• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persentase forum dialog publik yang efektif

Dalam dokumen DAFTAR ISI. DAFTAR ISI ii (Halaman 40-59)

INDEKS KINERJA LEMBAGA DEMOKRASI

CAPAIAN KINERJA SASARAN

1. Persentase forum dialog publik yang efektif

80% 80% 100%

Indikator 4: Persentase forum dialog publik yang efektif

Selaras dengan visi dan misi pembangunan nasional yaitu yang terkait (1) Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab yang

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

38

berfalsafah pancasila; (2) Mewujudkan masyarakat demokratis berlandas hukum; (3) Mewujudkan indonesia aman, damai dan bersatu. Kementerian Dalam Negeri dalam hal ini Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik mempunyai tugas dan peran dalam rangka mewujudkan misi pembangunan dimaksud. Yang kemudian diterjemahkan kedalam program pembinaan kesatuan bangsa dan politik. Dalam mewujudkan program tersebut, dilakukan pendekatan melalui penguatan forum-forum dialog yang melibatkan peran serta masyarakat dalam penyelesaian berbagai permasalahan di masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, kontruksi hubungan kemitraan yang dibangun antara pemerintah dengan masyarakat seperti yang diamanatkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terdiri dari kemitraan di bidang kewaspadaan dini melalui Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) berdasarkan amanat Permendagri Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewaspadaan Dini Masyarakat di Daerah, dibidang kerukunan antar umat beragama melalui Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. Sedangkan kemitraan dibidang kerukunan antar etnis melalui Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembauran Kebangsaan Di Daerah.

Mencermati situasi nasional yang terus berkembang selama ini, sebuah keprihatinan masih terjadinya konflik dan peristiwa kekerasan di sejumlah daerah. Berbagai peristiwa konflik yang terjadi dilatarbelakangi dengan beberapa motif. Adapun penyebab paling krusial terjadinya konflik di Indonesia antara lain terkait: distorasi kebijakan publik, patologi birokrasi, kesenjangan sosial ekonomi, perebutan sumber daya alam, masalah adat kebudayaan dan identitas, distorsi penegakan hukum dan keadilan, disfungsi aparat keamanan. Dengan kondisi tersebut peran strategis forum dialog publik seperti Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) menjadi sangat penting dalam rangka mengantisipasi timbulnya berbagai konflik dan kerawanan sosial ditengah masyarakat yang dapat mengancam stabilitas nasional. Menyikapi permasalahan dan potensi yang dimiliki diatas diperoleh sebuah keyakinan bahwa metodologi yang efektif dalam menyelesaikan permasalahan keamanan dalam negeri terkait konflik sosial adalah melalui dialog-dialog publik yang efektif. Untuk itu dalam program pembinaan kesatuan bangsa dan politik dilakukan pendekatan melalui penguatan forum-forum dialog yang terdapat di masyarakat khususnya forum yang dibentuk melalui Permendagri sebagai upaya penciptaan rasa aman, terlindungi dan stabilitas kerukunan dalam masyarakat.

Terhadap indikator tersebut diatas, sasaran strategis Renstra Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik menargetkan 80% pelaksanaan forum dialog publik yang efektif terhadap ketiga forum yang ada di daerah yaitu FKDM, FKUB dan FPK termasuk Kominda. Forum dialog yang berlangsung efektif ini dipercaya pula dapat memberi kontribusi dalam

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

39

penanganan konflik. Memperhatikan perkembangan forum-forum yang ada tersebut diperoleh hasil yang cukup menggembirakan, setidaknya bila dilihat dari pembentukan forum-forum di daerah. Selanjutnya meskipun bukan sebagai faktor tunggal, forum-forum yang ada telah memberikan kontribusi meningkatnya komunikasi dan dialog yang konstruktif antar anggota masyarakat dalam penyelesaian berbagai persoalan kemasyarakatan, termasuk konflik sosial. Dipercaya bahwa forum-forum yang ada cukup efektif baik secara langsung maupun tidak menekan angka konflik pada Tahun 2014 sehingga berkurang di banding tahun sebelumnya.

Gambar 3.17

Data Peristiwa Konflik Selama Kurun Waktu 2010-2013

Sumber Data: Pusat Komunikasi dan Informasi Ditjen Kesbangpol, Kemendagri Tahun 2014

Selama kurun waktu 2010-2014 telah terekam sebanyak 454 peristiwa konflik dengan ricina sebagai berikut :

 Tahun 2010 telah terjadi 93 peristiwa konflik;  Tahun 2011 telah terjadi 77 peristiwa konflik;  Tahun 2012 telah terjadi 128 peristiwa konflik;  Tahun 2013 telah terjadi 85 peristiwa konflik; dan  Tahun 2014 telah terjadi 71 peristiwa konflik.

Sehubungan dengan hal tersebut, implikasi utama terjadinya konflik yaitu konflik mampu menghambat proses pembangunan termasuk pemberdayaan manusia di daerah tertinggal; konflik yang tidak teratasi dengan baik juga akan menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah khususnya aparat keamanan; konflik yang ditandai dengan tidak adanya saluran komunikasi politik serta kebijakan publik yang terdistorsi oleh kepentingan parsial. Peristiwa konflik, Tahun 2010, 93 Peristiwa konflik, Tahun 2011, 77 Peristiwa konflik, Tahun 2012, 128 Peristiwa konflik, Tahun 2013, 85 Peristiwa konflik, Tahun 2014, 71 Peristiwa konflik

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

40

Adapun pencapaian terhadap upaya menekan angka konflik dengan melakukan penguatan forum-forum dialog didaerah dapat digambarkan sebagaimana data di bawah ini: 1. Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM)

Dalam Permendagri Nomor 12 Tahun 2006 ditegaskan bahwa penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat di daerah menjadi tanggungjawab dan dilaksanakan oleh masyarakat, difasilitasi dan dibina oleh pemerintah daerah. Karena itu FKDM merupakan salah satu bentuk kemitraan antara pemerintah daerah dengan masyarakat. Dengan kemitraan melalui FKDM diharapkan masyarakat mampu memberikan kontribusi positif demi terwujudnya keamanan, ketentraman, dan ketertiban masyarakat.

Tabel 3.6

Data rekapitulasi pembentukan

FKDM Provinsi/Kabupaten/Kota se-Indonesia

Provinsi FKDM Provinsi FKDM Kab/Kota

Sudah terbentuk Belum terbentuk Sudah terbentuk Belum terbentuk NAD √ 23 - SUMUT √ 23 10 SUMBAR √ 18 1 RIAU √ 12 - JAMBI √ 11 - SUMSEL √ 15 1 BENGKULU √ 9 1 LAMPUNG √ 15 - BABEL √ 6 1 KEPRI √ 7 - DKI JAKARTA √ 6 - JABAR √ 14 13 JATENG √ 35 - DIY √ 5 - JATIM √ 34 - BANTEN √ 8 - BALI √ 5 4 NTB √ 10 - NTT √ 21 1 KALBAR √ 10 4 KALTENG √ 14 -

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014 41 KALSEL √ 13 3 KALTIM √ 14 1 SULUT √ 15 - SULTENG √ 12 1 SULSEL √ 24 4 SULTRA √ 12 1 GORONTALO √ 6 - SULBAR √ 3 3 MALUKU √ 11 - MALUT √ 6 4 PAPUA √ 9 20 PAPUA BARAT √ 5 8 KALTARA - X - 5 TOTAL 33 1 425 89

Sumber data: Direktorat Kewaspadaan Nasional, Desember 2014

Berdasarkan data diatas, sampai dengan akhir tahun 2014 FKDM yang terbentuk yaitu 33 Provinsi dari 34 Provinsi (97,05%) dan 425 Kab/Kota dari total 514 Kab/Kota (82,68%) dengan total keseluruhan sebesar 90% dari jumlah Provinsi/Kab/Kota yang ada. Dari total 90% yang terbentuk di Provinsi/Kab/Kota mencapai 87,94% efektif dalam melakukan deteksi dini, cegah dini dan lapor cepat terhadap potensi kerawanan konflik yang terjadi di daerah. Data tersebut tidak mengalami kenaikan dari tahun 2013 yaitu efektif di 33 Provinsi (97,05%) dan 335 Kab/Kota atau sebesar 78,82%. Sehingga capaian secara keseluruhan efektif sebesar 87,94%.

Data tersebut diperoleh dengan berbagai sumber yaitu melalui laporan pelaksanaan kegiatan baik secara langsung

dalam bentuk hardcopy maupun melalui media elektronik seperti surat elektronik (email), pendataan pada saat dilaksanakannya Rapat Koordionasi Nasional terkait Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) yang dilaksanakan setiap tahunnya, dan juga berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan ke beberapa daerah serta

melalui data kuesioner/wawancara kepada seluruh Kepala Badan Provinsi/Kabupaten/Kota.

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

42

Adapun kendala dari pembentukan maupun penguatan FKDM di daerah antara lain:

a. Kurangnya dukungan dan respon dari anggota DPRD dalam hal penganggaran terhadap forum dialog yang ada didaerah, dimana DAU APBD setiap tahunnya diprioritaskan untuk infrastruktur daerah, pendidikan dan kesehatan;

b. Terkait minimnya dukungan dana, disebabkan masih adanya anggapan bahwa forum dialog tersebut tidak terlalu penting sehingga dalam penganggaran belum diprioritaskan;

c. Di beberapa daerah, penganggaran program kerja Badan Kesbang ditentukan langsung oleh Kepala Daerahnya masing-masing bukan atas usulan/direncanakan oleh Satuan Kerja Kesbangpol terkait;

d. Belum adanya dukungan sarana dan prasarana untuk mobilitas;

e. Adanya konflik pemilukada sehingga mempengaruhi proses penganggaran forum dialog yang ada di daerah;

f. Belum optimalnya pelaksanaan koordinasi dan konsultasi terkait FKDM kepada Pemerintah Daerah.

Upaya tindak lanjut dari permasalahan yang terjadi terkait pembentukan dan penguatan FKDM di daerah antara lain:

a. Perlu adanya Surat Edaran Mendagri yang bersifat instruktif terkait penganggaran alokasi dana untuk pembentukan dan penguatan fasilitasi forum tersebut atau penganggaran terpusat melalui dana dekonsentrasi;

b. Penguatan komitmen, pemahaman dan sosialisasi terkait urgensi forum kepada anggota DPRD dan pemangku kepentingan lainnya sehingga ada dukungan alokasi dana dalam pembentukan dan penguatan forum;

c. Perlu pendekatan yang dilakukan oleh SKPD Kesbangpol kepada tokoh masyarakat setempat dalam pembentukan forum sehingga diharapkan dapat dibentuk sampai pada tingkat Kecamatan, Desa/Kelurahan;

d. Perlunya upaya peningkatan efektivitas FKDM melalui mekanisme pemberian reward dan punishment serta monitoring dan evaluasi secara berkesinambungan. 2. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)

Dalam rangka memelihara ketertiban, kerukunan dan keharmonisan kehidupan antar umat beragama sebagaimana yang telah dijelaskan pada UUD RI Tahun 1945 Pasal 29 Ayat (2) bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Perlu dipahami bersama bahwa UUD RI Tahun 1945 selain menghormati hak-hak asasi manusia, pada saat yang sama juga mengatur tentang kewajiban asasi manusia. Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 28 J Ayat (2): “Dalam menjalankan hak dan

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

43

kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntunan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.

Berdasarkan hal tersebut, maka pemerintah telah membuat pengaturan tentang kehidupan keagamaan dalam rangka menjaga ketertiban, keharmonisan dan keserasian aktivitas kehidupan keagamaan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, antara lain melalui Peraturan Bersama Menteri (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan Pendirian Rumah Ibadat.

FKUB telah menjadi mitra strategis pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama dan mewujudkan suasana yang kondusif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Keberadaan Dewan Penasihat FKUB, perlu terus didorong untuk melaksanakan pemberdayaan terhadap FKUB melalui peningkatan intensitas interaksi unsur-unsur Dewan Penasihat FKUB dengan FKUB. Oleh karena itu diperlukan koordinasi yang lebih intensif antara Wakil Gubernur sebagai Ketua Dewan Penasihat FKUB Provinsi, FKUB dengan pemerintah daerah dalam rangka mengantisipasi berbagai kondisi yang berpotensi memicu konflik sosial bernuansa agama.

Tabel 3.7

Daftar rekapitulasi pembentukan

FKUB Provinsi/Kabupaten/Kota se-Indonesia

Provinsi

FKUB Provinsi FKUB Kab/Kota

Sudah terbentuk Belum terbentuk Sudah terbentuk Belum terbentuk ACEH √ 19 4 SUMUT √ 30 3 SUMBAR √ 14 5 RIAU √ 12 -

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014 44 JAMBI √ 11 - SUMSEL √ 15 1 BENGKULU √ 7 3 LAMPUNG √ 11 4 BABEL √ 4 3 KEPRI √ 6 1 DKI JAKARTA √ 6 - JABAR √ 27 - JATENG √ 35 - DIY √ 4 1 JATIM √ 38 - BANTEN √ 8 - BALI √ 9 - NTB √ 10 - NTT √ 21 1 KALBAR √ 14 - KALTENG √ 14 - KALSEL √ 13 - KALTIM √ 10 - SULUT √ 14 1 SULTENG √ 14 - SULSEL √ 23 1 SULTRA √ 10 3 GORONTALO √ 5 1 SULBAR √ 3 3 MALUKU √ 11 11 MALUT √ 5 5 PAPUA √ 10 19 PAPUA BARAT √ 6 7 KALTARA √ 5 - TOTAL 34 1 445 63

Sumber data: Direktorat Ketahanan Seni, Budaya, Agama dan Kemasyarakatan, Desember 2014

Berdasarkan pada data diatas, sampai dengan tahun 2014 telah terbentuk FKUB yaitu 34 Provinsi dari 34 Provinsi (100%), 445 Kab/Kota dari total 514 Kab/Kota (86,58%). Dari jumlah FKUB yang terbentuk terdapat 34 Provinsi dikatakan efektif yaitu 97,06% dan 445 Kab/Kota efektif sebanyak 424 (82,49%) yang efektif dalam

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

45

membangun komunikasi dengan pemangku kepentingan lainnya dalam upaya memelihara kerukunan antar umat beragama serta aktif dalam memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah terkait upaya penyelesaian kerukunan di daerah. Sehingga secara keseluruhan terkait dengan efektitas FKUB di daerah tercapai sebesar 89,77%. Dari data pembentukan FKUB di 34 provinsi terdapat 33 Provinsi atau 97,06% yang sudah menindaklanjuti dalam bentuk Peraturan Gubernur dan rutin menyampaikan laporan kegiatannya baik secara langsung maupun melalui Pusat Komunikasi dan Informasi (Puskomin). Adapun provinsi yang aktif melakukan komunikasi, koordinasi dan membangun jaringan kerja baik dengan forum komunikasi lainnya maupun berbagai pemangku kepentingan di daerah yang ada (seperti lembaga keagamaan, lembaga pendidikan, pemuka budaya, LSM kerukunan dan kalangan penguasaha) serta memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait dengan permasalahan pemeliharaan kerukunan maupun konflik yang bersifat keagamaan di daerah yaitu Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Sumsel, Babel, Kepri, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Banten, Bali, NTB, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulteng, Sulsel, dan Pabar. Efektifitas peran FKUB di daerah dapat dilihat dari bagaimana FKUB berperan aktif sebagai koordinator gerakaan pemeliharaan kerukunan di daerah; FKUB juga sebagai mitra Pemerintah Daerah dalam merumuskan kebijakan pemeliharaan kerukunan baik yang bersifat preventif maupun represif; dan FKUB juga aktif menangani pengaduan masyarakat terkait kasus konflik yang bersifat keagamanaan.

Salah satu contoh terkait pelaksanaan FKUB yang ada di Aceh, dimana Pemerintah Aceh telah menindaklanjuti kebijakan pemerintah terkait dengan pemeliharaan kerukunan antar umat beragama melalui perjanjian beberapa dokumen Pemerintah Aceh seperti Qanun Aceh, Peraturan tentang Dokumen Perencanaan yaitu RPJMD, Renstrada dan Rencana Kerja Daerah dengan telah menetapkan 7 (tujuh) prioritas dan sasaran Pemerintah Aceh salah satunya adalah pembangunan agama, sosial dan budaya serta secara spesifik menindaklanjuti PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan Pendirian Rumah Ibadat melalui perjanjian Peraturan Gubernur Aceh No. 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadah.

Selain data diatas, terdapat capaian di beberapa provinsi yang sudah melakukan pembentukan sampai dengan tingkat Kecamatan, Desa/Kelurahan yaitu DKI Jakarta Selatan, Banten (Serang), Sumatera Selatan (Muara Banyuasin), Jawa Tengah (Salatiga, Tegal, Pemalang), DIY (Sleman), Kepulauan Riau (Lingga), Sulawesi Selatan (Luwu Utara, Bitung), Lampung (Lampung Utara), Kalimatan Timur (Bontang), Sulawesi

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

46

Tengah (Poso), Maluku (Buru), NAD (Bener Meriah), Nusa Tenggara Timur (Manggarai) dengan tingkatan prosentase yang berbeda daerah satu dengan lainnya.

Bagi beberapa Kabupaten/Kota yang belum melakukan pembentukan dikarenakan hal-hal sebagai berikut :

a. Kurangnya pemahaman terhadap substansi PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 baik dikalangan aparatur pemerintah dan pemerintah daerah, anggota FKUB maupun masyarakat;

b. Kurangnya komitmen dari Kepala Daerah untuk mendorong peran FKUB dalam melaksanakan tugas dan fungsinya;

c. Belum optimalnya fungsi Dewan Penasehat FKUB dalam mendorong peran dan tugas FKUB;

d. Belum tumbuhnya kesadaran dari sebagian anggota FKUB untuk melepaskan kepentingan politik menjelang pemilukada;

e. Masih berkembangnya anggapan bahwa keberadaan FKUB hanya sebagai lembaga untuk penyelesaian konflik terkait kerukunan umat beragama;

f. Eksistensi FKUB dan program-programnya belum dikenal dibeberapa instansi daerah maupun masyarakat luas serta belum menyentuh pada persoalan secara substansi.

Tindak lanjut terhadap kendala dan permasalahan yang dihadapi antara lain : a. Pemahaman dan sosialisasi kembali terkait Permendagri Nomor 41 Tahun 2010

kepada daerah sehingga ada kesamaan nomenklatur dalam mensinergiskan kegiatan pusat dan daerah;

b. Perlu dukungan dana baik melalui APBD maupun APBN (dana dekonsentrasi) agar ke depan FKUB menjadi lebih mandiri, profesional dan bertanggungjawab;

c. Perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh dan berkala terkait pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pembina teknis FKUB di daerah.

d. Peningkatan kapasitas anggota FKUB melalui berbagai pelatihan dan bimbingan teknis yang bekerjasama dengan instansi lainnya.

3. Forum Pembauran Kebangsaan (FPK)

Bangsa Indonesia terbangun melalui proses bersatunya keanekaragaman suku bangsa, agama, adat istiadat dan budaya yang ada di nusantara dari sabang sampai merauke, dan kemajemukan suku bangsa itu merupakan sesuatu yang patut disyukuri sehingga kedepan diharapkan kemajemukan tersebut tidak berpotensi menimbulkan masalah. Oleh karenanya upaya pengelolaan masyarakat yang majemuk secara baik perlu dikembangkan secara sistematik dan berkelanjutan untuk menumbuhkan harmonisasi kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

47 Dilatarbelakangi oleh kondisi tersebut dan dalam rangka meningkatkan rasa cinta tanah air di daerah serta sebagai upaya mengembangkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan, maka keberadaan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) menjadi alternatif bagi masyarakat dalam membangun sikap untuk menghormati dan menghargai kemajemukan

masyarakat. Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) sebagai mitra sekaligus ujung tombak pemerintah yang memiliki peran penting dan bermakna strategis dalam mengupayakan kerjasama antar warga masyarakat yang diarahkan untuk memantapkan kerukunan nasional.

Sebagai dasar pembentukan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) adalah Permendagri Nomor 36 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembauran Kebangsaan di Daerah dan Surat Kementerian Dalam Negeri Nomor 061/149.D.I Tanggal 13 Februari 2008 perihal Pembentukan FPK dan Dewan Kehormatan FPK yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia.

Tabel 3.8

Data Rekapitulasi Pembentukan FPK Provinsi/Kabupaten/Kota se-Indonesia Provinsi FPK Provinsi FPK Kab/Kota Sudah terbentuk Belum terbentuk Sudah terbentuk Belum terbentuk NAD 18 5 SUMUT 19 14 SUMBAR 3 16 RIAU 12 0 JAMBI 8 3 SUMSEL 15 2 BENGKULU 7 3 LAMPUNG 8 7 BABEL 4 3 KEPRI 7 - DKI JAKARTA - - 6 JABAR 10 17 JATENG 31 4 DIY 2 3

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014 48 JATIM 27 11 BANTEN 7 1 BALI 7 2 NTB 6 4 NTT 19 3 KALBAR - 3 11 KALTENG 4 10 KALSEL 4 9 KALTIM 7 3 SULUT 3 12 SULTENG 9 4 SULSEL 23 1 SULTRA 11 3 GORONTALO 2 4 SULBAR - - 6 MALUKU - - 11 MALUT - 1 9 PAPUA - - 29 PAPUA BARAT - 1 12 KALTARA - 5 - TOTAL 27 7 283 228

Sumberdata: Direktorat Bina Ideologi dan Wawasan Kebangsaan, Desember 2014

Berdasarkan data diatas, sampai dengan Tahun 2014 FPK telah terbentuk yaitu 27 Provinsi dari 34 Provinsi (79,41%) dan 283 Kab/Kota dari 514 Kab/Kota (54,66%). Dari jumlah Provinsi/Kab/Kota yang terbentuk terdapat 73,52% Provinsi dan 25,87% Kab/Kota yang efektif dalam mengantisipasi terjadinya konflik terkait pembauran di daerah. Sehingga total capaian sebesar 49,70%.

Sebagaimana dijelaskan dalam tabel diatas bahwa terkait Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) pembentukannya belum seluruh prov/kab/kota sehingga ke depan perlu kerja keras bersama semua pihak terkait sehingga seluruh Provinsi/Kab/Kota dapat tercapai. Namun demikian di beberapa Kabupaten/Kota sudah melakukan pembentukan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) sampai pada tingkat Kecamatan seperti Sigi (Sulawesi Tengah), Gayo Lues, Lhoksumawe (NAD), Musi Banyuasin (Sumatera Selatan), Salatiga, Tegal (Jawa Tengah), Lingga (Kepulauan Riau), Luwu Utara (Sulawesi Selatan), Poso (Sulawesi Tengah), Bontang (Kalimantan Timur), dan

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

49

Lampung Utara (Lampung) dengan tingkat prosentase yang berbeda daerah satu dengan daerah lainnya.

Namun demikian dalam pembentukannya di beberapa Provinsi/Kabupaten/ Kota masih menemui kendala/permasalahan antara lain:

a. Rendahnya pemahaman pada unsur perencanaan daerah yaitu Kepala Daerah dan DPRD terkait pentingnya Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) sehingga alokasi dana pada APBD sangat minim, seperti pada Kabupaten Bitung Provinsi Sulawesi Selatan, untuk Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) masuk pada pos Kominda dan FKPD (Muspida) sehingga alokasi dana untuk FPK belum teranggarkan;

b. Kurangnya perhatian dari Kepala Daerah terkait kegiatan yang ada di Kesbangpol sehingga forum dialog seperti FPK kurang mendapat dukungan dalam penyelenggaraannya.

c. Masih minimnya kapasitas dan pengetahuan anggota forum dalam menjalankan tugas fungsinya.

Tindaklanjut yang perlu dilakukan dalam menangani kendala/permasalahan diatas antara lain:

a. Sosialisasi dan pemahaman kembali kepada Kepala Daerah dan SKPD terkait tentang pentingnya Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) sehingga pada masa yang akan datang, forum tersebut akan terfasilitasi secara kegiatan maupun anggaran sesuai dengan tugas fungsinya;

b. Pelaksanaan bimbingan teknis maupun pelatihan dan pendidikan kepada anggora FPK dalam peningkatan kapasitas dan kemampuan dan juga dalam rangka penguatan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK);

c. Perlunya regulasi yang tegas terkait mekanisme reward dan punishment bagi daerah yang tidak melakukan pembentukan dan penguatan forum;

d. Perlu adanya dukungan dana APBN melalui dekonsentrasi. 4. KOMINDA (Komunitas Intelijen Daerah)

Dalam pembukaan UUD 1945, salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah “Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Bunyi pembukaan tersebut, menyiratkan bahwa Pemerintah memiliki tanggungjawab untuk melindungi setiap warga negaranya. Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan tugasnya senantiasa wajib berpedoman pada 4 pilar utama kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

50

Mencermati situasi dan kondisi nasional yang terus berkembang saat ini, salah satu upaya pemerintah untuk dapat menjawab berbagai permasalahan yang berpotensi mengganggu kondisi keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat telah di terbitkan Permendagri Nomor 11 Tahun 2006 tentang Komunitas Intelijen Daerah sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 16 Tahun 2011 tentang Perubahan Permendagri No. 11 Tahun 2006 tentang Komunitas Intelijen Daerah.

Tabel 3.9

Data Rekapitulasi Pembentukan Kominda Provinsi/Kabupaten/Kota se-Indonesia

Provinsi

Kominda Provinsi Kominda

Kab/Kota Sudah terbentuk Belum terbentuk Sudah terbentuk Belum terbentuk NAD √ 23 - SUMUT √ 33 - SUMBAR √ 19 - RIAU √ 12 - JAMBI √ 11 - SUMSEL √ 15 - BENGKULU √ 10 - LAMPUNG √ 14 - BABEL √ 7 - KEPRI √ 7 - DKI JAKARTA √ 6 - JABAR √ 26 - JATENG √ 35 - DIY √ 5 - JATIM √ 38 - BANTEN √ 8 - BALI √ 9 - NTB √ 10 - NTT √ 21 - KALBAR √ 14 - KALTENG √ 14 - KALSEL √ 13 - KALTIM √ 14 - SULUT √ 15 -

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

51

Sumberdata: Direktorat Kewaspadaan Nasional, Desember 2014

Berdasarkan data diatas, sampai dengan Tahun 2014 Kominda telah terbentuk di seluruh 33 Provinsi (97,05%) dan 509 Kab/Kota atau 99,02%. Dari total Kominda yang telah terbentuk efektif sebanyak 33 provinsi (97,05%) sedangkan Kab/Kota efektif sebesar 88,13% atau 453 Kab/Kota. Secara keseluruhan Kominda dapat dikatakan aktif dalam menjalankan tugas dan peranannya di daerah dalam rangka mengantisipasi konflik di daerah. Hal tersebut, terlihat pada saat pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional yang dilaksanakan setiap tahunnya dihadiri oleh seluruh Ketua Kominda Prov/Kab/Kota, Kabinda, Kaban Kesbangpol Prov/Kab/Kota, Asintel Kodam/Korem, Asintel Kejati, Dir Intelkam Polda serta laporan rutin yang disampaikan baik melalui surat elektronik (email) maupun laporan yang disampaikan setiap harinya melalui Pusat Komunikasi dan Informasi yang ada di Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik terkait dengan situasi dan

Dalam dokumen DAFTAR ISI. DAFTAR ISI ii (Halaman 40-59)

Dokumen terkait