• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI ii

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI. DAFTAR ISI ii"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR --- i

DAFTAR ISI --- ii

RINGKASAN EKSEKUTIF --- iii

BAB I PENDAHULUAN --- 1

A. LATAR BELAKANG --- 1

B. MAKSUD DAN TUJUAN --- 2

C. KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGAISASI --- 3

D. ASPEK STRATEGIS ORGANISASI --- 5

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS --- 8

 PERENCANAAN STRATEGIS TAHUN 2010-2014 --- 8

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA --- 12

A. PENGUKURAN KINERJA TAHUN 2014 --- 12

B. ANALISA CAPAIAN KINERJA TAHUN 2014 --- 56

C. AKUNTABILITAS KEUANGAN TAHUN 2014 --- 65

(4)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014 1

BAB I

PENDAHULUAN

A AA...LLLAAATTTAAARRRBBBEEELLLAAAKKKAAANNNGGG

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik sebagai salah satu komponen Kementerian Dalam Negeri yang memiliki peranan penting dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara, khususnya upaya untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memerlukan suatu perencanaan yang strategis pada setiap program kegiatan agar apa yang diinginkan dapat tercapai sesuai dengan sasaran. Untuk itu diperlukan suatu pemahaman yang matang dan terarah serta usaha yang maksimal dari setiap aparat, untuk berkomitmen memper-tanggungjawabkan seluruh program kegiatan dan hasil akhir kegiatan yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam bentuk Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik.

Salah satu prinsip tata pemerintahan yang baik (Good Governance) adalah akuntabilitas, hal ini merupakan salah satu wujud komitmen organisasi penyelenggara pemerintahan dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumberdaya dalam pelaksanaan kebijakan pada setiap akhir tahun. Hal tersebut ditegaskan dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), bahwa Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam mewujudkan Good Governance di lingkungan Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik.

Pada tahun 2014, Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik melaksanakan program kerja secara bertahap melalui pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja sebagai pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Proses penyusunan dokumen perencanaan dan anggaran tahunan dilakukan secara terpadu dengan mengacu pada dokumen perencanaan serta berdasarkan pada visi dan misi Ditjen Kesbangpol sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Ditjen Kesbangpol Tahun 2010-2014 dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi Ditjen Kesbangpol.

Laporan Kinerja Ditjen Kesbangpol Tahun 2014 pada dasarnya merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban Ditjen Kesbangpol atas kinerja yang dilaksanakan dalam pencapaian visi dan misi organisasi. Sehubungan dengan hal tersebut, lingkup penyusunan Laporan Kinerja akan memberikan kondisi obyektif pada tahun 2014, perencanaan strategis, target dan pencapaian kinerja, dan evaluasi pencapaian kinerja berdasarkan Perjanjian

(5)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

2

Indikator Kinerja Utama (IKU) berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 061-866 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 061-41 Tahun 2010 tentang Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri yang didalamnya terdapat target capaian kinerja utama Ditjen Kesbangpol dan Perjanjian Kinerja Ditjen Kesbangpol Tahun 2014 sebagai kesepakatan target capaian kinerja antara Dirjen Kesbangpol sebagai penerima mandat dengan Menteri Dalam Negeri sebagai pemberi mandat.

B

BB...MMMAAAKKKSSSUUUDDDDDDAAANNNTTTUUUJJJUUUAAANNN

Maksud penyusunan Laporan Kinerja Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Tahun 2014 adalah:

1. Sebagai bentuk pertanggungjawaban secara tertulis Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik kepada Menteri Dalam Negeri selaku Pemberi Kewenangan dan Pengguna Anggaran Kementerian Dalam Negeri atas kinerja Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Tahun 2014;

2. Memberikan gambaran dan informasi mengenai tingkat capaian pelaksanaan program dan kegiatan dalam rangka mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik khusunya dan Kementerian Dalam Negeri umumnya;

3. Memberikan gambaran mengenai tingkat keberhasilan dan/atau tingkat kegagalan capaian kinerja atas pelaksanaan program dan kegiatan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Tahun 2014.

Adapun tujuan yang diharapkan dari Penyusunan Laporan Kinerja Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Tahun 2014 adalah:

1. Mewujudkan pertanggungjawaban akuntabilitas kinerja Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Tahun 2014;

2. Memberikan umpan balik bagi pengambilan kebijakan strategik dan peningkatan kinerja perencanaan program dan kegiatan maupun pemberdayaan sumber daya di lingkungan Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik khususnya dan Kementerian Dalam Negeri secara umum;

3. Terlaksananya sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan program/kegiatan kerja secara efisien, efektif dan responsif serta tanggap terhadap kondisi penyelenggaraan pemerintahan bidang kesatuan bangsa dan politik.

(6)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

3

4. Menyediakan referensi berupa hasil evaluasi yang akuntabel dan berkualitas kepada pimpinan dalam rangka pengambilan keputusan bagi perbaikan dan peningkatan akuntabilitas kinerja serta sebagai bahan masukan terhadap pelaksanaan program dan kegiatan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik periode berikutnya.

C

CC...KKKEEEDDDUUUDDDUUUKKKAAANNN,,,TTTUUUGGGAAASSSPPPOOOKKKOOOKKKDDDAAANNNFFFUUUNNNGGGSSSIIIOOORRRGGGAAANNNIIISSSAAASSSIII

Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik berkedudukan sebagai unsur pelaksana Kementerian Dalam Negeri di bidang kesatuan bangsa dan poitik, yang dipimpin oleh Direktur Jenderal yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Menteri Dalam Negeri. Adapun tugas pokok Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan serta standarisasi teknis dibidang kesatuan bangsa dan Politik. Dalam melaksanakan tugas pokoknya, Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik mempunyai fungsi (a) perumusan kebijakan di bidang kesatuan bangsa dan politik; (b) pelaksanaan kebijakan di bidang kesatuan bangsa dan politik; (c) penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang kesatuan bangsa dan politik; (d) pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kesatuan bangsa dan politik; dan (e) pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik.

Selanjutnya berdasarkan struktur organisasi Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik sebagaimana Permendagri Nomor 41 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik mempunyai 6 (enam) Unit Eselon II yaitu 1 (satu) Sekretariat yang mempunyai 4 (empat) bagian dan masing bagian mempunyai 3 (tiga) Sub Bagian serta 5 (lima) Direktorat yang masing-masing terdiri dari 5 (lima) sub direktorat dan masing-masing-masing-masing mempunyai 2 (dua) seksi, kecuali pada Direktorat Ketahanan Ekonomi terdiri dari 4 (empat) sub Direktorat dan 2 (dua) seksi pada masing-masing Direktorat, dengan bagan sebagai berikut:

(7)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

(8)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

5 D

DD...AAASSSPPPEEEKKKSSSTTTRRRAAATTTEEEGGGIIISSSOOORRRGGGAAANNNIIISSSAAASSSIII

Beberapa tantangan kedepan dalam rangka menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, antara lain: (1) Pemantapan wawasan kebangsaan dan karakter bangsa dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa; (2) Peran partai politik dan organisasi kemasyarakatan dalam melaksanakan agregasi politik, komunikasi politik, artikulasi politik, dan pendidikan politik bagi masyarakat; (3) Perbaikan proses politik melalui revisi berbagai peraturan perundang-undangan bidang politik; (4) Peningkatan kepercayaan masyarakat terkait upaya menjaga nilai-nilai kebhinnekaan atau kemajemukan bangsa, termasuk komitmen melindungi kebebasan beragama, keyakinan politik, latar belakang etnis dan sosial budaya, serta menghindari bentuk-bentuk kekerasan dalam penyelesaian permasalahan dalam masyarakat; (5) Penguatan peran lembaga demokrasi; serta (6) Upaya penanganan konflik sosial dann pemerintahan.

Selanjutnya, aktualisasi partai politik sebagai saluran utama aspirasi politik rakyat belum sepenuhnya dapat berlangsung dengan optimal karena berbagai kondisi partai politik secara internal serta perkembangan lingkungan eksternalnya. Masih terdapat kekecewaan masyarakat kepada partai politik, juga terhadap mekanisme kaderisasi partai politik yang masih belum berjalan baik. Padahal, partai politik merupakan salah satu unsur aktor politik dalam infrastruktur politik yang sangat penting dalam mengembangkan mekanisme demokrasi yang sedang berlangsung dalam sistem politik yang sedang dimantapkan. Dalam konteks tersebut, diperlukan upaya dan dukungan bagi partai politik sesuai dengan kriteria dan mekanisme yang ditetapkan dalam aturan perundang-undangan antara lain dengan mendorong dan memfasilitasi partai politik untuk terus menerus meningkatkan kapasitasnya dalam melaksanakan fungsinya melalui fasilitasi dan pemberian dukungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pada sisi pendidikan politik masyarakat, serta penguatan persatuan dan kesatuan nasional, telah dilaksanakan penjajakan dalam rangka fasilitasi pendidikan politik yang bekerjasama dengan Center for Elektion and Political Party (CEPP) Universitas Indonesia yang dilaksanakan di 34 Provinsi dengan melibatkan Perguruan Tinggi se-Indonesa dalam rangka peningkatan partisipasi politik bagi pemilih muda. Selain hal tersebut juga telah dilaksanakan pengembangan wawasan dan nilai-nilai kebangsaan, serta kesadaran masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta peningkatan partisipasi politik di daerah, melalui kerjasama dengan organisasi kemasyarakatan. Terkait dengan upaya menjawab adanya kebutuhan payung hukum bagi penyusunan program-program pembangunan di daerah terkait penanganan dan pegelolaan konflik dalam rangka memelihara Stabilitas Politik dan Kesatuan Bangsa, antara lain: (1) Diterbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial (PKS); (2) RPP tindaklanjut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial (PKS); (3) Penyusunan Rencana Aksi penanganan gangguan

(9)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

6

keamanan dalam negeri tindaklanjut Inpres No. 1 Tahun 2014; serta (4) diterbitkannya Permendagri nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewaspadaan Dini Masyarakat di Daerah, dan Permendagri No. 16 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2006 tentang Komunitas Intelijen Daerah.

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri, mempunyai tugas pokok merumuskan dan melaksanakan kebijakan serta standarisasi teknis dibidang kesatuan bangsa dan politik. Sebagai salah satu komponen yang memiliki kewenangan urusan pemerintah tersebut, Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik mempunyai hubungan kerja dengan Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam penanganan masalah politik dalam negeri, masalah-masalah konflik sosial dan pemerintahan di daerah, dan dalam tataran perjanjian kebijakan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan kegiatan, pembinaan penyelenggaraan pemerintahan, pengawasan penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan kapasitas aparatur di bidang bina ideologi dan wawasan kebangsaan, kewaspadaan nasional, ketahanan seni, budaya, agama dan kemasyarakatan, politik dalam negeri, maupun di bidang ketahanan ekonomi.

Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik telah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan serta kebijakan yang berkaitan dengan penanganan masalah-masalah sosial dalam kehidupan di masyarakat melalui pembentukan forum-forum dialog yang ada dimasyarakat seperti Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) sebagaimana amanat Permendagri Nomor 36 Tahun 2006 tentang Pedoman Peyelenggaraan Pembauran Kebangsaan (FPK), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) tindaklanjut dari Permendagri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Pendirian Rumah Ibadat, Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) sebagaimana amanat dari Permendagri Nomor 36 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembauran Kebangsaan di Daerah serta memfasilitasi pembentukan komunitas intelejen di daerah dengan melibatkan instansi terkait di Daerah. Pembentukan forum-forum tersebut berlangsung efektif dan dipercaya dapat memberi kontribusi dalam penanganan konflik. Meskipun bukan sebagai faktor tunggal, forum-forum yang ada telah memberikan kontribusi meningkatkanya komunikasi dan dialog yang kontruktif antar anggota masyarakat dalam penyelesaian berbagai persoalan kemasyarakatan, termasuk konflik sosial. Forum-forum dimaksud, dipercaya cukup efektif baik secara langsung maupun tidak langsung menekan angka konflik pada Tahun 2013 sehingga berkurang ditahun sebelumnya. Pada tahun 2010 telah terjadi 93 peristiwa konflik yang kemudian menurun menjadi 77 peristiwa konflik pada tahun 2011, pada tahun 2012 terdapat 128 peristiwa konflik dimana mengalami penurunan menjadi 92 peristiwa konflik pada Tahun 2013. Forum dialog

(10)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

7

tersebut juga memberikan kontribusi yang cukup signifikan sehingga mampu menekan angka konflik yang terjadi pada tahun 2014 yaitu turun dari tahun 2013 menjadi 71 peristiwa konflik. Hubungan kerja yang melibatkan pemerintahan daerah khususnya Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi dan Kabupaten/Kota, Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik setiap saat selalu melakukan koordinasi melalui Pusat Komunikasi Informasi (PUSKOMIN) yang berada di pusat dan masing-masing daerah untuk memantau perkembangan situasi dan kondisi daerah di bidang kesatuan bangsa dan politik. Disamping itu Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik juga melibatkan elemen-elemen di masyarakat seperti organisasi kemasyarakatan di daerah dalam menjalankan kebijakan-kebijakan pusat melalui kegiatan kerjasama program di bidang Pendidikan Politik dan Wawasan Kebangsaan serta Cinta Tanah Air serta memberikan izin pendirian kepada organisasi kemasyarakatan yang baru.

Disisi lain, dinamika globalisasi dan perdagangan bebas mengharuskan pemerintah dan rakyat Indonesia bekerja lebih keras untuk memenuhi salah satu aspek kehidupan nasional yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat yang menyangkut produksi, distribusi, konsumsi, barang dan jasa yang ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan ekonomi nasional, dilakukan dengan perencanaan pembangunan ekonomi untuk mendukung ketahanan ekonomi baik daerah maupun nasional. Adapun upaya yang dilakukan Pemerintah dalam hal ini Direktorat Ketahanan Ekonomi yaitu melalui upaya mendorong pemerintah daerah untuk membentuk perusahaan daerah Bank Perkreditan Rakyat (BPR); mendorong percepatan budidaya Hutan Rakyat (HR); revitalisasi anjungan daerah di TMII sebagimana amanat dalam Permendagri Nomor 28 Tahun 2014; program diskusi dan sosialisasi tentang kredit-kredit program; pemantauan harga barang kebutuhan pokok masyarakat melalui sistem manajemen informasi bidang ketahanan ekonomi yang sedang dibagun; serta kampanye publik cinta produk dalam negeri.

Untuk itu peran Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik di Daerah sangatlah strategis khususnya dalam penanganan masalah-masalah yang dapat mengganggu ketentraman dan ketertiban di masyarakat, menjaga persatuan dan kesatuan serta keutuhan NKRI.

(11)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014 8

B

B

B

A

A

A

B

B

B

I

I

I

I

I

I

P

P

P

E

E

E

R

R

R

E

E

E

N

N

N

C

C

C

A

A

A

N

N

N

A

A

A

A

A

A

N

N

N

S

S

S

T

T

T

R

R

R

A

A

A

T

T

T

E

E

E

G

G

G

I

I

I

S

S

S

A AA... PPPEEERRREEENNNCCCAAANNNAAAAAANNNSSSTTTRRRAAATTTEEEGGGIIISSSTTTAAAHHHUUUNNN222000111000---222000111444

Dalam penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pemerintah harus dapat menempatkan posisinya sebagai katalisator dan motivator dalam menggerakkan sendi-sendi pemerintahan dalam tingkat pelayanan kepada masyarakat dan perwujudan pembangunan sebagai bentuk keterlibatan dan partisipasi masyarakat menuju tatanan pemerintahan yang baik (Good Governance). Apabila kondisi tersebut dapat berjalan selaras dan berkesinambungan, maka penyelenggaraan pemerintahan yang mengarah pada good governance akan terwujud dan dapat berjalan dengan baik.

Renstra Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik 2010-2014 merupakan dokumen perencanaan strategis untuk memberikan gambaran dan arahan kebijakan dan strategi pembangunan pada tahun 2010-2014 sebagai tolok ukur dan alat bantu dalam melaksanakan tugas dan fungsi Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan dibidang urusan dalam negeri. Dokumen ini berfungsi untuk menuntut segenap penyelenggara kegiatan dilingkungan Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik untuk secara konsisten melaksanakan program/kegiatan pembangunan sesuai tugas dan fungsi yang diemban dibidang pembinaan kesatuan bangsa dan politik.

Penyusunan Renstra Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik 2010-2014 dimaksudkan sebagai panduan kerja operasional yang visioner, sekaligus sebagai instrumen pokok dalam keseluruhan kerangka manajemen program di lingkungan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik. Juga dimaksudkan dalam rangka penyiapan dokumen perencanaan pembangunan 5 tahunan, serta bertujuan untuk memantapkan terselenggaranya kegiatan-kegiatan prioritas sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran strategis yang ingin dicapai oleh Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik dalam periode 5 Tahun kedepan, yang disesuaikan dengan dinamika dan tuntutan perubahan yang ada dalam masyarakat, serta sinkronisasi perencanaan pembangunan secara menyeluruh dan terintegrasi dalam mendukung kebijakan Kementerian Dalam Negeri khususnya dan kebijakan pembangunan nasional pada umumnya.

(12)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

9

Penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU) Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 061-866 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 061-41 Tahun 2010 tentang Penetapan Indikator Utama Di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri Tahun 2010-2014 merupakan parameter serta acuan dalam melaksanakan seluruh program dan kegiatan di lingkungan Ditjen Kesbangpol Tahun Anggaran 2014 yang juga merupakan kelanjutan dari indikator kinerja utama Ditjen Kesbangpol pada periode Renstra Tahun 2005-2009.

(13)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

10

Sebagaimana yang dijelaskan diatas, yang juga tertuang dalam Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014 dan Renstra Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik 2010-2014 serta Penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Dalam Negeri Tahun 2010-2014 ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Tahun 2010-2014 sebagai berikut :

Indikator Kinerja Utama (IKU) Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Tahun 2014 diimplementasikan sebagaimana tabel 5 diatas, dituangkan dalam Perjanjian Kinerja (PK) Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Tahun 2014 sebagai Kontrak Kinerja antara Direktur Jenderal Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik dengan Menteri Dalam Negeri pada tanggal 21 Januari 2014 sebagaimana disajikan pada Tabel 6. Dimana Perjanjian Kinerja Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik tersebut merupakan ikhtisar rencana kinerja yang akan dicapai pada tahun 2014 sekaligus sebagai tolok ukur keberhasilan organisasi dan menjadi dasar penilaian dalam evaluasi akuntabilitas kinerja pada akhir tahun anggaran 2014.

INDIKATOR KINERJA UTAMA DITJEN KESBANGPOL Jumlah paket revisi Undang-Undang Bidang Politik khususnya revisi terbatas terhadap Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu

Kondisi 2009

Target 2014

Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi

Indeks Organisasi Kemasyarakatan

Indeks Kebebasan Sipil

Paket UU Bidang Politik Hasil revisi UU Bidang Politik 62,72 70 0 3 86,97 80

Indeks Hak-Hak Politik 54,60 70

Persentase kebijakan/peraturan perundangan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan

50% 80%

Persentase forum dialog publik yang efektif 50% 80%

Persentase peningkatan masyarakat dalam kegiatan terkait 4 pilar negara (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI).

(14)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

11 Tabel

Perjanjian Kinerja Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik

NO. SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET 1 2 3 4 1. Meningkatnya kualitas penyelenggaraan demokrasi (Pemilu/Pilpres).

1. Jumlah paket revisi undang-undang bidang politik khususnya revisi terbatas terhadap

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu

2 (dua) Dokumen

2. Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi

70

3. Indeks Kebebasan Sipil 80

4. Indeks Hak-Hak Politik 80

2. Meningkatnya

Komitmen Pemangku kepentingan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Persentase

kebijakan/peraturan perundangan yang dilaksanakan oleh

pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan

80%

3. Meningkatnya

komunikasi dan dialog yang konstruktif antar anggota masyarakat dalam penyelesaian persoalan

kemasyarakatan.

Persentase forum dialog publik yang efektif

80%

4. Meningkatnya kesadaran Warga Negara dalam partisipasi politik

Persentase peningkatan masyarakat dalam kegiatan terkait 4 pilar negara (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI).

(15)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

12 BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

Pertanggungjawaban kinerja yang tepat, jelas dan terukur merupakan media untuk mengetahui kinerja Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri sesuai Rencana Kinerja dan Perjanjian Kinerja Kementerian Dalam Negeri Tahun 2014. Mengacu pada Kepmendagri Nomor 061-866 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Kepmendagri Nomor 061-041 Tahun 2010 tentang Penetapan Kinerja Indikator Utama (IKU) di lingkungan Kementerian Dalam Negeri disajikan dalam perbandingan antara target tiap indikator kinerja dengan realisasinya. Capaian kinerja Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri Tahun 2014 adalah sebagai berikut :

SASARAN 1

Meningkatnya kualitas penyelenggaraan proses demokrasi (Pemilu/Pilpres)

CAPAIAN KINERJA SASARAN

Tabel 3.1

Pengukuran Kinerja Sasaran 1

Meningkatnya kualitas penyelenggaraan proses demokrasi (Pemilu/Pilpres)

Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian

1. Jumlah revisi paket

Undang-Undang Bidang Politik

khususnya Revisi terbatas Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu 2 (dua) Dokumen 1 (satu) Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, Sedangkan revisi terbatas UU No. 42 tentang pemilu

Presiden dan wakil Presiden di hentikan pembahasannya sesuai keputusan Baleg DPR RI

90%

2. Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi

70 72,24 103,35%

3. Indeks Kebebasan Sipil 80 79,00 98,75%

4. Indeks Hak-Hak Politik 80 46,25 57,81%

A. PENGUKURAN CAPAIAN KINERJA TAHUN 2012

(16)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

13

Dalam rangka penguatan persatuan dan kesatuan bangsa serta melanjutkan pengembangan sistem politik yang berkedaulatan rakyat dan kesetaraan dalam penyampaian aspirasi dengan memperhatikan asas dan prinsip demokrasi pancasila seperti pelaksanaan pemilihan umum, adanya partai politik dan organisasi sosial politik sebagai sarana saluran aspirasi rakyat serta memperhatikan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Ke depan, tuntutan demokrasi yang berdasarkan pancasila diprediksi akan semakin menguat akan membawa konsekuensi terhadap perubahan struktur politik sebagai implikasi dari dinamika lingkungan politik bangsa. Oleh karena itu, diperlukan upaya sinergis dari seluruh pihak, baik masyarakat, pemerintah maupun partai politik, untuk secara bersama membangun struktur politik dan menyempurnakan model demokrasi di masa mendatang. Akan tetapi, sasaran ke depan bukan hanya sebatas pada prosedural demokrasi tetapi menyentuh substansi Demokrasi Pancasila di Indonesia.

Kelembagaan pilar elemen bangsa (supra struktur1, infra struktur2 dan sub struktur3) yang kokoh dan didukung oleh stabilitas nasional adalah kunci bagi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kehidupan bermasyarakat. Demokrasi Pancasila merupakan landasan kehidupan sosial politik, untuk itu pembangunan politik dalam negeri diarahkan pada terwujudnya demorasi yang berkedaulatan rakyat melalui proses konsolidasi secara bertahap.

Kondisi ideal tersebut secara umum menggambarkan indikasi yang harus dicapai melalui upaya yang mengarah pada sasaran terwujudnya peningkatan kualitas penyelenggaraan proses demokrasi. Selanjutnya salah satu tanda dari kualitas penyelenggaraan proses demokrasi dapat dilihat dari partisipasi politik yang meningkat pada pemilu 2014, sebagaimana data grafik dibawah terhadap tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden.

1 Supra struktur, menurut teori montesquieu adalah suatu lembaga formal yang menjadi suatu keharusan untuk

kelengkapan sistem bernegara yang dibagi dalam tiga kelompok yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif.

2 Infrastruktur, menurut teori Montesquieu adalah lembaga-lembaga politik yang ada di dalam masyarakat yang dibentuk

dan bergerak di tingkat masyarakat itu sendiri (yang meliputi partai politik, kelompok kepentingan, media komunikasi politik, organisasi kemasyarakatan dan tokoh masyarakat.

3 Substruktur adalah masyarakat.

Indikator 1: Jumlah revisi paket Undang-Undang Bidang Politik khususnya revisi terbatas Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu

(17)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

14

Secara umum, perkembangan demokrasi selama lima tahun terakhir sebagaimana tercermin dari data diatas terdapat perbaikan proses penyelenggaraan Pemilu dan meningkatnya partisipasi politik rakyat utamanya terjadi peningkatan partisipasi politik terhadap pemilu legislatif pada 2014 dengan partisipasi sebesar 74,55% pada 2014 dari 70,99% pada pemilu 2009. Namun demikian, terkait dengan penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden secara nasional tingkat partisipasi politik mengalami tren menurun dari pemilu 2009. Pada tahun 2014 tingkat partisipasi hanya 70,91% secara kuantitatif terkait dengan partisipasi masyarakat mengalami penurunan namun secara kualitas justru mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat terlihat dari partisipasi masyarakat yang turut mengawal terhadap proses berjalannya pemilu. Terhadap kualitas penyelenggaraan pemilu, sejak awal sejak awal telah disepakati perbaikan peraturan perundangan bidang politik yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik; Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum; UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sedangkan Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden mengacu pada Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Nomor 41A/DPR-RI/2009-2010 tentang Persetujuan Perjanjian Program Legislasi Nasional tahun 2010-2014 dihentikan pembahasannya. Dari sisi capaian kinerja dapat dikatakan tercapai 90% yaitu mengalami progress/kemajuan pembahasan dari tahun sebelumnya yaitu 50%.

Adapun arah penyusunan revisi paket politik adalah untuk mengefektifkan sistem presidensial dalam kerangka negara hukum yang berkedaulatan rakyat. Pembangunan politik

(18)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

15

dalam negeri merupakan bagian integral dalam rangka pembangunan demokrasi pancasila yang berkarakter kebangsaan. Pemerintah bersama DPR RI telah merampungkan beberapa perbaikan regulasi bidang politik untuk memantapkan kehidupan demokrasi pancasila di masa mendatang. Perbaikan dimaksud adalah untuk menampung berbagai aspirasi yang telah menyoroti adanya kelemahan dalam proses pelaksanaan Pemilu 2009 yang lalu. Upaya perbaikan tersebut tidaklah dimaksudkan untuk mengakomodir berbagai kepentingan politik melainkan lebih menekankan pada upaya untuk membangun etika dan budaya politik yang demokratis berdasarkan Pancasila, yang muara akhirnya dapat menciptakan kesejahteraan rakyat, untuk membangun kedewasaan berdemokrasi serta menciptakan konsolidasi demokrasi pancasila melalui perbaikan regulasi politik dan pelaksanaan Pemilu yang demokratis, berkualitas, luber dan jurdil.

Implikasi dari kehadiran revisi terbatas dan ditetapkannya UU bidang politik dimaksud diatas yakni, terjadi peningkatan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak-hak politiknya pada tahun 2014 serta peninngkatan kapasitas partai politik melalui dukungan bantuan keuangan partai politik. Hal lain dapat dilihat melalui partisipasi pemilih dalam pemilu legislatif sebesar 74,55% dan pada pilpres sebesar 70,91% (data kpu.go.id). Demikian halnya peningkatan proporsi keterwakilan perempuan di DPR mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 18,0%, namun mengalami penurunan pada pemilu legislatif 2014 yaitu hanya sebesar 16,6% . Pada tahun 2014 ini, berdasarkan pada hasil Pemilu Legislatif tanggal 9 April 2014 terjadi peningkatan pemilih yang pemula pada tahun 2009-2014 terdapat jumlah pemilih sebanyak 85.000.062 suara dan pada tahun 2009-2014-2019 sebanyak 124.972.491 suara, terjadi kenaikan sejumlah 39.972.429 suara sehingga akan berpengaruh terhadap perhitungan anggaran terkait bantuan keuangan Partai Politik. Terdapat wacana untuk mengevaluasi penyaluran bantuan keuangan kepada partai politik di masyarakat sipil untuk meningkatkan kapsitas parpol, namun demikian berdasarkan data yang diperoleh terkait dengan proses kaderisasi terhadap partai politik dalam hal pendidikan politik mengalami tren penurunan secara nasional yaitu dari skor 68,40 pada 2012 menjadi 50,00 pada 2013. Hal tersebut juga yang berdampak pada turunnya kepercayaan masyarakat kepada partai politik. Juga partai politik belum mampu transparan dan akuntabel dari segi penggunanan maupun tujuan hakiki bantuan keuangan partai politik. Hal tersebut masih dalam proses pembahasan RPP Bantuan Keuangan Partai Politik perubahan dari PP No. 83 Tahun 2012.

Untuk itu di samping adanya perbaikan regulasi bidang politik, Pemerintah bekerjasama dengan sejumlah pihak telah melakukan berbagai upaya yang berkelanjutan di bidang penataan sumberdaya manusia dalam kelembagaan politik agar implementasi produk perundang-undangan dapat diserap dengan baik yakni proses pendidikan politik bagi masyarakat di daerah. Pendidikan politik bagi masyarakat hendaknya tidak dimaknai sebagai sebuah kegiatan politik dari aspek kekuasaan saja tetapi hendaklah dimaknai sebagai upaya mensinerjikan pemahaman setiap warga negara akan hak dan kewajibannya. Hal ini perlu

(19)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

16

ditekankan agar kita semua sesuai dengan tanggung jawab masing-masing dapat meningkatkan pemahaman tentang pentingnya menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi ataupun kelompok. Dalam mendukung upaya dimaksud, telah dilakukan berbagai kegiatan dalam rangka memberi dukungan pelaksanaan pemilu 2014 sebagaimana amanat pasal 126 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu dan Pasal 246 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD antara lain: 1. Terlaksananya Rapat Koordinasi Nasional Pemantapan Penyelenggaraan Pemilu Anggota

DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014 yang dilaksanakan pada tanggal 11 Februari 2014 bertempat di JCC yang diikuti oleh 5000 peserta yang dihadiri pemangku kepentingan penyelenggaraan pemilu yang dibuka oleh Presiden RI sebagai upaya menyamakan persepsi guna sinergitas di antara pemangku kepentingan pemilu, sehingga dapat memperkuat dan memantapan fungsi koordinasi bagi suksesnya Pemilu Legislatif Tahun 2014;

2. Terlaksananya Rapat Koordinasi Nasional Pemantapan Penyelenggaraann Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 2014 bertempat di Sentul Internasional Convention Center (SICC) yang diikuti oleh 5000 peserta yang dihadiri pemangku kepentingan penyelenra pemilu yang dibuka oleh Presiden RI sebagai upaya menyamakan persepsi guna sinergitas di antara pemangku kepentingan pemilu, sehingga mampu memperkuat dan memantapkan fungsi koordinasi bagi suksesnya Pilpres Tahun 2014;

3. Meningkatkan partisipasi masyarakat melalui iklan di Media cetak, TV nasional dan TV Lokal, dan peningkatan partisipasi di kalangan pemilih muda melalui kegiatan kerjasama antara Kemendagri dengan Perguruan Tinggi dalam hal ini CEPP UI;

4. Monitoring oleh TIM Teknis dari Kemendagri dan Kemenkopolhukam dalam rangka mendukung kelancaran penyelenggaraan pemilu tahun 2014 ke 34 Provinsi;

5. Terbitkan SE Mendagri No. 273/400/SJ tanggal 20 Januari 2014 perihal Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014;

6. Terbitnya SE Mendagri No. 270/1559/SJ tanggal 26 Maret 2014 perihal Bantuan Pemerintah Daerah untuk Sosialisasi Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014. Sosialisasi tersebut dimaksudkan untuk sosialisasi terkait pemungutan suara tanggal 9 April 2014;

7. Terbitnya SE Mendagri No. 270/1727/SJ tanggal 4 April 2014 perihal Pelaksanaan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014. Monitoring dimaksud dalam rangka penyaluran logistik pemilu dan netralitas Kepala Daerah;

8. Terbitnya SE Mendagri No. 270/3346A/SJ tanggal 3 Juli 2014 perihal Pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Terkait dengan hal tersebut, terdapat himbauan agar Kepala Daerah bersikap netral dan tidak meninggalkan daerahnya pada tanggal 6-12 Juli 2014;

(20)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

17

9. Terbitnya SE Mendagri No. 270/3347A/SJ tanggal 3 Juli 2014 perihal Bantuan Pemerintahan Daerah untuk Kelancaran Pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Dalam Surat Edaran tersebut, Kepala Daerah menghimbau kepada masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya, serta melakukan monitoring terkait distribusi logistik;

10. Terbitnya SE Mendagri No. 270/3478/SJ tanggal 9 Juli 2014 perihal Pelaksanaan Perjanjian Pemenang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Dalam Surat Edaran tersebut, menghimbau agar masyarakat tidak terpengaruh pada hal-hal yang dapat mengganggu stabilitas nasional, serta memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. 11. Fasilitasi kelembagaan pemberdayaan calon legislative perempuan dan forum pendidikan politik dalam rangka peningkatan kapasitas calon legislatif perempuan yang diselenggarakan guna memberi pembekalan bagi calon legislatif perempuan. Kegiatan dimaksud dilaksanakan dengan bekrjasama Kemen PPA dan dilaksanakan 10 angkatan.

Indeks kinerja lembaga demokrasi adalah salah satu aspek dalam mengukur Indeks Demokrasi Indonesia (IDI). IDI bertujuan mengkuantifikasi perkembangan demokrasi pada tingkat provinsi melalui tiga aspek yakni, aspek kebebasan sipil, aspek hak-hak politik dan aspek kinerja lembaga demokrasi. Pada tahun 2013, secara nasional Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) mengalami kenaikan menjadi 63,72, angka ini naik 1,09 poin dibandingkan IDI nasional 2012 yaitu sebesar 62,63. Namun demikian, walaupun mengalami kenaikan tingkat demokrasi Indonesia masih tetap berada pada kategori “sedang”. Terkait dengan hal tersebut, Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi pada tahun 2013 sebesar 72,24, angka ini naik 2,98 poin dibandingkan tahun 2012 yaitu 69,28. Jika dilihat dari capaian kinerja, angka 72,24 melebihi dari target yang telah ditetapkan pada tahun 2014 yaitu 70. Sehingga capaian dapat dikatakan sebesar 103,2%. Walaupun terjadi peningkatan indeks, namun pola sebaran masih sama dengan tahun pengukuran sebelumnya yaitu lembaga demokrasi berada pada kategori “sedang”.

(21)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

18

Visualisasi Perkembangan

Nilai Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi pada 2012-2013

Jika dilihat dari sisi variabel pada Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi, dari 5 (lima) variabel terdapat 2 (dua) variabel yang mengalami peningkatan skor yaitu (1) peran DPRD (naik 1,09 poin dari 35,53 pada tahun 2012 menjadi 36,62 pada 2013) dan (2) peran peradilan yang independen (naik 1,52 poin dari 82,42 pada 2012 menjadi 83,94 pada 2013). Terdapat 1 (satu) variabel mengalami penurunan skor yaitu peran partai politik mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu sebesar 16,01 poin dari 69,52 pada 2012 menjadi 53,51 pada 2013. Sedangkan 2 (dua) variabel lainnya yaitu terkait pemilu yang bebas dan adil serta peran birokrasi pemerintah daerah cenderung tidak mengalami perubahan atau relatif sama.

Perkembangan Skor Variabel

Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi2012-2013

No. Nama Variabel 2012 2013

1 Pemilu yang Bebas dan Adil 87,67 87,67

2 Peran DPRD 35,53 36,62

3 Peran Partai Politik 69,52 53,51

4 Peran Birokrasi Pemerintah Daerah 88,58 88,58

5 Peran Peradilan yang Independen 82,42 83,94

Dari sisi indikator, terdapat 11 (sebelas) indikator yang terkait dengan Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi, 5 (lima) diantaranya pada tahun 2013 mengalami kenaikan skor atau dapat dikatakan berkinerja cukup baik yaitu yang terkait dengan variabel Peran DPRD : (1) Alokasi Anggaran Pendidikan dan Kesehatan naik 0,72 poin dari 47,87 pada 2012 menjadi

Nilai Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi, Tahun

2009, 62.72

Nilai Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi, Tahun

2010, 63.11

Nilai Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi, Tahun

2011, 74.72

Nilai Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi, Tahun

2012, 69.28

Nilai Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi, Tahun

2013, 72.24

INDEKS KINERJA LEMBAGA DEMOKRASI

(22)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

19

48,59 pada 2013. (2) Perda yang merupakan insiatif DPRD naik 3,88 poin dari 16,72 pada 2012 menjadi 20,60 pada 2013. (3) Rekomendasi DPRD kepada Eksekutif juga mengalami kenaikan 0,11 poin dari 7,25 pada 2012 menjadi 7,36 pada 2013. Kenaikan skor juga dialami indikator pada variabel Peran Peradilan yang Independen : (1) Keputusan Hakim yang Kontroversial naik 5,76 poin dari 92,73 pada 2012 menjadi 86,97 pada 2013. Terkait dengan varibel Peran partai Politik dari 2 (dua) indikator terdapat 1 (satu) indikator yang mengalami peningkatan skor yaitu prosentase perempuan pengurus partai politik dengan peningkatan skor sebesar 5,53 poin dari 79,60 pada 2012 menjadi 85,13 pada 2013. Sedangkan indikator lainnya memiliki kecenderungan tidak mengalami perubahan atau relatif sama.

Perkembangan Skor

Indikator Kinerja Lembaga Demokrasi 2012-2013 (yang mengalami kenaikan poin)

No Indikator 2012 2013

1 Alokasi Anggaran Pendidikan dan Kesehatan 47,87 48,59

2 Perda yang merupakan inisiatif DPRD 16,72 20,60

3 Rekomendasi DPRD kepada Eksekutif 7,25 7,36

4 Prosentase Perempuan Pengurus Partai Politik 79,60 85,13

5 Keputusan Hakim yang Kontroversial 86,97 92,73

Sementara indikator yang mengalami penurunan skor yaitu pada variabel peran partai politik pada indikator kegiatan kaderisasi yang dilakukan oleh partai peserta pemilu turun 18,4 poin dari 68,40 pada 2012 menjadi 50,00 pada 2013. Indikator yang juga mengalami penurunan yaitu pada variabel Peran Peradilan yang Independen yaitu pada indikator Penghentian Penyidikan yang kontroversial oleh Jaksa atau polisi turun sebesar 2,73 poin dari 77,88 pada 2012 menjadi 75,15 pada 2013. Sedangkan 4 (empat) indikator lainnya terdapat kecenderungan tidak mengalami perubahan atau relatif sama.

Data Perkembangan Skor

Indikator Kinerja Lembaga Demokrasi 2012-2013 (yang mengalami penurunan poin/kecenderungan sama)

No Indikator 2012 2013

1 Kegiatan kaderisasi yang dilakukan oleh partai

peserta pemilu 68,40 50,00

2 Penghentian Penyidikan yang Kontroversial

oleh Jaksa atau Polisi 77,88 75,15

(23)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

20

Penyelenggaraan Pemilu

4 Kecurangan dalam Pemilihan Suara 83,89 83,89 5 Penggunaan Fasilitasi Pemerintah

untuk Kepentingan Parpol 92,04 92,04 6 Keterlibatan PNS dalam Kegiatan

Parpol Peserta Pemilu 85,12 85,12

Sementara untul level provinsi, data Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) aspek Kinerja Lembaga Demokrasi terdapat 13 provinsi yang mengalami kenaikan indeks dengan 3 (tiga) provinsi yang mengalami kenaikan terbesar diantaranya yakni : (1) Jawa Timur yang naik 29,88 poin dari 52,22 pada 2012 menjadi 82,10 pada 2013; (2) Aceh juga mengalami kenaikan sebesar 19,76 poin dari 57,21 pada 2012 menjadi 76,97 pada 2013; (3) Banten mengalami kenaikan terbesar terakhir sebesar 14,58 poin dari 70,42 pada 2012 menjadi 85 pada 2013. Disisi lain, pada 2013 terdapat 20 provinsi yang mengalami perubahan indeks menjadi lebih rendah, diantaranya terjadi pada 3 (tiga) provinsi terendah yaitu : (1) Kalimantan Tengah mengalami penurunan skor yang cukup signifikan yaitu 22,61 poin dari 85,82 pada 2012 menjadi 68,44 pada 2013; (2) Kalimantan Barat pada 2013 juga mengalami penurunan skor cukup signifikan yaitu 17,62 poin dari 76,23 pada 2012 menjadi 58,61 pada 2013; (3) penurunan yang cukup signifikan juga terjadi pada provinsi Jawa Tengah sebesar 16,57 poin dari 77,46 pada 2012 menjadi 60,89 pada 2013.

Adapun kontribusi kegiatan sebagai upaya meningkatkan indeks kinerja lembaga demokrasi yaitu melalui :

1) Fasilitasi pembentukan kelompok kerja pengembangan IDI atau Pokja IDI pada 33 provinsi sesuai Surat Edaran Mendagri tahun 2011. Kelompok tersebut terdiri atas pemangku kepentingan yang memiliki tugas sebagai mitra tim IDI (Indeks Demokrasi Indonesia) dalam pengembangan dan pemanfaatan Indeks Demokrasi Indonesia. Pokja IDI telah terbentuk pada 33 provinsi, sedangkan PPWK telah terbentuk pada 21 Provinsi dan 24 Kab/Kota. Bentuk kegiatan adalah fasilitasi pengembangan kelompok kerja demokrasi dan pendampingan pusat pendidikan wawasan kebangsan di 5 regional di 33 Provinsi, yakni :

a. Sulawesi Utara meliputi: Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku dan Maluku Utara;

b. Bali meliputi: Bali, NTB, NTT, Jateng, Papua dan Papua Barat;

c. Lampung meliputi: Lampung, Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu, Bangka Belitung dan Kepulauan Riau;

(24)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

21

d. Kalimantan Barat meliputi: Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Jawa Timur;

e. Banten meliputi: Banten, Aceh, Jabar, DKI, DIY dan Sumatera Utara.

2) Mendorong DPRD untuk lebih meningkatkan perannya dalam hal pengalokasian terkait pendidikan dan kesehatan melalui pelaksanaan orientasi anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota.

Sebagaimana Indeks kinerja lembaga demokrasi, Indeks Kebebasan Sipil juga merupakan salah satu aspek dalam mengukur Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) dimana pada 2013 terjadi peningkatan skor sebesar 1,06 poin dari 77,94 pada 2012 menjadi 79,00 pada 2013. Walaupun terdapat peningkatan skor namun jika dilihat dari capaian kinerja, angka 79,00 merupakan realisasi 2013 dimana target 2014 sebesar 80 sehingga dapat dikatakan tidak tercapai sebagaimana target yang telah ditetapkan yaitu hanya tercapai sebesar 98,75%. Hal tersebut sebagai akibat turunnya variabel aspek kebebasan sipil yaitu yang terkait kebebasan berkeyakinan sebesar 2,66 poin dari 83,79 pada 2012 menjadi 81,13 pada 2013. Peningkatan indeks dimaksud, terkait dengan pola sebaran masih sama dengan tahun pengukuran sebelumnya yaitu berada pada kategori “sedang”.

Visualisasi Perkembangan Nilai Indeks Kebebasan Sipil

Terkait dengan peningkatan skor Indeks Kebebasan Sipil sebesar 1,06 poin, apabila dilihat dari sisi variabel dari 4 (empat) terdapat 3 (tiga) variabel yang mengalami peningkatan

Nilai Indeks Kebebasan Sipil, Tahun 2009, 86.97 Nilai Indeks Kebebasan Sipil, Tahun 2010, 82.53 Nilai Indeks Kebebasan Sipil, Tahun 2011, 80.79 Nilai Indeks Kebebasan Sipil, Tahun 2012, 77.94 Nilai Indeks Kebebasan Sipil, Tahun 2013, 79 Nilai Indeks Kebebasan Sipil

(25)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

22

skor yaitu (1) Kebebasan Berpendapat mengalami peningkatan skor yang cukup signifikan sebesar 7,29 poin dari 61,86 pada 2012 menjadi 69,15 pada 2013; (2) Kebebasan Berkumpul dan Berserikat juga mengalami kenaikan yang memberikan kontribusi terkait upaya peningkatan aspek kebebasan sipil sebesar 5,78 poin dari 80,28 pada tahun 2012 menjadi 86,06 pada 2013; dan (3) Kebebasan dari Diskriminasi naik 1,52 poin dari 84,70 pada 2012 menjadi 86,22 pada 2013. Terdapat 1 (satu) variabel mengalami penurunan skor yaitu terkait kebebasan berkenyakinan yang mengalami penurunan sebesar 2,66 poin dari 83,79 pada 2012

menjadi 81,13 pada 2013.

Perkembangan Skor Variabel Indeks Kebebasan Sipil pada 2012-2013

No. Nama Variabel 2012 2013

1 Kebebasan Berkumpul dan Berserikat 80,28 86,06

2 Kebebasan Berpendapat 61,86 69,15

3 Kebebasan Berkenyakinan 83,79 81,13

4 Kebebasan dari Diskriminasi 84,70 86,22

Dari sisi indikator, terdapat 10 (sepuluh) indikator yang terkait dengan Indeks Kebebasan Sipil, 6 (enam) diantaranya pada tahun 2013 mengalami kenaikan skor atau dapat dikatakan berkinerja cukup baik yaitu memiliki skor diatas 80. Indikator dimaksud yaitu yang terkait dengan variabel Kebebasan Berkumpul dan Berserikat : (1) Ancaman/penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kekerasan berkumpul dan berserikat naik 5,76 poin dari 80,00 pada 2012 menjadi 85,76 pada 2013. (2) Ancaman/penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kekerasan berkumpul dan berserikat naik 5,91 poin dari 88,18 pada 2012 menjadi 82,27 pada 2013. Kenaikan skor juga terjadi pada variabel Kebebasan Berpendapat yaitu : (1) Ancaman/penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kekebasan berpendapat naik 8,09 poin dari 65,45 pada 2012 menjadi 73,54 pada 2013. (2) Ancaman/penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat naik 3,33 poin dari 43,94 pada 2012 menjadi 47,27 pada 2013. Variabel yang juga mengalami peningkatan skor yaitu Kebebasan dari Diskriminasi yang terkait dengan indikator : (1) Tindakan/pernyataan pejabat yang diskriminasi dalam hal gender dsb naik sebesar 1,97 poin dari 85,00 pada 2012 menjadi 86,97 pada 2013. (2) Ancaman/penggunaan kekerasan oleh masyarakat karena alasan gender juga mengalami kenaikan sebesar 3,54 poin dari 88,48 pada 2012 menjadi 92,02 pada 2013.

(26)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

23

Perkembangan Skor

Indikator Kebebasan Sipil pada 2012-2013 (yang mengalami kenaikan skor)

No Indikator 2012 2013

1 Ancaman/penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kekerasan berkumpul dan berserikat

80,00 85,76

2 Ancaman/penggunaan kekerasan oleh

masyarakat yang menghambat kekerasan berkumpul dan berserikat

82,27 88,18

3 Ancaman/penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kekebasan berpendapat

65,45 73,54

4 Ancaman/penggunaan kekerasan oleh

masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat

43,94 47,27

5 Tindakan/pernyataan pejabat yang diskriminasi

dalam hal gender dsb 85,00 86,97

6 Ancaman/penggunaan kekerasan oleh

masyarakat karena alasan gender 88,48 92,02

Terkait dengan varibel Kebebasan dari Diskriminasi dari 4 (empat) indikator terdapat 1 (satu) indikator yang mengalami penurunan skor yaitu Aturan tertulis yang diskriminatif dalam hal gender, etnis dan kelompok sebesar 0,5 poin dari 81,31 pada 2012 menjadi 80,81 pada 2013. Variabel lain yang juga mengalami penurunan skor yaitu terkait Kebebasan Berkenyakinan dengan indikator yang mengalami penurunan yaitu (1) Aturan tertulis yang membatasi kebebasan menjalan ibadah agama turun sebesar 2,89 poin dari 85,24 pada 2012 menjadi 82,35 pada 2013. (2) Tindakan/pernyataan pejabat membatasi kekebasan menjalankan ibadah agama turun 3,49 poin dari 81,67 pada 2012 menjadi 78,18 pada 2013. (3) indikator yang juga mengalami penurunan skor yaitu terkait dengan ancaman/penggunaan kekerasan dari satu kelompok terkait ajaran agama turun 1,21 poin dari 79,39 pada 2012 menjadi 78,18 pada 2013.

(27)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

24

Data Perkembangan Skor

Indikator Kinerja Lembaga Demokrasi 2012-2013 (yang mengalami penurunan poin/kecenderungan sama)

No Indikator 2012 2013

1 Aturan tertulis yang diskriminatif dalam hal

gender, etnis dan kelompok 81,31 80,81

2 Tindakan/pernyataan pejabat membatasi

kekebasan menjalankan ibadah agama 81,67 78,18

3 Ancaman/penggunaan kekerasan dari satu

kelompok terkait ajaran agama 79,39 78,18

4 Aturan tertulis yang membatasi kebebasan

menjalan ibadah agama 85,24 82,35

Sementara untul level provinsi, data Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) aspek Kebebasan Sipil terdapat 14 provinsi yang mengalami kenaikan skor dengan 3 (tiga) provinsi yang mengalami kenaikan terbesar diantaranya yakni : (1) Jawa Barat yang naik 13,91 poin dari 65,93 pada 2012 menjadi 79,85 pada 2013; (2) Kalimantan Tengah juga mengalami kenaikan sebesar 13,45 poin dari 68,44 pada 2012 menjadi 81,89 pada 2013; (3) Aceh mengalami kenaikan terbesar terakhir sebesar 11,72 poin dari 60,16 pada 2012 menjadi 71,78 pada 2013. Disisi lain, pada 2013 terdapat 19 provinsi yang mengalami perubahan indeks menjadi lebih rendah, diantaranya terjadi pada 3 (tiga) provinsi terendah yaitu : (1) Lampung mengalami penurunan skor yang cukup signifikan yaitu 23,29 poin dari 94,14 pada 2012 menjadi 70,75 pada 2013; (2) Sulawesi Tenggara pada 2013 juga mengalami penurunan skor cukup signifikan yaitu 7,07 poin dari 91,39 pada 2012 menjadi 84,32 pada 2013; (3) penurunan yang cukup signifikan juga terjadi pada provinsi Bengkulu sebesar 6,19 poin dari 77,76 pada 2012 menjadi 71,57 pada 2013.

Adapun kontribusi kegiatan sebagai upaya meningkatkan indeks kinerja lembaga demokrasi yaitu melalui :

1) Fasilitasi pembentukan kelompok kerja pengembangan IDI atau Pokja IDI pada 33 provinsi sesuai Surat Edaran Mendagri tahun 2011. Kelompok tersebut terdiri atas pemangku kepentingan yang memiliki tugas sebagai mitra tim IDI (Indeks Demokrasi Indonesia) dalam pengembangan dan pemanfaatan Indeks Demokrasi Indonesia. Pokja IDI telah terbentuk pada 33 provinsi, sedangkan PPWK telah terbentuk pada 21 Provinsi dan 24 Kab/Kota. Bentuk kegiatan adalah fasilitasi pengembangan kelompok kerja demokrasi dan pendampingan pusat pendidikan wawasan kebangsan di 5 regional di 33 Provinsi, yakni :

(28)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

25

a. Sulawesi Utara meliputi: Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku dan Maluku Utara;

b. Bali meliputi: Bali, NTB, NTT, Jateng, Papua dan Papua Barat;

c. Lampung meliputi: Lampung, Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu, Bangka Belitung dan Kepulauan Riau;

d. Kalimantan Barat meliputi: Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Jawa Timur;

e. Banten meliputi: Banten, Aceh, Jabar, DKI, DIY dan Sumatera Utara.

2) Menerbitkan regulasi secara tertulis terkait dengan jaminan kebebasan berkumpul dan berserikat yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013, yang kemudian akan ditindaklanjuti dengan penyusunan Peraturan Pemerintah.

3) Menerbitkan regulasi secara tertulis terkait dengan jaminan kebebasan dalam menjalankan ibadah agama dengan Peraturan Bersama Menteri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerahdalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah.

4) Fasilitasi Pembentukan dan Pemberdayaan Forum Kerukanan Umat Beragama (FKUB) di daerah.

Berbeda dengan kedua indeks sebelumnya yang mengalami kecenderungan peningkatan skor, Indeks Hak-Hak Politik mengalami penurunan setiap tahunnya terakhir sebesar 0,08 poin dari 46,33 pada 2012 menjadi 46,25 pada 2013. Adapun kontribusi terhadap penurunan skor tersebut adalah terkait dengan variabel Peran Partai Politik sebesar 16,01 poin dari 69,52 pada 2012 menjadi 53,51 pada 2013. Penurunan tersebut, menjadikan Indeks Hak-Hak Politik pada kategori “buruk”.

(29)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

26

Visualisasi Perkembangan Nilai Hak-Hak Politik Pada 2012-2013

Terkait dengan penurunan skor pada variabel indeks Hak-Hak Politik dari 7 (tujuh) indikator terdapat 1 (satu) indikator yang berkontribusi terhadap penurunan skor hak-hak politik yaitu masih terdapat kecenderungan penyampaian aspirasi dalam bentuk demonstrasi yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan seperti merusak, memblokir, membakar, dan melakukan penyegelan terhadap kantor-kantor pemerintah. Penurunan skor sebesar 0,41 poin dari 19,21 pada 2012 menjadi 18,71 pada 2013. Sedangkan 2 (dua) indikator mengalami kenaikan skor yaitu terkait (1) prosentase perempuan terpilih terhadap total anggota DPRD Provinsi sebesar 1,54 poin dari 54,30 pada 2012 menjadi 54,84 pada 2013. (2) Indikator lain yang juga mengalami peningkatan skor yaitu pengaduan masyarakat mengenai penyelenggaraan pemerintahan sebesar 2.61 poin dari 72,51 pada 2012 menjadi 69.91 pada 2013. Adapun 4 (empat) indikator lainnya terdapat kecenderungan tidak mengalami perubahan atau relatif sama.

Nilai Indeks Hak-Hak Politik, Tahun

2009, 54.6

Nilai Indeks Hak-Hak Politik, Tahun

2010, 47.87

Nilai Indeks Hak-Hak Politik, Tahun

2011, 47.54

Nilai Indeks Hak-Hak Politik, Tahun

2012, 46.33

Nilai Indeks Hak-Hak Politik, Tahun

2013, 46.25 Nilai Indeks Hak-Hak Politik

(30)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

27

Perkembangan Skor Variabel Indeks Hak-Hak Politik pada 2012-2013

No. Nama Variabel 2012 2013

1 Hak-Hak Memilih atau dipilih 84,52 84,52

2 Kurangnya Fasilitasi sehingga Penyandang Cacat tidak dapat menggunakan hak pilihnya

50,00 50,00

3 Kualitas Daftar Pemilih Tetap (DPT) 30,00 30,00

4 Voters turnout 73,82 73,82

5 Prosentase Perempuan Terpilih terhadap total anggota DPRD Provinsi

54,30 54,84

6 Demontrasi/mogok yang bersifat kekerasan 19,21 18,71

7 Pengaduan masyarakat mengenai

penyelenggaraan pemerintahan

69,91 72,51

Sementara untul level provinsi, data Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) aspek Kebebasan Sipil terdapat 14 provinsi yang mengalami kenaikan skor dengan 3 (tiga) provinsi yang mengalami kenaikan terbesar diantaranya yakni : (1) Jawa Barat yang naik 13,91 poin dari 65,93 pada 2012 menjadi 79,85 pada 2013; (2) Kalimantan Tengah juga mengalami kenaikan sebesar 13,45 poin dari 68,44 pada 2012 menjadi 81,89 pada 2013; (3) Aceh mengalami kenaikan terbesar terakhir sebesar 11,72 poin dari 60,16 pada 2012 menjadi 71,78 pada 2013. Disisi lain, pada 2013 terdapat 19 provinsi yang mengalami perubahan indeks menjadi lebih rendah, diantaranya terjadi pada 3 (tiga) provinsi terendah yaitu : (1) Lampung mengalami penurunan skor yang cukup signifikan yaitu 23,29 poin dari 94,14 pada 2012 menjadi 70,75 pada 2013; (2) Sulawesi Tenggara pada 2013 juga mengalami penurunan skor cukup signifikan yaitu 7,07 poin dari 91,39 pada 2012 menjadi 84,32 pada 2013; (3) penurunan yang cukup signifikan juga terjadi pada provinsi Bengkulu sebesar 6,19 poin dari 77,76 pada 2012 menjadi 71,57 pada 2013.

Adapun kontribusi kegiatan sebagai upaya meningkatkan indeks kinerja lembaga demokrasi yaitu melalui :

1) Fasilitasi pembentukan kelompok kerja pengembangan IDI atau Pokja IDI pada 33 provinsi sesuai Surat Edaran Mendagri tahun 2011. Kelompok tersebut terdiri atas pemangku kepentingan yang memiliki tugas sebagai mitra tim IDI (Indeks Demokrasi Indonesia) dalam pengembangan dan pemanfaatan Indeks Demokrasi Indonesia. Pokja IDI telah terbentuk pada 33 provinsi, sedangkan PPWK telah terbentuk pada 21 Provinsi dan 24 Kab/Kota. Bentuk kegiatan adalah fasilitasi pengembangan kelompok kerja

(31)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

28

demokrasi dan pendampingan pusat pendidikan wawasan kebangsan di 5 regional di 33 Provinsi, yakni :

a. Sulawesi Utara meliputi: Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku dan Maluku Utara;

b. Bali meliputi: Bali, NTB, NTT, Jateng, Papua dan Papua Barat;

c. Lampung meliputi: Lampung, Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu, Bangka Belitung dan Kepulauan Riau;

d. Kalimantan Barat meliputi: Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Jawa Timur;

e. Banten meliputi: Banten, Aceh, Jabar, DKI, DIY dan Sumatera Utara.

2) Menerbitkan regulasi atau pedoman terkait dengan penggunaan hak memilih dan dipilih dalam pemilu. Adapun regulasi yang dikeluarkan yaitu terkait dengan paket Undang-Undang Bidang Politik : (1) Undang-Undang- Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik; (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum; (3) UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD; dan (5) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

3) Mengeluarkan pedoman berupa modul tentang Pendidikan bagi Calon Pemilih Pemula.

4) Penanganan dan pemantauan konflik yang terjadi agar tidak bersifat kekerasan sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial (PKS).

5) Mengefektifkan pemanfaatan Pusat Komunikasi dan Informasi (Puskomin) terkait dengan pengaduan masyarakat baik terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan maupun terkait peristiwa konflik yang terjadi di daerah.

(32)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

29 SASARAN 2

Meningkatnya komitmen pemangku kepentingan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa

CAPAIAN KINERJA SASARAN

Tabel 3.2

Pengukuran Kinerja Sasaran 2

Meningkatnya komitmen pemangku kepentingan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa

No. Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian 1. Persentase kebijakan/peraturan

perundangan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan

80% 77,27% 96,59%

Indikator 3: Persentase kebijakan/peraturan perundangan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan

Terkait dengan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik yaitu merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang kesatuan bangsa dan politik sebagaimana amanat Permendagri Nomor 41 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri. Dimana dalam merumuskan kebijakan tersebut, harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada diatasnya baik secara substansi maupun penormaannya. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004. Dalam merumuskan kebijakan diperlukan partisipasi masyarakat, instansi terkait serta para pemangku kepentingan lainnya dalam hal keterlibatan dalam proses politik yang seluas-luasnya baik dalam pengambilan keputusan maupun monitoring kebijakan. Hal tersebut tentunya diarahkan demi terwujudnya situasi dan kondisi nasional yang kondusif dalam rangka tercapainya pembangunan nasional.

Penyusunan sebuah kebijakan termasuk peraturan perundang-undangan semestinya selain mempertimbangkan faktor-faktor normatif yang ideal juga harus memperhatikan faktor penerimaan dan kemampuan pelaksanaannya oleh para pemangku kepentingan terkait. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor utama dalam meningkatkan komitmen pemangku kepentingan, sehingga kebijakan yang dikeluarkan tidak mengalami penolakan dan dapat dilaksanakan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Bahwa upaya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia melalui penciptaan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan syarat

(33)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014

30

pokok pencapaian tujuan nasional, oleh karena itu perwujudan pencapaiannya harus dilaksanakan melalui pelaksanaan kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah termasuk untuk mengembangkan kehidupan demokrasi dan menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang menyatakan dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah harus berpedoman pada asas kepastian hukum, tertib penyelenggara negara, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalisme, akuntabilitas, efisiensi, efektivitas dan keadilan. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, terkait dengan pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip negara kesatuan, dimana tanggungjawab akhir dari penyelenggaraan pemerintah daerah akan tetap berada pada Pemerintah Pusat. Untuk itu Pemerintah Daerah pada negara kesatuan merupakan satu kesatuan dengan Pemerintahan Nasional. Sejalan dengan itu, kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh Daerah merupakan bagian integral dari kebijakan nasional. Oleh karenanya, daerah dalam melaksanakan kebijakan nasional harus menempatkan partisipasi masyarakat sebagai instrumen yang sangat penting dalam sistem pemerintahan daerah dan berguna untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan sosial, menciptakan rasa memiliki pemerintahan, menjamin keterbukaan, akuntabilitas dan kepentingan umum.

Sejalan dengan tersebut diatas, sampai dengan laporan ini disusun terdapat peraturan perundangan yang dihasilkan oleh Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik selama kurun waktu 2010-2013 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

Capaian Implementasi Kebijakan/Regulasi Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik Periode 2010-2013

No Jenis Tentang Capaian Kategori

1 UU Nomor 2 Tahun 2011

Partai Politik > 25 Provinsi Baik

2 UU Nomor 15 Tahun 2011 Penyelenggara Pemilihan Umum > 25 Provinsi Baik 3 UU Nomor 7 Tahun 2012 Penanganan Konflik Sosial > 25 Provinsi Baik

(34)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014 31 4 UU Nomor 8 Tahun 2012 Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah > 25 Provinsi Baik 5 UU Nomor 17 Tahun 2013 Organisasi Kemasyarakatan 15-25 Provinsi Cukup Baik 6 UU Nomor 17 Tahun 2014 MPR, DPR, DPD dan DPRD > 25 Provinsi Baik 7 PP Nomor 18 Tahun 2013

Tata Cara Pengunduran Diri Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, dan Pegawai Negeri Yang Akan Menjadi Bakal Calon Anggota

DPR, DPD, DPRD

Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, serta Pelaksanaan Cuti Pejabat

Negara Dalam Kampanye Pemilu Anggota > 25 Provinsi Baik 8 Permendagri No. 16 Tahun 2011 Perubahan Atas Permendagri Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Komunitas Intelejen Daerah > 25 Provinsi Baik

(35)

Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014 32 9 Permendagri No. 39 Tahun 2011 Perubahan Atas Permendagri Nomor 44 Tahun 2009 tentang Pedoman Kerjasama Kementerian Dalam

Negeri Dan Pemerintah

Daerah Dengan

Organisasi

Kemasyarakatan Dan

Lembaga Nirlaba

Lainnya Dalam Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik Dalam Negeri

15-25 Provinsi Cukup Baik 10 Permendagri No. 36 Tahun 2010 Pedoman Fasilitasi Penyelenggaraan Pendidikan Politik > 25 Provinsi Baik 11 Permendagri No. 49 Tahun 2010 Pedoman Pemantauan

Orang Asing Dan

Organisasi Masyarakat Asing Di Daerah 15-25 Provinsi Cukup Baik 12 Permendagri No. 50 Tahun 2010 Pedoman Pemantauan Tenaga Kerja Asing Di Daerah 15-25 Provinsi Cukup Baik 13 Permendagri No. 29 Tahun 2011 Pedoman Pemerintah Daerah Dalam Rangka

Revitalisasi Dan Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila 15-25 Provinsi Cukup Baik 14 Permendagri No. 38 Tahun 2011 Pedoman Peningkatan Kesadaran Bela Negara Di Daerah

15-25 Provinsi Cukup Baik

15 Permendagri No. 57 Tahun 2011

Pedoman Orientasi Dan

Pendalaman Tugas

Anggota DPRD Propinsi Dan DPRD Kab/Kota

Referensi

Dokumen terkait

Energi kebisingan yang tinggi mampu juga menimbulkan efek viseral, seperti perubahan frekuensi jantung, perubahan tekanan darah dan tingkat pengeluaran keringat,

 Serbuk yang terbagi!bagi dapat dibagi!bagi secara visual tetapi sebanyak!  banyaknya hanya 1# serbuk bersama!sama. *adi serbuk itu dibagi dengan jalan menimbang dalam beberapa

Dalam penelitian ini, variabel independennya merupakan riwayat pemberian Magnesium Sulfat (MgSO 4 ) pada ibu hamil dengan anak cerebral palsy , sedangkan variabel

Musikologi mencakup area penelitian yang luas yang tidak hanya mengkaji musik seni dan musik Eropa tapi juga semua musik folk dan non-Barat.(Béhague,.. 12 | Andre Indrawan :

Berkaitan dengan hal tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul ―Analisa Pengaruh Jarak Celah Pengupas dan Putaran Poros Terhadap

Berdasarkan hasil penelitian ditarik kesimpulan bahwa hipotesis yang diajukan peneliti yaitu terdapat hubungan positif antara harga diri dengan kecenderungan

Penyusunan Metoda Optimasi selanjutnya ditujukan untuk menyusun Metoda Optimasi Jumlah Kotak Pengangkutan pada Kasus Pengaturan Kombinasi Pemuatan n Barang ke m Truk

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan sebelumnya, maka dapat di susun rumusan masalah sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara persepsi remaja tentang