• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP ALAT PERAGA UNTUK PERTUKARAN DAN PENGELOMPOKAN BERBASIS METODE MONTESSORI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP ALAT PERAGA UNTUK PERTUKARAN DAN PENGELOMPOKAN BERBASIS METODE MONTESSORI SKRIPSI"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

i PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP ALAT PERAGA UNTUK

PERTUKARAN DAN PENGELOMPOKAN BERBASIS METODE

MONTESSORI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun Oleh: Umi Winarni Setyaningsih

101134204

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP ALAT PERAGA UNTUK

PERTUKARAN DAN PENGELOMPOKAN BERBASIS METODE

MONTESSORI

Disusun oleh:

Umi Winarni Setyaningsih

NIM: 101134204

Telah disetujui pada tanggal 18 Juni 2014 Oleh:

G. Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A. Pembimbing I

(3)

iii SKRIPSI

PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP ALAT PERAGA UNTUK

PERTUKARAN DAN PENGELOMPOKAN BERBASIS METODE

MONTESSORI

Dipersiapkan dan ditulis oleh :

Umi Winarni Setyaningsih

NIM : 101134204

Telah dipertahankan didepan Panitia Penguji

Pada tanggal : 8 Juli 2014

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji :

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : G. Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A. ……... Sekretaris : E. Catur Rismiati, S.Pd, M.A, Ed.D ……... Anggota 1 : G. Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A ……... Anggota 2 : Irine Kurniastuti, S.Psi., M.Psi ..……….

Anggota 3 : Andri Anugrahana, S.Pd., M.Pd ..……….

.

Yogyakarta, 8 Juli 2014

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(4)

iv HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

 Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria, yang selalu memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

 Nenek, Tante, Ibu ( Mbah Minuk, Lek Titik, Lek tari,Ibu Pur) yang selalu menyemangati peneliti dan selalu mengorbankan banyak hal untuk peneliti. Terima kasih untuk keringat dan tetesan air mata yang keluar agar peneliti dapat menjadi pribadi yang berguna.

 Almamater Sanata Dharma.

(5)

v MOTTO

Hari ini aku harus lebih baik dari kemarin (Siti Sulistyaningsih)

Ia membuat segalanya indah pada waktu-Nya (Pengkhotbah 3:11 )

Bersabarlah, segala sesuatu itu awalnya sulit sebelum menjadi mudah (Saadi)

Sesungguhnya aku ini hanya hamba Tuhan, jadilah padaku seturut sabda-Mu Tuhan

(6)

vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis yang saya buat ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan daftar pustaka selayaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Penulis

(7)

vii PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Umi Winarni Setyaningsih

NIM : 101134204

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP ALAT PERAGA UNTUK

PERTUKARAN DAN PENGELOMPOKAN BERBASIS METODE

MONTESSORI

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma baik untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu izin dari saya atau memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, Yang menyatakan

(8)

viii ABSTRAK

Setyaningsih, Umi Winarni. (2014). Persepsi guru dan siswa terhadap alat peraga untuk pertukaran dan pengelompokan berbasis metode Montessori.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh persepsi guru dan siswa mengenai alat peraga dalam pembelajaran matematika. Persepsi guru dan siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori diharapkan positif. Hal ini karena alat peraga matematika berbasis metode Montessori memiliki karakteristik seperti menarik, bergradasi, auto-education (melatih kemandirian siswa), auto correction (memiliki pengendali kesalahan), dan kontekstual. Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk mengetahui: (1) persepsi guru atas penggunaan alat peraga matematika berbasis Montessori pada pembelajaran pertukaran dan pengelompokan di kelas I SD Karitas Yogyakarta semester genap 2013/2014; (2) persepsi siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis Montessori pada pembelajaran pertukaran dan pengelompokan di kelas I SD Karitas Yogyakarta semester genap 2013/2014.

Penelitian yang dilakukan menggunakan jenis penelitian deskriptif dan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Subjek penelitian ini adalah guru, dan 3 siswa kelas IB. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah dengan wawancara dan observasi. Pengolahan data wawancara dilakukan dengan koding yaitu cara mengorganisasikan dan mengsistematisasi data secara lengkap dan detail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari. Pengolahan data observasi dilakukan dengan mencatat dan mengolah hasil pengamatan yang telah dilakukan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi guru dan siswa terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis Montessori sangat positif. Namun sangat disayangkan, guru jarang menggunakan alat peraga pada saat pembelajaran, dan minimnya pengetahuan guru akan penggunaan alat peraga. Jadi dapat peneliti simpulkan bahwa pembelajaran matematika di kelas I SD Karitas Nandan Yogyakarta dengan menggunakan alat peraga bola-bola penjumlahan lebih efektif dibandingkan dengan tidak menggunakan alat peraga saat pembelajaran.

(9)

ix

ABSTRACT

Setyaningsih, Umi Winarni. (2014). Perception of teacher and student on visual aids device for grouping and exchanging based on Montessori method.

This research was based on the teachers and students’ perceptions about the visual aids in the mathematics learning. Teachers and students’ perceptions of using the mathematics apparatus on the basis of Montessori method were expected to be positive. It was because the mathematics apparatus on the basis of Montessori had some characteristics such as attractive, grading, auto-education (to

train the students’ independence), auto-correction (had an error controller), and

contextual. This research was aimed to find out: (1) teachers’ perceptions of using

apparatus mathematics on the basis of Montessori in the exchange and group learning in the first grade at SD Karitas Yogyakarta in even semester 2013/2014;

(2) students’ perceptions of using apparatus mathematics on the basis of

Montessori in the exchange and group learning in the first grade at SD Karitas Yogyakarta in even semester 2013/2014.

The conducted research was using descriptive research and qualitative method. The subjects of this research were teachers and three students of class IB. The main sources in the qualitative research were interview and observation. The data processing of interview was done by using coding which was a way to organize and systemize the data completely and in detail so the data was able to show the highlight of the learning topic. The observation data processing was done by making note and processing the observation result which had been done.

The results showed that the teachers and students’ perceptions of the use of

apparatus mathematics on the basis of Montessori were definitely positive. However, the teachers were rarely used the apparatus in the learning process. Moreover, the teachers did not master the technique of using those apparatus. Thus, the researcher concluded that mathematics learning in the first grade at SD Karitas Nandan Yogyakarta by using props balls was much more effective.

(10)

x KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus dan kepada Bunda Maria yang telah melimpahkan berkat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mendapatkan gelar sarjana (S1) pendidikan di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak akan selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A., selaku Ketua Program Studi dan dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, ide, saran dan kritik yang membangun untuk penulisan skripsi ini.

3. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

4. Galih Kusumo, S.Pd., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik.

5. Irine Kurniastuti, S.Psi., M.Psi., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, ide, saran dan kritik yang membangun selama penulisan skripsi ini.

6. Agustinus Walidi S.Pd., selaku kepala sekolah SD Karitas Nandan Yogyakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di SD Karitas Nanda Yogyakarta.

7. Brigitta Rival Alpinda, S.Pd., selaku guru kelas IB di SD Karitas Nandan Yogyakarta yang telah memberikan bantuan dan waktu kepada penulis untuk melakukan penelitian di kelasnya.

8. Siswa kelas IB SD Karitas Nandan Yogyakarta yang telah bersedia membantu untuk menjadi subjek dalam penelitian ini.

(11)

xi penulis. Terimakasih untuk keringat dan air mata demi tercapainya cita-citaku sehingga penulis dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

10. Sahabat-sahabat terbaikku Wiwin, Nurul, Maya, dan Eri yang selalu ada untukku dan selalu dengan sabar mendengarkan curhatanku,

11. Teman-teman PPL SD Karitas Nandan Yogyakarta yang telah memberikan bantuan selama proses penelitian berlangsung,

12. Teman-temanku di kelas B angkatan 2010, yang telah memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini, dan

13. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penelitian ini berlangsung.

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Definisi Operasional ... 5

BAB IILANDASAN TEORI 2.1.1 Kajian Pustaka ... 7

2.1.1 Teori Perkembangan Anak ... 7

2.1.1.1 TeoriPerkembangan Anak Menurut Piaget ... 7

2.1.1.2 TeoriPerkembangan Anak Menurut Montessori ... 8

2.1.1.3 Sejarah Metode Montessori ... 9

2.1.2 Matematika ... 12

2.1.2.1 Hakikat Matematika ... 12

2.1.2.2 Pembelajaran Matematika ... 12

2.1.3 Alat Peraga... 13

2.1.3.1 Pengertian Alat Peraga ... 13

2.1.3.2 Tujuan Penggunaan Alat Peraga ... 14

2.1.3.3 Manfaat Penggunaan Alat Peraga ... 15

2.1.3.4 Pengertian Alat Peraga Montessori ... 16

2.1.3.5 Alat Peraga Bola-Bola Penjumlahan Montessori ... 16

2.3.1.6 Ciri-ciri Alat Peraga Montessori ... 21

2.1.4 Materi Penjumlahan dan Pengurangan ... 23

2.1.4.1 Materi Operasi Bilangan Bulat ... 24

2.1.5 Persepsi ... 25

2.1.5.1 Pengertian Persepsi ... 25

2.1.5.2 Persepsi Terhadap Penggunaan Alat Peraga Montessori ... 31

(13)

xiii

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 32

2.2.1 Alat Peraga Matematika ... 32

2.2.2 Metode Montessori ... 33

2.2.3 Hasil Penelitian Yang Relevan Mengenai Persepsi ... 34

2.3 Kerangka Berpikir ... 37

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 39

3.2 Setting Penelitian ... 40

3.2.1 Objek Penelitian ... 40

3.2.2 Subjek Penelitian ... 40

3.2.3 Tempat Penelitian ... 42

3.3 Desain Penelitian ... 42

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 49

3.4.1 Wawancara ... 50

3.4.2 Observasi ... 51

3.4.3 Dokumentasi ... 53

3.5 Instrumen Penelitian ... 54

3.6. Kredibilitas dan Transferabilitas ... 56

3.6.1 Uji Kredibilitas ... 57

3.6.2 Uji Transferabilitas ... 57

3.7 Teknik Analisis Data ... 58

BAB IV HASIL PENELITIANDAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian sebelum pengimplementasian alat peraga Montessori ... 62

4.1.1 Latar Belakang Subjek ... 62

4.1.2 Pandangan Subjek Terhadap Alat Peraga ... 65

4.1.3 Kefamilieran Subjek Terhadap Alat Peraga ... 67

4.1.4 Pengalaman Subjek menggunakan Alat Peraga ... 67

4.2 Penelitian setelah pengimplementasian alat peraga Montessori ... 69

4.2.1 Pengalaman Subjek ... 69

4.2.2 Perasaan Subjek menggunakan alat peraga ... 71

4.2.3 Kendala subjek ketika menggunakan alat peraga Montessori ... 73

4.2.4 Manfaat ketika menggunakan alat peraga Montessori ... 74

4.3 Pembahasan ... 77

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 86

5.3 Saran ... 86

(14)

xiv DAFTAR TABEL

(15)

xv DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alat Peraga Bola Penjumlahan Secara Keseluruhan ... 18

Gambar 2.2 Bagan Proses Terjadinya Perilaku ... 30

Gambar 2.3 Bagan Proses Terjadinya Perilaku dengan dimodifikasi ... 30

Gambar 2.4 Peta Literatur dan Penelitian Sebelumnya ... 36

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian Menurut Patton ... 43

Gambar 3.2 Prosedur Penelitian Menurut Patton dengan modifikasi ... 44

(16)

xvi DAFTAR LAMPIRAN

A. Pedoman Observasi dan Wawancara

Lampiran 3.1 Pedoman Observasi Kondisi Sosio-Cultural ... 91

Lampiran 3.2 Pedoman Observasi Proses Pembelajaran ... 92

Lampiran 3.3 Pedoman Observasi Guru ... 93

Lampiran 3.4 Pedoman Observasi Siswa ...94

Lampiran 3.5 Pedoman Wawancara Pra-Penelitian Guru ... 96

Lampiran 3.6 Pedoman Wawancara Pra-Penelitian Siswa ... 97

Lampiran 3.7 Pedoman Wawancara Pasca Penelitian Guru ... 99

Lampiran 3.8 Pedoman Wawancara Pasca Penelitian Siswa ...103

B. Observasi Lampiran 4.1 Transkrip Observasi Kondisi Sosio-Cultural... 106

Lampiran 4.2 Transkrip Observasi Proses Pembelajaran ke-1 ... 109

Lampiran 4.3 Transkrip Observasi Proses Pembelajaran ke-2 ... 112

Lampiran 4.4 Transkrip Observasi Penelitian Pertemuan ke-1 ... 115

Lampiran 4.5 Transkrip Observasi Penelitian Pertemuan ke-2 ... 118

C. Wawancara Lampiran 4.6 Verbatim Wawancara Pra-Penelitian Guru ... 121

Lampiran 4.7 Verbatim Wawancara Pra-Penelitian Siswa A ... 125

Lampiran 4.8 Verbatim Wawancara Pra-Penelitian Siswa B ... 130

Lampiran 4.9 Verbatim Wawancara Pra-Penelitian Siswa C ... 134

Lampiran 4.10 Verbatim Wawancara Pasca Penelitian Guru ... 138

Lampiran 4.11 Verbatim Wawancara Pasca Penelitian Siswa A ... 145

Lampiran 4.12 Verbatim Wawancara Pasca Penelitian Siswa B ... 150

Lampiran 4.13 Verbatim Wawancara Pasca Penelitian Siswa C ... 154

D. Foto-foto Lampiran 4.14 Foto-foto ... 158

Lampiran 4.15 Surat Izin Penelitian dari PGSD USD ... 163

Lampiran4.16 Surat Keterangan Penelitian dari SD ... 164

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Di dalam bab ini berisikan (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian,serta (5) definisi operasional.

1.1 Latar Belakang Masalah

Dunia pendidikan memegang peranan penting dalam kemajuan sumber daya manusia yang berkualitas, yang mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Masalah peningkatan mutu pendidikan sangat berhubungan erat dengan proses pembelajaran. Proses pembelajaran adalah suatu interaksi yang dilakukan oleh guru dan siswa untuk mempelajari suatu materi tertentu. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam proses belajar mengajar. Dengan berperan aktif dalam proses belajar, siswa akan lebih cepat mengerti dan memahami materi yang sedang dipelajari.

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir, berargumentasi, dan memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari (Susanto, 2013: 185). Kata matematika berasal dari bahasa Latin mathematica dengan akar bahasa Yunani mathematike dari kata kerja manthanein (Oxford Dictionary of English, 2011) yang berarti belajar atau hal yang dipelajari, sedangkan dalam bahasa Belanda, matematika disebut

wiskunde atau ilmu pasti yang berkaitan dengan penalaran (Susanto, 2013: 184). Kualitas pembelajaran matematika harus selalu ditingkatkan, karena proses pembelajaran akan mempengaruhi pencapaian tujuan belajar siswa dan akan meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh sebab itu, pendidik membutuhkan alat peraga dalam melaksanakan pembelajaran.

(18)

2 ini anak memiliki karakteristik tersendiri yang dapat dilihat dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perkembangan afektif anak ditandai dengan hubungannya dengan teman dan orang lain yang ada di sekitarnya. Anak pada usia tersebut memiliki perkembangan bahasa yang lebih komunikatif dan suka melalukan berbagai aktivitas motorik. Pada tahap ini anak masih menerapkan logika berpikir pada barang-barang yang konkret. Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya pembelajaran yang menarik dan menggunakan alat peraga yang sesuai dengan perkembangan anak pada usia tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 6 Februari 2014 dengan ketiga subjek siswa kelas IB SD Karitas Nandan, dapat disimpulkan bahwa alat peraga membantu mereka dalam memahami materi penjumlahan dan pengurangan pada mata pelajaran matematika. Hasil wawancara yang telah dilakukan, menjadi bukti pentingnya mengembangkan alat peraga untuk lebih memaksimalkan proses pembelajaran. Alat peraga matematika memiliki beberapa manfaat, antara lain: (1) memudahkan siswa dalam memahami konsep-konsep dalam matematika, (2) dengan berbagai kecerdasan yang berbeda, dapat memberikan pengalaman belajar yang efektif bagi siswa, (3) memotivasi siswa untuk menyukai pelajaran matematika (4) memberikan kesempatan bagi siswa yang lebih lamban berpikir untuk menyelesaikan tugas dengan baik dan berhasil, (5) memperkaya program pembelajaran bagi siswa yang lebih pandai, dan (6) efisiensi waktu (Suharjana, 2009: 3-4).

Selain dikembangkan, alat peraga juga butuh dievaluasi. Evaluasi merupakan hal yang paling penting. Dengan melakukan evaluasi maka dapat diketahui apakah tujuan yang diinginkan tercapai atau tidak. Selain itu,dengan melakukan evaluasi, dapat diketahui kekurangan, kelebihan, dan hambatan dari alat peraga tersebut. Dengan demikian, evaluasi terhadap alat peraga sangat penting dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu.

(19)

3 41). Alat peraga matematika yang digunakan dalam penelitian adalah bola-bola penjumlahan. Alat peraga bola-bola penjumlahan merupakan alat peraga yang dikembangkan dengan mengadopsi alat peraga Montessori yang disebut Golden beads atau manik-manik emas. Alat peraga manik-manik emas milik Montessori terdiri atas manik emas satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan. Alat peraga bola-bola penjumlahan juga terdiri atas rangkaian manik yang memiliki nilai satuan, puluhan, dan ratusan, namun dalam penelitian ini tidak memakai rangkaian bola yang bernilai ribuan karena subjek yang digunakan adalah anak kelas 1SD. Karakteristik alat peraga Montessori meliputi auto education, menarik, bergradasi, auto correction, dan kontekstual. Auto education dan auto correction

terkait dengan kemandirian guru dan siswa terhadap penggunaan alat peraga tersebut, bergradasi terkait dengan tingkat kesulitan dalam alat peraga, dan menarik terkait dengan daya tarik yang ada dalam alat peraga tersebut. Sedangkan kontesktual terkait dengan bahan yang digunakan dalam alat peraga tersebut.

Berdasarkan observasi awal pada kelas I SD Karitas Nandan yang dilakukan sebanyak dua kali pada tanggal 16 Januari 2014 dan 17 Januari 2014 pada mata pelajaran matematika, diperoleh informasi bahwa alat peraga yang dimiliki sekolah sangat terbatas dan penggunaannya juga belum maksimal. Apabila setiap guru mengupayakan ketersediaan alat peraga walaupun bentuknya sederhana, namun dapat memaksimalkan proses pembelajaran, ada baiknya dicoba agar siswa dapat menangkap materi lebih baik.

(20)

4 Penelitian ini dibatasi hanya pada persepsi guru dan siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis Montessori dalam pelajaran matematika kelas I SD. Penelitian ini fokus pada Standar Kompetensi (SK) 4. Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dua angka dalam pemecahan masalah dan Kompetensi Dasar (KD) 4.5 Menggunakan sifat operasi pertukaran dan pengelompokan.

1.2Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimanakah persepsi guru atas penggunaan alat peraga berbasis metode Montessori pada pembelajaran pertukaran dan pengelompokan di kelas I SD Karitas Nandan Yogyakarta semester genap tahun pelajaran 2013/2014?

1.2.2 Bagaimanakah persepsi siswa atas penggunaan alat peraga berbasis metode Montessori pada pembelajaran pertukaran dan pengelompokan di kelas I SD Karitas Nandan Yogyakarta semester genap tahun pelajaran 2013/2014?

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui persepsi guru atas penggunaan alat peraga matematika berbasis Montessori pada pembelajaran pertukaran dan pengelompokan di kelas I SD Karitas Yogyakarta semester genap 2013/2014.

1.3.2 Mengetahui persepsi siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis Montessori pada pembelajaran pertukaran dan pengelompokan di kelas I SD Karitas Yogyakarta semester genap 2013/2014.

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

(21)

5 1.4.2.1Bagi para subjek penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membantu subjek untuk semakin mengenal kemampuan dirinya, terlebih dalam mengerjakan soal matematika.

1.4.2.2Bagi peneliti

Penelitian ini merupakan media pembelajaran bagi peneliti. Tak hanya pembelajaran mengenai bagaimana melakukan penelitian yang benar, tetapi juga pembelajaran bagaimana melihat persepsi guru dan siswa terhadap alat peraga matematika berbasis Montessori

1.4.2.3 Bagi rekan-rekan guru

Penelitian ini diharapkan dapat sebagai acuan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan alat peraga

1.4.2.4Bagi penelitian selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian mengenai persepsi guru dan siswa terhadap alat peraga matematika berbasis metode Montessori.

1.5 Definisi Operasional

1.5.1 Persepsi adalah suatu proses penilaian terhadap suatu objek, melalui proses penginderaan, diakhiri dengan interpretasi dan dipengaruhi oleh pengalaman, motivasi, dan kondisi saat ini. Dalam penelitian ini, persepsi yang dimaksudkan adalah persepsi guru dan siswa atas pengimplementasian alat peraga berbasis Montessori dalam pembelajaran matematika.

1.5.2 Matematika adalah ilmu yang berisi konsep dan simbol-simbol yang telah disusun secara sistematis dan logis dari konsep yang sederhana dan yang lebih kompleks (lebih jelas).

1.5.3 Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan.

1.5.4 Berhitung adalah mengerjakan hitungan (menjumlahkan, mengurangi, mengalikan, membagi)

(22)

6 mengalikan, maupun melakukan segala hal yang berkaitan dengan perhitungan atau ilmu matematika.

1.5.6 Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh guru.

1.5.7 Penjumlahan adalah materi dalam pelajaran matematika kelas 1 SD yang menjumlahkan antara nilai satu dengan yang lainnya sehingga menghasilkan bilangan tertentu.

1.5.8 Pengurangan adalah materi dalam pelajaran matematika kelas 1 SD yang mengurangkan antara nilai satu dengan yang lainnya sehingga menghasilkan bilangan tertentu.

1.5.9 Alat peraga bola-bola penjumlahan adalah alat bantu yang dikembangkan dengan mengadopsi alat peraga Montessori yang disebut Golden beads material atau manik-manik emas yang digunakan dalam proses pembelajaran agar siswa kelas I mudah memahami materi tentang penjumlahan dan pengurangan.

1.5.10 Mata pelajaran matematika adalah mata pelajaran yang terdapat di kelas 1 SD Karitas semester genap tahun ajaran 2013/2014 dengan kompetensi dasar menggunakan sifat operasi pertukaran dan pengelompokan

(23)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka berisi tentang kajian dari beberapa buku dan jurnal penelitian. Kajian tersebut berisi teori-teori yang mendukung penelitian di antaranya mengenai teori perkembangan anak menurut Piaget, teori perkembangan anak menurut Montessori, Montessori, matematika, alat peraga, alat peraga bola-bola penjumlahan, dan persepsi.

2.1.1 Teori Perkembangan Anak

2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak Menurut Piaget

Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang dikenal dengan teori konstruktivisme (Suparno, 2001: 5). Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangannya sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat hirarkhis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Hergenhahn menyatakan bahwa Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat (Hergenhahn, 2008: 318), yaitu :

1. Tahap sensorimotor (0 sampai 2 tahun)

Tahap Sensorimotor menurut Piaget dimulai sejak umur 0 sampai 2 tahun. Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah.

2. Tahap pra-operasional (2 tahun sampai 7 tahun)

Tahap pemikiran pra-operasional terbagi menjadi dua, yaitu : a. Pemikiran prakonseptual (sekitar 2 tahun sampai 4 tahun)

Dalam tahap ini anak mulai membentuk konsep sederhana, namun sering sekali melakukan banyak kesalahan lantaran logika mereka adalah transduktif.

b. Pemikiran intuitif (sekitar 4 tahun sampai 7 tahun)

(24)

8

kesan yang agak abstraks. Pada usia ini, anak telah dapat mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman yang luas.

3. Tahap operasional konkret (sekitar 7 sampai 11 atau 12 tahun)

Pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret namun belum mampu berpikir secara abstrak.

4. Tahap operasional formal ( sekitar 11 atau 12 tahun sampai 14 atau 15 tahun) Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir secara abstrak dan logis. Anak sudah memiliki kemampuan untuk menarik kesimpulan dan memecahkan amsalah melalui penggunaan eksperimentasi sistematis.

Piaget berpendapat, tahapan perkembangan kognitif anak SD berada pada rentang usia 7 tahun sampai 11 tahun sehingga anak berada pada tahap operasional konkret. Kecepatan perkembangan tiap individu berbeda tiap anak, dan tidak ada satu pun individu yang melompati salah satu dari tahapan tersebut. Maka dari itu, guru sebagai pengajar diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami materi pembelajaran dengan memberikan sentuhan benda-benda yang konkret, maupun pengalaman yang nyata bagi anak.

2.1.1.2Teori Perkembangan Anak menurut Montessori

Maria Montessori membagi tahap perkembangan anak menjadi tiga yaitu usia 0-6 tahun, 6-12 tahun, dan 12-18 tahun (Holt, 2008: xii) sebagai berikut:

1. Tahap pertama (0-6 tahun)

Usia 0-6 tahun merupakan usia emas bagi anak. Pada tahap ini anak termasuk dalam periode sensitif atau periode awal, dimana anak sangat peka, dan mampu menyerap dengan mudah apa yang diajarkan di lingkungannya. Montessori percaya bahwa setiap anak itu unik, memiliki potensi yang luar biasa, dan mampu untuk berkembang.

2. Tahap kedua (6-12 tahun)

(25)

9 termasuk dalam periode sensitif dimana banyak pertanyaan muncul dipikiran anak untuk ditanyakan. Selain itu daya imajinasi anak mulai berkembang, perkembangan nilai-nilai moral, perkembangan bersosialisai dengan orang lain, mulai mengenal budaya sekitar, dan menampilkan kebudayaan fisik.Karakteristik tahap perkembangan inilah yang menjadi awalan dari tahap perkembangan selanjutnya.

3. Tahap ketiga (12-18 tahun)

Usia 12-18 tahun merupakan kelanjutan perkembangan anak yang sudah mengalami tahap perkembangan kedua (12-18 tahun). Pada tahap ini kematangan fisik anak mulai berkembang dimana anak mulai mencari identitas diri. Anak akan mulai menyukai kebebasan dan mandiri tanpa harus bergantung terus-menerus dengan keluargnya. Kebebasan dan mandiri anak tidak terlepas dari lingkungan sosial yang mengajarnya.

Setiap anak mempunyai tahap perkembangan yang berbeda. Anak yang duduk di bangku SD memasuki tahap perkembangan kedua, di mana karakteristik anak pada tahap perkembangan ini sudah berkembang lebih baik daripada yang sebelumnya. Karakteristik anak atau siswa adalah keseluruhan dan kemampuan anak sebagai pembawaan dan pengalamannya sehingga menentukan gambaran kegiatan untuk menggapai impiannya (Rosyada, 2008: 187). Lewat pengalamannya, anak dapat mengembangkan potensi dalam dirinya untuk mempelajari hal selanjutnya.

2.1.1.3 Sejarah Metode Montessori

(26)

10 peraga tesebut akan membawa anak pada konsep abstrak, berlanjut dari konsep abstrak anak dapat berpikir ke moralitas (Montessori, 2002: 41).

Pada tanggal 6 Januari 1907, Maria Montessori dan Eduardo Talamo mendirikan rumah anak-anak atau yang biasa disebut dengan casa dei bambini. Montessori juga mempelajari berbagai tingkah laku anak. Rumah anak-anak yang sebelumnya hanya didesain sebagai penitipan, dijadikan sebagai tempat untuk bereksperimen. Di sana, ia meletakan berbagai jenis mainan dan beberapa alat didaktis dari Itard dan Seguin yang telah dimodifikasi (Magini, 2013: 43-46). Selain mengembangkan kemampuan akademis, dalam penggunaan metode Montessori anak diajarkan dan dibimbing untuk lebih mandiri dalam mengembangkan kreativitas kehidupan sosial, fisik, dan psikis. Walaupun pembelajaran metode Montessori terstruktur, namun anak-anak diberikan kebebasan untuk memilih apa yang akan mereka kerjakan dan kapan mereka mengerjakannya, mereka sering bekerja secara kolaboratif ( Liliard, 2005: 38).

Liliard menyebutkan delapan prinsip yang digunakan dalam metode Montessori, yaitu (1) pentingnya keleluasaan anak dalam beraktivitas, (2) kemerdekaan anak dalam memilih sendiri apa yang mau dipelajari, (3) pentingnya minat, (4) pentingnya motivasi intrinsik dengan menghapus hadiah dan hukuman, (5) pentingnya kolaborasi dengan teman sebaya, (6) pentingnya konteks dalam pembelajaran, (7) pentingnya gaya interaksi autoritatif dari orang dewasa, dan (8) pentingnya keteraturan dan kerapian lingkungan belajar (Liliard, 2005: 30-33). Sebelumnya, Montessori memang terinsprirasi Edward Séguin (1812-1881) dan Jean Marc Gaspard Itard (1775-1838) yang telah berhasil mendidik anak-anak cacat mental dengan metodenya. Berdasar pada alat peraga yang digunakan Itard dan Seguin, Montessori telah mengembangkan dan mengujicobakan pada anak-anak normal di distrik kumuh di daerah Roma sebelum ia mendirikan casa dei bambini (Montessori, 1964: 32). Pada percobaan tersebut diperoleh hasil yang sangat menggembirakan bahwa anak-anak tuna grahita dapat belajar dengan baik.

(27)

11 observasi terhadap berbagai aktivitas yang dilakukan anak. Dari berbagai observasi tersebut Montessori menemukan beberapa hal dasar dan esensial bagi pendekatanya. Ia menemukan bahwa konsentrasi, kebebasan, kemandirian, rasa hormat dan dihargai, adalah hal dasar yang harus diciptakan di sekitar lingkungan belajar anak (Magini, 2013: 49-54).

Montessori berpendapat, anak yang terbiasa dengan disiplin aktif yang dicapai melalui kebebasan untuk beraktivitas akan lebih menghargai pemberian hadiah yang tidak meremehkan kemampuannya untuk melakukan sesuatu (Montessori, 2002: 101). Anak menyadari bahwa perkembangan kemampuan dan kebebasan batin menjadi asal-usul bagi aktivitasnya. Konsep kebebasan dalam pendidikan semestinya dimengerti sebagai kebebasan yang menuntut kondisi yang paling mendukung perkembangan seluruh kepribadian anak bukan hanya secara fisik tetapi juga mental termasuk perkembangan kemampuan otak (Montessori 2002: 104). Oleh sebab itu, pendidik semestinya memberikan perhatian atas perkembangan hidup masing-masing anak.

Montessori menyebut tiga ciri utama pelajaran yang diberikan secara individual (2002: 108).

1. Singkat. Pelajaran itu harus singkat. Semakin efisian kata-kata yang diberikan, semakin baik suatu pelajaran. Pendidik mesti sungguh-sungguh dalam mempertimbangkan bobot kata-kata yang akan diucapkan untuk menilai perlu tidaknya kata-kata itu.

2. Sederhana. Pelajaran harus sederhana. Kata-kata yang sudah dipilih dengan seksama haruslah yang paling sederhana yang bisa ditemukan dan yang mengacu pada kebenaran. Kata-kata yang sederhana dapat membantu anak untuk memahami objek yang sedang dipelajarinya.

(28)

12 2.1.2 Matematika

2.1.2.1 Hakikat Matematika

Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep yang diperoleh akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitan antara konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Selain itu, matematika dianggap merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir, berargumentasi, dan memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari (Susanto, 2013: 185).

Mustafa (dalam Wijayanti, 2011) menyebutkan bahwa matematika adalah ilmu tentang kuantitas, bentuk, susunan, dan ukuran, yang utama adalah metode dan proses untuk menemukan dengan konsep yang tepat dan lambang yang konsisten, sifat dan hubungan antara jumlah dan ukuran, baik secara abstrak, matematika murni atau dalam keterkaitan manfaat pada matematika terapan. Berdasarkan Depdiknas (2007), mata pelajaran matematika termasuk mata pelajaran intrakurikuler yang wajib diajarkan dan memiliki alokasi lima jam pelajaran per minggu.

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar dan matematika mempunyai kedudukan yang penting dalam struktur kurikulum pendidikan, khususnya di Sekolah Dasar.

2.1.2.2 Pembelajaran Matematika

(29)

13 Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi penggetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi (Susanto, 2013: 195). Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar mengarahkan siswa untuk berpikir secara logis, kritis, analitis, sistematis, dan kreatif (BSNP, 2006: 106).

2.1.3 Alat Peraga

2.1.3.1Pengertian Alat Peraga

Alat peraga terdiri dari dua suku kata, yaitu alat dan peraga. Pengertian alat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah barang yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu, mencapai suatu maksud tertentu, sedangkan peraga merupakan alat media pengajaran untuk meragakan sajian pelajaran (KBBI, 2008). Menurut Estiningsih (dalam Suharjana, 2009: 3) alat peraga adalah media yang digunakan dalam pembelajaran dengan membawakan ciri-ciri dari konsep yang dipelajari. Dikemukakan pula oleh Suharjana bahwa penggunaan alat peraga dapat membantu siswa dalam menanamkan dan mengembangkan konsep yang abstrak menjadi konkret (Suharjana, 2009: 3). Sudjana mengemukakan bahwa alat peraga adalah alat bantu yang digunakan oleh guru dalam proses belajar agar siswa lebih efektif dan efisien (Sudjana, 2000: 10). Arsyad mengemukakan alat peraga sebagai alat bantu mengajar yang dapat digunakan sebagai penyalur atau penghubung pesan ajar yang diciptakan secara terencana oleh guru (Arsyad, 2007: 4). Sependapat dengan hal tersebut, Sudono mengungkapkan bahwa alat peraga adalah alat yang berfungsi untuk menerangkan suatu mata pelajaran tertentu dalam suatu proses belajar mengajar (Sudono, 2010: 14). Hal ini diperkuat oleh Munadi, bahwa fungsi utama alat peraga merujuk sebagai sumber belajar yang mengaktifkan siswa dan menyalurkan informasi (Munadi, 2010: 37).

(30)

14 interaksi langsung antara siswa dan lingkungan, dan memberikan kesempatan anak untuk belajar sendiri (Hamalik dalam Arsyad, 2010: 26). Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa alat peraga adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk membantu dan menyampaikan pesan dalam proses belajar mengajar. Alat peraga juga dapat membantu siswa dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.

2.1.3.2Tujuan Penggunaan Alat Peraga

Menurut Kustandi, alat peraga dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak, interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungannya, dan kemungkinan untuk belajar sendiri sesuai kemampuan dan minatnya (Kustandi, 2011: 26). Menurut Sukayati (2009: 7), alat peraga digunakan untuk mencapai empat tujuan, yaitu (1) memberikan kemampuan berpikir matematika dengan kreatif, (2) mengembangkan sikap percaya diri dalam pembelajaran matematika, (3) meningkatkan keterampilan siswa dalam menerapkan pembelajaran matematika pada kehidupan sehari-hari, dan (4) meningkatkan motivasi belajar siswa.

1. Memberikan kemampuan berpikir matematika dengan kreatif

Pembelajaran matematika mencakup dalil-dalil dan simbol-simbol yang saling berhubungan. Penggunaan alat peraga akan meningkatkan kreativitas siswa dalam memahami hubungan-hubungan dalam pembelajaran matematika.

2. Mengembangkan sikap percaya diri dalam pembelajaran matematika

Suasana pembelajaran matematika akan menjadi kondusif dengan tersedianya alat peraga. Dengan demikian siswa akan memperoleh kepercayaan diri akan kemampuannya dalam belajar matematika melalui pengalaman-pengalaman yang akrab dengan kehidupannya.

(31)

15 Penggunaan alat peraga yang kontekstual akan membantu siswa menghubungkan pengalaman belajarnya dengan pengalaman-pengalaman pada kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan keterampilan masingmasing mereka dapat menyelidiki dan mengamati benda-benda di sekitarnya, kemudian mengorganisasinya untuk memecahkan suatu masalah.

4. Meningkatkan motivasi belajar siswa

Dengan penggunaan alat peraga diharapkan siswa memperoleh pengalaman belajar dengan cara yang menyenangkan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar matematika.

2.1.3.3Manfaat Penggunaan Alat Peraga Matematika

Saat siswa melihat, memegang dan memanipulasi suatu objek atau alat peraga, disitulah siswa mengalami pengalaman nyata dalam kehidupan tentang arti dari suatu konsep. Siswa dapat belajar dari berbagai pengalaman ketika menggunakan benda nyata tersebut secara langsung. Manfaat alat peraga matematika antara lain (1) memudahkan siswa dalam memahami konsep-konsep dalam matematika, (2) dengan berbagai kecerdasan yang berbeda, dapat memberikan pengalaman belajar yang efektif bagi siswa, (3) memotivasi siswa untuk menyukai pelajaran matematika (4) memberikan kesempatan bagi siswa yang lebih lamban berpikir untuk menyelesaikan tugas dengan baik dan berhasil, (5) memperkaya program pembelajaran bagi siswa yang lebih pandai, dan (6) efisiensi waktu (Suharjana, 2009: 3-4).

(32)

16 variasi dalam kegiatan pembelajaran dan memotivasi belajar siswa (Sugiarni, 2012: 55). Kegiatan pembelajaran yang bervariasi akan membuat siswa senang dan termotivasi untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Hasan (2011: 108) menjelasakan bahwa alat peraga dapat digunakan sebagai perantara antara hal yang konkret dari pemahaman siswa dengan konsep matematika yang bersifat abstrak. Penggunaan alat peraga dapat membantu siswa dalam memahami materi pelajaran matematika dengan konsep yang abstrak atau berupa simbol-simbol matematika.

Kesimpulan yang dapat diperoleh bahwa manfaat penggunaan alat peraga adalah untuk memahami konsep. Manfaat lain yaitu memberi pengalaman belajar, memotivasi, membantu siswa yang masih lamban, serta menghemat waktu. Alat peraga juga dapat digunakan untuk menunjang kegiatan di luar kelas dan menambah program belajar siswa yang pada taraf pintar.

2.1.3.4Pengertian Alat Peraga Montessori

Alat peraga Montessori adalah alat yang digunakan dalam pembelajaran dengan metode Montessori yang bertujuan untuk memudahkan siswa dalam pemahaman materi. Menurut Montessori, alat peraga adalah material untuk siswa dalam belajar yang didesain secara sederhana, menarik, memungkinkan untuk diekplorasi, memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar secara mandiri, dan memperbaiki kesalahan mereka sendiri (Lillard, 1997: 11). Alat peraga Montessori pada bidang matematika dirancang untuk mengembangkan kemampuan matematis (Hainstock, 1997: 137), sehingga alat peraga tersebut bukan semata-mata dirancang untuk mencapai kompetensi matematika saja. Kemampuan matematis yang terdapat pada alat peraga Montessori meliputi abstraksi, pemahaman perintah, dan pengkonstruksian konsep-konsep yang diperoleh dari penggunaan alat peraga.

2.1.3.5Alat Peraga Bola-Bola Penjumlahan Montessori

(33)

17 Standar Kompetensi (SK) 4 yaitu 4 melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dua angka dalam pemecahan masalah. Kompetensi Dasar (KD) 4.5 menggunakan sifat operasi pertukaran dan pengelompokan khususnya pada penjumlahan. Alat peraga bola penjumlahan ini dikembangkan dengan mengadopsi alat peraga Montessori yang disebut Golden beads material atau manik-manik emas. Alat peraga manik-manik emas milik Montessori terdiri atas manik emas satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan. Manik emas satuan terdiri atas manik satuan yang terurai. Manik emas puluhan merupakan kumpulan 10 manik satuan yang dironce menjadi satu. Manik emas ratusan merupakan kumpulan 10 manik emas puluhan yang dironce menjadi satu hingga membentuk persegi. Sedangkan manik emas ribuan merupakan kumpulan 10 manik ratusan yang disusun menjadi satu hingga berbentuk menyerupai kubus. Manik-manik emas pada alat peraga Montessori dilengkapi dengan kartu bilangan satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan. Kartu bilangan satuan berwarna hijau, kartu bilangan puluhan berwarna biru, kartu bilangan ratusan berwarna merah, dan kartu bilangan ribuan berwarna hijau.

(34)

18 Manik-manik emas pada dasarnya hanya digunakan untuk mengajarkan empat operasi matematika dasar yaitu perkalian, pembagian, penjumlahan, dan pengurangan. Pada penelitian ini, alat peraga digunakan untuk mengajarkan sifat operasi hitung yaitu pertukaran dan pengelompokan. Selain itu, produk yang akan dikembangkan pada penelitian ini menggunakan potensi lokal yang dimiliki, yaitu dengan menggunakan kayu sonokeling sebagai bahan utama pembuatan bola penjumlahan. Pemilihan kayu ini didasarkan pada kualitas dan beratnya yang disesuaikan dengan kemampuan beban yang dapat dibawa anak. Kayu sonokeling tersebut dibuat lingkaran-lingkaran kecil yang menyerupai bola dengan diameter kurang lebih 1 cm. Pada bagian tengah diberi lubang yang berguna sebagai pengait antar bola. Selanjutnya potongan-potongan kayu sonokeling yang telah menjadi bola tersebut dicat dengan warna merah. Bola puluhan dibuat dengan cara meronce bola satuan menjadi manik puluhan, caranya dengan mengaitkan 10 bola satuan menggunakan kawat besi. Bola ratusan dibuat dengan menggabungkan 10 roncean manik puluhan yang kemudian diatasnya diikat dengan menggunakan kawat. Tahap selanjutnya adalah pembuatan alas kerja yang menggunakan bahan baku lidi kemudian disusun menyerupai karpet. Pada bagian tengah tikar lidi tersebut diberi garis yang berwarna terang dengan tujuan unuk membuktikan hasil perhitungan dari penggunaan sifat pertukaran dan pengelompokkan. Tahap terakhir yang dilakukan adalah pembuatan kotak sebagai wadah dari alat peraga bola penjumlahan dan pengurangan. Kotak ini juga dibuat dengan memanfaatkan budaya lokal yang berupa kayu mindi.

Gambar 2.1 Alat Peraga Bola Penjumlahan secara keseluruhan

(35)

19 b. Anak diminta duduk di sebelah kanan direktris.

c. Direktris mengambil salah kartu soal, meletakkannya di atas karpet sambil

berkata, “Tiga tambah empat”.

d. Direktris meminta anak menuliskan soal tersebut pada lembar kerja.

e. Direktris mengambil kartu bilangan 3 dan di letakkan pada alas kerja sebelah kiri garis.

f. Direktris mengambil kartu simbol penjumlahan (+) kemudian meletakkannya di samping kartu bilangan 3.

g. Direktris mengambil kartu bilangan 4 kemudian meletakkannya di samping kartu simbol penjumlahan (+).

h. Direktris meminta anak untuk memasangkan bola sesuai dengan jumlah yang ada pada kartu soal.

i. Direktris meminta anak untuk menghitung jumlah semua bola. j. Direktris membalik kartu soal yang berisi jawabannya.

(36)

20 l. Direktris bertanya kepada anak, “Bagaimana jika kita kerjakan soal ini

dengan cara menukar angkanya? Apakah hasilnya akan sama?”.

m. Direktris mengambil kartu soal dan meletakkannya di atas karpet., sambil

berkata, “Empattambah tiga”.

n. Direktris mengambil kartu bilangan 4 dan di letakkan pada alas kerja sebelah kiri garis.

o. Direktris mengambil kartu simbol penjumlahan (+) kemudian meletakkannya di samping kartu bilangan 4.

p. Direktris mengambil kartu bilangan 3 kemudian meletakkannya di samping kartu simbol penjumlahan (+).

q. Direktris meminta anak untuk memasangkan bola yang sesuai dengan jumlah yang ada pada kartu soal.

r. Direktris meminta anak untuk menghitung jumlah semua bola.

s. Direktris bertanya kepada anak, “Apakah hasilnya sama dengan yang tadi?”.

(37)

21

= 7

Direktris mengecek jawaban anak menggunakan kunci jawaban yang ada pada halaman sebalik kartu soal.

2.1.3.6 Ciri-ciri Alat Peraga Montessori

Alat peraga Montessori diciptakan berdasarkan observasi dan modifikasi di casa dei bambini.Dengan menggunakan metode eksperimental, Montessori mencobakan alat peraganya.Anak-anak yang tadinya sangat “liar” dan sulit dikontrol ternyata mampu menaruh perhatian yang serius pada alat peraga yang dirancang oleh Montessori. Tidak hanya itu anak-anak tersebut juga menunjukkan peningkatan dalam komunikasi dengan orang lain (Magini, 2013: 32-33). Selama dua tahun, Montessori terus mengujicobakan alat peraganya. Dengan melihat reaksi anak, Montessori melakukan berbagai modifikasi dan perbaikan sehingga diperoleh alat peraga yang dipergunakan hingga sekarang. Alat peraga yang dihasilkan memiliki warna-warna cerah, mudah dimanipulasi, dan berbahan dasar kayu yang ringan namun memiliki daya tahan yang baik. Berikut merupakan ciri-ciri umum alat peraga Montessori (Montessori, 1964: 169-179).

1. Menarik

(38)

22 2. Bergradasi

Penggunaan alat peraga Montessori sebagian besar menggunakan indera yang ada pada tubuh manusia. Pada setiap alat peraga, terdapat suatu tingkatan yang terus-menerus dapat merangsang indera untuk menjadi semakin peka. Misalnya, pada kartu warna yang memperkenalkan gradasi warna dari gelap ke terang. Alat peraga berbasis metode Montessori tidak hanya gradasi pada warna saja, tetapi juga pada gradasi bentuk. Untuk memperkenalkan gradasi bentuk, dapat digunakan menara pink (pink tower) yang memiliki 10 kubus yang jika disusun akan semakin mengkerucut karena setiap kubus memiliki selisih sisi sebesar 1 cm (Montessori, 1964: 173).

Selain memiliki gradasi untuk melatih indra manusia, alat peraga Montessori juga memiliki gradasi umur. Sehingga satu alat dapat dipergunakan oleh berbagai jenjang umur yang berbeda.Misalnya, tongkat asta merah biru yang pada awalnya hanya digunakan untuk membilang, pada tataran yang lebih tinggi dapat digunakan untuk melatih penjumlahan dan pengurangan di bawah 10.

3. Auto-correction

Pembelajaran individual yang diangkat oleh Montessori semakin diperkuat dengan alat yang memiliki kemampuan auto-correction yang disebut juga pengendali kesalahan. Kemampuan ini memungkinkan anak untuk mengetahui secara mandiri bahwa ia harus mencoba lagi karena sedang terjadi kesalahan ketika sedang belajar. Misalnya, ketika seorang anak berumur tiga tahun sedang berlatih dengan inkastri slinder (incastri solidi). Ia akan mengetahui kesalahanya ketika salah memasukan silinder, sehingga permukaan balok menjadi tidak rata, lubang terlalu lebar ataupun terlalu sempit sehingga silinder tidak dapat masuk dengan sempurna (Montessori, 1964: 169).

(39)

23

4. Auto-education

Pembelajaran dengan metode Montessori menuntut anak mandiri dalam belajar, intervrensi dari direktris sangatlah minim bahkan tidak ada. Menurut Montessori hal utama yang harus memberikan pengetahuan pada anak adalah lingkungan, teman, dan alat peraga (Montessori, 1964: 106). Peran direktris hanyalah sebagai fasilitator dan juga observer fisik dan psikis. Selain itu tata ruang, perabotan, cat, hingga kamar mandi didesain sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak. Tujuannya adalah untuk mempermudah dan mendukung proses belajar yang dilakukan dalam satu ruangan besar.

5. Kontekstual

Menurut Johnson (dalam Komalasari, 2010: 6), kontekstual merupakan pembelajaran yang mengkaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya. Ciri yang terakhir ini bukanlah sesuatu yang wajib ada dan dimiliki oleh alat peraga ataupun sekolah Montessori, namun hanya upaya untuk melihat sisi lain dari metode Montessori yang jika kembalikan pada sejarahnya didedikasikan untuk anak-anak berkekurangan dan tinggal di pemukiman kumuh. Pemanfaatan bahan-bahan yang sesuai dengan konteks lokal daerah di mana sekolah Montessori didirikan, akan menekan banyak biaya operasional pembuatan alat peraga. Sehingga alat peraga Montessori tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang mahal dan berkelas, namun dapat dirasakan pula oleh anak-anak yang kurang beruntung secara ekonomi

2.1.4 Materi Penjumlahan dan Pengurangan

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang dipelajari oleh siswa sekolah dasar. Tujuan dari matematika adalah membangun kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Materi yang menjadi ruang lingkup matematika di SD adalah bilangan, geometri dan pengukuran, pengolahan data.

(40)

24 digunakan “Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dua angka

dalam pemecahan masalah”. Kompetensi dasar yang digunakan adalah “Menggunakan sifat operasi pertukaran dan pengelompokkan”.. Materi penjumlahan terdiri atas penjumlahan bilangan satu angka dengan satu angka, penjumlahan bilangan dua angka dengan satu angka, dan penjumlahan bilangan dua angka dengan dua angka. Materi pengurangan terdiri atas pengurangan bilangan satu angka dengan satu angka, pengurangan bilangan dua angka dengan satu angka, dan pengurangan bilangan dua angka dengan dua angka. Jenis bilangan yang digunakan dalam materi penjumlahan dan pengurangan merupakan bilangan kardinal karena menunjukkan sebuah kuantitas. Bilangan ini digunakan untuk menyatakan hitungan dalam menghitung benda, menghitung umur, dan waktu. Konsep yang perlu dikuasai oleh siswa sebelum melakukan penjumlahan dan pengurangan adalah nilai tempat sebuah bilangan.

Berkaitan dengan materi penjumlahan dan pengurangan kelas I, siswa perlu menguasai konsep nilai tempat untuk menentukan nilai satuan dan puluhan dari sebuah bilangan. Penguasaan terhadap konsep tersebut membantu siswa untuk melakukan penjumlahan dan pengurangan dengan konsep dan langkah yang benar.

2.1.4.1 Materi Operasi Bilangan Bulat

(41)

25 Dalam matematika terdapat empat operasi hitung yaitu penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian. Operasi hitung bilangan bulat adalah operasi hitung pada bilangan bulat saja. Dalam pengerjaan operasi hitung bilangan bulat, dapat menggunakan alat peraga manik-manik emas.

2.1.5 Persepsi

2.1.5.1 Pengertian Persepsi

Menurut Jalaluddin, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Jalaluddin, 1985: 64). Persepsi juga diartikan sebagai tanggapan atau temuan gambaran langsung dari suatu atau temuan gambaran langsung dari suatu serapan seseorang dalam mengetahui beberapa hal melalui panca indera (Depdiknas, 2001: 259). Dalam pengertian ini jelas, bahwa persepsi adalah kesan gambaran atau tanggapan yang dimiliki seseorang setelah orang tersebut menyerap untuk mengetahui beberapa hal (objek), melalui panca indera. Penginderaan merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke pusat susunan syaraf yaitu otak, sehingga individu dapat mempersepsi apa yang ia lihat, ia dengar, dan sebagainya (Walgito, 2009: 45).

(42)

26 lebih menjelaskan proses terjadinya yaitu setelah penyerapan maka gambaran-gambaran yang diperoleh lewat panca indera itu kemudian diorganisir, kemudian diinterpretasi (ditafsirkan) sehingga mempunyai arti atau makna bagi individu, sedang proses terjadinya persepsi tersebut merupakan satu kesatuan aktivitas dalam diri individu.

Berdasarkan definisi persepsi di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses di mana individu memahami dan mengetahui suatu objek melalui panca indera yang ia miliki yang diteruskan ke pusat susunan syaraf, sehingga individu dapat menginterpretasi stimulus yang dapat bersifat negatif maupun positif dan dapat mempengaruhi sikap individu tersebut terhadap objek yang nantinya berguna bagi lingkungan mereka. Proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan, dan proses penginderaan merupakan proses yang mendahului terjadinya persepsi. Proses penginderaan terjadi setiap saat, yaitu pada waktu individu menerima stimulus yang mengenai dirinya melalui alat indera.

Menurut Suharnan (2005: 24), ada 3 aspek di dalam persepsi yang dianggap sangat relevan dengan kognisi manusia, yaitu pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian.

1. Pencatatan indera

Pencatatan indera disebut juga ingatan sensori atau penyimpan sensori (Suharnan, 2005: 24). Pencatatan indera merupakan sistem yang dirancang untuk menyimpan sebuah rekaman (record) mengenai informasi yang diterima oleh sel-sel reseptor (Suharnan, 2005: 24). Pencatatan indera menangkap informasi dalam bentuk kasar dan belum diproses sama sekali dalam waktu yang relatif pendek setelah stimulus diterima. Ada dua jenis ingatan sensori atau indera, yaitu ingatan

(43)

27 meliputi indera penglihat, indera pendengar, indera peraba, indera penciuman, dan indera pengecap.

2. Pengenalan pola

Tahap lanjutan setelah pencatatan indera adalah proses pengenalan pola. Menurut Suharnan, pengenalan pola merupakan proses transformasi dan mengorganisasikan informasi yang masih kasar itu, sehingga memiliki makna atau arti tertentu (Suharnan, 2005: 26). Terdapat teori-teori di dalam pengenalan pola (Suharnan, 2005: 27), teori-teori tersebut antara lain: template-matching theory, prototype theory, distinctive feature theory, template-matching dan gestalt theory. Template-matching theory adalah proses pengenalan pola dengan cara membandingkan satu stimulus dengan seperangkat pola khusus yang telah disimpan dalam ingatan jangka panjang. Prototype theory adalah pencocokan antara prototipe (bentuk dasar) yang abstrak dengan pola yang ideal dalam ingatan tidak harus sama persis, tetapi cukup dengan variasi beberapa bagian kecil saja.

Distinctive feature theory adalah teori yang menyatakan bahwa orang membeda-bedakan di antara berbagai objek atau huruf berdasarkan ciri-ciri khusus yang dimiliki masing-masing objek atau huruf. Gestalt theory mengungkapkan bahwa secara alamiah manusia memiliki kecenderungan untuk menyederhanakan struktur di dalam mengorganisasikan objek-objek perseptual (Brenan dalam Suharnan, 2005: 29). Dengan demikian, pengenalan pola merupakan proses mengidentifikasi stimulus atau informasi yang ada dalam ingatan jangka panjang.

3. Perhatian

Suharnan berpendapat bahwa perhatian melibatkan proses seleksi terhadap beberapa objek yang hadir pada saat itu, kemudian pada saat yang bersamaan pula seseorang hanya memilih satu objek, sementara objek-objek yang lain diabaikan (Suharnan, 2005: 40). Jadi dapat disimpulkan bahwa perhatian adalah pemusatan pada satu objek tertentu dan objek yang lain diabaikan. Menurut Walgito, terdapat 3 faktor yang berperan dalam persepsi.

(44)

28 a. Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar maupun dari dalam individu yang bersangkutan, namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu.

b. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf

Alat indera berfungsi sebagai penerima stimulus maupun rangsangan. Namun harus ada syaraf sensoris sebagai syarat untuk meneruskan stimulus yang nantinya akan diteruskan ke pusat susunan syaraf, yaitu otak yang berfungsi sebagai pusat kesadaran. Sedangkan alat yang diperlukan untuk mengadakan respon berupa syaraf motoris.

c. Perhatian

Diperlukan adanya perhatian untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek. Individu juga akan menaruh perhatian kepada rangsangan yang sesuai dengan kebutuhannya, sehingga hasil persepsi terhadap suatu objek yang sama dapat berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya.

Secara lebih rinci, Toha menyatakan terdapat 2 faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang yang meliputi (1) faktor intern, antara lain perasaan, sikap dan kepribadian individual, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat dan motivasi dari individu; dan (2) faktor ekstern, antara lain latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebudayaan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerakan, hal-hal baru dan familiar atau ketidakasingan suatu objek. Persepsi dalam hal ini adalah bagaimana seseorang memaknai pengalaman yang ia peroleh terutama pengalaman setelah menggunakan alat peraga berbasis Montessori sebagai hal yang mungkin dapat mempengaruhi persepsi seseorang yaitu meliputi penasaran, sikap, prasangka, keingintahuan, proses belajar, minat atau motivasi yang diperoleh dan pemikiran terhadap objek.

(45)

29 dijelaskan di atas. Tanpa persepsi yang benar, manusia akan mengalami kesulitan untuk menangkap dan memaknai berbagai fenomena, informasi atau data di sekitarnya. Hal ini karena persepsi merupakan proses yang menyangkut masuknya informasi ke dalam otak manusia. Persepsi dipengaruh oleh suatu sikap terhadap objek dan dipicu oleh suatu kejadian yang mengaktifkan sikap (Fazio, 1989; Fazio dan Roskos-Ewoldsen, 1994). Oleh karena itu sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek-objek tertentu, yaitu melalui proses persepsi terhadap objek tersebut. Hubungan yang positif atau negatif antara individu dengan objek tertentu, akan menimbulkan sikap tertentu pula dari individu terhadap objek tersebut. Sehingga persepsi dapat mempengaruhi intensi seseorang dalam melakukan sesuatu.

Faktor yang menentukan intensi seseorang adalah sikap terhadap perilaku yang dimaksud, bila seorang individu mempunyai sikap yang negatif pada seseorang atau objek, orang tersebut akan mempunyai kecenderungan untuk menunjukkan sikap yang negatif pula kepada orang atau objek yang dipersepsi. Hal ini berarti bahwa jika persepsi seseorang mengenai alat peraga itu bagus maka intensinya akan tinggi menggunakan alat peraga tersebut dan sebaliknya jika persepsi seseorang mengenai alat peraga sudah jelak maka intensinya untuk menggunakan alat peraga tersebut lemah. Objek sikap akan dipersepsi oleh individu, dan hasil persepsi akan dicerminkan dalam sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan.

(46)

30 Gambar 2.2 Bagan proses terjadinya perilaku

Selanjutnya peneliti memodifikasi bagan menurut Walgito (Walgito, 2003: 116) sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan:

Bagan 2.3 Bagan proses terjadinya perilaku yang dimodifikasi Kepribadia

nnn

Kognisi

Afeksi

Sikap

Persepsi

Objek sikap

Pengalama n

Pengetahuan Keyakina

n

Proses belajar

Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh

Evaluasi

Senang/ tak senang

Bertindak

Pengalaman

Persepsi

Tindakan

Sikap Hasil

Belajar Pemikiran

Perasaan

Kepercaya an Perilaku

(47)

31 2.1.5.2 Persepsi terhadap Penggunaan Alat Peraga Montessori

Salah satu aspek yang mempengaruhi efektif tidaknya transfer pengetahuan adalah dengan memperhatikan faktor-faktor psikologis yang ada pada siswa dan guru, salah satunya meliputi aspek kognitif. Aspek kognitif yang paling penting salah satunya adalah persepsi. Persepsi dapat mempengaruhi intensi seseorang dalam melakukan sesuatu. Persepsi juga dipengaruh oleh suatu sikap terhadap objek dan dipicu oleh suatu kejadian yang mengaktifkan sikap (Fazio, 1989; Fazio dan Roskos-Ewoldsen, 1994).

Dalam intensi, terdapat tiga faktor penentu, yaitu sikap terhadap perilaku yang dimaksud, keyakinan tentang bagaimana evaluasi orang lain terhadap perilakunya (faktor ini dikenal dengan nama norma-norma subjektif), dan yang terakhir adalah intensi juga dipengaruhi oleh perceived behavioral control

(persepsi tentang kemampuannya untuk mengontrol perilaku) – sejauh mana orang mempersepsi sebuah perilaku sulit atau mudah dilakukan. Jika persepsi seseorang mengenai alat peraga itu negatif/buruk, intensi untuk menggunakan alat peraga lemah, namun jika persepsi seseorang mengenai alat peraga positif/baik, maka intensi untuk menggunakan alat peraga tinggi.

Menurut salah satu teori – yaitu model teori Fazio untuk proses dari-sikap-ke-perilaku (Fazio, 1989; Fazio dan Roskos-Ewoldsen, 1994) – proses itu berlangsung sebagaimana berikut. Kejadian tertentu mengaktifkan suatu sikap. Begitu diaktifkan, sikap tersebut mempengaruhi persepsi kita terhadap objek sikap. Pada saat yang sama, pengetahuan kita tentang apa yang sesuai untuk situasi tertentu (pengetahuan kita tentang pelbagai norma sosial) juga diaktifkan. Bersama-sama, sikap dan informasi yang tersimpan tentang apa yang cocok atau diharapkan itu kemudian membentuk definisi terhadap kejadian tersebut. Definisi atau persepsi ini kemudian mempengaruhi perilaku kita.

(48)

32 menggunakan alat peraga Montessori yang relatif baru baik bagi siswa maupun bagi guru. Siswa diharapkan secara aktif menggunakan objek yang konkret dalam menyelesaikan permasalahan matematika, sehingga siswa tidak harus selalu berpusat pada guru yang memberikan materi secara direktif maupun abstrak tanpa menggunakan alat peraga. Di sinilah letak persepsi itu mulai berperan dalam proses transfer pengetahuan dengan menggunakan alat pembelajaran yang baru.

2.1.5.3 Persepsi Guru dan Siswa terhadap Media Pembelajaran

Persepsi juga diartikan sebagai tanggapan atau temuan gambaran langsung dari suatu atau temuan gambaran langsung dari suatu serapan seseorang dalam mengetahui beberapa hal melalui panca indera (Depdiknas, 2001: 259). Matlin (dalam Suharnan 2005: 23) mengatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan di dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterpretasikan stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indera. Pada saat proses pembelajaran berlangsung, siswa mempunyai persepsi terhadap pembelajaran yang diterapkan oleh guru dan begitu pula sebaliknya, guru juga memiliki persepsi terhadap keefektifan metode pembelajaran serta persepsi terhadap alat peraga yang digunakan. Dalam penelitian ini, kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan alat peraga matematika berbasis Montessori masih sangat baru bagi guru maupun siswa. Walaupun begitu, siswa diharapkan dapat aktif menggunakan alat peraga Montessori, begitu juga dengan guru yang diharapkan dapat menguasai cara penggunaan alat peraga Montessori dan memanfaatkannya semaksimal mungkin.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

2.2.1 Alat Peraga Matematika

(49)

33 mengadakan tes pra percobaan dengan memberi soal matematika kepada siswa di mana hanya 81% saja yang nilainya melampaui KKM. Setelah diadakan percobaan dengan menggunakan alat peraga manik-manik emas dan lidi, ternyata hasilnya meningkat pesat. Seratus persen siswa memperoleh nilai melebihi KKM. Dengan demikian, penggunaan alat peraga manik-manik emas dan lidi mampu meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas II SD Negeri Kalinegoro.

Putri (2013) melakukan penelitian tentang pengembangan alat peraga Montessori untuk keterampilan geometri siswa kelas III SD. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III SDN Tamanan Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan alat peraga Montessori yang berkualitas untuk pembelajaran geometri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (R&D), dan di akhir penelitian dilakukan uji lapangan terbatas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian dari pakar pembelajaran matematika, pakar alat peraga matematika, guru kelas III SDN Tamanan I, dan siswa kelas IIIA SDN Tamanan I memperoleh rerata skor 4,4 dan termasuk

kategori “sangat baik”. Dengan demikian, alat peraga yang dikembangkan

memiliki kualitas yang sangat baik untuk digunakan dalam pembelajaran matematika keterampilan geometri kelas III semester genap. Penelitian yang dilakukan oleh Putri dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi geometri. Hal ini menunjukkan bahwa alat peraga memiliki manfaat yang baik untuk siswa dalam menangkap materi pembelajaran.

2.2.2 Metode Montessori

Gambar

Tabel 3.1 Perencanaan Observasi......................................................................
Gambar 2.2 Bagan Proses Terjadinya Perilaku  ................................................
Gambar 2.1 Alat Peraga Bola Penjumlahan secara keseluruhan
Gambar 2.2 Bagan proses terjadinya perilaku
+3

Referensi

Dokumen terkait

Keterkaitan ergonomi organisasi dengan motivasi kerja yaitu organisasi sebagai wadah bagi para pegawai melakukan aktivitas pekerjaan dapat menjadi pendorong atau penarik bagi

Sedangkan CAR di BPR BKK Ungaran awal merger minus 2,03 persen hal tersebut terjadi karena modal habis untuk menutup kerugian karena kredit macet dan kekurangan PPAP, tetapi

Simulasi sistem antar modem konfigurasi yang ditunjukkan pada jika dikondisikan pada kondisi ad hoc , jika node 1 akan menghubungi node 3 yang tidak dalam

Seperti telah diuraikan di atas, untuk membuat resistor dalam sistem elektronika- mikro, pada prakteknya kita dapat membuat “jendela” pada lapisan silikon dioksida yang

Hasil yang diperoleh dari faktor Risk Profile dari penilaian risiko kredit dengan menggunakan rasio NPL pada tahun 2011 Bank Mandiri berada pada kategori baik

Menyusun rencana dan program kerja Seksi Analisa dan Pelaporan, sesuai dengan kebijakan dan arahan dari kepala bidang perencanaan meliputi : Perkembangan Target, Evaluasi

Jadi dapat dikatakan bahwa pelanggan adalah seseorang yang secara kontinu dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu

Bagaimana bisa terjadi satu gerbong penumpang bisa tetap utuh dan lolos dari terkaman maut kemudian tetap meluncur sepanjang jalur rel kereta api ?sampai stasiun dan berhenti