• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISKUSI MATA KULIAH GEMAR BELAJAR PKPU, ASURANSI & HUKUM LAUT DAGANG. 2. Yunita Octavia Siagian (2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DISKUSI MATA KULIAH GEMAR BELAJAR PKPU, ASURANSI & HUKUM LAUT DAGANG. 2. Yunita Octavia Siagian (2014)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

DISKUSI MATA KULIAH GEMAR BELAJAR PKPU, ASURANSI & HUKUM LAUT DAGANG Pembicara : 1. Befry Sembiring (2012)

2. Alex Coya (2013) Pemateri : 1. Herman Gea (2014)

2. Yunita Octavia Siagian (2014) Moderator : David Pasaribu (2014)

A. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1. PKPU

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disingkat dengan PKPU, Sursence Van Betalling, Suspension of Payment). merupakan suatu lembaga dalam Hukum Kepailitan yang memberikan perlindungan terhadap debitur yang mempunyai kemauan untuk membayar utangnya dan beritikad baik. Melalui pengajuan PKPU, Debitur dapat terhindar dari pelaksanaan likuidasi terhadap harta kekayaan dalam hal Debitur berada dalam keadaan insolven.1

PKPU sesungguhnya merupakan bentuk perlindungan terhadap debitur yang masih beritikad baik untuk membayar hutang-hutangnya kepada seluruh krediturnya. PKPU diatur dalam Pasal 222 s/d Pasal 294 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dalam Pasal 222 ayat (1) disebutkan bahwa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini dapat diajukan oleh:

1. Debitur

Debitur yang mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditur yang tidak dapat, atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

1 Sutan Remy Syahdeini, Hukum Kepailitan, Memahami Faillissesments Verordening Juncto Undang-undang No. 4 Tahun 1998, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002), hal.321.

(2)

atau PKPU, dengan maksud untuk mengajukan Rencana Perdamaian, yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruhnya kepada Kreditur.2

2. Kreditur

Kreditur yang memperkirakan bahwa Debitur tersebut tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon ke Pengadilan Niaga agar kepada Debitur diberi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, untuk memungkinkan si Debitur mengajukan Rencana Perdamaiannya kepada mereka, yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utangnya kepada kreditu-krediturnya.3

3. Pengecualian terhadap, Debitur Bank, Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik,4 maka:

a. Dalam hal debiturnya adalah Bank, maka Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang oleh Kreditur terhadap bank tersebut, atau Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang oleh Debitur bank ini sendiri, hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia5

b. Dalam hal debiturnya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang debitur ini atau oleh krediturnya, hanya dapat diajukan oleh atau melalui Badan Pengawas Pasar Modal6

c. Dalam hal debiturnya adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan public, maka Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang oleh debitur ini atau oleh para krediturnya, hanya dapat diajukan oleh atau melalui Menteri Keuangan.7

Pada dasarnya, maksud dari pemberian PKPU kepada debitur adalah adalah agar si debitur yang berada dalam keadaan Insolven (insolvency), mempunyai kesempatan untuk

2 Pasal 222 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004. 3 Pasal 222 ayat (3) UU No.37 Tahun 2004. 4 Pasal 223 UU No. 37 Tahun 2004.

5 Pasal 2 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 6 Pasal 2 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004. 7 Pasal 2 ayat (5) UU No. 37 Tahun 2004

(3)

mengajukan suatu Rencana Perdamaian, baik berupa tawaran untuk pembayaran utang secara keseluruhan ataupun sebagian atas utangnya, Oleh karena itu, PKPU merupakan kesempatan bagi si debitur untuk melunasi atau melaksanakan kewajibannya atas utang-utang tersebut, sehingga si debitur tersebut tidak sampai dinyatakan pailit. 8

Terkait dengan pengajuan permohonan PKPU, terdapat perkembangan yang cukup menarik dalam pengajuan Permohoan PKPU. Apabila dalam Faillissement Verordening dan dalam UU No. 4 Tahun 1998, permohonan PKPU hanya dapat diajukan oleh debitur maka dalam UU No 37. Tahun 2004, permohonan PKPU dapat diajukan oleh debitur dan kreditur. Hal ini tentu menjadi kajian yang menarik untuk mengetahui mengapa pihak kreditur diberikan kewenangan untuk mengajukan permohonan PKPU padahal yang mengetahui kondisi kesehatan suatu perusahaan hanyalah debitur itu sendiri.

Pemberian kewenangan kepada si kreditur agar dapat memohonkan PKPU bagi debiturnya, membawa arti bahwa utang si debitur dapat terbayarkan kepada kreditur dengan cara yang sesuai dengan kondisi dan situasi si debitur saat itu, dan bila si debitur dan krediturnya beritikad baik, maka harapan kedua belah pihak itu adalah tercapainya Rencana Perdamaian yang dapat mengcover kewajiban debitur dan hak kreditur, yang kemudian apat disetujui secara bersama dalam rapat perdamaian dan dilakukan pengesahan perdamaian itu oleh Pengadilan Niaga (homologasi). 9

Diberikannya kesempatan bagi para kreditur untuk mengajukan permohonan PKPU dalam UU No. 37 Tahun 2004 sebagai bentuk pemberian keadilan dan kepastian hukum bagi kreditur dan debitur telah dilakukan dalam berbagai perkara kepailitan dan PKPU, termasuk diantaranya adalah Putusan No. 05/PKPU/PN.Niaga-Medan, yang diajukan oleh kreditur perusahaan dan debitur perseorangan. Putusan ini menarik untuk dikaji dengan alasan sampai saat ini putusan ini merupakan satu-satunya permohonan PKPU yang diajukan oleh kreditur di Pengadilan Niaga Medan.

8 Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 170.

9 Rachmadi Usman, Aspek-aspek hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka utama,

(4)

2. Syarat Pengajuan PKPU

Syarat pengajuan PKPU ada 2 syarat yakni; adanya 2 kreditur atau lebih, dan utang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, telah menunjukkan adanya unsur keadilan yang dibangun didalamnya. Para kreditur konkuren maupun kreditur lain yang haknya didahulukan, memberi kesempatan kepada Debitur untuk merestrukturisasi utang-utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih sesuai dengan situasi dan kondisi Debitur saat itu, dengan syarat utama dalam PKPU adalah adanya kemauan, itikad baik, dan kooperatif Debitur, dan para kreditur akan mendapatkan pembayaran utang sesuai dengan proporsi piutangnya (prinsip dari Pari Passu Prorate Parte).10

3. Perbedaan PKPU dengan Kepailitan

No PKPU KEPAILITAN

1 Adanya debitur tertunda Adanya debitur Pailit

2 Adanya Rencana Perdamaian yang sudah tersusun

Tidak diwajibkan ada Rencana Perdamaian

3 Adanya pengurus (Bewind Voerde) Adanya curator (Weeskamer)

B. Asuransi

Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung,dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.11 Sesuai dengan definisi tersebut adalah merupakan unsur-unsur asuransi; Perjanjian, premi, dan peristiwa yang belum tentu akan terjadi.

10 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2006), hal. 162.

(5)

Ketentuan mengenai asuransi diatur dalam buku Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Ada juga yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) namun hanya mengenai kontraknya saja yang mengatakan bahwa asuransi sebagai perjanjian bernama dalam kategori perjanjian untungan (kans opvenering koms). “Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah: Perjanjian pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang.”.12

Istilah Asuransi

Bahasa Belanda

Bahasa Inggris

Bahasa Indonesia

Verzekering (Pertanggungan)

:

1. Verzekeraar

(Penanggung)

2. Verzekerde

(Tertanggung)

Insurance(Pertanggungan):

1. Insurer (Penanggung)

2. Insured

(Tertanggung)

Pertanggungan :

1. Penanggung

2. Tertanggung

Assurantie

Assurance

Asuransi

2.Defenisi Asuransi atau Pertanggungan

Defenisi asuransi menurut Prof. Mark.R.Green adalah suatu lembaga ekonomi yang bertujuan mengurangi resikio, dengan jalan mengkombinasikan dalam suatu pengelolaan sejumlah objek yang cukup besar jumlahnya, sehungga kerugian tersebut seara menyeluruh dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu.

a. Menurut Pasal 1 butir 1 UU No.40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian menyebutkan bahwa “Asuransi adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransisebagai imbalan untuk memberikan penggantian dan pembayaran”.

b. Menurut pasal 246 KUHD :”Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diiharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu

evenemen

.”

(6)

Berdasarkan defenisi pasal 246 KUHD, maka dalam asuransi terdapat unsur-unsur, yaitu :

1. Pihak-pihak

Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi yaitu penanggung dan tertanggung. Pihak penanggung adalah pihak yang berjanji akan membayar sejumlah santunan kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur. Sedangkan Pihak tertanggung adalah pihak yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak penanggung, sekaligus atau berangsur-angsur.

2. Status Pihak-pihak

Penanggung harus berstatus sebagai badan hukum yang dapat berbentuk PT, Persero atau Koperasi. Sedangkan tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik sebagai perusahaan maupun bukan perusahaan dan dimana tertanggung berstatus sebagai pemilik atau pihak yang berkepentingan atas harta yang diasuransikan.

3. Objek Asuransi

Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada benda, dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian.

4. Peristiwa Asuransi

Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum (

legal act

) berupa persetuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dan tertanggung mengenai objek asuransi, eristiwa yang tidak pasti (

evenemen

) yamg mengancam benda asuransi, dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi. Kesepakatan bebas tersebut dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta yang disebut

polis.

Polis ini merupakan satu-satunya alatyang dipakai sebagai bukti telah terjadi asuransi.

5. Hubungan Asuransi

Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertangung adalah keterikatan (

legally bound

) yang timbul karena persetujuan dan kesepakatan bebas.

B. Tujuan Asuransi

Menurut Prof. Emmy Pangaribuan Simanjuntak,S.H.,asuransi mempunyai tujuan yaitu yang pertama-tama adalah mengalihkan segala resiko yang ditimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak diharapakan terjadi kepada orang lain yang mengambil resiko untuk mengganti kerugia

Dalam Buku Prof. Abdulkadir Muhammad,S.H yang berjudul Hukum Asuransi Indonesia (Hal.12-16 cetakan Ke-4) menjelaskan bahwa ada beberapa tujuan dari koperasi diantaranya adalah :

(7)

1. Teori Pengalihan Resiko

Menurut teori pengalihan resiko (risk transfer theory), tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Dalam hal ini untuk menghilangkan beban resiko tersebut, pihak tertanggung berupaya mencari jalan yaitu dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung) sejak itu pula resiko beralih kepada penanggung.

2. Pembayaran Ganti Kerugian

Jika suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian atau resiko berubah menjadi kerugian, maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian yang besarnya seimbang dengan julah asuransinya. Dalam prakteknya kerugian yang timbul tersebut dapat bersifat sebagian yang disebut

partial loss,

tidak semuanya berupa kerugian total atau

total loss.

Dengan demikian, tertangung mengadakan asuransi yang bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sunguh-sungguh dideritanya.

Contoh : Dalam Pembayaran ganti kerugian oleh perusahaan asuransi berlaku prisip subrogasi (diatur dalam Pasal 1400 BW) dimana penggantian hak si berpiutang (tertanggung) oleh seorang pihak ketiga (Penanggung atau pihak asuransi) yang membayar kepada si berpiutang (kreditur) terjadi baik karena persetujuan dan maupun persetujuan UU.

3. Pembayaran Santunan

Asuransi kerugian dan asuransi jiwa dilaksanakan melalui perjanjian bebas atau sukarela antara penanggung dan tertanggung. Dalam hal ini UU juga mengatur asuransi yang bersifat wajib (

compulsory insurance)

yang artinya tertanggung terikat dengan penanggung karena perintah UU dan bukan karena perjanjian. Asuransi jenis ini disebut sebagai asuransi sosial (

social security insurance)

. Dimana asuransi sosial ini bertujuan melindungi masyarakat dari bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh. Dengan membayar sejumlah kontribusi semacam premi, tertanggung berhak memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya. Contoh : Tertanggung yang terikat hubungan kerja yang naik angkutan umum. Apabila mereka mendapat musibah kecelakaan dalam pekerjaannya atau selama angkutan berlangsung, mereka (atau ahli warisnya ) akan memperoleh pembayaran santunan dari penanggung (BUMN), yang jumlahnya telah ditetapkan oleh UU.

4. Kesejahteraan Anggota

Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung, sedangkan anggota perkumpulan berkedudukan sebagai tertanggung. Asuransi ini merupakan asuransi saling menanggung (

onderlinge verzekering

) atau

(8)

asuransi usaha bersama (

mutual insurance)

yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anggota.

Contoh : Apibila terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota yang selanjutnya disebut sebagai tertanggung, maka perkumpulan tersebut akan membayar sejumlah uang kepada anggota tertanggung yang bersangkutan.

3. Prinsip Dasar Asuransi

Ada beberapa prinsip-prinsip dasar yang harus dipenuhi oleh lembaga atau perusahaan yang bergerak di bisnis asuransi adalah:

1.

Insurable Interest

adalah hak untuk mengasuransikan yang timbul dari suatu hubungan keuangan antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum.

2.

Utmost Good Faith

adalah suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan

lengkap semua fakta yang materialatau

material fact

mengenai sesuatu yang akan diasuransian baik diminta maupun tidak. Artinya adalah si penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat atau kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas objek atau kepentingan yang harus di pertanggungkan.

3.

Indemnity

adalah suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (Pasal 252-253 dan dipertegas dalam Pasal 278 KUHD)

4.

Subrogation

adalah Pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar.

5.

Contribution

adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan

indemnity.

4

. Dasar Hukum Asuransi

a. Pengaturan dalam KUHD

Dalam KUHD ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi yaitu, pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I Bab 9 Pasal 246-286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun yang diatur di luar KUHD, kecuali jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal 592-695 KUHD dengan rincian sebagai berikut :

(9)

a. Asuransi kebakaran Pasal 287-Pasal 298 KUHD; b. Asuransi hasil pertanian Pasal 299-Pasal 301 KUHD; c. Asuransi jiwa Pasal 302-Pasal 308 KUHD;

d. Asuransi pengankutan laut dan perbudakan Pasal 592-Pasal 685 KUHD;

e. Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman Pasal 686-Pasal 695 KUHD.13

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 yang disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian;14

c. Undang-Undang Asuransi tentang:

a. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib kecelakaan Penumpang dan PP Nomor 17 Tahun 1965;15

b. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan.16 C. Hukum Laut Dagang

1. Pengertian

Hukum laut terdiri dari dua kata yakni hukum dan laut. Jadi hukum laut adalah hukum yang mengenai laut, baik bersifat publik, maupun bersifat ke perdataan . Hukun laut bersifat publik kalau menyangkut masalah umum, sebaliknya hukum laut bersifat perdata apabila menyangkut perseorangan. Khusus mengenai pengangkutan laut tidak dijumpai definisinya dalam KUHD. Namun dalam PP No. 17 tahun 1988 di jumpai mengenai pengangkutan laut. “Setiap kegiatan pelayaran yang menggunakan kapal laut untuk mengangkut penumpang, barang dan atau hewan untuk satu perjalanan atau lebih dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain antara beberapa pelabuhan”17. Berkaitan dengan pengaturan pengangkutan laut, pada awalnya hanya di atur dalam KUHD buku II, Bab V karena KUHD ini merupakan warisan dari Hindia Belanda, namun kemudian di ganti dan di sempurnakan pada tanggal 17 september 1992 dengan UU No. 21 tahun 1992 tentang pelayaran.

2. Sejarah perundang-undangan laut

Sejarah perundang-undangan laut dan peraian darat, sebagai yang telah di atur dalam buku kedua KUHD, di mulai sebelum berlakunya S. 1933-47 jis 38- dan 2 yang mulai berlaku pada 1 april 1938. Sebelum berlakunya undang-undang tersebut, perkembangan perundang-undangan

13 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

14 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian; 15

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib kecelakaan Penumpang dan PP Nomor 17 Tahun 1965;

16

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan.

17

(10)

pelayaran laut dan perairian mengikuti jalannya sejarah perundang-undangan tentang pelayaran laut dan darat di negeri belanda. Sebab menurut pasal 131 I.S.perundang-undangan hukum dagang itu selalu konkordansi dengan perundang-undangan di negeri belanda, sejarah perundang-undangan tersebut berhenti pada saat di undangkannya 1848-23, tgl 30 april 1847 yang mulai belaku pada 1 mei 1848. Staatbla tersebut berlaku di inonesia, yaitu kitab undang-undang hukum dagang (KUHD ).

3. Jenis- jenis Pengangkutan Laut

Ada empat macam pelayelenggaraan pengangkutan laut, baik menurut PP 17 tahun 1988 tentang penyelenggaraan Pengangkutan Laut maupun menurut UU No. 21 tahun 1992 tentang pelayaran.

a. Pelayaran Dalam Negeri

Menurut PP No. 17 tahun 1988, pelayaran dalam negeri merupakan kegitan angkutan laut antar pelabuhan di indonesia yang di lakukan secara tetap dan teratur dan/ atau dengan pelayaran yang tidak tetap dan tidak teratur dengan menggunakan jenis kapal. Selanjutnya, pasal 73 UU no. 21 tahun 1992 menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayaran laut dalam negeri ini di lakukan dengan menggunakan kapal berbendera inonesia dan kapal berbendera asing yang di oprasikan oleh badan hukum indonesia slama keadaan tertentu dalam memenuhi persyaratkan yang di tetapkan oleh pemerintah.

b. Pelayaran Rakyat

Menurut PP No. 17 tahun 1988, pelayaran rakyat merupakan kegiatan angkutan laut khusus untuk barang atau hewan antar pelabuhan di indonesia dengan menggunakan kapal layar motor sesuai dengan persyaratan di antaranya: 1. Dilakukan oleh perusahaan dalam salah satu badan usaha, termasuk koprasi. 2. Memiliki unit usaha perahu layar atau kapal motor dengan ukuran sampai dengan 850 m3 isi kotor atau kapal motor dengan ukuran sampai 100m3. Sementara itu, pasal 77 UU No. 21 tahun 1992 mengatakan bahwa pelayaran rakyat sebagai usaha rakyat yang bersifat tradisional merupakan bagian dari usaha angkutan peraiaran, mempunyai peranan yang penting dan karakteristik sendiri.

c. Pelayaran Perintis

Menurut pasal 84 UU No. 21 1992 pelayaran perintis ini berupa angkutan perairan yang menghubungkan daerah –daerah terpencil dan belum berkembang. Adapun sebagai penyelenggara adalah pemerintah. Mengenai pelayaran perintis ini, PP No. 17 tahun 1988 menyatakan bahwa perlayaran perintis merupakan kegiatan angkutan laut yang dilakukan secara tetap dan teratur.

d. Pelayaran Luar Negeri

Pelayaran luar negeri merupakan pelayaran samudra sebagai kegiatan angkutan laut ke atau dari negeri yang di lakukan secara tetap dan teratur atau dengan pelayaran tidak tetap

(11)

dan tidak menggunakan semua jenis kapal (pasal 9 ayat (5) PP No. 17 tahun 1988). Pelayaran luar negeri ini, menurut UU No. 21 tahun 1992, dilakukan oleh badan hukum Indonesia yang menurut UU No. 1 tahun 1985 berbentuk perseroan terbatas dan/atau perusahaan asing . 4. Pihak-pihak dalam Pengangkutan Laut

a. Pengangkutan

Mengenai pengangkutan tidak di jumpai definisinya dalam kitab undang-undang hukum dagang (KUHD). Namun, menurut HMN. Poerwosutjipto (1985 : 4), pengangkutan adalah orang yang mengikat diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan teretentu dengan selamat.

b. Pengiriman Barang

Pengirim belum tentu pemilik barang, sering kali dalam praktik pengirim adalah ekspiditur atau perantara lain dalam bidang pengangkutan. Pasal 86 ayat (1) menyatakan bahwa ekspeditur adalah orang yang pekerjaannya menyuruh orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang, karena merupakan perantara, ada dua jenis perjanjian yang perlu di buat oleh ekspeditur, yaitu sebagai berikut ;

» Perjanjian yang di buat oleh ekspeditur dengan pengirim disebut dengan perjanjian ekspedisi, yaitu perjanjian timbal balik antara ekpeditur dengan pengirim, dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencari pengangkut yang baik bagi si pengirim, sedangkan si pengirim mengikat diri untuk membayar profesi kepada ekpeditur.

»Perjanjian antara ekpeditur atas nama pengirim dengan pengangkut di sebut perjanjian pengangkutan, Selain ekspeditur dan pengagkutan laut, di kenal pula pihak-pihak yang terkait lainya, yaitu sebagai berikut :

a.Pengatur Muatan

Pengatur muatan atau juru padat adalah orang yang tugasnya menetapkan tempat di mana suatu barang harus di simpan dalam ruang kapal. Pengatur muatan ini merupakan perusahaan tersendiri dan mempunyai anak buah sendiri. Dengan demikian pengatur muatan terlepas dari perusahaan pengangkut/pemilik kapal namun dalam melaksanakan tugasnya di kapal pengangkut, pengatur pengatur muatan harus tunduk pada aturan yang ada di kapal (pasal 321 KUHD).

b.Per-Veem-An/Ekspedisi Muatan Laut

Per-Veem-An dan ekspeitur muatan laut adalah dua jenis perusahaan yang biasa terkait dalam proses pengangkutan barang dan lazim ada dalam praktik pengangkutan laut di indonesia. Kedua jenis perusahaan ini di atur bersamaan dalam PP No. 2 tahun 1969 tentang penyelenggaraan dan pengusahaan angkutan laut. Menurut pasal 1 PP no. 2 tahun 1969 yang di maksud dengan Per-Veem-An adalah “usaha yang ditujukan kepada penumpang dan

(12)

penumpukan barang-barang yang dilakukan dengan mengusahakan gudang-gudang, lapangan-lapangan, dimana di kerjakan dan disiapkan untuk diserahkan kepada perusahaan pelayaran untuk dikapalkan, yang meliputi antara lain kegiatan ekspedisi muatan, pengepakan, pengepakan kembali, sortasi, penyimpanan, pengukuhan, penendaan dan lain-lain pekerjaan yang bersifat teknis ekonomis yang di perlukan perdagangan dan pelayaran.”

c. Penerima

Kedudukan penerima dalam pengangkutan barang adalah sebagai pihak yang menerima barang –barang, yang tercantum dalam konosemen. Kedudukan ini timbul karena sebagimana yang telah kemukakan bahwa kewajiban pengangkut adalah menyerahkan barang yang di angkut kepada penerima. Dalam hal ini, mengenai penerima ada dua kemungkinan yaitu sebagai berikut :

1. Penerima adalah juga pengirim barang 2. Penerima adalah orang lain yang di tunjuk 4. Sarana Penunjang Pengangkutan Laut Kapal

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Pemakaian 2 parameter dari Snyder tidak cukup akurat untuk dimodelkan di lokasi penelitian, sehingga untuk menyesuaikan model hidrograf tersebut dikombinasikan dengan

Unsur utama dari biaya yang pertama adalah biaya bahan baku, bahan baku yang digunakan dalam pembuatan ayam goreng HCC dan ayam goreng OR periode 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu aplikasi perangkat lunak yang dikemas dalam bentuk CD dengan memanfaatkan teknologi multimedia sebagai media promosi yang valid

Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur

Dalam prinsip ini (1) nasabah bertindak sebagai ṣ āhib al-māl atau pemilik dana dan bank bertindak sebagai mudhārib atau pengelola dana, (2) bank dapat melakukan

Ta je podudarnost teza o “obi č nosti” kulture ovdje postavljena tek kao metonimija jer je na zna č ajnije veze i otvorena pitanja koja doti č u problem marksisti č kih

pertama , memungkinkan terjadinya pergantian pemerintah secara damai dan tertib; kedua , kemungkinan lembaga negara berfungsi sesuai dengan maksud UUD 1945; dan

[r]