• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

13. Entrophospora infraquens Hall

5.1.3. Persentase kolonisasi endomikoriza

Persentase kolonisasi endomikoriza kelima jenis tanaman selama penelitian ditampilkan pada Gambar 5.1.3 A dan Gambar 5.1.3 B dibawah ini.

Gambar 5.1.3 A.Kolonisasi hifa endomikoriza pada akar tanaman di perkebunan mente DesaSukadana-Kecamatan Kubu-Karangasem

Gambar 5.1.3.B. Kolonisasi endomikoriza pada akar tanaman di Perkebunan mente Desa Sendang Kecamatan Grograk-Buleleng

Penghitungan persentase kolonisasi dilakukan pada tanaman mente dan tanaman sela lainnya yang tetap dapat tumbuh selama musim kemarau pada kedua lokasi

penelitian. Penghitungan persentase kolonisasi pada akar tanaman singkong dan jagung pada kedua lokasi tidak bisa dilakukan pada bulan tertentu karena tanaman sudah dipanen namun belum dilakukan penanaman kembali oleh petani karena terkendala musim kemarau.

Rerata kolonisasi endomikoriza pada masing-masing sampel akar tanaman terlihat kurang dari 60% pada bulan April – Juni dan terlihat meningkat sampai lebih 60 % pada bulan-bulan basah (Oktober, Desember 2011 – Februari 2012). Kolonisasi hifa pada akar menurun sampai <30 % pada bulan kemarau (Juli – Agustus 2011) dan sampai nol persen pada bulan Oktober sebagai puncak musim kemarau pada tahun 2011. Kolonisasi endomikoriza terlihat mulai meningkat pada bulan Desember 2011 dan semakin tinggi kolonisasinya pada bulan Februari 2012 ( Gambar 5.1.3 dan Gambar 5.1.4).

Pengambilan sampel pada bulan November 2011, Desember 2011 dan Februari 2012 merupakan musim penghujan atau bulan basah (Lampiran 2). Berdasarkan data hasil penelitian eksplorasi lapangan dapat membuktikan bahwa pada kondisi tanah yang cukup basah (musim penghujan) dapat menyebabkan kolonisasi hifa endomikoriza semakin intensif dalam menginfeksi perakaran tanaman dan dapat menggambarkan sebagai bentuk ketergantungan cendawan endomikoriza pada tanaman inang dalam menyerap gula untuk pertumbuhan dan reproduksi cendawan tersebut. Menurut Hapsoh (2008) infeksi atau kolonisasi hifa pada sistem perakaran tanaman adalah suatu cara endomikoriza untuk mendapatkan sumber nutrisi berupa gula dan Carbon yang dihasilkan dari proses fotosinthesis tanaman inang. Smith et al. (2010) menyatakan bahwa endomikoriza yang terdapat didalam tanah dapat

bersimbiosa dengan tanaman dan juluran hifa-hifa ekternal pada endomikoriza aktif melepaskan enzim fosfatase untuk memecah ikatan-ikatan fosfat dari bentuk senyawa yang terdapat di tanah menjadi unsur-unsur fosfor yang dibutuhkan untuk proses fotosintesa tanaman. Fosfor dari tanah akan diserap oleh hifa-hifa endomikoriza dan selanjutkan hifa-hifa internal didalam korteks akar inang akan melepaskan unsur Fosfor sebagai sumber hara bagi tanaman dalam melakukan fotosintesa. Dilain pihak, endomikoriza mendapatkan gula dari inangnya sebagai sumber nutrisi.

Berdasarkan fenomena ini, walaupun musim bukan merupakan faktor pembatas untuk di wilayah tropis namun pada saat musim penghujan dan kondisi tanah cukup basah, mikroorganisme tanah termasuk endomikoriza aktif bergerminasi sebagai manifestasi bahwa mikroorganisme tersebut mampu beradaptasi dan aktif melakukan germinasi pada musim penghujan. Aktifnya germinasi spora membentuk hifa sebagai cara cendawan mempertahankan kehidupannya dan selanjutnya hifa-hifa tersebut bersimbiosa dengan tanaman inangnya untuk mendapatkan nutrisi. Hal ini didukung oleh Delvian (2006b) dan Smith et al. (2010) bahwa kolonisasi hifa endomikoriza akan terlihat meningkat persentasinya pada kortek akar tanaman baik pada tanaman yang tumbuh alami diareal hutan terbuka, perkebunan dan kolonisasi terlihat menurun persentasinya pada musim kemarau atau musim panas

Kolonisasi hifa endomikoriza pada tanaman sela cukup tinggi pada saat tanaman tersebut tumbuh pada musim penghujan namun pada tanaman mente kolonisasi endomikoriza dapat teramati selama penelitian Akar tanaman mente yang terkolonisasi cendawan endomikoriza, hifa eksternal diluar epidermis

akar, maupun hifa-hifa internal pada korteks (Gambar 5.1.4) sering teramati pada akar muda atau rambut akar. Beberapa spora dari spesies Glomus intraradices atau Gigaspora margarita sering teramati pada sampel akar mente (Gambar 5.1.5).

Gambar 5.1.4 . Foto hifa eksternal (

*

) endomikoriza pada akar tanaman mente (Diamati di bawah mikroskop Binokuler perbesaran 100x)

Gambar 5.1.5 Foto akar mente yang menunjukkan adanya vesikel (A) dengan dinding sel yang tebal dan spora endomikoriza (B) yang terlihat di luar akar mente (diamati di bawah mikroskop Binokuler perbesaran 100 x)

Menurut Kramadibrata (2008), spora jenis G. intraradices dalam bentuk spora tunggal sering ditemukan pada sistem perakaran tanaman khususnya tanaman

A

B

yang kompatibel bagi spora-spora tersebut namun spora yang terdapat dalam sporokarp hanya ditemukan pada tanah.

5.2. Perbanyakan Spora Endomikoriza pada Tanaman Jagung (Zea mays). 5.2.1. Jumlah spora endomikoriza

Hasil perbanyakan ketiga jenis spora endomikoriza (Glomus sp., Acaulospora sp., Gigaspora sp.) menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi P hara Johnson P 75% (P3) ; P 50% (P2); P 25% (P1), dan (0%), menghasilkan jumlah spora yang bervariasi antar species. Hara Johnson yang diturunkan konsentrasi P nya sampai nol % (tanpa P) mampu meningkatkan jumlah spora pada perbanyakan satu, dua dan tiga bulan (Gambar 5.2.1).

Gambar 5.2.1 Populasi spora Endomikoriza dengan konsentrasi P yang berbeda pada umur 1, 2 dan 3 bulan di rumah kaca

Keterangan : P0 (Tanpa fosfat) ; P1 ( 25 % fosfat) ; P2 (50% fosfat) dan P3 (75% fosfat) dalam hara Johnson

Hasil Analisis of Variance (ANOVA) taraf 5% menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi P pada hara Johnson berpengaruh nyata terhadap jumlah spora endomikoriza. Analisis lanjutan dengan uji Duncan menunjukkan bahwa hara Johnson tanpa P (P0) menghasilkan jumlah spora yang terbanyak pada ketiga jenis spora endomikoriza (Tabel 5.2.1).

Tabel 5.2.1.

Pengaruh Perlakuan spesies Endomikoriza dan konsentrasi P terhadap jumlah spora hasil propagasi umur 1, 2 dan 3 bulan pada tanaman jagung

1 bulan

Spesies Konsentrasi Fosfat

0 (tanpaP) 25 % 50 % 75%

Glomus sp. 64,89d 69,22c 53,56e 26,78g Acaulospora sp. 83,00a 77,00b 61,22d 56,44e Gigaspora sp. 32,56f 21,56h 19,78h 13,44i 2 bulan

Spesies Konsentrasi Fosfat

0 (tanpa P) 25 % 50 % 75%

Glomus sp. 66.00c 72,56c 58,56d 26,89f Acaulospora sp. 87,54a 75,35b 64,28c 32,89e Gigaspora sp. 32,73e 22,86fg 19,67g 12,41h 3 bulan

Spesies Konsentrasi Fosfat

0 (tanpa P) 25 % P 50 % P 75%

Glomus sp. 100,33a 101,33a 90,67b 49,67e Acaulospora sp. 98,33a 86,67b 69,67c 36,67f Gigaspora sp. 48,00e 55,33d 34,33f 28,67g

Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti oleh notasi huruf kecil yang sama pada baris dan kolom yang sama pada masing-masing bulan 1, 2 dan 3 menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada Uji DMRT pada taraf 5%

Glomus sp. tanpa pemberian P (P0) dalam perbanyakan menggunakan inang tanaman jagung menghasilkan jumlah spora terbanyak (100,33) pada umur 3 bulan (Tabel 5.2.1 dan Gambar 5.2.1). Konsentrasi P dalam hara Johnson sangat berpengaruh terhadap perbanyakan/propagasi spora endomikoriza. Jumlah spora semakin menurun jika hara Johnson yang

diberikan mengandung konsentrasi P yang tinggi (konsentrasi standar pada hara Johnson), sebaliknya dengan menurunkan konsentrasi P dalam hara Johnson yang diberikan dapat meningkatkan jumlah spora. Menurut Idwar dan Ali (2000); Miyasaka et al. (2003), Widiastuti (2004) dan Smith et al.(2010), germinasi spora mikoriza dapat terhambat pada media tanah yang kandungan fosfatnya tinggi, sebaliknya pada tanah dengan kandungan fosfat rendah akan meningkatkan proses germinasi spora endomikoriza. Berdasarkan hasil analisa tanah menunjukkan bahwa kandungan Fosfat di tanah perkebunan mente sangat tinggi (Lampiran 1) sehingga jika media tanam yang digunakan untuk perbanyakan spora endomikoriza sudah mengandung fosfat yang tinggi, pemberian hara Johnson harus dikurangi konsentrasi P nya sehingga dalam penelitian ini, konsentrasi P diturunkan mulai 75% sampai 0% (tanpa P). Hasil penelitian tahap ini membuktikan bahwa hara Johnson tanpa P (0%) dapat meningkatkan jumlah spora dalam perbanyakan endomikoriza karena P yang sangat tinggi dapat menghambat kemampuan enzim fosfatase yang dimilki oleh cendawan tersebut dalam memecah Fosfat.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Glomus sp. dan Acaulospora sp. merupakan spesies endomikoriza yang mudah bergerminasi membentuk hifa dan spora ditanah atau mengkolonisasi akar tanaman inang dibanding Gigaspora sp.. Hasil penelitian Idwar dan Ali (2000) dan Widiastusti (2004), Glomus sp. mampu berkembang dalam kisaran lingkungan yang cukup luas. Menurut Mikola (1980), Glomus mampu germinasi pada kisaran pH 6–9 sedangkan Gigaspora sp. berkecambah optimum dalam kisaran pH yang asam yaitu 4,5–6,5. Hasil pengukuran pH tanah selama perbanyakan spora adalah

antara 6.6 – 7.1 merupakan kisaran pH yang sesuai bagi Glomus sp. sehingga pH tanah yang sesuai bagi Glomus sp. juga dapat meningkatkan germinasi spora dan hifa lebih banyak dibanding Gigaspora sp..

Faktor pendukung lain untuk memacu germinasi spora mikoriza adalah suhu. Suhu harian selama penelitian propagasi di rumah kaca berkisar antara 24 – 360C. Menurut Mosse (1981), spora Acaulospora sp., Gigaspora sp. dan Glomus sp. dapat bergerminasi pada kisaran suhu 23 – 31 0 C. Hal ini menunjukkan bahwa suhu harian dirumah kaca masih dalam kisaran suhu yang optimum untuk perbanyakan spora. Hasil penelitian tahap propagasi menunjukkan bahwa Glomus sp., Acaulospora sp. dan Gigaspora sp. hasil ekplorasi dilahan kering Bali dapat diperbanyak pada tanaman inang Jagung (Z. mays) menghasilkan spora 1 bulan namun jumlah spora terbanyak dihasilkan pada 3 bulan. Simanungkalit (2003) dan Hasanudin (2008) menyatakan bahwa spora dan propagul endomikoriza untuk inokolum adalah umur 3 bulan.

Dokumen terkait