• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Hari mulai berkecambah spora FMA

Perlakuan interaksi fungisida dan mikoriza berpengaruh sangat nyata terhadap hari mulai berkecambah spora FMA. Data dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 1a-1c. Uji beda rataan antar perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hari mulai berkecambah spora FMA (hari)

Bahan aktif fungisida dan konsentrasi Kontrol

Asam fosfit Metalaksil

0,0000 % 0,0400 % 0,1200 % 0,2000 % 0,0525 % 0,0875 % 0,1225 % Perlakuan (F0) (F1) (F2) (F3) (F4) (F5) (F6) Rataan G. margarita (M1) 5,13 b 5,20 b 6,22 d 10,00 f 5,78 c 6,20 d 6,53 e 6,44 A. tuberculata (M2) 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 Rataan 2,57 2,60 3,11 5,00 2,89 3,10 3,27

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata.

Pemberian fungisida bahan aktif asam fosfit pada konsentrasi tertinggi F3M1 lebih menghambat perkecambahan spora FMA dibandingkan pemberian fungisida bahan aktif metalaksil konsentrasi tertinggi F6M1. Tetapi pemberian fungisida bahan aktif asam fosfit konsentrasi terendah F1M1 tidak lebih menghambat perkecambahan spora FMA dibandingkan pemberian fungisida bahan aktif metalaksil konsentrasi terendah F4M1. Kemudian pemberian fungisida bahan aktif asam fosfit konsentrasi menengah F2M1 tidak berbeda nyata dengan pemberian fungisida bahan aktif metalaksil konsentrasi menengah F5M1. Dari data tersebut terlihat bahwa jenis bahan aktif fungisida yang digunakan

memberikan pengaruh berbeda, namun dalam penelitian ini tidak dilakukan pengujian pengaruh jenis fungisida terhadap perkecambahan spora FMA.

Penggunaan fungisida dengan semakin dinaikkan konsentrasi bahan aktifnya F0(0,0000%), F1(0,0400%), F4(0,0525%), F5(0,0875%), F2(0,1200%), F6(0,1225%), F3(0,2000%) tidak tergantung apakah yang dinaikkan konsentrasinya adalah bahan aktif asam fosfit ataukah bahan aktif metalaksil, terlihat berpengaruh terhadap hari mulai berkecambah spora Gigaspora margarita

yaitu menjadi lebih lambat beraturan 5,13; 5,20; 5,78; 6,20; 6,22; 6,53; 10,00 hari. Semakin tinggi konsentrasi bahan aktif fungisida yang digunakan menjadikan semakin sedikit jumlah air yang dapat pindah masuk secara osmosis ke dalam sel-sel spora, yang kemudian akan berpengaruh menghambat perkecambahan. Cukupnya jumlah air mutlak bagi spora untuk berkecambah yaitu diperlukan sebagai media reaksi kimia di dalam sel, mengaktifkan enzim, mengedarkan nutrisi ke seluruh bagian sel-sel spora yang sedang aktif melakukan pembelahan sel untuk berkecambah (Priadi, 2009 ).

2. Persentase perkecambahan spora FMA

Perlakuan mikoriza berpengaruh sangat nyata terhadap persentase perkecambahan spora FMA. Sementara perlakuan fungisida berpengaruh tidak nyata terhadap persentase perkecambahan spora FMA. Data dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 2a-2c. Uji beda rataan antar perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase perkecambahan spora FMA (%)

Bahan aktif fungisida dan konsentrasi Kontrol

Asam fosfit Metalaksil

0,0000 % 0,0400 % 0,1200 % 0,2000 % 0,0525 % 0,0875 % 0,1225 % Perlakuan (F0) (F1) (F2) (F3) (F4) (F5) (F6) Rataan G. margarita (M1) 100,00 100,00 93,33 86,67 100,00 93,33 86,67 94,29 b A. tuberculata (M2) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 a Rataan 50,00 50,00 46,67 43,34 50,00 46,67 43,34

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata.

Dari Tabel 1 diketahui bahwa konsentrasi fungisida berpengaruh menghambat hari mulai berkecambah spora FMA. Sementara dari Tabel 2 diketahui bahwa konsentrasi fungisida tidak berpengaruh menurunkan persentase perkecambahan spora FMA. Dari Tabel 1 dan 2 berarti konsentrasi fungisida hanya bersifat menunda tetapi tidak mencegah perkecambahan spora FMA.

3. Laju perkecambahan spora FMA

Perlakuan interaksi fungisida dengan mikoriza berpengaruh sangat nyata terhadap laju perkecambahan spora FMA. Data dan analisis sidik ragam terdapat pada Lampiran 3a-3c. Uji beda rataan antar perlakuan terdapat pada Tabel 3. Tabel 3. Laju perkecambahan spora FMA (%/hari)

Bahan aktif fungisida dan konsentrasi Kontrol

Asam fosfit Metalaksil

0,0000 % 0,0400 % 0,1200 % 0,2000 % 0,0525 % 0,0875 % 0,1225 % Perlakuan (F0) (F1) (F2) (F3) (F4) (F5) (F6) Rataan G. margarita (M1) 19,53 g 19,25 f 16,13 d 10,00 b 17,31 e 16,18 d 15,31 c 16,24 A. tuberculata (M2) 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 a 0,00 Rataan 9,77 9,63 8,07 5,00 8,66 8,09 7,66

Dari Tabel 3 diketahui bahwa konsentrasi fungisida berpengaruh menghambat laju perkecambahan spora FMA. Sementara dari Tabel 2 diketahui bahwa konsentrasi fungisida tidak berpengaruh menurunkan persentase perkecambahan spora FMA. Tabel 2 dan 3 terlihat bahwa konsentrasi fungisida hanya menunda tetapi tidak mencegah perkecambahan spora FMA.

4. Persentase kolonisasi FMA pada akar tanaman inang

Perlakuan fungisida dan mikoriza berpengaruh sangat nyata terhadap persentase perkecambahan spora FMA. Data dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 4a-4b. Uji beda rataan antar perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase kolonisasi FMA pada akar tanaman inang (%)

Bahan aktif fungisida dan konsentrasi Kontrol

Asam fosfit Metalaksil

0,0000 % 0,0400 % 0,1200 % 0,2000 % 0,0525 % 0,0875 % 0,1225 % Perlakuan (F0) (F1) (F2) (F3) (F4) (F5) (F6) Rataan G. margarita (M1) 67,67 67,00 58,67 52,33 63,00 62,33 56,00 61,00 b A. tuberculata (M2) 21,00 20,00 16,00 12,00 18,00 17,33 13,67 16,86 a Rataan 4 44,34 g 43,50 f 37,34 c 32,17 a 40,50 e 39,83 d 34,84 b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan lajur yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata.

Dari Tabel 2 diketahui bahwa spora Acaulospora tuberculata sama sekali tidak berkecambah. Sementara Tabel 4 terlihat bahwa spora Acaulospora tuberculata berkecambah. Acaulospora tuberculata berkecambah pada Tabel 4 ditunjukkan dengan terjadinya kolonisasi FMA pada akar tanaman inang. Penyebab spora Acaulospora tuberculata pada Tabel 2 tidak berkecambah dan pada Tabel 4 berkecambah adalah jelas karena faktor ada tidaknya tanaman inang.

4.2 Pembahasan

Pemberian fungisida dengan semakin dinaikkan konsentrasi bahan aktifnya F0(0,0000%), F1(0,0400%), F4(0,0525%), F5(0,0875%), F2(0,1200%), F6(0,1225%), dan F3(0,2000%) berpengaruh semakin memperlambat hari mulai berkecambah spora FMA (Tabel 1), dan juga berpengaruh semakin memperlambat laju perkecambahan spora FMA (Tabel 3). Namun demikian pemberian konsentrasi fungisida tersebut tidak berpengaruh menurunkan persentase perkecambahan spora FMA (Tabel 2). Dari ketiga data tersebut berarti pengaruh konsentrasi fungisida hanya bersifat menghambat, artinya bersifat menunda perkecambahan tetapi tidak mencegah.

Terhambatnya perkecambahan spora FMA pada penelitian ini diperkirakan karena penyerapan air oleh spora FMA menjadi semakin lambat seiring kenaikan konsentrasi fungisida. Penyerapan air menjadi lambat berpengaruh terhadap perkecambahan spora FMA menjadi terhambat, sebab penyerapan air menurut Gazey dkk. (1993) merupakan salah satu tahapan dalam perkecambahan spora FMA disamping tiga tahapan lainnya yaitu pengaktifan, pemunculan tabung perkecambahan dan pembentukan hifa. Lebih lanjut menurutnya bahwa mekanisma perkecambahan spora FMA dimulai dengan masuknya air ke dalam spora, diikuti dengan terhidrasinya komponen-komponen organel dan makromolekul dalam spora, kemudian enzim menjadi aktif, sehingga aktifitas metabolisma meningkat. Dua hingga sepuluh hari setelah spora diaktifkan, tabung perkecambahan nampak dan diikuti oleh pertumbuhan hifa.

Pada Tabel 4 bahwa pemberian fungisida dengan semakin dinaikkan konsentrasi bahan aktifnya F0(0,0000%), F1(0,0400%), F4(0,0525%),

F5(0,0875%), F2(0,1200%), F6(0,1225%), F3(0,2000%) tidak tergantung apakah yang dinaikkan konsentrasinya adalah bahan aktif asam fosfit ataukah bahan aktif metalaksil, terlihat berpengaruh terhadap persentase kolonisasi spora Gigaspora margarita menjadi turun secara beraturan 67,67%; 67,00%; 63,00%; 62,33%; 58,67%; 56,00%; 52,33%. Pengaruhnya terlihat juga pada persentase kolonisasi spora Acaulospora tuberculata menjadi turun secara beraturan 21,00%; 20,00%; 18,00%; 17,33%; 16,00%; 13,67%; 12,00%. Pengaruhnya terhadap kedua spora FMA dalam hal ini Gigaspora margarita dan Acaulospora tuberculata menjadi turun secara beraturan 44,34%; 43,50%; 40,50%; 39,83%; 37,34%; 34,84%; 32,17%. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian Carrenho dkk. (2000) maupun Chiocchio dkk. (2000).

Hasil penelitian Carrenho dkk. (2000) bahwa pemberian dosis fungisida bahan aktif metalaksil berkorelasi negatif terhadap kolonisasi FMA. Untuk pemberian dosis 1 g a.i./m2 yang dilaksanakan di Casa Branca 1, di Casa Branca 2, dan di Ilha Solteira secara berurutan diperoleh harga r sebesar -0,96, -0,91, dan -0,63 sehingga harga r rata-rata sebesar -0,83. Sementara untuk pemberian dosis 2 g a.i./m2 diperoleh harga r sebesar -0,99, -0,94, dan -0,63 sehingga harga r rata-rata sebesar -0,85. Dibandingkan kedua data tersebut terlihat bahwa dosis 2 g a.i./m2 lebih menghambat kolonisasi FMA dari pada dosis 1 g a.i./m2. Demikian pula hasil penelitian Chiocchio dkk. (2000) bahwa pemberian fungisida redomil dengan kenaikan konsentrasi 0,001, 0,01, 0,1, 1, 2,12, 10, 10,62, dan 21,25 μg/ml mengakibatkan perkecambahan spora FMA turun menjadi 72, 68, 64, 17, 12, 0, 0, dan 0%.

Data Tabel 2 memperlihatkan bahwa Acaulospora tuberculata pada kultur cawan petri tanpa tanaman inang sama sekali tidak berkecambah, sementara data Tabel 4 memperlihatkan bahwa Acaulospora tuberculata pada kultur pot yang diberi tanaman inang berkecambah. Dari kedua data tersebut menunjukkan adanya suatu kondisi yang dibutuhkan spora Acaulospora tuberculata untuk berkecambah yang tidak tersedia pada kultur cawan petri. Kondisi dimaksud adalah faktor karbohidrat dan faktor M (Imas dkk., 1989).

Faktor karbohidrat mempengaruhi perkecambahan spora FMA sesuai teori faktor karbohidrat yang dikemukakan Bjorkman (1942) dalam Imas dkk. (1989) menyatakan bahwa perkecambahan mikoriza sangat tergantung kepada tersedianya karbohidrat-karbohidrat sederhana yang berlebihan di dalam akar tumbuhan. Sehubungan dengan ketersediaan karbohidrat yang berlebihan, Bjorkman (1942) dalam Imas (1989) menunjukkan bahwa mikoriza berkembang dengan baik jika tumbuhan mendapat cahaya 25% lebih dari cahaya siang penuh dan status unsur hara N dan P dalam kondisi sedikit.

Untuk menunjang teori faktor karbohidrat, Bjorkman (1942) dalam Imas

dkk. (1989) melakukan percobaan pencekikan pada Pinus sylvestri umur 3 tahun dengan memakai kawat tipis digunakan untuk membatasi pengangkutan gula dari daun ke akar melalui floem. Hasil percobaan menunjukkan bahwa tanaman yang dicekik mempunyai sistem perakaran yang kerdil dan jelek.

Faktor M mempengaruhi perkecambahan spora FMA sesuai teori Faktor M yang dikemukakan Melin (1963) dalam Imas dkk. (1989) yaitu dengan mempelajari metabolisma akar dan pengaruhnya terhadap pembentukan jamur mikoriza pada potongan-potongan akar Pinus sylvestri dinyatakan bahwa

akar-akar Pinus sylvestri dapat mengeluarkan satu atau lebih metabolit yang dapat merangsang pertumbuhan FMA yang kemudian metabolit tersebut dikenal dengan faktor M.

Tanaman inang mempengaruhi perkecambahan spora FMA juga ditunjukkan Giovanneti dkk. (1993) dari hasil observasi yang lebih detail terhadap hifa-hifa FMA diameter 20-30 µm yang mendekati akar tanaman inang. Karakteristik hifa-hifa FMA yang kontak langsung dengan akar tanaman inang berbentuk seperti kipas yang komplek dengan percabangan lateral. Sementara pencegahan hifa-hifa FMA kontak langsung dengan perakaran tanaman inang mencegah pembentukan struktur seperti kipas tersebut. Dari data observasi ini terlihat bahwa morfogenesis spesifik dari mikoriza terjadi pada kondisi bila ada tanaman inang.

Masih berkisar peranan tanaman inang terhadap kolonisasi FMA, David

dkk. (2001) melakukan penelitian tentang pertumbuhan dan percabangan hifa FMA yang dikontrol oleh signal khusus dari akar tanaman inang. Hasilnya telah diketahui bahwa signal husus dari tanaman inang mampu mempengaruhi tahap pra-infeksi hifa FMA, tetapi mekanismanya belum dapat dijelaskan. Lebih lanjut Perrin dan Plenchettie (1993) menyatakan bahwa perkecambahan dan kolonisasi FMA selain tergantung pada tanaman inang juga tergantung pada faktor lingkungan seperti tanah, iklim, dan juga strain FMA.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait