• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

1. Tinggi bibit (cm)

Salah satu parameter yang dapat digunakan dalam mengamati pertumbuhan bibit Rhizophora apiculata adalah tinggi. Pertumbuhan tinggi bibit

R. apiculata rata-rata pada berbagai intensitas naungan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pertumbuhan tinggi bibit R. apiculata rata-rata pada berbagai intensitas naungan

Naungan Tinggi rata-rata (cm)

Tanpa naungan 16,31a

Intensitas naungan 25% 24,00bc

Intensitas naungan 50% 23,19a

Intensitas naungan 75% 27,10c

Intensitas naungan 100% 26,23bc

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada Intensitas 5%

Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat dinyatakan bahwa pemberian berbagai

intensitas naungan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi bibit

R. apiculata pada umur bibit 13 minggu setelah tanam. Bibit tertinggi diperoleh

pada perlakuan pemberian naungan 75 %, yaitu 27,10 cm dan terendah pada perlakuan pemberian tanpa naungan, yaitu 16,31 cm. Namun berdasarkan uji lanjut DMRT diantara perlakuan tidak signifikan dalam mempengaruhi pertumbuhant tinggi bibit R. apiculata sedangkan terbesar kedua dan seterusnya diikuti oleh pemberian naungan Intensitas naungan 100%, Intensitas naungan 25% dan Intensitas naungan 50%. Grafik pertambahan tinggi bibit R. apiculata dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Grafik pertambahan tinggi bibit R. apiculata dengan beberapa intensitas naungan umur 3 MST sampai 13 MST.

Grafik pertambahan tinggi bibit pada Gambar 2 menunjukkan bahwa untuk setiap pengamatan pertambahan tinggi bibit menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Pemberian naungan 75% pada awal penelitian mulai dari pengamatan 3 MST sampai dengan 7 MST pertambahan tinggi lebih pendek dibandingakan dengan pemberian naungan 50% dan naungan 25% . Akan tetapi setelah 9 MST pertambahan tinggi bibit semakin meningkat dan lebih tinggi dibandingan dengan Intensitas naungan yang lain.

2. Diameter bibit (cm)

Parameter kedua yang digunakan dalam mengamati pertumbuhan bibit

R. apiculata adalah diameter. Pertambahan diameter batang rata-rata pada

berbagai intensitas naungan dapat dilihat pada Tabel 2 dan grafik pertambahan diameter batang dapat dilihat pada Gambar 3.

Tabel 2. Pertumbuhan diameter batang bibit R. apiculata rata-rata pada berbagai intensitas naungan

Naungan Diameter rata-rata (cm)

Tanpa naungan 0,49

Intensitas naungan 25% 0,52

Intensitas naungan 50% 0,53

Intensitas naungan 75% 0,50

Intensitas naungan 100% 0,51

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada Intensitas 5%

Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat dinyatakan bahwa pemberian naungan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter batang bibit R. apiculata. Pertambahan diameter batang terbesar bibit R. apiculata terdapat pada intensitas naungan 50%, yaitu 0,53 cm dan terendah terdapat pada tanpa naungan, yaitu 0,49 cm kemudian diikuti oleh pemberian intensitas naungan 25%, intensitas naungan 100% dan intensitas naungan 75%.

Gambar 3. Grafik pertambahan diameter batang bibit R. apiculata dengan beberapa intensitas naungan umur 3 MST sampai 13 MST.

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pengamatan pertambahan diameter batang bibit R. apiculata menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Bibit dengan intensitas naungan 50% pada pengamatan 9 MST lebih rendah dibandingkan dengan intensitas naungan yang lain. Akan tetapi setelah pengamatan 11 MST pertambahan diameter batang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian intensitas naungan yang lain.

3. Jumlah Daun (Helai)

Parameter ketiga yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah daun bibit. Jumlah daun rata-rata pada berbagai intensitas naungan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pertambahan jumlah daun bibit R. apiculata rata-rata pada berbagai intensitas naungan

Naungan Jumlah daun rata-rata (helai)

Tanpa naungan 4

Intensitas naungan 25% 6

Intensitas naungan 50% 6

Intensitas naungan 75% 6

Intensitas naungan 100% 6

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada Intensitas 5%

Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa pemberian naungan tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun bibit R. apiculata. Jumlah daun terbesar terdapat pada intensitas naungan 100%, intensitas naungan 75%, intensitas naungan 50% dan intensitas naungan 25%, yaitu 6 helai per bibit dan terendah terdapat pada perlakuan tanpa naungan, yaitu 4 helai per bibit. Grafik pertambahan jumlah daun dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Grafik pertambahan jumlah daun bibit R. apiculata dengan beberapa intensitas naungan umur 3 MST sampai 13 MST.

Berdasarkan Grafik 4 pertambahan jumlah daun diatas menunjukkan kecenderungan yang sama. Semua perlakuan mulai dari pengamatan 3 MST, 5 MST dan 7 MST laju pertambahan jumlah daun masih sama yaitu 2 daun per bibit. Akan tetapi pada usia pembibitan mencapai 9 MST laju pertambahan jumlah daun untuk perlakuan intensitas naungan 100%, intensitas naungan 75%, intensitas naungan 50% dan intensitas naungan 25% semakin tinggi mencapai 4 helai per bibit dibandingkan dengan perlakuan tanpa naungan yang tetap 2 helai perbibit. Pada saat bibit mencapai umur 11 MST laju pertambahan jumlah daun kembali merata yaitu 4 helai perbibit baik untuk semua perlakuan namun pada saat pengamatan terakhir yaitu pada umur pembibitan mencapai 12 MST rata-rata laju pertambahan jumlah daun semakin besar. Pada perlakuan intensitas naungan 100%, intensitas naungan 75%, intensitas naungan 50% dan intensitas naungan

25% rata-rata mencapai 6 helai perbibit tetapi pada perlakuan tanpa naungan tetap sama yaitu 4 helai per bibit.

4. Luas permukaan daun (cm2)

Parameter keempat yang diamati dalama penelitian ini adalah luas

permukaan daun Perhitungan luas permukaan daun total rata-rata bibit

R. apiculata disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas permukaan daun bibit R. apiculata rata-rata pada berbagai intensitas naungan

Naungan Luas permukaan daun total rata-rata (cm2) Tanpa naungan 69,92a Intensitas naungan 25% 119,82b Intensitas naungan 50% 111,49b Intensitas naungan 75% 118,02b Intensitas naungan 100% 94,05ab

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada Intensitas 5%

Dari Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa pemberian naungan berpengaruh nyata terhadap luas permukaan daun bibit R. apiculata. Akan tetapi diantara intensitas naungan yang diberikan tidak terdapat perbedaan dalam mempengaruhi luas permukaan daun bibit. Rata-rata luas permukaan daun bibit terbesar terdapat pada intensitas naungan 25%, yaitu 119,82 cm2 dan terendah terdapat pada pemberian tanpa naungan, yaitu 69,92 cm2 dan diikuti dengan pemberian intensitas naungan 75%, yaitu 118,02 cm2, intensitas naungan 50%, yaitu 111,49 cm2 dan intensitas naungan 100%, yaitu 94,05 cm2.

5. Bobot kering akar (g/m2)

Parameter kelima yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot kering akar (biomassa akar). Perhitungan bobot kering akar R. apiculata rata-rata pada berbagai intensitas naungan dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Bobot kering akar bibit R. apiculata rata-rata pada berbagai intensitas naungan

Naungan

Bobot kering akar rata-rata (g/m2) Tanpa naungan 0,52b Intensitas naungan 25% 0,40b Intensitas naungan 50% 0,21a Intensitas naungan 75% 0,17a Intensitas naungan 100% 0,14a

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada Intensitas 5%

Dari Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa perlakuan pemberian naungan berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar bibit R. apiculata dan diantara perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap bobot kering akar bibit.

Bobot kering akar terbesar diperoleh pada pemberian tanpa naungan, yaitu 0,52 g/m2 dan terendah didapat pada pemberian intensitas naungan 100%, yaitu

0,14 g/m2. Pemberian tanpa naungan tidak berbeda nyata dengan pemberian intensitas naungan 25% tetapi berbeda nyata dengan pemberian intensitas naungan 50%, intensitas naungan 75% dan intensitas naungan 100%.

6. Bobot kering tajuk (g/m2)

Parameter keenam yang diamati pada penelitian ini adalah bobot kering tajuk (biomassa tajuk). Perhitungan bobot kering tajuk R. apiculata rata-rata ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Bobot kering tajuk bibit R. apiculata rata-rata pada berbagai intensitas naungan

Naungan Bobot kering tajuk rata-rata

(g/m2)

Tanpa naungan 1,87a

Intensitas naungan 25% 3,35bc

Intensitas naungan 50% 2,64ab

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada Intensitas 5%

Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian intensitas naungan berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk R. apiculata dan terdapat perbedaan diantara semua perlakuan terhadap besarnya bobot kering tajuk. Intensitas naungan 75% menghasilkan bobot kering tajuk terbesar, yaitu 3,68 g/m2 yang mempunyai pengaruh yang sama dengan intensitas naungan 25%, yaitu 3,35 gr/m2 sedangkan yang terendah didapat pada pemberian tanpa naungan, yaitu 1,87 g/m2 yang pengaruhnya sama dengan naungan 100%, yaitu 2,58 g/m2. Hal ini memenunjukkan setiap pemberian naungan memiliki pengaruh yang sama terhadap bobot kering tajuk yang dihasilkan oleh bibit.

7. Rasio bobot kering tajuk per akar bibit

Parameter ketujuh yang diteliti dalam penelitian ini adalah rasio bobot kering tajuk akar bibit R. apiculata. Rasio bobot kering tajuk akar R. apiculata rata-rata ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rasio bobot kering tajuk akar bibit R. apiculata rata-rata pada berbagai intensitas naungan

Naungan

Rasio bobot kering tajuk akar rata-rata Tanpa naungan 3,89a Intensitas naungan 25% 12,81ab Intensitas naungan 50% 22,47bc Intensitas naungan 75% 30,28c Intensitas naungan 100% 22,18bc

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada Intensitas 5%

Berdasarkan Tabel 7 di atas pemberian naungan berpenaruh nyata terhadap rasio bobot kering tajuk akar namun diantara perlakuan tidak terdapat perbedaan dalam meningkatkan rasio bobot kering tajuk akar bibit R. apiculata. Tabel 8

menunjukkan pemberian intensitas naungan 75% memiliki rasio biomassa tajuk akar terbesar, yaitu 30,28 sedangkan yang terendah dihasilkan oleh perlakuan tanpa naungan, yaitu 3,89.

8. Persentase hidup (%)

Parameter yang terakhir dimasukkan kedalam penelitian ini adalah persentase hidup bibit R. apiculata. Persentase hidup bibit ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Persentase hidup bibit R. apiculata terhadap berbagai intensitas naungan

Naungan Persentase hidup (%)

Tanpa naungan 100

Intensitas naungan 25% 100

Intensitas naungan 50% 100

Intensitas naungan 75% 90

Intensitas naungan 100% 90

Berdasarkan pada Tabel 8 di atas persentase bibit R. apiculata yang mampu bertahan hidup di bawah tekanan naungan hanya terdapat pada perlakuan tanpa naungan, intensitas naungan 25% dan intensitas naungan 50% dan terendah terdapat pada kondisi intensitas naungan yang cukup berat yaitu pada intensitas naungan 75% dan intensitas naungan 100%.

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dapat diketahui pemberian intensitas naungan berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi bibit R. apiculata umur 13 MST. Bibit tertinggi terdapat pada perlakuan intensitas naungan 75 %, yaitu 27,10 cm dan terendah pada bibit tanpa naungan, yaitu 16,31 cm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa respons bibit R. apiculata berbeda-beda terhadap perlakuan intensitas naungan. Hal ini dipengaruhi oleh intensitas,

yang dikemukakan oleh Daniel et al., (1992) bahwa cahaya langsung berpengaruh pada pertumbuhan pohon melalui intensitas, kualitas dan lama penyinaran. Hasil penelitian menunjukkan intensitas naungan yang memberikan pertumbuhan baik pada tinggi bibit berkisar 40%.

Pertumbuhan tinggi bibit R. apiculata dipengaruhi oleh besarnya intensitas naungan. Hal ini dapat dilihat pada intensitas naungan 75 % dengan kondisi cahaya matahari hampir seluruhnya menutupi bibit mengakibatkan pertumbuhan tinggi batang dan ruas semakin cepat. Pertumbuhan tinggi bibit yang besar pada intensitas naungan 75% disebabkan karena cahaya dengan bantuan hormon pertumbuhannya dapat menstimulasi pertumbuhan tinggi batang bibitnya sehingga bibit dapat mendapatkan cahaya yang sesuai dengan kondisi pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Heddy (1996) yang menyatakan bahwa respons tumbuhan terhadap intensitas cahaya yang berbeda-beda dilakukan melalui hormon auxin, dan efeknya timbul karena berkurangnya efektivitas auxin pada keadaan cahaya penuh.

Pemberian naungan pada bibit R. apiculata tidak berpengaruh tehadap perkembangan diameter batang bibit. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa intensitas naungan pada semua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan dalam mempercepat pertumbuhan diameter batang. Diameter terbesar didapat pada bibit dengan intensitas naungan 50%, yaitu 0,53 cm dan terkecil terdapat pada keadaan tanpa naungan, yaitu 0,49 cm. Hal ini diakibatkan karena pada saat pengambilan data untuk parameter diameter batang dilakukan setelah umur bibit mencapai 9 MST. Sehingga pertumbuhan yang sisanya hanya tinggal 4 minggu lagi mengakibatkan data yang diperoleh tidak signifikan. Hal ini disebabkan

karena pada awal pertumbuhan bibit diameter batang yang terbentuk setelah munculnya plumula adalah batang semu, artinya batang awal merupakan daun yang menyelimuti batang yang kemudian setelah beberapa lama kemudian berdiferensiasi menjadi daun dan apabila masa pengambilan data diameter diperpanjang beberapa minggu lagi maka kemungkinan akan diperoleh pengaruh yang signifikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Priyono (2010) yang menyatakan daun pertama akan keluar setelah 1 bulan, daun ketiga akan keluar setelah 3 bulan.

Jumlah daun yang muncul setelah pengamatan yang dilakukan selama 13 MST menunjukkan tidak ada berpengaruh antara pemberian intensitas naungan terhadap jumlah daun yang dihasilkan oleh bibit R. apiculata. Jumlah daun rata-rata tertinggi didapat pada bibit dengan intensitas naungan 25%, intensitas naungan 50%, intensitas naungan 75% dan intensitas naungan 100% dengan jumlah daun rata-rata 6 helai/bibit sedangkan jumlah daun rata-rata terkecil terdapat pada kondisi tanpa naungan, yaitu 4 helai/bibit. Hal ini Menurut Dwijoseputro (l978) dalam Haryani (2008) temperatur yang rendah dapat mempercepat pengubahan amilum menjadi gula hasil fotosintesis, dan juga translokasinya ke akar terhambat. Hal ini mempengaruhi pertumbuhan apeks dan primordia daun yang sangat memerlukan hasil asimilat sebagai substrat metabolisme yang menghasilkan ATP. Kawasan di daerah meristem berdiferensiasi secara progresif dengan adanya perubahan ukuran sel, taraf vakuolisasi dan kecepatan serta orientasi mitosis. Bakal daun dibentuk di daerah sisi lateral apeks dengan adanya pembelahan sel di daerah itu sehingga terjadi

Sebenarnya jumlah daun secara umum tidak dipengaruhi oleh intensitas naungan. Hal ini dapat dilihat hampir pada semua pengamatan. Jumlah daun tidak berbeda nyata sampai pada pengamatan terakhir (13 MST), dimana perlakuan dengan pemberian intensitas naungan 0%, intenstias naungan 25%, intensitas naungan 50%, intensitas naunga 75% dan intensitas naungan 100% tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Jumlah daun suatu bibit dipengaruhi oleh lingkungan dan genetik bibit tersebut hal ini sesuai dengan penelitian Gardner, dkk, (2003)

dalam Yusuf (2009) dan kelihatanya pengaruh genetik lebih dominan daripada

pengaruh lingkungan (penaungan) pada parameter pengamatan ini.

Pemberian berbagai intensitas naungan terhadap pertumbuhan vegetatif (luas permukaan daun) bibit R. apiculata setelah 13 MST menunjukkan terdapat adanya pengaruh (Tabel 4). Luas permukaan daun terbesar terdapat pada pemberian intensitas naungan 25%, yaitu 119,82 cm2 dan yang terkecil terdapat pada kondisi tanpa naungan, yaitu 69,92 cm2. Hal ini membuktikan bahwa daun mempunyai permukaan yang lebih besar bila berada didalam kondisi ternaungi daripada jika berada pada tempat terbuka atau kondisi tanpa naungan. Hal ini hampir sama dengan penelitian Wardiana dan Herman (2011) yang melakukan percobaan terhadap R. trisperma dibawah kondisi ternaungi memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan luas permukaan daun dimana pada fase bibit dengan intensitas cahaya 65% memberikan luas daun, panjang daun dan jumlah daun yang lebih besar dari pada kondisi tanpa naungan. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas naungan mempengaruhi proses fotosintesis menjadi lebih efisien pada kondisi ternaungi dan menghasilkan fotosintat yang optimal jika dibandingkan dengan kondisi tanpa naungan. Hal ini juga sesuai

dengan pernyataan Purwoko dan Djukri (2003) bahwa peningkatan luas daun pada dasarnya merupakan kemampuan bibit dalam mengatasi cekaman naungan. Peningkatan luas daun merupakan upaya bibit dalam mengefisiensikan penangkapan energi cahaya untuk fotosintesis secara normal pada kondisi intensitas cahaya rendah.

Menurut Sutarmi, (1983) dalam Widiastuti, dkk., (2004) menyatakan bahwa dengan intensitas cahaya yang rendah, bibit menghasilkan daun lebih besar, lebih tipis dengan lapisan epidermis tipis, jaringan palisade sedikit, ruang antar sel lebih lebar dan jumlah stomata lebih banyak. Sebaliknya pada bibit yang menerima intensitas cahaya tinggi menghasilkan daun yang lebih kecil, lebih tebal, lebih kompak dengan jumlah stomata lebih sedikit, lapisan kutikula dan dinding sel lebih tebal dengan ruang antar sel lebih kecil dan tekstur daun keras.

Dari hasil yang diperoleh pada Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara pemberian intensitas naungan terhadap bobot kering akar (biomassa akar). Bobot kering akar terbesar diperoleh pada kondisi tanpa naungan (intensitas naungan 0%), yaitu 0,52 gr/m2 dan yang terendah didapat pada pemberian intensitas naungan 100% yaitu sebesar 0,14 gr/m2. Semakin tinggi intensitas cahaya maka bobot kering akar bibit yang dihasilkan semakin besar dan sebaliknya. Hal ini terjadi diakibatkan karena pada saat kondisi tidak ternaungi bibit R. apiculata memiliki mekanisme untuk mengimbangi ketersediaan air didalam sel bibit. Intensitas cahaya yang tinggi mengakibatkan air didalam sel bibit semakin berkurang sehingga pasokan energi/fotosintat yang dihasilkan dialokasikan ke akar bibit untuk memperpanjang akar dalam mencari

sumber-agar bibit dapat mempertahankan turgor didalam sel bibit. Semakin besar intensitas cahaya maka proses respirasi akan semakin cepat. Agar keseimbangan ini terjadi maka bibit harus memperbesar akar dalam mengangkut air dan mengalirkanya ke seluruh sel bibit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wilkins (1969) yang menyatakan bahwa rambut-rambut akar biasanya terdapat di daerah yang menyerap dan akar mungkin secara efektif meningkatkan luas permukaan untuk penyerapan air.

Pengaruh intensitas naungan terhadap bobot kering akar menurut Devkota dan Jha (2010) dapat juga diakibatkan oleh tingginya proses translokasi fotosintat yang berasal dari daun ke sistem perakaran. Hal in dapat dilihat dari luas permukaan daun di daerah kondisi tanpa naungan lebih kecil dibandingkan pada bibit yang berada pada kondisi ternaungi sehingga bobot kering akar lebih tinggi didaerah tanpa naungan.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian berbagai intensitas naungan berpengaruh terhadap bobot kering tajuk. Pemberian intensitas naungan 75% menghasilkan bobot kering tajuk terbesar, yaitu 3,68 gr/m2 dan yang terendah didapat pada kondisi tanpa naungan, yaitu 1,87 gr/m2. Kondisi ini memperlihatkan bahwa semakin kecil intensitas cahaya matahari maka perkembangan tajuk akan semakin baik. Akan tetapi setelah mencapai kondisi tertutup seluruhnya biomassa tajuk semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan penelitian Widiastuti (2004) yang melakukan penelitian terhadap bibit Krisan (Potted chrysanthemum) dimana pengingkatan intensitas cahaya dari 75% menjadi 100% menyebabkan bobot kering tajuk menurun, dengan meningkatnya intensitas cahaya maka akan meningkatkan suhu lingkungan bibit

yang mengakibatkan respirasi bibit meningkat, sehingga hasil fotosintesis bersih (biomassa) yang tersimpan di jaringan bibit sedikit, menyebabkan bobot kering tajuk pada bibit dengan perlakuan intensitas cahaya 75% lebih tinggi dibandingkan intensitas cahaya 100%.

Rasio bobot kering tajuk akar bibit yang didapat dari hasil penelitian (Tabel 7) menunjukkan ada pengaruh terhadap pemberian pada berbagai intensitas naungan. Rasio bobot kering tajuk akar bibit tertinggi diperoleh pada intensitas naungan 75%, yaitu 30,29 dan yang terendah terdapat pada intensitas naungan 0%, yaitu 3,89%. Rasio bobot kering tajuk akar ini merupakan petunjuk tentang pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan bibit seperti rendahnya ketersediaan air dan nitrogen, rendahnya oksigen tanah dan rendahnya temperatur tanah (Fitter and Hay, 1998).

Berdasarkan Tabel 8 didapat bahwa persentase hidup seluruh bibit yang mampu bertahan hidup (survive) pada semua kondisi perlakuan pemberian intensitas naungan hanya terdapat pada kondisi tanpa naungan, intensitas naungan 25% dan intensitas naungan 50% sedangkan intensitas naungan 75% dan naunga 100% terdapat beberapa bibit bibit R. apiculata yang mati. Hal ini diakibatkan karena bibit stress terhadap kondisi intensitas naungan yang sangat berat.

Tabel 9. Matrik pengaruh pemberian berbagai intensitas naungan terhadap rataan terbesar setiap parameter penelitian Perlakuan Tinggi (cm) Diameter (cm) Jumlah daun (helai) Luas permukaan daun (cm2)

Bobot kering akar (gr/m2) Bobot kering tajuk (gr/m2) Rasio bobot kering tajuk/akar Persentase Hidup (%) Jumlah Tanpa naungan - - - - + - - + 2 Paranet 25% - - + + - - - + 3 Paranet 50% - + + - - - - + 3 Paranet 75% + - + - - + + - 4 Paranet 100% - - + - - - 1

Berdasarkan Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa dari semua parameter pengamatan jumlah perlakuan yang menempati rata-rata terbesar terdapat pada pemberian intensitas naungan 75% dan yang terendah terdapat pada pemberian intensitas naungan 100% namun berdasarkan petunjuk diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan bibit R. apiculata sebenarnya hanya dapat hidup pada kondisi intensitas naungan 25 % dan 50%. Walaupun pada perlakuan pemberian intensitas naungan 75% memiliki jumlah rata-rata terbesar tetapi persentase hidup bibit lebih kecil bila dibandingkan pada kondisi tanpa naungan, intensitas naungan 25% dan intensitas naungan 100%. Foto kondisi bibit yang mati setelah pengamatan ke 13 MST dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

Gambar 5. Kondisi bibit R. apiculata yang mati pada pemberian intensitas naungan 75% setelah pengamatan 13 MST

Gambar 6. Kondisi bibit R. apiculata yang mati pada pemberian intensitas naungan 100% setelah pengamatan 13 MST

Dokumen terkait