• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Persentase Kesesuaian Obat Tradisional Berdasarkan Standar

Obat tradisional dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Ketiga kelompok tersebut memiliki jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat yang berbeda-beda. Jamu klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris, obat herbal terstandar keamanan dan khasiatnya dibuktikan secara ilmiah dengan uji pra klinik dan bahan bakunya telah distandarisasi, sedangkan fitofarmaka keamanan dan khasiatnya dibuktikan secara ilmiah dengan uji pra klinik dan uji klinik, serta bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi. Jamu dan obat herbal terstandar tingkat pembuktiannya umum dan medium sedangkan fitofarmaka tingkat pembuktiannya medium dan tinggi (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan RI, 2004).

Uji pra klinik untuk obat herbal terstandar, yaitu harus sudah diujicobakan pengaruhnya pada hewan, sedangkan untuk fitofarmaka, harus memiliki bukti pra klinik dan bukti klinik, yaitu uji coba pada manusia. Bukti manfaat jamu didasarkan atas pengalaman masyarakat yang mengonsumsi turun-temurun. Khasiat jamu tidak perlu bukti uji pra klinik dan uji klinik meskipun buktinya bersifat empirik, karena sudah ada standar penilaiannya. Penilaian itu antara lain berupa penerapan cara pembuatan obat tradisional yang baik dan cek terhadap kontaminasi mikroba (Candra, 2012).

Setiap produk obat tradisional yang beredar harus memenuhi standar mutu yang berlaku. Mutu obat tradisional tidak hanya dilihat dari cara pembuatannya akan tetapi juga penandaannya. Di Indonesia terdapat dua standar yang mengatur terkait penandaan obat tradisional, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan dan BPOM sedangkan standar internasional yang mengatur antara lain adalah ASEAN dan WHO.

Produk obat tradisional berkualitas akan memberikan jaminan mutu untuk konsumennya. Jaminan mutu tersebut dapat dilakukan dengan memberikan penandaan yang sesuai dengan standar.

1. Standar BPOM

Standar BPOM merupakan standar yang digunakan untuk regulasi diantaranya pendaftaran, jaminan mutu dan penandaan. Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap produk obat tradisional yang beredar di Apotek Kota Yogyakarta tahun 2011 dan dievaluasi menggunakan standar BPOM didapatkan hasil sebagai berikut.

Gambar 4. Diagram Batang Berdasarkan gambar tingkat kesesuaian jamu 68,75%, dan fitofarmaka fitofarmaka paling tinggi, pembuktiannya adalah medium telah dilakukan standarisasi kualitasnya lebih tinggi

Jenderal Pengawasan Obat dan Makan Persentase tingkat

tinggi dari pada kelompok ketiga kelompok obat herbal ada yang melampaui 70%. kriteria informasi yang harus dikarenakan terdapat 2 produk

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Jamu (n=175) 62.50%

. Diagram Batang Persentase Modus Tingkat Kesesuaian Obat Tradisional Terhadap Standar BPOM

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa persentase suaian jamu adalah 62,50%, obat herbal terstandar 65,50

fitofarmaka adalah 68,75%. Persentase modus tingkat kese tinggi, hal ini sesuai dengan teori karena fitofarmaka

adalah medium dan tinggi. Selain itu pada kelompok fitofarmaka standarisasi bahan baku dan produk jadinya, sehingga mutu

tinggi dari pada jamu dan obat herbal terstandar. (Direktorat n Obat dan Makanan RI, 2004).

se tingkat kesesuaian kelompok obat herbal terstandar kelompok jamu, atau dapat dikatakan sesuai dengan teori.

obat herbal terstandar, persentase tingkat kesesuaiannya ui 70%. Rendahnya persentase kesesuaian tersebut dikare yang harus dicantumkan cukup rinci dan banyak. terdapat 2 produk yang diambil di Apotek merupakan stock

Jamu (n=175) Obat herbal terstandar (n=8) Fitofarmaka (n=4) 62.50% 62.50% 68.75% 68.75%

ian Obat Tradisional Terhadap entase modus

65,50% dan tingkat kesesuaian fitofarmaka tingkat fitofarmaka sehingga mutu dan (Direktorat

terstandar lebih dengan teori. Dari kesesuaiannya tidak tersebut dikarenakan Selain itu, stock lama

sehingga dimungkinkan be obat tradisional tidak ada sehingga dapat dikatakan penandaan BPOM.

2. Standar Peraturan Menteri Secara tingkatan

BPOM namun kriteria standar Kesehatan belum terdapat

BPOM sudah terdapat pengelompokan terstandar dan fitofarmaka.

pengelompokan khusus antara pembeda adalah dari segi

Peraturan Menteri Kesehatan tetap digunakan

Gambar 5. Diagram Batang 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Jamu (n=175) 91.67%

dimungkinkan belum sesuai dengan standar yang ada. Ketiga kelompok tidak ada yang memiliki persentase modus yang mencapa

dikatakan bahwa tidak semua produk jamu memenuhi

Standar Peraturan Menteri Kesehatan

tingkatan Peraturan Menteri Kesehatan lebih tinggi dari kriteria standar BPOM jauh lebih lengkap. Pada Peraturan

terdapat pengelompokan obat tradisional sedangkan terdapat pengelompokan obat tradisional, yaitu jamu, obat

fitofarmaka. Secara umum dalam penandaan tidak khusus antara ketiga kelompok obat tradisional dan yang

dari segi logo, oleh karena itu pada penelitian ini ri Kesehatan tetap digunakan untuk mengevaluasi.

. Diagram Batang Persentase Modus Tingkat Kesesuaian Obat Tradisional Terhadap Standar Peraturan Menteri Kesehatan

Jamu (n=175) Obat herbal terstandar (n=8) Fitofarmaka (n=4) 91.67% 91.67% 100% 91.67% Ketiga kelompok mencapai 100%, memenuhi standar

tinggi dari pada Peraturan Menteri sedangkan pada jamu, obat herbal tidak terdapat dan yang menjadi penelitian ini standar

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa fitofarmaka memiliki persentase modus kesesuaian paling besar, yaitu 91,67% dan 100%, jamu 91,67% dan obat herbal terstandar 91,67%. Persentase kesesuaian kelompok jamu dan obat herbal terstandar adalah sama, yaitu sebesar 91,67%. Dilihat dari gambar 4. dan gambar 5. persentase modus tingkat kesesuaian ketiga kelompok obat tradisional terhadap standar Peraturan Menteri Kesehatan terlihat lebih besar dibandingkan dengan kesesuaian terhadap standar BPOM. Hal ini dikarenakan kriteria standar yang ditetapkan oleh BPOM lebih banyak dan lebih rinci. Kriteria yang terdapat pada standar BPOM tetapi tidak terdapat pada standar Peraturan Menteri Kesehatan antara lain bentuk sediaan, nama dan alamat pemberi/penerima kontrak, efek samping, interaksi obat, dan info khusus terkait kandungan babi, alkohol dan pemanis buatan. Menurut gambar 5. diatas, tidak semua kelompok obat tradisional memiliki persentase modus yang mencapai 100%. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua produk obat tradisional memenuhi standar Peraturan Menteri Kesehatan.

3. Standar ASEAN

ASEAN the final list of the harmonized labeling requirements for TMHS mulai diberlakukan pada bulan Januari 2010 setelah melalui beberapa kali sidang, dimana delegasi Indonesia dalam mengikuti sidang diwakili oleh Badan POM, perwakilan ATSC (ASEAN Traditional Medicine and Health Supplement Scientific Committee), perwakilan Industri Obat Tradisional sedangkan dari pihak Assosiasi, yaitu Gabungan Pengusaha (GP) Jamu dan Asosiasi Pengusaha

Suplemen Kesehatan Indonesia InfoPOM, 2008). Harmonisasi industri obat tradisioanal. ini, sebuah produk yang bereda melakukan registrasi kembali, keberadaan harmonisasi bisa dengan bebas masuk tradisional Indonesia harus dikuasai produk dari ASEA merupakan kriteria yang

produk obat tradisional harus benar

Gambar 6. Diagram Batang

Berdasarkan gambar tingkat kesesuaian yang

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Jamu (n=175) 75%

Kesehatan Indonesia (APSKI) hadir sebagai observer (Tim Harmonisasi ASEAN ini tentunya sangat menguntungkan tradisioanal. Melalui kesamaan regulasi di negara-negara produk yang beredar di Indonesia dapat beredar di ASEAN tan

registrasi kembali, namun di sisi lain terdapat juga ancaman harmonisasi ini. Produk-produk sejenis dari anggota ASEAN

masuk ke Indonesia. Untuk itu, industri jamu dan obat harus memperkuat daya saing agar pasar domestik dari ASEAN ini. Kriteria standar yang ditetapkan kriteria yang dibuat seragam untuk wilayah Asia Tenggara produk obat tradisional harus benar-benar memperhatikan kualitas dan mutu.

. Diagram Batang Persentase Modus Tingkat Kesesuaian Obat Tradisional Terhadap Standar ASEAN

gambar di atas dapat dilihat bahwa persentase kesesuaian yang paling tinggi adalah kelompok fitofarmaka

Jamu (n=175) Obat herbal terstandar (n=8) Fitofarmaka (n=4) 75% 68.75% 87.50% Tim Redaksi tungkan bagi negara ASEAN beredar di ASEAN tanpa perlu juga ancaman dari anggota ASEAN juga dan obat-obatan domestik tidak ditetapkan ASEAN Tenggara sehingga rhatikan kualitas dan mutu.

ian Obat Tradisional Terhadap

persentase modus fitofarmaka sebesar

87,5%, kemudian jamu sebesar 75%, dan obat herbal terstandar sebesar 68,75%. Persentase kelompok fitofarmaka yang paling tinggi menandakan bahwa kelompok fitofarmaka paling memenuhi kriteria standar dibandingkan dengan jamu dan obat herbal terstandar. Kelompok obat herbal terstandar memiliki persentase kesesuaian lebih rendah dari pada jamu, hal ini dikarenakan pada kelompok obat herbal terstandar tidak ada produk yang mencantumkan nama dan alamat pemegang otorisasi pemasaran. Jumlah kriteria standar yang ditetapkan oleh ASEAN sama dengan standar BPOM, namun jika dilihat dari gambar 4. dan gambar 6. persentase modus tingkat kesesuaian terhadap standar ASEAN lebih tinggi dibandingkan dengan standar BPOM. Hal ini dikarenakan pada standar BPOM ada kriteria kontraindikasi, interaksi obat, dan efek samping sedangkan pada standar ASEAN tidak ada. Berdasarkan gambar 6. dapat dilihat bahwa ketiga kelompok obat tradisional tidak ada yang memiliki persentase modus yang mencapai 100%, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak semua produk obat tradisional memenuhi standar penandaan ASEAN.

4. Standar WHO

WHO merupakan standar tingkat internasional akan tetapi jumlah kriteria standar yang ditetapkan untuk penandaan/pelabelan obat tradisional lebih sedikit dibanding standar yang lain.

Gambar 7. Diagram Batang

Berdasarkan gambar kesesuaian tertinggi adalah terstandar dengan 86,67 dilihat dari tingkatan mutu

herbal terstandar, dan fitofarmaka. persentase tingkat kesesuaian dikarenakan adanya kriteria terstandar mencantumkan produk yang mencantumkan herbal terstandar menjadi gambar 7. dari ketiga

persentase modus yang mencapai memenuhi standar WHO.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Jamu (n=175) 80%

. Diagram Batang Persentase Modus Tingkat Kesesuaian Obat Tradisional Terhadap Standar WHO

gambar di atas dapat dilihat bahwa persentase modus tertinggi adalah fitofarmaka dengan 93,33%, kemudian obat

86,67%, dan jamu dengan 80%. Ini sesuai dengan teori tingkatan mutu urutan dari yang paling tinggi adalah fitofarmaka,

dan fitofarmaka. Kelompok obat herbal terstandar mempunyai kesesuaian lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok a kriteria lama pemberian. Dua dari 8 produk obat mencantumkan lama pemberian sedangkan pada jamu hanya 5

antumkan, sehingga persentase rata-rata tingkat kesesuaian obat menjadi lebih tinggi dibanding persentase jamu.

ketiga kelompok obat tradisional tidak ada yang

yang mencapai 100% atau tidak semua produk obat tradisional memenuhi standar WHO.

Jamu (n=175) Obat herbal terstandar (n=8) Fitofarmaka (n=4) 80% 86.67% 93.33% isional Terhadap modus tingkat kemudian obat herbal dengan teori bahwa fitofarmaka, obat terstandar mempunyai kelompok jamu produk obat herbal

hanya 5 dari 175 rata tingkat kesesuaian obat jamu. Menurut yang memiliki obat tradisional

B. Persentase Kesesuaian Penandaan Produk Obat Tradisional Terhadap

Dokumen terkait