• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Definisi Operasional

2.1.5 Persepsi

Dalam matematika terdapat empat operasi hitung yaitu penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian. Operasi hitung bilangan bulat adalah operasi hitung pada bilangan bulat saja. Dalam pengerjaan operasi hitung bilangan bulat, dapat menggunakan alat peraga manik-manik emas.

2.1.5 Persepsi

2.1.5.1 Pengertian Persepsi

Menurut Jalaluddin, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Jalaluddin, 1985: 64). Persepsi juga diartikan sebagai tanggapan atau temuan gambaran langsung dari suatu atau temuan gambaran langsung dari suatu serapan seseorang dalam mengetahui beberapa hal melalui panca indera (Depdiknas, 2001: 259). Dalam pengertian ini jelas, bahwa persepsi adalah kesan gambaran atau tanggapan yang dimiliki seseorang setelah orang tersebut menyerap untuk mengetahui beberapa hal (objek), melalui panca indera. Penginderaan merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke pusat susunan syaraf yaitu otak, sehingga individu dapat mempersepsi apa yang ia lihat, ia dengar, dan sebagainya (Walgito, 2009: 45).

Menurut Devito (dalam Sobur, 2003: 445), persepsi adalah proses kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita, sehingga hasil persepsi seseorang mengenai suatu objek dapat berbeda dengan individu lainnya, tergantung dengan penampilan objek itu sendiri dan pengetahuan individu tersebut mengenai objek. Matlin (dalam Suharnan, 2005: 23) mengatakan bahwa persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indera seperti mata, telinga, dan hidung. Menurut Walgito, persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris (Walgito, 2004: 88). Pendapat ini tidak bertentangan dengan pendapat sebelumnya, tetapi justru

26 lebih menjelaskan proses terjadinya yaitu setelah penyerapan maka gambaran-gambaran yang diperoleh lewat panca indera itu kemudian diorganisir, kemudian diinterpretasi (ditafsirkan) sehingga mempunyai arti atau makna bagi individu, sedang proses terjadinya persepsi tersebut merupakan satu kesatuan aktivitas dalam diri individu.

Berdasarkan definisi persepsi di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses di mana individu memahami dan mengetahui suatu objek melalui panca indera yang ia miliki yang diteruskan ke pusat susunan syaraf, sehingga individu dapat menginterpretasi stimulus yang dapat bersifat negatif maupun positif dan dapat mempengaruhi sikap individu tersebut terhadap objek yang nantinya berguna bagi lingkungan mereka. Proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan, dan proses penginderaan merupakan proses yang mendahului terjadinya persepsi. Proses penginderaan terjadi setiap saat, yaitu pada waktu individu menerima stimulus yang mengenai dirinya melalui alat indera.

Menurut Suharnan (2005: 24), ada 3 aspek di dalam persepsi yang dianggap sangat relevan dengan kognisi manusia, yaitu pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian.

1. Pencatatan indera

Pencatatan indera disebut juga ingatan sensori atau penyimpan sensori (Suharnan, 2005: 24). Pencatatan indera merupakan sistem yang dirancang untuk menyimpan sebuah rekaman (record) mengenai informasi yang diterima oleh sel-sel reseptor (Suharnan, 2005: 24). Pencatatan indera menangkap informasi dalam bentuk kasar dan belum diproses sama sekali dalam waktu yang relatif pendek setelah stimulus diterima. Ada dua jenis ingatan sensori atau indera, yaitu ingatan

iconic dan ingatan echoic. Ingatan iconic adalah sistem pencatatan indera terhadap informasi visual/gambar, sedangkan ingatan echoic adalah sistem pencatatan indera yang menggunakan fungsi pendengaran manusia (Suharnan, 2005: 25-26). Ada dua macam pencatatan indera dengar yaitu penyimpanan jangka pendek dan dapat menghilang dalam waktu kurang dari satu detik setelah simulus ditiadakan; dan penyimpangan jangka panjang, yaitu informasi menghilang beberapa detik setelah stimulus ditiadakan (Suharnan, 2005: 26). Sistem pencatataan indera

27 meliputi indera penglihat, indera pendengar, indera peraba, indera penciuman, dan indera pengecap.

2. Pengenalan pola

Tahap lanjutan setelah pencatatan indera adalah proses pengenalan pola. Menurut Suharnan, pengenalan pola merupakan proses transformasi dan mengorganisasikan informasi yang masih kasar itu, sehingga memiliki makna atau arti tertentu (Suharnan, 2005: 26). Terdapat teori-teori di dalam pengenalan pola (Suharnan, 2005: 27), teori-teori tersebut antara lain: template-matching theory, prototype theory, distinctive feature theory, template-matching dan gestalt theory. Template-matching theory adalah proses pengenalan pola dengan cara membandingkan satu stimulus dengan seperangkat pola khusus yang telah disimpan dalam ingatan jangka panjang. Prototype theory adalah pencocokan antara prototipe (bentuk dasar) yang abstrak dengan pola yang ideal dalam ingatan tidak harus sama persis, tetapi cukup dengan variasi beberapa bagian kecil saja.

Distinctive feature theory adalah teori yang menyatakan bahwa orang membeda-bedakan di antara berbagai objek atau huruf berdasarkan ciri-ciri khusus yang dimiliki masing-masing objek atau huruf. Gestalt theory mengungkapkan bahwa secara alamiah manusia memiliki kecenderungan untuk menyederhanakan struktur di dalam mengorganisasikan objek-objek perseptual (Brenan dalam Suharnan, 2005: 29). Dengan demikian, pengenalan pola merupakan proses mengidentifikasi stimulus atau informasi yang ada dalam ingatan jangka panjang.

3. Perhatian

Suharnan berpendapat bahwa perhatian melibatkan proses seleksi terhadap beberapa objek yang hadir pada saat itu, kemudian pada saat yang bersamaan pula seseorang hanya memilih satu objek, sementara objek-objek yang lain diabaikan (Suharnan, 2005: 40). Jadi dapat disimpulkan bahwa perhatian adalah pemusatan pada satu objek tertentu dan objek yang lain diabaikan. Menurut Walgito, terdapat 3 faktor yang berperan dalam persepsi.

28 a. Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar maupun dari dalam individu yang bersangkutan, namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu.

b. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf

Alat indera berfungsi sebagai penerima stimulus maupun rangsangan. Namun harus ada syaraf sensoris sebagai syarat untuk meneruskan stimulus yang nantinya akan diteruskan ke pusat susunan syaraf, yaitu otak yang berfungsi sebagai pusat kesadaran. Sedangkan alat yang diperlukan untuk mengadakan respon berupa syaraf motoris.

c. Perhatian

Diperlukan adanya perhatian untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek. Individu juga akan menaruh perhatian kepada rangsangan yang sesuai dengan kebutuhannya, sehingga hasil persepsi terhadap suatu objek yang sama dapat berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya.

Secara lebih rinci, Toha menyatakan terdapat 2 faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang yang meliputi (1) faktor intern, antara lain perasaan, sikap dan kepribadian individual, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat dan motivasi dari individu; dan (2) faktor ekstern, antara lain latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebudayaan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerakan, hal-hal baru dan familiar atau ketidakasingan suatu objek. Persepsi dalam hal ini adalah bagaimana seseorang memaknai pengalaman yang ia peroleh terutama pengalaman setelah menggunakan alat peraga berbasis Montessori sebagai hal yang mungkin dapat mempengaruhi persepsi seseorang yaitu meliputi penasaran, sikap, prasangka, keingintahuan, proses belajar, minat atau motivasi yang diperoleh dan pemikiran terhadap objek.

Salah satu aspek yang mempengaruhi transfer pengetahuan yang efektif adalah aspek kognitif. Aspek kognitif dapat berupa persepsi seperti yang telah

29 dijelaskan di atas. Tanpa persepsi yang benar, manusia akan mengalami kesulitan untuk menangkap dan memaknai berbagai fenomena, informasi atau data di sekitarnya. Hal ini karena persepsi merupakan proses yang menyangkut masuknya informasi ke dalam otak manusia. Persepsi dipengaruh oleh suatu sikap terhadap objek dan dipicu oleh suatu kejadian yang mengaktifkan sikap (Fazio, 1989; Fazio dan Roskos-Ewoldsen, 1994). Oleh karena itu sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek-objek tertentu, yaitu melalui proses persepsi terhadap objek tersebut. Hubungan yang positif atau negatif antara individu dengan objek tertentu, akan menimbulkan sikap tertentu pula dari individu terhadap objek tersebut. Sehingga persepsi dapat mempengaruhi intensi seseorang dalam melakukan sesuatu.

Faktor yang menentukan intensi seseorang adalah sikap terhadap perilaku yang dimaksud, bila seorang individu mempunyai sikap yang negatif pada seseorang atau objek, orang tersebut akan mempunyai kecenderungan untuk menunjukkan sikap yang negatif pula kepada orang atau objek yang dipersepsi. Hal ini berarti bahwa jika persepsi seseorang mengenai alat peraga itu bagus maka intensinya akan tinggi menggunakan alat peraga tersebut dan sebaliknya jika persepsi seseorang mengenai alat peraga sudah jelak maka intensinya untuk menggunakan alat peraga tersebut lemah. Objek sikap akan dipersepsi oleh individu, dan hasil persepsi akan dicerminkan dalam sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan.

Dalam mempersepsi objek sikap individu akan dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, keyakinan, proses belajar, dan hasil proses persepsi ini akan merupakan pendapat atau keyakinan individu mengenai objek sikap, dan ini berkaitan dengan segi kognisi. Afeksi akan mengiringi hasil kognisi terhadap objek sikap sebagai aspek evaluatif, yang dapat bersifat positif atau negatif. Keadaan lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap objek sikap maupun pada individu yang bersangkutan. Berikut ini adalah bagan persepsi yang dikutip dari Walgito, 2003: 116:

30 Gambar 2.2 Bagan proses terjadinya perilaku

Selanjutnya peneliti memodifikasi bagan menurut Walgito (Walgito, 2003: 116) sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan:

Bagan 2.3 Bagan proses terjadinya perilaku yang dimodifikasi Kepribadia nnn Kognisi Afeksi Sikap Persepsi Objek sikap Pengalama n Pengetahuan Keyakina n Proses belajar Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh Evaluasi Senang/ tak senang Bertindak Pengalaman Persepsi Tindakan Sikap Hasil Belajar Pemikiran Perasaan Kepercaya an Perilaku Perasaan

31 2.1.5.2 Persepsi terhadap Penggunaan Alat Peraga Montessori

Salah satu aspek yang mempengaruhi efektif tidaknya transfer pengetahuan adalah dengan memperhatikan faktor-faktor psikologis yang ada pada siswa dan guru, salah satunya meliputi aspek kognitif. Aspek kognitif yang paling penting salah satunya adalah persepsi. Persepsi dapat mempengaruhi intensi seseorang dalam melakukan sesuatu. Persepsi juga dipengaruh oleh suatu sikap terhadap objek dan dipicu oleh suatu kejadian yang mengaktifkan sikap (Fazio, 1989; Fazio dan Roskos-Ewoldsen, 1994).

Dalam intensi, terdapat tiga faktor penentu, yaitu sikap terhadap perilaku yang dimaksud, keyakinan tentang bagaimana evaluasi orang lain terhadap perilakunya (faktor ini dikenal dengan nama norma-norma subjektif), dan yang terakhir adalah intensi juga dipengaruhi oleh perceived behavioral control

(persepsi tentang kemampuannya untuk mengontrol perilaku) – sejauh mana orang mempersepsi sebuah perilaku sulit atau mudah dilakukan. Jika persepsi seseorang mengenai alat peraga itu negatif/buruk, intensi untuk menggunakan alat peraga lemah, namun jika persepsi seseorang mengenai alat peraga positif/baik, maka intensi untuk menggunakan alat peraga tinggi.

Menurut salah satu teori – yaitu model teori Fazio untuk proses dari-sikap-ke-perilaku (Fazio, 1989; Fazio dan Roskos-Ewoldsen, 1994) – proses itu berlangsung sebagaimana berikut. Kejadian tertentu mengaktifkan suatu sikap. Begitu diaktifkan, sikap tersebut mempengaruhi persepsi kita terhadap objek sikap. Pada saat yang sama, pengetahuan kita tentang apa yang sesuai untuk situasi tertentu (pengetahuan kita tentang pelbagai norma sosial) juga diaktifkan. Bersama-sama, sikap dan informasi yang tersimpan tentang apa yang cocok atau diharapkan itu kemudian membentuk definisi terhadap kejadian tersebut. Definisi atau persepsi ini kemudian mempengaruhi perilaku kita.

Pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, akan muncul persepsi dari siswa terhadap media pembelajaran yang digunakan oleh guru di kelas dan guru juga mempunyai persepsi terhadap keefektifan dari metode yang digunakannya. Dalam hal ini pembelajaran matematika dilakukan dengan

32 menggunakan alat peraga Montessori yang relatif baru baik bagi siswa maupun bagi guru. Siswa diharapkan secara aktif menggunakan objek yang konkret dalam menyelesaikan permasalahan matematika, sehingga siswa tidak harus selalu berpusat pada guru yang memberikan materi secara direktif maupun abstrak tanpa menggunakan alat peraga. Di sinilah letak persepsi itu mulai berperan dalam proses transfer pengetahuan dengan menggunakan alat pembelajaran yang baru.

2.1.5.3 Persepsi Guru dan Siswa terhadap Media Pembelajaran

Persepsi juga diartikan sebagai tanggapan atau temuan gambaran langsung dari suatu atau temuan gambaran langsung dari suatu serapan seseorang dalam mengetahui beberapa hal melalui panca indera (Depdiknas, 2001: 259). Matlin (dalam Suharnan 2005: 23) mengatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan di dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterpretasikan stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indera. Pada saat proses pembelajaran berlangsung, siswa mempunyai persepsi terhadap pembelajaran yang diterapkan oleh guru dan begitu pula sebaliknya, guru juga memiliki persepsi terhadap keefektifan metode pembelajaran serta persepsi terhadap alat peraga yang digunakan. Dalam penelitian ini, kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan alat peraga matematika berbasis Montessori masih sangat baru bagi guru maupun siswa. Walaupun begitu, siswa diharapkan dapat aktif menggunakan alat peraga Montessori, begitu juga dengan guru yang diharapkan dapat menguasai cara penggunaan alat peraga Montessori dan memanfaatkannya semaksimal mungkin.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Dokumen terkait