• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Pengeringan Absorpsi dan Microwave Oven Pada Proses Curing Vanili Termodifikasi adalah karya saya sendiri dengan bimbingan Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS dan Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi serta belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2007

Farida Anggraini NIM F251040151

ABSTRACT

FARIDA ANGGRAINI. The Effect of Absorption Dying and Microwave Oven in Modified Vanilla Curing. Under direction of RIZAL SYARIEF and DWI SETYANINGSIH.

Vanilla (Vanilla planifolia Andrews) is one of the souce flavor plant. Indonesia is the second bigger vanilla producers in the world after Madagascar which can fulfill about 23% of world’s vanilla necessity (FAO 2005). Unfortunately, Indonesian cured vanilla has lower quality than its real potency, as results of the improper curing process.

The modified curing has been done by Setyaningsih (2006). This research reported that the vanillin content is lower in the last drying process (1.15% dw), meanwhile in the first stage during five days drying the vanillin content is the highest (2.8% dw). This research is done to complete that modified curing process by modifying the vanilla drying using absorption drying and microwave oven. It is also studied the way to increase β-glucosidase enzyme activator penetration into vanilla tissues using vacuum infiltration and high pressure application. This research also study the effect of stratching and puncturing in enzyme activity and the content of vanillin.

The data shows that the whole vanilla without stratching and puncturing has higher average enzyme activity and vanillin content from soaking stage to first drying, that is 1.15 fold the green vanilla in vacuum infiltration technique and 1.09 fold in high pressure application. The vanillin content is 0.70% dw in vacuum infiltration and 0.80% dw in high pressure application. From several pressure which is applicated, the higher average enzyme activity and vanillin content from soaking to drying stage shows that vacuum infiltration at 5 kPa for 10 minutes is the best treatment, which results enzyme activity 218.88 IU/g and vanillin content 1.08% dw.

At the first drying stage, the higher vanillin content is obtained from the fifth days drying (1.00% dw). Unfortunately, the vanillin content of dried vanilla from absorption drying is lower than that obtained from the first drying, that is 0.82% dw. In the case of drying using microwave oven, drying for 30 minutes each day results the higher vanillin content (0.49% dw) than that from 60 minutes and 90 minutes drying which results 0.36% dw and 0.32% dw. This last vanillin content also can not stabilize the vanillin content which has been obtained from the first drying.

Drying using oven at 60oC for 3 hours each days results the higher vanillin content and reducing sugar (1.40% dw and 8.57% dw). This value also higher than that obtained from standard curing method (Balitro II method) which has vanillin content 0.96% dw and reducing sugar 5.35% dw. From this research, it is concluded that using the whole vanilla and oven dryer is better to do the curing process. The application of vacuum infiltration technique at 5 kPa for 10 minutes can shortened the soaking at β-glucosidase enzyme activator.

Keyword : Vanilla planifolia, β-glucosidase enzyme activator, vacuum infiltration, high pressure, absorption drying, microwave oven

RINGKASAN

FARIDA ANGGRAINI. Pengaruh Pengeringan Absorpsi dan Microwave Oven

Pada Proses Curing Vanili Termodifikasi. Dibimbing oleh RIZAL SYARIEF dan DWI SETYANINGSIH.

Vanili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu komoditas penghasil flavor yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Indonesia menempati posisi yang cukup penting sebagai pemasok vanili dunia, dimana Indonesia menjadi negara produsen vanili kedua terbesar di dunia setelah Madagaskar dan dapat memenuhi 23% dari kebutuhan vanili dunia (FAO 2005). Akan tetapi, vanili kering Indonesia mempunyai kualitas yang lebih rendah dibanding potensi sebenarnya, salah satu penyebabnya adalah proses curing (teknologi pasca panen vanili) yang kurang sempurna. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas vanili kering Indonesia adalah dengan memodifikasi atau perbaikan dalam proses curing.

Perbaikan proses curing telah dilakukan oleh Setyaningsih (2006). Penelitian tersebut melaporkan bahwa terjadi penurunan kadar vanillin di akhir proses pengeringan (1,15% bk), padahal kadar vanillin pada pengeringan pertama hari ke-5 telah mencapai nilai yang cukup tinggi (2,8% bk). Proses curing

termodifikasi tersebut dilakukan dengan cara merendam buah vanili segar dalam aktivator enzim β-glukosidase yaitu butanol 0,3 M dan sistein 1 mM selama 2 jam.

Pada penelitian ini dilakukan perbaikan modifikasi proses curing vanili melalui modifikasi proses pengeringan, yaitu menggunakan pengering absorpsi dan microwave oven. Kajian juga dilakukan untuk meningkatkan absorpsi aktivator enzim β-glukosidase ke dalam jaringan buah vanili dengan teknik

vacuum infiltration maupun pemberian tekanan tinggi sehingga dapat mempersingkat waktu perendaman dalam aktivator enzim. Penelitian ini akan melihat pula bagaimana pengaruh penyayatan dan penusukan buah terhadap aktivitas enzim dan kadar vanillin buah vanili.

Berdasarkan hasil penelitian, buah vanili utuh tanpa mengalami penyayatan dan penusukan menghasilkan aktivitas enzim rata-rata dari tahap perendaman hingga pengeringan pertama hari pertama yang lebih tinggi, yaitu sebesar 1,15 kali buah segar untuk perendaman menggunakan tekanan vakum 5 kPa dan 1,09 kali untuk pemberian tekanan tinggi 100 kPa di atas tekanan normal. Sementara itu nilai rata-rata kadar vanillin buah utuh 0,70% untuk penerapan

vacuum infiltration adalah dan 0,8% bk untuk penerapan tekanan tinggi. Dari beberapa tekanan yang diberikan selama perendaman, hasil analisis rata-rata aktivitas enzim dan kadar vanillin tahap perendaman hingga pengeringan menunjukkan pemberian tekanan vakum 5 kPa selama 10 menit adalah perlakuan terbaik, dimana dihasilkan rata-rata aktivitas enzim dan kadar vanillin tertinggi, yaitu 218,88 IU/g dan 1,08% bk.

Pada pengeringan tahap pertama, kadar vanillin tertinggi dihasilkan pada hari ke-5 pengeringan, yaitu sebesar 1,0% bk. Upaya mempertahankan kadar vanillin tersebut dilakukan menggunakan pengering absorpsi dengan absorben kapur api yang mempunyai kandungan CaO 82,27%. Kadar vanillin vanili kering yang dihasilkan ternyata lebih rendah dibanding kadar vanillin pengeringan

pertama hari ke-5, yaitu 0,82%. Tahap pemeraman dan pengeringan yang berlangsung pada kisaran suhu kamar dan RH rendah, yaitu 27-30oC dan 49-62% diduga menjadi penyebab tidak sempurnanya hidrolisis glukovanilin menjadi vanillin dan glukosa.

Untuk pengeringan menggunakan microwave oven, pengeringan selama 30 menit tiap hari yang diselingi dengan pemeraman selama 24 jam menghasilkan kadar vanillin tertinggi, yaitu 0,49% dibandingkan dengan pengeringan selama 60 menit dan 90 menit tiap hari yang menghasilkan kadar vanillin berturut-turut 0,36% dan 0,32%. Kadar vanillin akhir yang dihasilkan ini juga tidak dapat mempertahankan kadar vanillin yang telah dicapai pada pengeringan tahap I. Tingginya tingkat suhu yang digunakan pada pengeringan microwave diduga menjadi penyebab rendahnya kadar vanillin yang dihasilkan.

Pengeringan menggunakan oven pengering pada suhu 60oC selama 3 jam tiap hari dapat menghasilkan kadar vanillin dan gula pereduksi yang lebih tinggi, yaitu rata-rata 1,40% bk dan 8,57% bk. Nilai ini juga lebih tinggi daripada vanili kering hasil pengeringan standar, yaitu metode Balitro II yang menghasilkan kadar vanillin 0,96%bk dan kadar gula pereduksi 5,35% bk. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa buah vanili lebih baik digunakan dalam bentuk utuh dan dikeringkan menggunakan oven. Waktu perendaman dalam aktivator enzim dapat dipersingkat melalui penerapan vacuum infiltration 5 kPa selama 10 menit. Kata kunci : vanili, aktivator enzim β-glukosidase, vakum infiltrasi, tekanan tinggi, pengeringan absorpsi, microwave

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik

PENGARUH PENGERINGAN ABSORPSI DAN

MICROWAVE OVEN PADA PROSES CURING

VANILI TERMODIFIKASI

FARIDA ANGGRAINI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

Judul Tesis : Pengaruh Pengeringan Absorpsi dan Microwave Oven Pada Proses Curing Vanili Termodifikasi

Nama : Farida Anggraini NIM : F251040151

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pangan

Prof.Dr.Ir.Betty Sri Laksmi Jenie,MS Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro,MS

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis yang berjudul “Pengaruh Pengeringan Absorpsi dan Microwave Oven Pada Proses Curing Vanili Termodifikasi” ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan penulis sejak bulan Juni 2006 hingga Maret 2007 di Program Studi Ilmu Pangan IPB. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS selaku ketua komisi pembimbing atas kebijakan, masukan dan bimbingannya selama penulis menempuh studi di Program Studi Ilmu Pangan.

2. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, serta dukungan moril selama penulis melaksanakan penelitian hingga terselesaikannya tesis ini. 3. Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc selaku penguji atas saran dan masukannya yang

berharga untuk perbaikan tesis ini.

4. Kedua orang tua penulis Bapak Noor Afandi dan Ibu Sri Endah Setyaningsih, terima kasih atas limpahan kasih sayang dan doa yang tak pernah putus serta dukungannya hingga penulis berhasil menyelesaikan program Magister ini.

5. Mertua kami Bapak dr. Sutarno, MM dan Ibu Rofi’ah, terima kasih atas doa, dukungan serta teladan kerja keras yang selalu dicontohkan kepada kami putra-putrinya.

6. Secara khusus kepada Suamiku tercinta, dr. Hendrawan Permadi, atas cinta dan kasih sayang, ketulusan, doa, motivasi, pengertian serta kesabarannya menanti penulis selama melaksanakan program Magister ini. 7. Adikku tersayang Indra Budi Satria, S.Sos serta adik-adik iparku

Dwinanto Adi Nugroho, ST; Triyanto Wibowo, ST; Diah Pratiwi dan Tomy Hendarto atas doa dan semangat yang selalu diberikan buat penulis. 8. Siti Kurniati, SPi atas bantuan dan kerja samanya di Laboratorium selama berlangsungnya penelitian penulis. Terima kasih Adikku atas segala

kebersamaan, persahabatan, dan kesediaan menemani penulis serta menjadi teman berbagi dalam suka dan duka.

9. Mbak Mira Sofyaningsih, STP; Reni Rahmalia STP; Dorkas Sianipar, SP; Fajriyati Mas’ud STP; Marleni Limonu, SP serta teman-teman IPN 2004 lainnya atas bantuan, dukungan dan kebersamaan kita selama di Laboratorium serta selama menjalani studi di IPN ini.

10.Nur Rosyiah, STP, Pak Nurwanto, Pak Iyas, Pak Sobirin, Pak Rojak, Mbak Ida, Mas Edi, Mbak Ari, Pak Taufik serta laboran lainnya di Departemen ITP dan Seafast Center atas segala bantuan yang diberikan selama penulis melaksanakan penelitian.

11.Teman-teman Pondok Berkah : Mbak Wiyana L.S Siregar, STP, MSi; Lisa Navitasari dan Dik Rina Uswatun Hasanah. Terima kasih atas semua bantuan, doa dan dukungannya buat penulis.

12.Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini. Oleh karena itu saran dan kritik untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini sangat diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Juli 2007

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jepara pada tanggal 11 Februari 1982 dari ayah Noor Afandi dan ibu Sri Endah Setyaningsih. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Kini penulis telah menikah dengan dr. Hendrawan Permadi. Pendidikan penulis dari SD hingga SMU ditempuh di Jepara. Pada tahun 1999 penulis mendapat kesempatan untuk menempuh studi Sarjana di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Studi Sarjana tersebut diselesaikan pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang Magister pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... xiv DAFTAR GAMBAR ... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 4 Tujuan ... 4 Hipotesa ... 5 Manfaat ... 5 TINJAUAN PUSTAKA ... 6 Vanili... 6 Pengolahan Vanili (Curing) ... 8 Flavor Vanili ... 12 Modifikasi Proses Curing Vanili ... 13 Standar Mutu Vanili... 14 Pengeringan Vanili... 16 Pengeringan Absorpsi ... 19 Pengeringan Microwave... 24

Vacuum Infiltration... 25 Infiltrasi dengan Pemberian Tekanan Tinggi... 27 METODOLOGI PENELITIAN... 28

Waktu dan Tempat Penelitian ... 28 Bahan dan Alat... 28 Metode Penelitian ... 29 Rancangan Percobaan ... 41

HASIL DAN PEMBAHASAN... 42 Pengaruh Penyayatan dan Penusukan Pada Aktivitas Enzim dan

Kadar Vanillin Buah Vanili ... 44 Aplikasi Tekanan pada Proses Curing Termodifikasi ... 49 Pengeringan Vanili Termodifikasi Menggunakan

Pengering Absorpsi ... 57 Pengeringan Vanili Termodifikasi Menggunakan Microwave Oven .... 71 Pengeringan Vanili Termodifikasi Menggunakan Oven Pengering ... 81 Pengeringan Vanili metode Balitro II ... 87

KESIMPULAN DAN SARAN... 96 DAFTAR PUSTAKA ... 98 LAMPIRAN... 105

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Komposisi kimia buah vanili segar... 7 2 Syarat umum vanili ... 15 3 Syarat mutu vanili Indonesia ... 15 4 Aktivitas enzim buah vanili utuh, sayat, dan tusuk... 46 5 Kadar vanillin buah vanili utuh, sayat, dan tusuk ... 49 6 Aktivitas enzim dengan pemberian tekanan ... 50 7 Perbandingan aktivitas enzim ... 54 8 Kadar vanillin dengan pemberian tekanan... 55 9 Perbandingan kadar vanillin ... 57 10 Hasil pengujian mutu vanili berdasarkan SNI 01-0010-2002... 80 11 Perbandingan kandungan kimiawi vanili termodifikasi dan standar ... 91 12 Perbandingan karaktersitik fisik vanili termodifikasi dan standar... 91 13 Perbandingan waktu pengeringan vanili termodifikasi dan standar ... 94

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Buah vanili ... 7 2 Buah vanili kering... 11 3 Pemberian tekanan vakum dan tekanan tinggi

pada tahap perendaman dalam aktivator... 31 4 Vacuum evaporator... 31 5 Autoklaf untuk infiltrasi... 31 6 Pelayuan ... 33 7 Pemeraman... 33 8 Lemari pengering absorpsi... 34 9 Microwave oven... 35 10 Oven pengering ... 36 11 Proses pengeringan termodifikasi ... 38 12 Pengeringan termodifikasi menggunakan microwave oven... 39 13 Pengeringan vanili standar (Metode Balitro II) ... 40 14 Perubahan kadar vanillin pengeringan tahap I... 57 15 Kapur api... 58 16 Perubahan RH pada pengeringan absorpsi... 61 17 Perubahan suhu pada pengeringan absorpsi... 62 18 Perubahan kadar air pengeringan absorpsi... 63 19 Aktivitas enzim selama curing... 66 20 Vanili kering hasil pengeringan absorpsi... 66 21 Perubahan kadar vanillin pengeringan absorpsi... 68 22 Kadar gula pereduksi pengeringan absorpsi ... 68 23 Perubahan pH pengeringan absorpsi... 70 24 Perubahan total asam pengeringan absorpsi ... 70 25 Perubahan kadar vanillin pengeringan microwave... 73 26 Perubahan kadar vanillin pengeringan termodifikasi

menggunakan microwave... 74 27 Perubahan kadar air pengeringan microwave... 76 28 Perubahan kadar gula pereduksi pengeringan microwave... 78

29 Perubahan pH vanili pengeringan microwave... 79 30 Perubahan total asam vanili pengeringan microwave... 79 31 Penampakan vanili kering hasil pengeringan microwave... 80 32 Perubahan kadar vanillin pengeringan termodifikasi... 82 33 Perubahan kadar gula pereduksi pengeringan termodifikasi ... 83 34 Perubahan pH vanili pada pengeringan termodifikasi ... 84 35 Perubahan total asam vanili pada pengeringan termodifikasi... 84 36 Penampakan vanili kering termodifikasi... 86 37 Perubahan kadar vanillin metode Balitro II ... 87 38 Perubahan kadar gula pereduksi metode Balitro II... 88 39 Perubahan pH vanili metode Balitro II ... 89 40 Perubahan total asam vanili metode Balitro II... 90 41 Penampakan vanili kering metode Balitro II ... 90 42 Kromatogram ekstrak vanili metode termodifikasi ... 95 43 Kromatogram ekstrak vanili metode standar (Balitro II)... 95

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Pembuatan ekstrak enzim kasar ... 105 2 Prosedur analisis ... 106 3 Kurva standar vanillin, BSA, dan glukosa ... 112 4 Hasil analisis aktivitas enzim dan kadar vanillin buah vanili

utuh, sayat, dan tusuk ... 113 5 Kadar vanillin pengeringan termodifikasi dan standar ... 115 6 Kadar gula pereduksi metode termodifikasi dan standar ... 118 7 Perubahan pH dan total asam pengolahan termodifikasi

dan standar ... 121 8 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh

penyayatan dan penusukan terhadap aktivitas enzim ... 123 9 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh

penyayatan dan penusukan terhadap kadar vanillin ... 124 10 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pemberian

tekanan pada tahap perendaman dalam aktivator enzim

(aktivitas enzim)... 125 11 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pemberian

tekanan pada tahap perendaman dalam aktivator enzim

(kadar vanillin)... 127 12 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Vanili (Vanila planifolia Andrews) merupakan salah satu komoditas perkebunan bernilai ekonomi tinggi. Hal ini disebabkan oleh kandungan flavor vanili yang dihasilkannya. Berdasarkan informasi terakhir yang diperoleh dari para petani di Kuningan Jawa Barat pada bulan Februari 2007, vanili basah diperdagangkan dengan harga Rp 100.000 per kilogram, sedangkan vanili kering Rp 700.000 per kilogram. Adapun ekstrak vanili alami (salah satu produk olahan dari vanili kering) pada bulan November 2005 diperdagangkan pada US$ 30-60 per galon, sementara itu harga vanili sintetik hanya US$ 10-15 per galon (Schultz 2005, diacu dalam Melawati 2006). Ekstrak vanili alami mempunyai harga jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan vanili sintetik karena flavor ekstrak vanili alami bersifat kompleks dan di dalamnya terkandung senyawa-senyawa aldehid aromatik yang bernilai ekonomi tinggi (Setyaningsih 2006). Oleh karena itulah penggunaan vanili sintetik tidak dapat menggantikan vanili alami (Dignum 2002).

Vanillin sebagai komponen utama flavor vanili saat ini digunakan sebesar 60% sebagai bahan aditif industri makanan dan minuman, 20-25% bagi industri parfum dan kosmetik, dan sekitar 5-10% bagi industri farmasi dan obat-obatan (Anonim 2007). Kegunaan vanili yang luas hingga skala internasional menjadikan komoditas tersebut sebagai komoditas ekspor penting Indonesia. Indonesia menjadi negara produsen vanili kedua terbesar di dunia setelah Madagaskar dan dapat memenuhi 23% dari kebutuhan vanili dunia (FAO 2005). Berdasarkan fakta tersebut sebenarnya Indonesia menempati posisi yang cukup penting sebagai pemasok vanili dunia, akan tetapi menurut Tombe et al. (2002), vanili Indonesia mempunyai kualitas dan produktivitas yang masih rendah.

Kualitas vanili kering Indonesia lebih rendah dibanding potensi sebenarnya, sebagai akibat dari pemanenan belum cukup tua dan proses curing

(teknologi pasca panen vanili) yang kurang sempurna. Vanili Indonesia memiliki flavor yang kurang manis dan creamy dibanding Bourbon, serta memiliki flavor kayu, asap, dan jerami. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas vanili kering Indonesia adalah dengan memodifikasi atau perbaikan

dalam proses curing. Menurut Purseglove et al. (1981), buah vanili segar tidak memiliki flavor, baru setelah proses curing flavor vanili secara alami terbentuk secara enzimatis.

Komponen aroma fenolik penting pada buah vanili segar berada dalam bentuk glikosidanya (Dignum et al. 2002). Proses curing dimaksudkan untuk melepaskan aglikon membentuk komponen aroma dalam bentuk bebas. Reaksi biokimiawi utama yang terjadi selama proses curing adalah reaksi hidrolisis dari prekursor vanillin yaitu glukovanillin (vanillin-β-glukosida) oleh enzim β- glukosidase endogenus. Reaksi hidrolisis tersebut menyebabkan glukovanillin terpecah menjadi vanillin dan glukosa.

Setyaningsih et al. (2003) telah menggunakan aktivator enzim β-

glukosidase, yaitu butanol, sistein dan dithiothreitol dengan maksud untuk memacu dan meningkatkan aktivitas enzim β-glukosidase endogenus sehingga kadar vanillin buah vanili dapat ditingkatkan. Penelitian tersebut melaporkan bahwa perlakuan perendaman buah vanili segar dalam aktivator enzim β- glukosidase yaitu butanol 0,3 M dan sistein 1 mM selama 2 jam dan perendaman dalam dithiothreitol 1 mM dan sistein 1 mM selama 1 jam menghasilkan aktivitas enzim, kadar vanillin dan kadar gula yang lebih tinggi dibanding pengeringan standar (Metode Balitro II). Hal ini menunjukkan terdapatnya peluang untuk meningkatkan kualitas vanili kering Indonesia melalui modifikasi proses curing

tersebut.

Modifikasi proses curing vanili yang dilakukan Setyaningsih (2006) dengan cara merendam buah vanili segar dalam aktivator enzim butanol 0,3 M dan sistein 1 mM selama 2 jam menghasilkan kadar vanillin yang tinggi pada pengeringan I (suhu 40°C) hari ke-5, yaitu sebesar 2,8%. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan proses curing standar yang menghasilkan kadar vanillin 1,2%. Kadar vanillin yang tinggi tersebut dicapai pada kondisi kadar air vanili sekitar 70%. Jika pengeringan dilanjutkan sampai kadar air 35% sesuai standar vanili kering, maka kadar vanillin akan menurun (1,15%) meskipun masih lebih tinggi dibanding standar yaitu curing tanpa modifikasi (0,6%). Penurunan ini diduga disebabkan oleh terjadinya degradasi vanillin dan penguapan sebagian senyawa volatil oleh panas pada saat pengeringan II yang suhunya 60°C.

Penurunan kadar vanillin tersebut menyebabkan tidak dijumpainya kadar vanillin yang tinggi di akhir proses curing. Bahkan penambahan antioksidan yaitu asam askorbat dan BHT tidak dapat mencegah degradasi vanillin, tetapi justru diduga menghambat reaksi pembentukan vanillin (Setyaningsih 2006). Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan teknologi pengeringan vanili yang lebih baik untuk menyempurnakan hidrolisis semua prekursor senyawa flavor yang terikat sehingga dapat diperoleh kadar vanillin yang sesuai potensinya.

Pada penelitian ini dilakukan perbaikan modifikasi proses curing vanili melalui modifikasi proses pengeringan. Kajian juga akan dilakukan untuk meningkatkan absorpsi aktivator enzim β-glukosidase ke dalam jaringan buah vanili dengan teknik vacuum infiltration maupun pemberian tekanan tinggi pada tahap perendaman.

Modifikasi proses pengeringan dilakukan menggunakan pengeringan kimia (pengeringan absorpsi) yang dapat berlangsung pada suhu lebih rendah dan pengeringan menggunakan oven gelombang mikro (microwave oven). Pengeringan absorpsi merupakan suatu teknologi pengeringan alternatif yang dapat diaplikasikan pada hasil pertanian atau produk yang bernilai ekonomis tinggi dan cocok untuk pengeringan bahan yang peka terhadap panas. Keunggulan lainnya dari pengeringan absorpsi adalah biayanya yang murah, dapat mempercepat proses pengeringan, dan dapat mencegah kehilangan zat volatil selama pengeringan (Soekarto 2000).

Adapun pengeringan vanili menggunakan microwave oven telah dilakukan

Dokumen terkait