• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setelah penulis menganalisa kedua perbedaan budaya Jepang dan Batak Toba, bisa diperhatikan bahwa dalam kebudayaan Jepang konsep keluarga dan budaya ada hal yang sama dan tentunya ada yang berbeda.

Persamaan:

1. Dalam masyarakat Jepang dan Batak Toba sama-sama memiliki marga dan menganut sistem kekerabatan Patrilineal.

2. Dalam segi kepercayaan masyarakat Jepang dan Batak Toba sama-sama memiliki kepercayaan yang bersifat animisme dan dinamisme. Kepercayaan ini sudah ada sebelum datangnya agama (Islam, Kristen, Hindu, Budha) dan masih ada hingga sekarang ini.

3. Dalam ritus kelahiran pada masyarakat Jepang dan Batak Toba juga memiliki persamaan pada saat kelahiran. Pada masyarakat Jepang dan Batak Toba sang ibu baru melahirkan sang bayi, sang bayi dipastikan dulu apakah sudah merupakan orang dunia ini atau masih merupakan mahluk dunia sana.

4. Setelah kelahiran pada masyarakat Jepang dan Batak Toba, setelah si bayi lahir maka diberikan nama, penambalan nama dilakukan setelah si bayi dimandikan, yaitu pada hari ke-3 bagi masyarakat Jepang dan hari ke-7 bagi masyarakat Batak Toba.

5. Dalam masyarakat Jepang menganut sistem Ie, yakni konsep keluarga tradisional di Jepang. Konsep ini yang membuat dan menciptakan bahwa kematian tidak berakhir hubungan keluarga sampai disitu. Artinya dalam konsep Ie ini menjalin hubungan yang sudah meninggal dan yang hidup. Dan apa yang menjadi harta atau bagian yang ditinggalkan tidak lantas menjadi perebutan atau pembagian akhir dan sebuah keberlangsungan keluarga, namun konsep Ie melandasi sebuah konsep bagaimana keluarga itu dapat terus terjalin kesinambungan dengan baik dan tidak. Sementara dalam masyarakat Batak Toba juga mengikuti konsep keluarga tradisional.

Perbedaan:

1. Proses dan tata cara ketika hamil pada masyarakat Jepang dan msyarakat Batak Toba sangat berbeda. Di Jepang pada usia kandungan bulan ke 5 ritus pertama dilakukan dalam lingkaran hidup orang Jepang, sedangkan di Batak Toba pada usia kandungan bulan ke 7 lah memulai ritus pertama.

2. Bagi masyarakat Jepang pada saat melahirkan dianggkap kotor sehingga si ibu beberapa saat harus hidup terpisah dari masyarakat. Sedangkan masyarakat Batak Toba menganggap kelahiran adalah bertaruh dengan nyawa dan tidak pernah si ibu dibiarkan untuk hidup berpisah melainkan harus dijaga dan dirawat dengan sebaik mungkin.

3. Hari ketujuh setelah kelahiran dalam masyarakat Jepang dilakukan berbagai ritus.

Bagi ibu yang melahirkan hari ketujuh ini merupakan suatu tahapan kekotoran telah terlewatkan. Sementara dalam masyarakat Batak Toba, melahirkan hari ketujuh mendatangkan kebahagian/sukacita dan tidak ada menganut paham kotor.

4. Pada masyarakat Jepang bayi pertama kali memakai baju pada hari ketiga atau kadang pada hari ketujuh setelah lahir. Sedangkan pada masyarakat Batak Toba bayi pertama kali memakai baju pada saat ia keluar dari perut ibunya, dia langsung dibersihkan dan dipakaikan baju.

5. Pada masyarakat Jepang di ulang tahun pertama bayi melakukan ramalan masa depan si bayi. Sedangkan pada masyarakat Batak Toba ulang tahun pertama merupakan ucapan syukur kepada Tuhan bertambahnya usia si bayi dan sehat selalu, dan bukan saat ulang tahun pertama saja mengucapkan rasa syukur tetapi setiap bertambahnya usia mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan.

Dan perbedaan yang jelas dalam kedua suku bangsa ini hanyalah dalam konsep kepercayaan dan kekerabatan saja. Namun jika diteliti dari ritus kelahiran masyarakat Jepang dan Batak Toba memiliki kesamaan. Singkatnya dalam proses kelahiran masyarakat Jepang dan Batak Toba tidak ada perbedaan yang signifikan hanya perbedaan konsep kepercayaan dan kekerabatan saja. Setelah memperhatikan perbandingan kedua budaya tersebut, kiranya kedua perbedaan yang majemuk tersebut menambah refrensi kita dalam memahami sebuah

budaya. Tidak paham betul akan suatu budaya membuat kita bisa tidak mengerti bagaimana keadaan kita saat berhubungan dengan masyarakat yang lain.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari uraian yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut:

1. Dalam bahasa Jepang (Les Rites The Passage) disebut dengan Tsuka Girei sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut dengan “daur hidup”. Tsuka Girei adalah perjalanan kehidupan manusia dari sebelum dilahirkan, setelah dilahirkan, sampai meninggal, dan setelah meninggal yang merupakan proses manusia dalam menjalankan kehidupan yang dilalui dalam bentuk upacara atau ritus-ritus kehidupan.

2. Masyarakat Jepang dan Batak Toba memiliki konsep tersendiri dalam kelahiran. Dalam pandangan masyarakat Jepang kelahiran merupakan, “dimana roh manusi mempunyai proses perjalan yang dimulai pada saat manusia lahir hingga manusia itu menjadi dewasa dan sampai meninggal. Sementara dalam konsep pandangan kelahiran akan masyarakat Batak Toba adalah awal kehidupan di dunia baru.

3. Dalam masyarakat Jepang kelahiran dianggap paling kotor, maka untuk itu diadakan ritus-ritus yang diadakan untuk membersihkan hal yang dianggap kotor. Sementara dalam masyarakat Batak Toba kekotoran tidak ada terdapat. Dan bagi masyarakat Batak kelahiran dianggap sebagai awal kehidupan.

4. Ketika hamil, pada saat kelahiran dan setelah kelahiran dalam masyarakat Jepang didominasi dengan ritual agama Budha, meski mereka bukan penganut paham Budha.

Sementara pada masyarakat Batak Toba, saat itu paham yang menjadi dasar kepercayaan mereka adalah kepercayaan animisme, dan berpatokan pada ritual yang sudah dipercaya.

4.2 Saran

Setelah penulis meneliti kajian akan kelahiran terhadap masyarakat Jepang dan Batak Toba, yang bisa kita ambil dan terapkan dalam kehidupan, bahwa perlu bagi kita untuk selalu memperhatikan nilai-nilai budaya tradisional untuk menjadi suatu sudut pandang positif dalam memahami budaya yang berbeda. Sehingga nilai-nilai positif dalam ritus-ritus kelahiran dalam masyarakat Jepang dan Batak Toba dapat menjadi pedoman dalam hidup.

Upacara kelahiran pada masyarakat Jepang dan Batak Toba memiliki keunikan tersendiri, maka sebaiknya kebudayaan ini lebih dipulikasikan dengan masyarakat luas untuk lebih mengenal kebudayaan Jepang dan Batak Toba.

Pelestarian budaya leluhur penting dilaksanakan agar generasi pada masa yang akan datang tetap mempertahankan tradisi positif yang telah ada sebelumnya. Dan tentunya bisa menambah wawasan bagi pembelajar bahasa Jepang mengenai perbandingan kedua budaya yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Ariga, Kizaemon. 1980. Ie to kazoku. Japan: Miraishu

Browles, G. 1983. Japanese People. Japan: Evergreen Course Encyplodia Danandjaja, James. 1997. Foklor Jepang. Jakarta: PT. Pustaka Grafika Utama Elliot, Marbel. A. And Merril, Francis E. 1961. Social Disorganization. New

York: Harpesh and Brother Publisher

Fukutake, Tadashi. 1988. Mayarakat Jepang Dewasa Ini. Jakarta: PT. Gramedia Hamzon. 1995. Ilmu Kejepangan. Medan: USU

, 2000. Telaah Pranata Mayarakat Jepang I. Medan: USU

, 2001. Penyembahan Leluhur dalam Masyarakat Jepang, Jurnal ainiah Sastra OASIS. Medan: USU

, 2005. Ilmu Kejepangan. Medan: USU , 2006. Ilmu Kejepangan. Medan: USU

Hori, Ichiro. 1968. Folk Religion In Japan, Continuity and Change. Chicago: The University of Chicago Press

Ienaga, Saburo. 1990. Nihon Bunkaishi. Tokyo: Shinsho

Jamashii, Guppu. 1998. Nihongo Bunkei Jiten. Tokyo: Kuroshiopublisher Saito, Syuuichi.1981. Nihonjin no Isee. Japan: Nihon go Kyokai Gakka Soerjana Simanjuntak, Sophar. 2015. Folklor Batak Toba. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia

Simanungkalit, Edward. 2015. Orang Toba. Sidikalang Soekanto. 1968. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: UI Press Tashiro, Saburo. 1970. Kokosei. Tokyo: Iwanami

Van Gennep, Arnold. 1960. The Rites Of Passage. Chicago: Chicago University Yoshimoto, Inobu. 1965. Forthy Year of Naikan. Tokyo: Shunjuusha

Yunus, 1985. Manusia dan Religi. Jakarta: Gramedia

http://habatakon01.blogspot.com/2013/05/suku-bangsa-batak-dan-konsep-kebudayaan.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak

https://putrisr.wordpress.com/2012/10/14/kebudayaan batak toba

http://rudini76ban.wordpress.com/2009/06/07/pembagian-warisan-dalam-adat-batak-toba/

ABSTRAK

Upacara kelahiran adalah tahapan upacara yang dilakukan oleh suatu etnis agar ibu serta anak yang dilahirkan dapat selamat. Upacara ini dilakukan sesuai dengan keyakinan masyarakat. Upacara kelahiran sangat erat kaitannya dengan sistem kepercayaan. Masyarakat Jepang adalah masyarakat yang menyembah banyak dewa. Dewa-dewa tersebut adalah roh tokoh-tokoh negara, tokoh-tokoh masyarakat dan juga nenek moyang. Dalam hal ini dilakukan peenyembahan dan adanya sesajen yang disiapkan.

Secara garis besar kelahiran masyarakat Jepang dan mayarakat Batak Toba dibagi atas tiga tahapan, yaitu: ritus-ritus ketika hamil, ritus-ritus pada saat kelahiran, ritus-ritus setelah kelahiran. Ada beberapa persamaan dan perbedaan pada ritus-ritus kelahiran ini.

Dalam hal ini, Batak Toba sudah terdapat beberapa agama, Islam dan Kristen (Katolik dan Protestan). Orang Batak sendiri secara tradisional memiliki konsepsi bahwa alam ini beserta isinya diciptakan oleh Debata Mulajadi Na Bolon. Debata Mulajadi Na Bolon adalah Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki kekuasaan diatas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu, yaitu Siloan Nabolon (Toba).

Adapun persamaannya adalah Jepang dan Batak Toba memiliki marga dan menganut sistem kekerabatan patrilineal. Jepang dan Batak Toba setelah si bayi lahir maka akan diberikan nama dan penambalan bayi setelah si bayi dimandikan.

Kelahiran sama-sama memiliki ciri khas yang tidak pernah lepas dari proses jalannya acara tersebut. Yaitu pada saat kehamilan 5 bulan diadakan obi iwai (acara memakai stagen) pada tradisi masyarakat Jepang dan Mangirdak, Mangganje atau Mambosuri (adat tujuh bulanan)pada tradisi masyarakat Batak Toba. Adapun perbandingan pada ritus-ritus kelahiran masyarakat Jepang dan masyarakat Batak Toba dalam waktu dan proses kelahirannya.

Upacara setelah kelahiran yang dilaksanakan oleh masyarakat Jepang ialah: upacara shussan iwai, upacara nazuke iwai, upacara okuizome, dan upacara hattonjou. Sedangkan

upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat Batak Toba ialah: upacara mangirdak, upacara pemberian ulos tondi, upacara mengharoani, upacara martutu aek, upacara manggalang esek-esek, dan upacara mengambit atau marambit.

Dalam upacara setelah kelahiran pada kedua masyarakat itu terlihat ada persamaan-persamaan yang dibagi menurut jenis-jenis upacara berdasarkan hal-hal yang diperingati atau dirayakan, unsur-unsur yang mendukung upacara, serta tujuan diadakannya upacara. Selain itu juga terdapat perbedaan-perbedaan dalam setiap jenis-jenis upacaranya, misalnya perbedaan waktu pelaksanaan, tata cara, dsb. Persamaan-persamaan itu terjadi karena adanya sistem pemikiran yang bersifat universal antara masyarakat Jepang dan Batak Toba.

Pemikiran tersebut adalah bahwa dalam lingkaran kehidupan manusia terdapat tingkat-tingkat kehidupan. Peralihan dari tingkat satu ke tingkat lainnya ditandai dengan diadakan suatu upacara. Karena masa peralihan tersebut dianggap masa yang penuh bahaya atau masa krisis, maka upacaranya disebut crisis-rites (upacara waktu krisis).

Dokumen terkait