• Tidak ada hasil yang ditemukan

Written by Djoko Sukartono Monday, 14 November :12 - Last Updated Tuesday, 15 November :26

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Written by Djoko Sukartono Monday, 14 November :12 - Last Updated Tuesday, 15 November :26"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

?

Peristiwa yang saya tulis ini terjadi sudah hampir setengah abad yang lalu. Suatu pengalaman yang langka, mendebarkan, mencekam bagi yang mengalami, sewaktu Kereta Api yang kami tumpangi terguling didaerah perbukitan Cipatat, Jawa Barat

?

Tahun 1963 kala itu ?masih berstatus sebagai Sersan Mayor Taruna, bagi kami yang di Bumi Panorama Bandung masa itu rasanya sudah menjadi orang hebat di lingkungan Corps Taruna. Maklum karena sudah menjadi ?Senior.

Di pertengahan tahun itu kami dapat ijin weekend dan boleh keluar kota Bandung. Kesempatan ini akan kita manfaatkan untuk refreshing. Kebetulan kawan kita Sudarjat N.A (Czi) mengajak saya dan kawan Gunawan Haris (Czi) untuk bersama-sama ke rumah orang tuanya di Bogor.

Kami sepakat berangkatnya dari Bandung akan naik kereta api (waktu itu masih ada rangkaian kereta api kelas ekonomi dari Bandung ke Bogor lewat Sukabumi). Berangkatnya dari stasiun Bandung kira-kira jam 15.00. Hari Sabtu sesudah apel siang kami bertiga segera berangkat ke stasiun kereta api Bandung. Ternyata keretanya sudah siap dan penumpangnya sudah

berjubel. Saya dan Gunawan Haris naik gerbong paling depan, persis di belakang lokomotif. Sudarjat mula-mula naik ke gerbong kedua yang posisinya persis di belakang gerbong kami. Menjelang kereta berangkat saya dan Gunawan mengajak dia bergabung di gerbong kami. Walaupun gerbong sudah penuh, kami bertiga tetap berdekatan.

?

(2)

Kemudian kereta mulai bergerak maju tanpa hambatan melewati halte Cimahi, Padalarang. Selanjutnya merayap di perbukitan menuju halte Togogapu. Di halte ini kereta berhenti agak lama untuk mengisi air bersih. Kemudian kereta berangkat lagi menuhu halte Cipatat. Jalan kereta api berkelok-kelok menuruni lereng perbukitan.

?

Sewaktu meninggalkan halte Togogapu kereta berjalan normal. Namun beberapa menit kemudian terasa kecepatannya bertambah. Saya pikir karena jalannya menuruni lereng bukit. Tetapi kemudian terasa gerbong bergoncang makin keras. Tidak hanya naik turun malah terasa goyangnya juga ke kanan dan ke kiri, batu-batu kecil beterbangan dikiri kanan

gerbong.?Akibatnya barang-barang/bagasi yang ditaruh di rak bagasi atas mulai ada yang terpental jatuh ke lantai gerbong.

Naluri saya merasakan ada yang tidak beres dengan kereta api yang jalannya kayak orang mabuk ini. Penumpang mulai panik, terutama wanita banyak yang menangis dan menjerit ketakutan. Sebagian penumpang laki-laki tampak pucat dan berdoa di tempat duduknya. Terdengar suara penumpang yang meneriakkan asma Allah dan memohon pertolongannya. Saya dan kawan-kawan ikut menjadi tegang dan mungkin muka kami pun pucat. Dari pintu belakang gerbong yang terbuka saya bisa melihat rangkaian gerbong di belakang juga bergoyang kayak orang mabuk.

Beberapa detik kemudian saya lihat gerbong paling belakang mental keluar dari rel kereta dan terguling. Saya menyadari bahaya maut bisa terjadi pada penumpang di gerbong-gerbong di rangkaian kereta api ?itu bila terguling keluar dari rel. Dalam kondisi kritis seperti itu, saya ingat nasehat instruktur di Akademi Militer. Pertama adalah jangan panik, dan bertindak cepat.

Saya lihat di dinding gerbong penumpang ada tulisan rem bahaya. Di situ ada satu lekukan dan ada rantai penariknya. Rantai itu kutarik dengan kuat tetapi ternyata rem tidak berfungsi. Laju kereta api ?tidak berkurang dan goyangan gerbong tetap keras.

(3)

gerbong-gerbong lainnya yang ada di belakang. Kemudian dengan cepat saya melangkah menuju bordes depan dan saya putar alat pembuka kopel sehingga gerbong kami terlepas dari gandengan dengan lokomotif. Setelah terlepas saya lihat lokomotif melaju ke depan

meninggalkan gerbong kami. Beberapa detik kemudian saya lihat lokomotif tersebut tergulling keluar dari rel. Beruntung bagi kami karena badan lokomotif terjatuh di luar jalur rel dan tidak ada bagian lokomotif yang masih ada di atas jalur rel. Maka gerbong kami tetap meluncur lewat di samping lokomotif yang terguling itu.

Sekarang gerbong kami meluncur sendiri meninggalkan lokomotif dan gerbong-gerbong lain yang terkapar di belakang kami. Jalur rel di depan kami mulai landai sehingga laju? gerbong kami pun makin berkurang. Goncangan badan gerbong juga mulai normal. Para penumpang pun mulai tenang walaupun wajahnya masih pucat. Beberapa menit kemudian jalur kereta api ?mulai mendatar dan di depan nampak bangunan stasiun kereta api Cipatat. Kira-kira 100 meter dari statisiun, gerbong kami berhenti sendiri. Para penumpang bergegas turun dari gerbong dan berjalan kaki menuju stasiun. Kami bertiga cepat turun dan mendatangi ruangan Kepala stasiun. Kami laporkan secara singkat terjadinya kecelakaan kereta api ?tersebut dan kami sarankan segera membentuk regu-regu penolong dari petugas stasiun bersama warga masyarakat sekitarnya.

Kemudian saya ajak kawan-kawan untuk menitipkan tas pakaian kami di ruangan kepala stasiun. Kami bertiga segera berjalan menyusuri rel kereta api?ke arah lokasi tergulingnya lokomotif dan gerbong-gerbong penumpang.

Waktu itu sudah menjelang maghrib dan cuaca mulai redup. Kebetulan saya bawa kamera dan bisa memotret lokomotif yang terguling. Kemudian gerbong penumpang dan korban kecelakaan yang terkapar di samping gerbong maupun di sisi jalur kereta api, ?kami berpapasan dengan beberapa korban yang selamat walaupun luka-luka tetapi masih sanggup berjalan kaki

menyusuri jalur rel kereta api ?menuju stasiun. Di jalan setapak kami temukan sebuah tangga bambu tergeletak, kami ambil dan dijadikan tandu darurat.

Kami temukan mayat tentara terkapar di sisi jalur rel kereta api. Sepintas nampak badannya masih utuh. Tetapi waktu kami angkat tampak belakang kepalanya terbelah dan otaknya berserakan. Sepertinya Peltu yang malang itu meloncat dari gerbong dan kepalanya menghantam besi penyangga kabel sinyal k.a.

(4)

Cuaca semakin gelap dan kami tidak membawa lampu penerangan atau obor. Maka kami kembali ke arah stasiun. Kepada Kepala stasiun kami berpamitan untuk melanjutkan perjalanan menuju Bogor. Di pinggir jalan raya kami menunggu kendaraan untuk menumpang. Setelah cukup lama menunggu kami lihat ada truk gandeng menuju ke arah Bogor. Kami hentikan dan kami minta tolong untuk bisa menumpang. Maka kemudian 3 orang SermaTar bermalam

minggu di atas bak truk. Tengah malam kami sampai di Bogor. Pak sopir truk menurunkan kami di dekat istana Presiden.

Kami berjalan kaki menuju rumah orang tua mang Adjat (Sermatar Sudarjat NA). Penjaga rumah terkejut melihat kami datang tengah malam. Orang tua Adjat segera dibangunkan dan mang Adjat menceritakan kejadian kecelakaan kereta api ?yang kami alami. Kemudian saya dan Gunawan Haris dipersilahkan istirahat di kamar yang disiapkan mendadak. Malam itu kami langsung tertidur saking capeknya.

Pagi harinya kami berkumpul di ruang makan. Sambil menikmati sarapan pagi kami bincang-bincang tentang kejadian kemarin dan bersyukur bahwa kami bertiga selamat.

Kemudian bapaknya Adjat mengatakan bahwa nanti sore kami akan diantar dengan kendaraan untuk kembali ke Bandung. Hari itu kami tidak pesiar di kota Bogor tetapi menikmati sejuknya udara kota hujan itu di rumah mang Adjat.

Siangnya kami bertiga diantar kembali ke Bandung dengan jeep Landover, kami melewati jalur-jalur Puncak-Cipanas-Cianjur. Sewaktu lewat dekat stasiun Cipatat kami tidak melihat kesibukan apapun. Barangkali upaya pertolongan (evakuasi) terhadap korban kecelakaan k.a sudah selesai dilaksanakan. Sore hari kami sampai di Bumi Panorama dengan selamat. Kawan-kawan Taruna yang ada di asrama datang berkerumun untuk mendengarkan

pengalaman kami bertiga. Selama beberapa hari sesudah itu berita tentang kecelakaan kereta api?masih menjadi topik pembicaraan di antara kawan-kawan Taruna. Namun kesibukan menghadapi ujian semester akhir membuat kami harus berkosentrasi untuk bisa lulus menjadi Perwira.

Di waktu istirahat kadang-kadang saya merenung sendiri mengingat pengalaman kami bertiga dalam kecelakaan kereta api?di perbukitan Cipatat. Saya merasa di situlah menjadi salah satu bukti kebesaran Allah. Bagaimana bisa terjadi satu gerbong penumpang bisa tetap utuh dan lolos dari terkaman maut kemudian tetap meluncur sepanjang jalur rel kereta api ?sampai stasiun dan berhenti sendiri.

(5)

jangan panik, harus berusaha tetap tenang dan cepat melakukan sesuatu untuk tetap selamat dan terhindar dari bahaya. Dan jangan lupa berdoa kepada Allah memohon pertolonganNya.

Referensi

Dokumen terkait

Melalui kuesioner Nordic Body Map maka akan dapat diketahui bagian-bagian otot mana saja yang mengalami gangguan kenyerian atau keluhan dari tingkat rendah (tidak ada

Menurut Yulianti (2011) keberhasilan suatu kegiatan budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh faktor lahan perairan, oleh karena itu untuk memperoleh hasil yang

Terdapat lima atribut yang menjadi penentu kepuasan anggota terhadap peran kelompok dalam pelaksanaan program KRPL yaitu merencanakan kebutuhan belajar, pengaturan

Sugesti adalah suatu cara membujuk atau mempengaruhi orang lain untuk me- nerima suatu keyakinan atau pendirian tertentu tanpa memberi suatu dasar ke- percayaan yang logis pada

Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan biodiesel di pabrik ini adalah minyak jarak pagar dengan kadar 99% dan metanol dengan kadar 99,85%.Reaksi ini terjadi di

Hasil dari penelitian yang dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat dengan menggunakan metode fungsi kemungkinan maksimum menunjukkan bahwa model famili sebaran

Observasi yang telah dilaksanakan oleh observer menghasilkan refleksi pada siklus I bahwa masih terdapat beberapa anak didik yang tergolong dalam kriteria Mulai Berkembang

Contoh : Dalam Pembayaran ganti kerugian oleh perusahaan asuransi berlaku prisip subrogasi (diatur dalam Pasal 1400 BW) dimana penggantian hak si berpiutang