• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Kondisi Parameter Lingkungan

4.3.1 Persentase Tutupan Karang

Komposisi persen tutupan substrat bentik di lokasi pengamatan cukup beragam antar stasiun pengamatan (Lampiran 2). Komposisi substrat dasar pada masing-masing stasiun penelitian terdiri atas tutupan karang hidup (hard corals/HC), karang mati (dead corals/DC), algae, biota lainnya dan abiotik (English et al. 1997). Persentase penutupan karang keras (HC) berkisar antara 10,67%-70,33% dengan rerata persentase penutupannya adalah 38,85%. Persentase penutupan karang mati (DC) berkisar antara 0,00%–33,33% dengan rerata persentase penutupannya adalah 18,96%. Persentase penutupan alga

berkisar antara 0,00% -2,33% dengan rata-rata 0,52%, sedangkan penutupan biota lainnya berkisar antar 0,00%-71,00%, dengan rata-rata persentase penutupannya sebesar 22,96%, dan penutupan abiotik berkisar antara 3,33-43,33%, dengan rata-rata 19,33%. (Gambar 6).

Gambar 6 Persentase penutupan substrat dasar : karang hidup (hard corals), karang mati (dead corals), alga, biota lainnya dan abiotik.

Menurut Gomes & Yap (1988) berdasarkan persentase tutupan karang hidup, maka kondisi terumbu karang pada lokasi penelitian terdiri dari kategori rusak adalah di Hansisi dengan persentase karang hidup sebesar 10,67% dan Tanjung Uikalui yaitu sebesar 18,00%, kategori cukup/sedang adalah di Pulau Kambing dengan persentase tutupan karang hidup sebesar 30,00%, Otan sebesar 34,33%, di Bolok sebesar 38,67%, di Uiasa sebesar 48,00% dan di Tanjung Kelapa sebesar 49.67%, Sedangkan kategori baik adalah di Paradiso persentase tutupan karang hidup sebesar 50%, dan di Pasir Panjang sebesar 70,33% (Gambar 7). 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST7 ST8 ST9 T u tu p a n ( % ) Stasiun Penelitian Karang Hidup Karang Mati Others Biota Alga Abiotik

Gambar 7 Persentase tutupan kelompok karang hidup.

Kelompok karang hidup merupakan komponen substrat bentik yang memiliki persentase tertinggi di daerah penelitian yaitu dengan rerata persen tutupannya sebesar 38,85%. Kategori terumbu karang dengan kondisi rusak di Hansisi dan Tanjung Uikalui, Desa Hansisi dan Tanjung Uikalui berada di Kecamatan Semau yaitu ada di Pulau Semau. Keberadaan ekosistem terumbu karang di kedua daerah tersebut rusak diduga di pengaruhi oleh aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Aktifitas manusia yang bersifat destruktif terjadi secara langsung di dalam area terumbu karang dapat berakibat terjadinya kerusakan fisik, antara lain penambangan karang, pola penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak dan penggunaan racun sianida, lego jangkar perahu/kapal (anchoring) serta aktivitas penyelaman yang tidak profesional. Kerusakan ekosistem terumbu karang karena aktifitas manusia yang terjadi secara tidak langsung, berakibat menurunnya kualitas air. Penurunan kualitas air dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain adalah limbah industri, limbah rumah tangga dan pembukaan hutan.

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan warga yang berprofesi sebagai nelayan menyebutkan bahwa kerusakan terumbu karang di daerah Hansisi, Tanjung Uikalui, Otan dan Uiasa (Desa di Pulau Semau) pada umumnya

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST7 ST8 ST9 T ut upa n (%) Stasiun Penelitian

disebabkan oleh aktivitas penangkapan ikan dengan cara pengeboman. Hal disebabkan lemahnya pengawasan serta sosialisasi tentang pentingnya sumberdaya ekosistem terumbu karang dari instansi terkait.

Keberadaan sumberdaya terumbu karang yang tidak jauh dari pinggiran pantai memudahkan manusia terutama masyarakat pesisir dan nelayan untuk setiap saat dapat mengeksploitasi sumberdaya tersebut dengan berbagai bentuk kegiatan. Bentuk kegiatan yang dilakukan di terumbu karang berupa wisata bahari, penangkapan ikan, penambangan karang untuk batu kapur untuk bahan bangunan, tempat penambatan jangkar kapal dan bentuk pemanfaatan lainnya. Dalam pemanfaatan terumbu karang kadangkala masyarakat jarang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Hal ini disebabkan karena terbatasnya pengetahuan masyarakat mengenai fungsi dan manfaat terumbu karang. Akibat dari pola pemanfaatannya yang kurang bijaksana akan membawa dampak negatif terhadap terumbu karang dan biota-biota penghuninya baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kategori terumbu karang dengan kondisi baik adalah berada di daerah Pasir Panjang dan Paradiso, kedua daerah ini berada di Teluk Kupang, hal ini di sebabkan terumbu karang yang terletak di sepanjang Teluk Kupang luput dari aktivitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan yaitu dengan menggunakan bahan peledak. Karena letaknya yang berada di Teluk Kupang, maka pengawasan atau patroli oleh instansi terkait selalu dilaksanakan secara intensif sehingga para nelayan pengebom menghidar dari aktivitas tersebut dan melakukan pengeboman di daerah yang jauh dari Teluk Kupang.

Aktivitas penangkapan ikan dengan dengan menggunakan bom (blast fishing) merupakan faktor utama dari kerusakan ekosistem terumbu karang di Kawasan Teluk Kupang dan Pulau Semau yang dicirikan dengan banyaknya tutupan karang mati berupa patahan karang. Aktani (2003) menyimpulkan bahwa tutupan karang mati berupa patahan karang yang mendominasi tutupan substrat bentik di zona inti dan zona pemanfaatan TNL-KS merupakan dampak dari aktivitas penangkapan dengan menggunakan bom. Kerusakan karang tersebut dapat dilihat dari persentase abiotik di daerah Hansisi sebesar 43% yang didominasi oleh patahan karang/rubble (43%), Tanjung Kelapa 31% dengan

persentase patahan karang 31%, Pulau Kambing persentase abiotik sebesar 28% terdiri dari patahan karang 13%, pasir 12% dan batu 2,33%. Bolok persentase abiotik sebesar 21,67% terdiri dari patahan karang sebesar 15,67% dan pasir 6%. Di daerah Tanjung Uikalui persen tutupan abiotik sebesar 3,33% dan didominasi oleh patahan karang sebesar 3,33%, sedangkan di daerah Otan persen tutupan abiotik sebesar 19,33% tetapi didominasi oleh pasir sebesar 19,33% dapat dilihat pada Gambar 8 dan Lampiran 2.

Gambar 8 Persentase tutupan kelompok abiotik.

Persentase tutupan karang mati berkisar antara 0,00%-31,33%, persen tutupan karang mati tertinggi di Pulau Kambing sebesar 33,33%, dan terendah di Hansisi yaitu sebesar 0,00%. Ditinjau lebih jauh terhadap kelompok karang mati, terlihat bahwa komponen karang mati beralga (DCA) mendominasi disemua lokasi dengan kisaran 0,00%-33,33%. Sedangkan untuk karang mati baru (DC) berkisar antara 0,00%-2,00%, hanya terdapat di 1 (satu) stasiun pengamatan yaitu di Paradiso sebesar 2,00%, sedang 8 (delapan) stasiun pengamatan pengamatan lainnya tidak terdapat karang mati baru dalam artian persentase tutupan karang mati baru 0,00% (Gambar 9 dan Lampiran 2). .

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 31.00 21.67 28.00 43.33 3.33 7.67 19.33 0.00 14.00 ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5 ST 6 ST 7 ST 8 ST 9 P er se n T ut upa n Stasiun Pengamatan Sand Rabble Silt Water Rock

Gambar 9 Persentase tutupan karang mati beralga (DCA) dan karang mati (DC).

Tingginya kerusakan terumbu karang di Pulau Kambing yaitu sebesar 33,33% dengan komposisi utama karang mati beralga hal ini patut diduga bahwa Pulau Kambing merupakan bekas tempat aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan bom yang sudah lama ditinggalkan oleh masyarakat, terbukti di daerah tersebut persentase karang mati baru 0,00%, sedangkan patahan karang akibat dari ativitas pengeboman ikan sudah ditumbuhi alga. Hal ini dimungkinkan karena di sekitar Pulau Kambing pada saat ini banyak terdapat aktivitas budidaya kerang mutiara yang dikelola oleh pemodal asing, sehingga para pengebom ikan pindah ke tempat lain.

Kelompok biota lainnya merupakan komponen substrat bentik yang menempati urutan tertinggi kedua setelah karang hidup yaitu biota lainnya dengan rerata persen tutupannya sebesar 22,96% di tempat penelitian. Persentase tertinggi tutupan biota lainnya di Tanjung Uikalui sebesar 71,00% dan yang terendah di Tanjung Kelapa sebesar 0,00%. Bila kita lihat lebih dalam bahwa komponen penyusun biota lainnya yang mendominasi hampir seluruh stasiun adalah soft coral (SC), kecuali di Tanjung Kelapa dan Pulau Kambing. Selengkapnya dapat kita lihat pada Gambar 10 dan Lampiran 2.

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5 ST 6 ST 7 ST 8 ST 9 T ut upa n (%) Stasiun Pengamatan Karang Mati (DC) Karang Mati Beralga (DCA)

Gambar 10 Persentase tutupan biota lainnya.

Tingginya persentase tutupan soft coral di stasiun Tanjung Uikalui (71,00%), kemudian disusul Hansisi (45,00%) dan Otan (41,00%) , hal ini diduga karena daerah tersebut adalah daerah yang ada di kawasan Pulau Semau, dimana terumbu karang di kawasan tersebut hampir seluruhnya rusak akibat aktivitas penangkapan dengan menggunakan bom, dan sudah lama ditinggalkan oleh nelayan pengebom, sehingga soft coral sebagai biota pioneer akan tumbuh mendominasi daerah tersebut.

Komponen penyusun substrat bentik berupa alga merupakan komponen yang paling rendah atau paling sedikit tumbuh di semua stasiun penelitian, yaitu berkisar antara 0,00%-2,33% dengan rerata persentase penutupannya sebesar 0,52%. Stasiun tertinggi persentase tutupan alganya ada di Pulau Kambing, dan terendah ada di Bolok, Tanjung Uikalui, Hansisi, Uiasa, Pasir Panjang dan Paridiso yang masing-masing sebesar 0,00% (Gambar 11 dan Lampiran 2).

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5 ST 6 ST 7 ST 8 ST 9 T ut upa n (%) Stasiun Penelitian Soft Coral (SC) Sponge (SP) Zoanthids (ZO) Others (OT)

Gambar 11 Persentase tutupan alga.

Persetase tutupan alga di semua stasiun penelitian rendah, hal ini diduga banyaknya komunitas ikan herbivore yang memiliki peran ekologi sangat penting dalam mengontrol pertumbuhan alga. Hasil pengamatan terhadap komunitas (kelimpahan dan keanekaragaman) ikan karang, ikan kelompok herbivore hampir mendominasi di semua stasiun pengamatan.

Dokumen terkait