk reaksi fotokimia (qP), dan hasil kuantum fotosintesis (qY) secara tajam yang mulai terjadi pada 4 sampai 14 HSP cekaman walaupun hal tersebut tidak menyebabkan penurunan yang berarti pada nilai efisiensi maksimum fotosintesis (Fv/Fm), kecuali pada akhir periode kekeringan. Penurunan laju fotosintesis ini mempengaruhi pertumbuhan dan produksi ketiga aksesi hotong yaitu menghambat perkembangan luas daun, penurunan tinggi tajuk dan produksi biji terutama pada aksesi 2. Sebaliknya, perlakuan cekaman kekeringan menyebabkan peningkatan disipasi energi melalui proses non fotokimia (qN), sehingga menginduksi

 

peningkatan akumulasi asam askorbat (ASA) yang puncaknya pada 8 HSP kekeringan dan signifikan pada aksesi 3. Selain itu perlakuan cekaman kekeringan mengakibatkan peningkatan akumulasi prolin yang tertinggi pada aksesi 1 dan 2 pada akhir periode cekaman. Peningkatan akumulasi prolin selama periode cekaman berkorelasi positif terhadap peningkatan panjang akar terutama pada aksesi 3 yang merupakan mekanisme toleransi terhadap cekaman kekeringan. Peningkatan akumulasi prolin pada akhir periode kekeringan pada ketiga aksesi menunjukkan bahwa tanaman dalam keadaan stres yang sangat berat.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa aksesi 3 lebih toleran terhadap perlakuan cekaman kekeringan selama 14 hari dibanding aksesi 1 dan 2. Hal ini dapat dilihat berdasarkan kestabilan proses fotosintesis selama cekaman kekeringan yang ditunjukkan oleh nilai reaksi-reaksi fotokimia (qP) dan hasil kuantum fotosintesis (qY), mekanisme regulasi fotosintesis melalui proses non fotokimia (qN), kestabilan struktur anatomi daun terutama kerapatan stomata, tebal daun, dan lapisan mesofil. Terjadi peningkatan panjang akar dan produksi biji yang relatif tidak mengalami penurunan dibandingkan dengan tanaman kontrolnya.

Kata kunci: cekaman kekeringan, pertumbuhan dan produksi, respon fisiologi, karakteristik anatomi, Setaria italica L. Beauv.

 

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentukapa pun tanpa izin IPB

 

TOLERANSI HOTONG (Setaria italica L. Beauv)

PADA BERBAGAI CEKAMAN KEKERINGAN:

PENDEKATAN ANATOMI DAN FISIOLOGI

YATI TUASAMU

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

 

 

Judul Tesis : Toleransi Hotong (Setaria italica L. Beauv) pada berbagai Cekaman Kekeringan: Pendekatan Anatomi dan Fisiologi

Nama : Yati Tuasamu

NRP : G353070011

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hamim, M.Si. Dr. Dra. Triadiati, M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

Tanggal Ujian: 06 Agustus 2009 Tanggal Lulus: 25 Agustus 2009 Koordinator Mayor

Biologi Tumbuhan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si.

 

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah (tesis) ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2008 sampai April 2009 di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Laboratorium Fisiologi, Laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor ini tentang cekaman kekeringan, dengan judul Toleransi Hotong (Setaria italica L. Beauv) pada berbagai Cekaman Kekeringan: Pendekatan Anatomi dan Fisiologi.

Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian penulisan tesis ini yaitu;

1 Bapak Dr. Ir. Hamim, M.Si. dan Ibu Dr. Dra. Triadiati, M.Si. selaku komisi pembimbing atas waktu, kesabaran, ilmu, dan kemudahan yang diberikan selama bimbingan mulai dari tahap awal persiapan penelitian sampai akhir penyelesaian tesis ini.

2 Dr. Ir. Juliarni, M.Agr. atas waktu, kesabaran, ilmu, dan kemudahan yang diberikan selama bimbingan pada tahap awal persiapan penelitian ini.

3 Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. selaku penguji luar komisi atas ilmu dan saran yang telah diberikan untuk kesempurnaan tesis ini.

4 Ketua Mayor, seluruh dosen, karyawan, dan pengelola Laboratorium pada lingkup Biologi Tumbuhan atas ilmu, bantuan, dan fasilitas yang diberikan selama penelitian dilakukan sampai penyelesaian tesis ini.

5 IPB yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk memperoleh dana BPPS dalam rangka penyelesaian studi dan penelitian pada Program Magister Sains. 6 Yayasan Dana Beasiswa Maluku (YDBM) dan Yayasan Tahija di Jakarta yang telah

memberikan bantuan dana dalam pelaksanaan penelitian ini.

7 Papa dan mama tercinta, Ed dan adik-adikku tersayang serta seluruh keluarga atas nasehat, kepercayaan, doa, dan semangat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini tepat waktu.

8 Rekan-rekan Pascasajana Biologi FMIPA IPB tahun 2007 atas kerjasama dan kebersamaannya selama menyelesaikan studi.

Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya dengan pahala yang berlipat ganda, amin. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak yang terkait terutama dalam upaya pemuliaan dan pengembangan budidaya tanaman hotong khususnya di Pulau Buru maupun di Indonesia.

Bogor, Agustus 2009

 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 09 Juli 1976 sebagai anak sulung dari tujuh bersaudara dari ayah Kadir Tuasamu dan ibu Hadija Maruapey.

Tahun 1994 penulis lulus SMA Negeri 7 Ambon dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Peternakan Universitas Pattimura Ambon melalui jalur PSSB. Penulis menyelesaikan studi S1 pada tahun 2001 dengan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dari Yayasan Supersemar.

Penulis menikah pada tahun 2000 dengan Serka. A. Tuharea dan telah dikaruniai dua orang putra dan putri yaitu: Jafar Umar Thalib Tuharea (10 tahun) dan Humaira Sukma Ayu Tuharea (6 tahun).

Tahun 2005 penulis diangkat sebagai tenaga edukatif pada lingkup Kopertis Wilayah XII Ambon, dpk di Universitas Iqra Buru, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku pada Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian sampai sekarang. Penulis juga mengabdi sebagai guru bantu Biologi dan Muatan Lokal Peternakan pada Madrasah Aliyah Yayasan Daarul Arqam, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku sejak tahun 2006 sampai sekarang.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana melalui jalur BPPS Tahun 2007 pada Mayor Biologi Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA IPB.

 

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ………... xiii DAFTAR GAMBAR ………... xiv DAFTAR LAMPIRAN ………... xv PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 5 Manfaat Penelitian ... 5 Hipotesis ... 5 TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Tanaman Hotong ... 6 Fungsi Air bagi Tanaman ... 6 Cekaman Kekeringan bagi Tanaman ... 7 Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Fotosintesis Tanaman ... 9 Akumulasi Asam Askorbat (ASA) dan Prolin sebagai Respon

Terhadap Kekeringan ... 10 BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian ... 14 Bahan dan Alat ... 14 Rancangan Percobaan ... 15 Pelaksanaan Penelitian ... 15 Persiapan bahan tanaman dan media tanam ... 15 Penanaman dan pemeliharaan ... 16 Pemberian perlakuan cekaman kekeringan ... 16 Pengamatan ... 16 Pengukuran parameter fotosintesis ... 18 Analisis asam askorbat (ASA) ... 18 Analisis prolin ... 19 Analisis kandungan klorofil daun ... 19 Pembuatan sayatan paradermal ... 20 Pembuatan sayatan transversal ... 21 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air Media (KAM) dan Kandungan Air Relatif (KAR) Daun ... 22 Respon Umum Tanaman ... 25 Parameter Anatomi Daun, Batang, dan Akar ... 30 Kualitatif Anatomi Daun, Batang, dan Akar ... 34 Parameter Fotosintesis ... 36 Akumulasi Asam Askorbat (ASA), Prolin, dan Kandungan

 

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 45 Saran ... 45 DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN ... 52

 

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap luas daun, tinggi tajuk,

dan panjang akar ketiga aksesi hotong pada 14 hari setelah perlakuan

cekaman kekeringan ... 26 2 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap bobot kering tajuk dan akar

dan bobot kering biji ketiga aksesi hotong ... 27 3 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kerapatan dan indeks stomata

pada lapisan epidermis daun bagian atas dan bawah pada 14 hari setelah

perlakuan cekaman kekeringan ... 31 4 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap struktur anatomi daun, batang,

dan akar ketiga aksesi hotong pada 14 hari setelah perlakuan cekaman

kekeringan ... 32 5 Korelasi antar parameter ketiga aksesi hotong pada 14 hari setelah

perlakuan cekaman kekeringan ... 53 6 Deskripsi aksesi Buru 1 dan Buru 2 ... 55

 

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Mekanisme pembentukan senyawa reactive oxygen species (ROS) ... 11 2 Mekanisme penyelamatan terhadap cekaman oksidatif oleh asam

askorbat (ASA) ... 12 3 Kadar Air Media (KAM) (%) dan Kandungan Air Relatif (KAR)

daun (%) pada 0-14 hari setelah perlakuan cekaman kekeringan dan

recovery pada taraf uji 5% (DMRT) ... 22 4 Sayatan transversal daun, batang, dan akar dan sayatan paradermal daun

ketiga aksesi hotong kontrol dan perlakuan pada 14 hari setelah perlakuan

cekaman kekeringan ... 35 5 Parameter fotosintesis pada 0-14 hari setelah perlakuan cekaman

Kekeringan dan recovery pada taraf uji 5% (DMRT) ... 38 6 Akumulasi asam askorbat (ASA), prolin, dan kandungan klorofil daun

pada 0-14 hari setelah perlakuan cekaman kekeringan dan recovery

pada taraf uji 5% (DMRT) ... 42 7 Morfologi aksesi Buru 1 dan Buru 2 ... 55 8 Morfologi ketiga aksesi hotong kontrol dan perlakuan pada 8 hari

setelah perlakuan cekaman kekeringan ... 56 9 Morfologi ketiga aksesi hotong kontrol dan perlakuan pada 14 hari

setelah perlakuan cekaman kekeringan ... 56 10 Morfologi akar ketiga aksesi hotong kontrol dan perlakuan pada 14 hari

 

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Korelasi antar parameter ketiga aksesi hotong pada 14 hari setelah

perlakuan cekaman kekeringan ... 53 2 Grafik korelasi parameter penentu sifat toleransi ketiga aksesi hotong

pada 8 dan 14 hari setelah perlakuan cekaman kekeringan ... 54 3 Letak geografis, morfologi, dan deskripsi aksesi Buru 1 dan Buru 2 ... 55 4 Morfologi ketiga aksesi hotong pada 8 dan 14 hari setelah perlakuan

cekaman kekeringan ... 56 5 Morfologi akar ketiga aksesi hotong pada 14 hari setelah perlakuan

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam rangka mendukung program diversifikasi pangan Nasional yang sedang digalakkan saat ini, maka pengembangan tanaman pangan alternatif sumber karbohidrat bagi masyarakat perlu dilakukan. Usaha pengembangan tanaman pangan alternatif tersebut harus tetap memperhatikan berbagai keunggulan komparatif wilayah yang sasaran utamanya adalah pengembangan dan peningkatan produksi komoditas unggul daerah (unggul lokal).

Hotong atau yang sering dikenal sebagai ”foxtailmillet” (Setaria italica L. Beauv) termasuk salah satu jenis tanaman pangan unggul lokal yang dikonsumsi oleh masyarakat Pulau Buru sebagai pangan alternatif penghasil karbohidrat dan masih dianggap langka. Biji hotong selain dikonsumsi untuk memproduksi aneka jenis makanan olahan seperti bubur, nasi, wajik dan aneka penganan lain, juga memiliki nilai ekonomis penting antara lain sebagai bahan baku pembuatan mi instan, minuman berenergi, dan makanan balita. Kandungan nutrisi biji hotong cukup tinggi yaitu mengandung protein sebesar 11,18%, lemak 2,36%, karbohidrat 73,36%, air sebesar 11,78%, dan abu sebesar 1,32%. Energi yang dihasilkan dalam 100 g biji adalah 359 kalori. Dilihat dari kandungan gizinya yang cukup tinggi, maka tanaman hotong dapat dijadikan komoditi alternatif dalam program diversifikasi pangan alternatif penghasil karbohidrat (Andrawulan 2003). Untuk itu perlu dibudidayakan secara luas serta di jaga kelestariannya sebagai komoditi unggul lokal.

Pemerintah Kabupaten Buru pada tahun 2003 telah membuka luas tanam untuk budidaya tanaman hotong seluas 7,122 Ha yaitu pada lahan-lahan kering dengan pola penanaman tadah hujan terutama di bagian barat dan utara Pulau Buru. Upaya pengembangan budidaya tanaman hotong di Pulau Buru hingga saat ini masih menemukan banyak kendala. Kondisi kekeringan dan ketersediaan benih unggul yang toleran kekeringan serta paket teknologi budidaya yang tepat sejauh ini merupakan kendala utama. Berbeda halnya dengan tanaman padi gogo,

 

data dan informasi hasil penelitian tentang pemuliaan dan pengembangan budidaya tanaman hotong masih sangat sedikit (Diptan 2003).

Pulau Buru termasuk daerah rawan kekeringan dengan jumlah curah hujan tahunan relatif rendah yaitu berkisar antara 1000 - 1400 mm. Curah hujan rata-rata pada bulan lembab (Januari–Maret) 262 mm/bln, sedangkan bulan kering (April– Desember) kurang dari 100 mm/bln (Diptan 2003). Curah hujan rata-rata bagi pertumbuhan tanaman hotong berkisar antara 200 - 300 mm/bln atau lebih sedikit dari curah hujan musiman (Dekany 1999). Rendahnya curah hujan di daerah tersebut dapat menyebabkan terjadinya defisit air bagi tanaman hotong sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan produksinya.

Ketersediaan air yang rendah pada masa awal pertumbuhan tanaman

dapat mengakibatkan cekaman kekeringan (drought stress). Kekeringan

merupakan faktor lingkungan utama yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan menurunkan produksi bergantung pada besarnya tingkat cekaman yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman ketika mendapat cekaman kekeringan (Levitt 1980). Pada periode cekaman kekeringan yang panjang akan mempengaruhi seluruh proses metabolismeme di dalam sel dan mengakibatkan penurunan produksi tanaman (Bohnert et al. 1995).

Hamim (2004) menyatakan bahwa pada tahap awal, kekeringan menyebabkan berkurangnya pembukaan stomata untuk meminimalisir kehilangan air di bawah kondisi cahaya berlebihan. Peristiwa ini mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi CO2 intrasel, sehingga tanaman mengalami overreduksi

pada transfer elektron fotosintesis (Zlatev & Yordanov 2004). Hal ini dapat mengakibatkan terbentuknya reactive oxygen species (ROS) yang diawali dengan pengikatan elektron pada transfer elektron fotosintesis oleh oksigen (Asada 2006). Senyawa ROS ini dapat menyebabkan cekaman oksidatif bagi tanaman yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan ultrastruktur sel (Wise & Naylor 1987).

Sintesis senyawa antioksidan seperti asam askorbat (Sgherri et al. 2000) yang berfungsi sebagai agen reduksi dalam menetralisir radikal oksigen

 

dilaporkan meningkat pada beberapa spesies tanaman saat mengalami cekaman kekeringan. Selain itu tanaman juga mengakumulasi senyawa prolin yang berfungsi untuk pengaturan derajat osmotik sel (osmotic adjustment). Akumulasi prolin dapat menurunkan potensial osmotik sehingga menurunkan potensial air dalam sel tanpa membatasi fungsi enzim dan menjaga turgor sel (Hamim 1995). Sintesis senyawa-senyawa ini mengindikasi toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan juga dilaporkan dapat memacu tanaman untuk beradaptasi secara morfologi dan anatomi (Radwan 2007).

Hotong umumnya tumbuh pada daerah kering dan toleran terhadap suhu tinggi seperti jagung dan sorgum, akan tetapi tidak toleran terhadap periode cekaman kekeringan yang panjang sebaik sorgum (Leder & Monda 2004). Tanaman hotong yang mengalami cekaman kekeringan panjang pada fase pertumbuhannya sukar mengalami recovery setelah dilakukan pengairan kembali (rewatering) (Karyudi & Fletcher 2003). Antisipasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat penurunan produksi akibat cekaman kekeringan adalah dengan menanam varietas unggul tanaman hotong yang toleran kekeringan. Dalam upaya pengembangan varietas unggul tersebut diperlukan sejumlah informasi mengenai mekanisme toleransi tanaman tersebut terhadap cekaman kekeringan, sehingga proses seleksi bisa berjalan secara efisien dan efektif.

Karyudi dan Fletcher (1999) telah melakukan penelitian tentang kapasitas osmoregulasi 11 aksesi S. italica dan 14 aksesi Panicum muliaceum terhadap cekaman kekeringan. Berdasarkan penelitian tersebut dilaporkan bahwa: (1) S. italica mampu tumbuh pada kondisi cekaman kekeringan, tetapi tidak toleran pada periode kekeringan yang panjang dibanding P. muliaceum, (2) tanaman ini tidak

mampu melakukan recovery setelah mengalami cekaman kekeringan berat

disebabkan oleh sistem perakarannya yang relatif dangkal, (3) potensial osmotik dan kapasitas osmoregulasi tinggi saat turgor penuh, sebaliknya rendah ketika potensial air daun menurun, (4) tingginya kapasitas osmoregulasi menyebabkan penurunan perkembangan luas daun, laju fotosintesis, dan peningkatan akumulasi

 

solut di dalam jaringan daun, (5) terjadi peningkatan prolin dan kalsium tetapi tidak berkontribusi terhadap akumulasi solut dan perkembangan luas daun.

Kemampuan penetrasi akar untuk mencapai zona yang lebih dalam pada

beberapa spesies millet merupakan suatu mekanisme penghindaran terhadap

cekaman kekeringan untuk meningkatkan kemampuan penyerapan air. Pada kondisi cekaman kekeringan, kemampuan penetrasi akar pada S. italica kurang efektif dibanding spesies millet yang lain (pearl millet, barnyar millet, finger millet, dan job’stears) dan terjadi penurunan laju fotosintesis akibat perlakuan cekaman kekeringan (Zegada-Lizaruzu & Iijima 2004).

Veeranagamallaiah et al. (2007) melaporkan bahwa peningkatan

akumulasi prolin pada S. italica kultivar Prasad dan Lepakshi merupakan indikasi toleransi terhadap kondisi cekaman. Prolin berperan sebagai senyawa osmoregulator dan osmoprotektan ketika tanaman menghadapi cekaman abiotik termasuk cekaman kekeringan yang secara umum respon tersebut bersifat multigenetik.

Pada dasarnya, tanaman memiliki mekanisme tertentu untuk mempertahankan diri terhadap kondisi kekeringan dan juga cekaman lain yang ditimbulkan oleh cekaman kekeringan. Mekanisme toleransi tanaman hotong dalam menghadapi kondisi kekeringan belum banyak diteliti. Dengan demikian menarik untuk dikaji mekanisme toleransinya melalui penelitian dengan

Dokumen terkait