• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Karyawan Operasional terhadap

Dalam dokumen Oleh SELLY RACHMALIA H (Halaman 63-79)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5. Analisis Persepsi Karyawan Operasional PT Jasa

4.5.1 Persepsi Karyawan Operasional terhadap

Persepsi karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi terhadap pengaruh pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO), dilakukan untuk mengetahui bagaimana penilaian karyawan terhadap pelaksanaan kinerja gardu operasional sebelum pelaksanaan GTO yang berkaitan dengan kelancaran arus lalu lintas kendaraan pada saat bertransaksi di gerbang tol. Hasil persepsi karyawan operasional terhadap pelaksanaan GTO dapat dilihat pada Tabel 14.

a. KTME tersangkut pada CSD

Persepsi karyawan operasional terhadap Kartu Tanda Masuk Elektronik yang tersangkut pada Contactless Smartcard Dispenser dapat dilihat pada Tabel 15. Menurut karyawan operasional, penutupan gardu pernah dilakukan sebelum pelaksanaan GTO, akibat KTME yang tersangkut pada CSD (skor rataan sebesar 3,52).

52

Tabel 14. Persepsi Karyawan Operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi terhadap Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis

Pernyataan Skor Nilai Skor Rataan Keterangan STS = 1 TS = 2 CS = 3 S = 4 SS = 5 n % n % n % n % n % a. K T M E t er sa n g k u t C S D

Penutupan gardu pernah dilakukan karena GTO mengalami gangguan

30 50,0 28 46,67 2 333 3,52 Setuju

Kartu Tanda Masuk Elektronik (KTME) masih sering tersangkut pada CSD

4 6,66 41 68,34 15 25,0 3,18 Cukup Setuju

Automatic Line Banner (ALB)

akan selalu terbuka secara otomatis bersamaan dengan KTME yang diambil oleh pemakai jalan tol

1 1,67 11 18,34 46 76,66 2 3,33 3,08 Setuju b . K er u sa k an C S D

GTO telah berfungsi dengan

baik, tanpa perlu diawasi 10 16,67 32 53,33 17 28,33 1 1,67 3,14

Cukup Setuju Pelaksanaan GTO dapat dengan

mudah digunakan pemakai jalan tol

15 25,0 36 60,0 9 15,0 3,90 Setuju

Contacless Smart Dispenser

(CSD) sering mengalami gangguan

1 1,67 42 70,0 17 28,33 3,26 Cukup Setuju Badge Dinas selalu terbaca

dengan baik oleh Contact

Smartcard Terminal (CST) 1 1,67 21 35,0 38 63,33 3,61 Setuju c. K et er b at as an j u m la h g ar d u

Keberadaan GTO mengurangi antrian lalu lintas pada gardu masuk

27 45,0 30 50,0 3 5,0 3,60 Setuju

Keberadaan GTO mengurangi antrian lalu lintas pada gardu keluar

28 46,67 24 40,0 8 13,33 2,66 Cukup Setuju Keberadaan GTO membantu

mengurangi keluhan pemakai jalan tol mengenai pelayanan bertransaksi

19 31,67 33 55,0 8 13,33 3,81 Setuju

Keberadaan GTO menjadi solusi keterbatasan jumlah gardu

9 15,0 21 35,0 26 43,34 4 6,66 3,41 Setuju

Keberadaan GTO menjadi solusi keterbatasan petugas pengumpul tol 1 1,67 16 26,66 37 61,67 6 10,0 3,79 Setuju d . T id ak a d a k eb ij ak an m em b an g u n g ar d u

Pelaksanaan GTO perlu diterapkan juga pada gardu keluar

2 3,33 31 51,67 25 41,67 2 3,33 3,43 Sangat Setuju Pembangunan GTO baru selain

untuk golongan kendaraan I 7 11,67 46 76,66 7 11,67 3,99 Setuju GTO masih dapat dimodifikasi

kembali agar lebih modern 5 8,33 31 51,67 24 40,0 4,31

Sangat Setuju Pelaksanaan GTO perlu

diterapkan juga pada gardu keluar

2 3,33 31 51,67 25 41,67 2 3,33 3,43 Sangat Setuju Jumlah Skor Rataan 3,65 Setuju

53

Tabel 15. Persepsi Karyawan Operasional terhadap KTME Tersangkut CSD

CSD merupakan alat untuk menulis golongan dan gerbang asal kendaraan pada gardu masuk. Artinya, sebelum pelaksanaan GTO, penutupan gardu pernah dilakukan pada saat volume kendaraan sedang padat yang mengakibatkan antrian panjang pada gardu. Menurut karyawan operasional, KTME masih cukup sering tersangkut pada CSD (skor rataan sebesar 3,18). Artinya sebelum pelaksanaan GTO, KTME cukup sering tersangkut pada CSD, akibat kondisi KTME yang sudah rusak namun masih tetap digunakan. Hal ini terjadi karena tidak adanya prosedur pemeriksaan secara khusus.

Upaya yang dilakukan Gugus untuk mengatasi masalah tersebut, maka dilakukan sistem penyortiran dan distribusi Kartu Tanda Masuk Elektronik (KTME) serta melakukan perawatan dan pemeriksaan KTME secara rutin oleh petugas pengumpul tol. Sistem penyortiran KTME terdiri kedalam tiga kategori yaitu ready, repair dan reject. Ciri kategori KTME Ready yaitu kartu dalam kondisi fisik tidak terkelupas, tidak sobek, kartu tidak patah, permukaannya rata, tidak ada kotoran yang menempel dan nomer serial lengkap. Ciri kategori KTME Repair yaitu kartu dalam kondisi kotor, terkelupas, nomer seri tidak lengkap dan gambar cover kartu yang tidak jelas dan perlu diperbaiki. Ciri kategori Reject yaitu kartu tidak dapat terbaca oleh Contactless Smartcard Dispenser (CSD), permukaan kartu tidak rata dan kartu patah. Untuk lebih jelasnya, gambaran KTME, CSD dan ALB dapat dilihat pada Gambar 5.

Faktor Skor Rataan Keterangan

a. K T M E t er sa n g k u t p ad a C S D

Penutupan gardu pernah dilakukan karena

GTO mengalami gangguan 3,52 Setuju Kartu Tanda Masuk Elektronik (KTME)

masih sering tersangkut pada CSD 3,18

Cukup Sering

Automatic Line Banner (ALB) akan selalu

terbuka secara otomatis bersamaan dengan KTME yang diambil oleh pemakai jalan tol

3,80 Setuju

54

Gambar 5. Contactless Smartcard Dispenser, Kartu Tanda Masuk Elektronik,Automatic Line Banner

Persepsi karyawan operasional dengan skor rataan sebesar 3,80 menyatakan bahwa Automatic Line Banner (ALB) akan selalu terbuka secara otomatis bersamaan dengan Kartu Tanda Masuk Elektronik yang diambil oleh pemakai jalan tol. Artinya, apabila KTME mengalami gangguan secara otomatis ALB tidak dapat membuka sendiri, sehingga hal ini yang mengakibatkan antrian panjang kendaraan pada gardu. ALB merupakan alat yang berfungsi untuk membuka lajur ketika transaksi pada gardu masuk dimulai dan menutup lajur saat kendaraan melewatinya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa, keberadaan Gardu Tol Otomatis menurut karyawan operasional telah membantu mengatasi masalah antrian kendaraan di gardu, akibat Kartu Tanda Masuk Elektronik sering yang tersangkut pada Contactless Smartcard Dispenser (CSD) dengan jumlah skor rataan sebesar 3,50.

b. CSD rusak

Persepsi karyawan operasional terhadap kerusakan pada CSD dapat dilihat pada Tabel 16. Menurut karyawan operasional, Gardu Tol Otomatis (GTO) sudah cukup berfungsi dengan baik tanpa perlu diawasi (skor rataan sebesar 3,24). Artinya, karyawan operasional menilai pengawasan terhadap GTO masih perlu dilakukan, meskipun sesuai dengan fungsi GTO yang bekerja secara otomatis tanpa perlu diawasi oleh petugas pengumpul tol. Pengawasan dilakukan, untuk menghindari apabila terjadi kerusakan pada GTO yang dapat

55

menyebabkan terganggunya transaksi tol dan antrian kendaraan. Menurut karyawan operasional, pelaksanaan GTO dapat dengan mudah digunakan pemakai jalan tol (skor rataan sebesar 3,90). Artinya, karyawan operasional berpendapat bahwa pengguna jalan tol saat ini sudah paham akan kinerja Gardu Tol Otomatis yang dinilai lebih cepat dan praktis.

Sebelum pelaksanaan Gardu Tol Otomatis, menurut karyawan operasional CSD cukup sering mengalami gangguan akibat terlalu sering terkena sinar matahari (skor rataan sebesar 3,26). Artinya, keberadaan GTO cukup membantu mengatasi CSD yang rusak. Kerusakan pada Contactless Smartcard Dispenser terjadi akibat CSD sering tertimpa sinar matahari, sehingga card reader yang tidak dapat berfungsi dengan baik untuk membaca dan mengeluarkan Kartu Tanda Masuk Elektronik. Akibat kejadian tersebut, berdampak pada antrian yang panjang pada gerbang tol. Solusi yang dilakukan Gugus untuk CSD rusak akibat terkena sinar matahari, maka dibuat penutup CSD dan menyiapkan Contactless Smartcard Terminal (CST) untuk mengatasi apabila CSD rusak karena penyebab lain. CST merupakan alat pembaca kartu identitas dinas (Bagde) bagi karyawan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi, khususnya Kepala shift dan Pengumpul tol.

Kartu Dinas atau Badge Dinas, menurut karyawan operasional selalu terbaca dengan baik oleh CST (skor rataan sebesar 3.61). Setelah pelaksanaan GTO, Contactless Smartcard Terminal dapat membaca Badge Dinas dengan baik, sehingga CST dapat mengatasi apabila CSD mengalami kerusakan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa, karyawan operasional setuju dengan keberadaan Gardu Tol Otomatis yang dapat mengatasi masalah kerusakan CSD, dengan jumlah skor rataan sebesar 3,47. Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO) dinilai penting, karena kerusakan pada Contactless Smartcard Dispenser (CSD) membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan perbaikan, sehingga mengakibatkan antrian di gardu.

56

Tabel 16. Persepsi Karyawan Operasional terhadap CSD Rusak

d. Keterbatasan jumlah gardu

Permasalahan jumlah gardu yang terbatas berkaitan erat dengan tidak adanya kebijakan membangun gardu baru, sehingga perlu mengoptimalisasi pemanfaatan gardu operasional yang ada. Persepsi karyawan operasional terhadap keterbatasan jumlah gardu dapat dilihat pada Tabel 18. Menurut karyawan operasional, keberadaan Gardu Tol Otomatis (GTO) mengurangi antrian lalu lintas pada gardu masuk (skor rataan 3,60). Artinya, karyawan menilai setuju bahwa pelaksanaan GTO mampu mempercepat transaksi tol dari waktu Standar Pelayanan Minimum yang ditetapkan yaitu selama tujuh detik, menjadi rata-rata tiga detik.

Keberadaan Gardu Tol Otomatis, menurut karyawan operasional dapat mengurangi antrian lalu lintas pada gardu keluar (skor rataan sebesar 2,66). Artinya pelaksanaan GTO mampu mempercepat transaksi tol dari waktu Standar Pelayanan Minimum yang ditetapkan yaitu selama 11 detik, menjadi rata-rata 7 detik. Menurut karyawan operasional, keberadaan Gardu Tol Otomatis membantu mengurangi keluhan pemakai jalan tol mengenai pelayanan bertransaksi (skor rataan sebesar 3,81). Artinya, keluhan pelanggan terhadap antrian panjang pada gardu tol telah diatasi dengan keberadaan GTO yang dapat mempercepat proses transaksi. Keberadaan Gardu Tol Otomatis, menurut karyawan operasional menjadi solusi terhadap keterbatasan jumlah gardu yaitu dengan skor rataan 3,41.

Faktor Skor Rataan Keterangan

b . C S D r u sa k

GTO sudah berfungsi dengan baik,

tanpa perlu diawasi 3,14

Cukup Setuju Pelaksanaan GTO dapat dengan mudah

digunakan pemakai jalan tol 3,90 Setuju

Contacless Smart Dispenser (CSD)

sering mengalami gangguan 3,26

Cukup Sering Badge Dinas selalu terbaca dengan baik

oleh Contact Smartcard Terminal (CST) 3,61 Setuju Jumlah 3,47 Setuju

57

Tabel 17. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Keterbatasan Jumlah Gardu

Keberadaan GTO menurut karyawan operasional menjadi solusi keterbatasan petugas pengumpul tol (skor rataan sebesar 3,79), karena selama ini kebutuhan akan petugas pengumpul tol di PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi masih kurang, sehingga perusahaan lebih memilih untuk melakukan outsourching petugas pengumpul tol. Hal ini dilakukan perusahaan, karena tidak adanya kebijakan menambah petugas pengumpul tol, serta keterbatasan biaya untuk merekrut karyawan baru. Secara umum dapat disimpulkan bahwa, menurut karyawan operasional keberadaan Gardu Tol Otomatis (GTO) menjadi solusi terbatasnya jumlah gardu (jumlah skor rataan sebesar 3,45). Selain Gardu Tol Otomatis (GTO), solusi lain untuk mengoptimalisasi gardu operasional yaitu dengan membangun GTO gardu tandem. Gardu tandem merupakan gardu transaksi tol yang dibangun berdiri sejajar berurutan kebelakang satu atau lebih. Gardu tandem tersebut dibuat agar pelayanan transaksi menjadi lebih cepat sehingga mengurangi penumpukan kendaraan di depan gardu. Upaya Gugus Kendali Mutu (GKM) Pasteur menghadapi keterbatasan jumlah gardu melalui pengoperasian Gardu Tol Otomatis dan GTO gardu tandem, yang tentunya memiliki pengaruh terhadap kelancaran pelayanan transaksi jalan tol.

Faktor Skor Rataan Keterangan

c. K et er b at as an j u n la h g ar d

u Keberadaan GTO mengurangi antrian lalu

lintas pada gardu masuk 3,60 Setuju Keberadaan GTO mengurangi antrian lalu

lintas pada gardu keluar 2,66

Cukup setuju Keberadaan GTO membantu mengurangi

keluhan pemakai jalan tol mengenai pelayanan bertransaksi

3,81 Setuju Keberadaan GTO menjadi solusi

keterbatasan jumlah gardu 3,41 Setuju Keberadaan GTO menjadi solusi

keterbatasan petugas pengumpul tol 3,79 Setuju Jumlah 3,45 Setuju

58

d. Tidak ada kebijakan membangun gardu baru

Kebijakan menambah gardu tol baru merupakan suatu kebijakan yang berbiaya besar, karena penambahan gardu tol berarti menambah lahan baru untuk gardu tol tersebut, menambah bangunan gardu tol, peralatan baru, sumber daya manusia, dan cukup banyak biaya yang terkait lainnya. Kedala utama yang dihadapi PT Jasa Marga (Persero) Tbk dalam memperluas jaringan jalan tol adalah permasalahan lahan. Kondisi lahan yang sangat terbatas terutama pada daerah perkotaan, selain itu masih sulitnya masalah pembebasan lahan karena harga lahan yang mahal, menjadi penambahan gardu tol baru sulit untuk terealisasikan.

Persepsi karyawan operasional mengenai tidak adanya kebijakan membangun gardu baru dapat dilihat pada Tabel 18. Menurut karyawan operasional, pelaksanaan GTO perlu diterapkan juga pada gardu keluar dengan optimalisasi gardu operasional keluar yang ada, seperti penggunaan e-toll payment (skor rataan sebesar 3,43). Penggunaan e-toll payments dapat mempermudah dan mempercepat transaksi bagi pengguna jalan dan juga pengumpul tol karena keterbatasan uang kembali untuk pengguna jalan tol.

Pelaksanaan Gardu Tol Otomatis (GTO), menurut karyawan operasional dapat dilakukan selain untuk golongan kendaraan I (skor rataan sebesar 3,99). Golongan kendaraan I yang dimaksud adalah kendaraan pribadi jenis sedan atau minibus, sedangkan Golongan kendaraan II, III, IV dan V yaitu truk dan container atau kendaraan sejenis lainnya. Kendaraan diluar Golongan I yang menggunakan jalan tol Cabang Purbaleunyi cukup banyak, hal ini berdampak antrian panjang khususnya pada saat weekend. Keberadaan GTO, menurut karyawan operasional dapat dimodifikasi kembali agar lebih modern (skor rataan sebesar 4,31). Modifikasi gardu operasional dengan konsep GTO menjadi solusi yang optimal ditengah kondisi tidak adanya kebijakan membangun gardu baru, namun GTO yang ada di PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi masih semi

59

otomatis yaitu pengguna jalan tol harus menekan tombol yang ada di Gardu Tol Otomatis (GTO) untuk mendapatkan Kartu Tanda Masuk (KTM). Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan mekanisme GTO agar pengguna tidak perlu menekan tombol saat akan mengambil Kartu Tanda Masuk (KTM) dengan memodifikasi mesin TCT agar dapat dioperasikan secara otomatis. Toll Collector Terminal (TCT) merupakan peralatan yang berfungsi untuk membantu petugas pengumpul tol dalam melakukan transaksi tol. Secara umum dapat disimpulkan, bahwa karyawan operasional sudah setuju untuk mencari solusi lain dari tidak adanya kebijakan membangun gardu baru (jumlah skor rataan 3,91).

Tabel 18. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Tidak Ada Kebijakan Membangun Gardu Baru

4.5.2 Persepsi Karyawan Operasional terhadap Faktor-faktor Produktivitas Kerja

Persepsi karyawan operasional terhadap faktor-faktor produktivitas kerja menunjukkan bagaimana penilaian karyawan terhadap produktivitas kerja diri mereka sendiri dalam menjalankan pekerjaan mereka sehari-hari di perusahaan. Faktor-faktor produktivitas kerja dapat dilihat berdasarkan faktor kemauan kerja, kemampuan kerja, etika kerja, kesejahteraan kerja dan lingkungan kerja karyawan. Hasil persepsi karyawan operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi terhadap faktor-faktor produktivitas kerja mereka dapat dilihat pada Tabel 19.

Faktor Skor Rataan Keterangan

c. T id ak a d a k eb ij ak an m em b an g u n g ar d u b ar

u Pelaksanaan GTO perlu diterapkan juga

pada gardu keluar 3,43 Setuju Pembangunan GTO baru selain untuk

golongan kendaraan I 3,99 Setuju GTO masih dapat dimodifikasi kembali

agar lebih modern 4,31 Setuju Jumlah 3,91 Setuju

60

Tabel 19. Persepsi Karyawan Operasional PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi terhadap Faktor-faktor Produktivitas Kerja

Pernyataan Skor Nilai Skor Rataan Keterangan STS = 1 TS = 2 CS = 3 S = 4 SS = 5 n % n % n % n % n % a. K em au an k er ja Bersungguh-sungguh atas

pekerjaan yang dilakukan 3 5,0 46 76,66 11 18,34 4,13 Bersedia Memiliki rasa tanggung jawab

terhadap pekerjaan yang dilakukan

7 11,67 44 73,33 9 15,0 4,03 Bersedia

Mematuhi segala peraturan

kerja yang ada 11 18,34 33 55,0 16 26,66 4,08 Bersedia Selalu bertanggung jawab

untuk ikut menjaga dan memelihara peralatan bertransaksi 1 1,67 16 26,66 31 51,67 12 20,0 3,90 Sanggup b . K em am p u an k er ja

Tugas yang dikerjakan dapat

diselesaikan tepat waktu 20 33,33 30 50,0 10 16,67 3,83 Sanggup Pekerjaan yang dilakukan

dapat berjalan dengan baik 18 30,0 33 55,0 9 15,0 3,85 Setuju Hasil kerja yang terbaik bagi

perusahaan selalu diberikan 8 13,33 31 51,67 21 35,0 4,22

Sangat Setuju Sering meminta bantuan

kepada rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaan pokok 2 3,33 18 30,0 38 63,34 2 3,33 3,33 Cukup Setuju c. E ti k a k er ja

Selalu bekerja dengan

berpakaian rapih dan sopan 2 3,33 34 56,67 24 40,0 4,37

Sangat Sanggup Mampu bekerjasama dengan

orang lain 2 3,33 40 66,67 18 30,0 4,27

Sangat Mampu Memiliki hubungan yang baik

dengan rekan kerja 3 5,0 33 35,0 24 40,0 4,35

Sangat Mampu Selalu menjaga sikap dan

perilaku 1 1,67 44 73,33 15 25,0 4,23 Sangat Mampu d . K es ej ah te ra an

Gaji yang didapat sesuai

dengan pekerjaan 1 1,67 44 73,33 15 25,0 3,23

Cukup Setuju Karyawan berhak

mendapatkan bonus atas prestasi

10 16,67 22 36,66 28 46,67 4,30 Sangat Setuju Aspek kesehatan, keamanan

dan keselamatan kerja menjadi perhatian perusahaan

15 25,0 39 65,0 6 10,0 3,85 Setuju

Asuransi kecelakaan dan asuransi jiwa disediakan perusahaan 15 25,0 36 60,0 9 15,0 3,90 Setuju e. L in g k u n g an k er ja

Kondisi lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif membantu saya untuk terus bekerja lebih semangat

2 3,33 24 40,0 34 56,67 4,53 Sangat Setuju

Perusahaan memberikan kesempatan kepada karyawan berprestasi untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi

17 28,33 29 48,34 14 23,33 3,95 Setuju

Keberadaan GTO membantu

meringankan pekerjaan 7 11,67 21 35,0 17 28,33 15 25,0 3,67 Setuju Tantangan untuk bekerja lebih

baik timbul seiring dengan pelaksanaan GTO

24 40,0 31 51,67 5 8,33 3,68 Setuju

61

a. Kemauan kerja

Keberhasilan suatu perusahaan tidak akan pernah lepas dari unsur karyawan, karena karyawan merupakan asset terpenting bagi perusahaan dalam menjalankan usahnaya. Penting bagi perusahaan untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan para karyawannya demi tercapainya tujuan perusahaan, karena pada dasarnya manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Kemauan kerja adalah keadaan emosi yang mendorong seseorang untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

Persepsi karyawan operasional terhadap faktor kemauan kerja dapat dilihat pada Tabel 20. Menurut karyawan operasional, mereka bersedia untuk bekerja dengan bersungguh-sungguh atas pekerjaan yang dilakukan (skor rataan sebesar 4,13). Artinya, setiap pekerjaan dan segala bentuk tugas yang diterima karyawan, akan dikerjakan dengan baik oleh karyawan. operasional Karyawan operasional bersedia untuk bertanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukannya (skor rataan sebesar 4,03). Artinya, segala tugas dan pekerjaan yang diterima oleh karyawan operasional akan dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab.

Karyawan operasional bersedia mematuhi segala peraturan kerja yang ada (skor rataan sebesar 4,08). Artinya, segala peraturan kerja yang sudah ditetapkan di perusahaan, maka karyawan operasional siap untuk melaksanakannya, serta menerima segala bentuk konsekuensinya apabila melanggar peraturan. Karyawan operasional selalu sanggup bertanggung jawab untuk ikut menjaga dan memelihara peralatan bertransaksi (skor rataan sebesar 3,89). Artinya, mereka merasa memiliki tanggung jawab sebagai petugas pengumpul tol, dimana seluruh peralatan transaksi di gardu selalu dijaga dan pelihara untuk mendukung peningkatan pelayanan transaksi. Secara umum karyawan operasional sudah memiliki kemauan kerja yang dinilai baik (jumlah skor rataan sebesar 4,03).

62

Tabel 20. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Kemauan Kerja

b. Kemampuan kerja

Kemampuan kerja adalah kapabilitas atau kebisaan, kebolehan, dan keahlian karyawan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu yang menjadi wewenang serta tanggung jawabnya. Kemampuan kerja yang menjadi sebuah penilaian terkini bagi karyawan atas hasil kerja mereka untuk tercapainya tujuan perusahaan. Aspek kemampuan kerja karyawan dapat dilihat berdasarkan tingkat pengetahuan, keterampilan serta pengalaman kerja karyawan yang dimiliki. Persepsi karyawan operasional terhadap faktor kemampuan kerja dapat dilihat pada Tabel 21. Karyawan operasional merasa sanggup menyelesaikan tugasnya dengan tepat waktu (skor rataan sebesar 3,83). Artinya, mereka mampu mengerjakan tugas dengan baik dan menyelesaikan tugas tersebut sesuai dengan target waktu yang ditentukan.

Tabel 21. Persepsi Karyawan Operasional terhadap Kemampuan Kerja

Faktor Skor Rataan Keterangan

a. K em au an k er ja

Bersungguh-sungguh atas pekerjaan yang

dilakukan 4,13 Bersedia Memiliki rasa tanggung jawab atas

pekerjaan yang dilakukan 4,03 Bersedia Mematuhi segala peraturan kerja yang ada 4.,8 Bersedia Selalu bertanggung jawab untuk ikut

menjaga dan memelihara peralatan bertransaksi

3,89 Sanggup

Jumlah 4,03 Baik

Faktor Skor Rataan Keterangan

b . K em am p u an k er ja

Tugas yang dikerjakan dapat diselesaikan

tepat waktu 3,83 Sanggup Pekerjaan yang dilakukan dapat berjalan

dengan baik 3,85 Setuju Hasil kerja yang terbaik bagi perusahaan

selalu diberikan 4,21

Sangat Setuju Sering meminta bantuan kepada rekan

kerja dalam menyelesaikan pekerjaan pokok

3,64 Sering

63

Karyawan operasional merasa pekerjaan yang dilakukan telah berjalan dengan baik (skor rataan sebesar 3,85). Artinya, pekerjaan yang diterima karyawan operasional dapat dikerjakan dengan baik meskipun terdapat beberapa kendala, namun karyawan mampu mengatasinya. Menurut karyawan operasional, mereka sangat bersedia memberikan hasil kerja yang terbaik bagi perusahaan (skor rataan sebesar 4,21). Artinya, dalam bekerja karyawan akan berorientasi pada hasil yang terbaik bagi perusahaan, sehingga untuk hasil kerja tersebut karyawan akan mendapatkan penghargaan atau kompensasi yang layak dari perusahaan.

Karyawan operasional merasa sering meminta bantuan kepada rekan kerja dalam menyelesaikan tugas pokoknya (skor rataan 3,64). Dalam hal ini, bantuan yang diterima karyawan dari rekan kerja mereka yaitu dalam bentuk bertukar pikiran bukan berarti karyawan operasional tidak bertanggung jawab atas pekerjaan dan tugas yang diberikan, karena setiap pekerjaan yang diterima karyawan harus dilakukan dengan hasil yang terbaik. Sehingga dapat disimpulkan secara umum, bahwa karyawan operasional memiliki kemampuan kerja yang dinilai baik, dengan jumlah skor rataan sebesar 3,88.

c. Etika kerja

Etika kerja adalah aturan normatif yang mengandung sistem nilai dan prisip moral yang merupakan pedoman bagi seluruh karyawan baik sebagai atasan maupun bawahan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya pada perusahaan. Karyawan harus memiliki prinsip-prinsip melaksanakan tugas sesuai dengan visi dan misi serta tujuan perusahaan.

Persepsi karyawan operasional terhadap faktor etika kerja dapat dilihat pada Tabel 22. Karyawan operasional, mereka sangat sanggup untuk bekerja dengan berpakaian rapih dan sopan (skor rataan sebesar 4,36). Artinya, karyawan operasional menyadari bahwa PT Jasa Marga (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan, sehingga mereka dituntut

64

untuk berpakaian rapih dan sopan, sebagai usaha untuk mendukung mutu pelayanan dalam segala aspeknya. Karyawan operasional merasa sangat mampu bekerjasama dengan orang lain (skor rataan sebesar 4,76). Artinya, hubungan kerja antar karyawan operasional dapat terjalin dengan baik, sehingga karyawan mampu bekerjasama dengan karyawan lainnya. Karyawan operasional, mereka sangat memiliki hubungan yang baik dengan kerja (skor rataan sebesar 4,35). Artinya, karyawan operasional merasa hubungan yang sangat baik dengan rekan kerja membuat mereka nyaman dalam bekerja. Karyawan operasional, merasa sangat mampu menjaga sikap dan perilaku mereka dalam bekerja (skor rataan sebesar 4,23). Artinya, karyawan operasional sangat menyadari apabila pola sikap dan perilaku mereka dapat dijaga dengan baik, maka akan tercipta hubungan kerja yang harmonis antar karyawan. Secara umum dapat disimpulkan, bahwa etika kerja yang dimiliki karyawan operasional sudah berjalan sangat baik, dengan jumlah skor rataan sebesar 4,24

Tabel 22. Persepsi Karyawan Operasiomal terhadap Etika Kerja

d. Kesejahteraan kerja

Kesejahteraan karyawan merupakan bentuk usaha yang dilakukan perusahaan untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental karyawan dalam bekerja agar produktivitas mereka dapat meningkat. Program kesejahteraan karyawan yang harus disusun berdasarkan peraturan legal, berasaskan keadilan dan kelayakan serta berpedoman kepada kemampuan perusahaan. Kesejahteraan yang diberikan akan sangat berarti dan bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan fisik dan mental karyawan beserta

Faktor Skor Rataan Keterangan

c. E ti k a K er ja

Selalu bekerja dengan berpakaian rapi dan

sopan 4,36

Sangat Setuju Mampu bekerjasama dengan orang lain 4,76 Sangat

Mampu Memiliki hubungan yang baik dengan

rekan kerja 4,35

Sangat

Dalam dokumen Oleh SELLY RACHMALIA H (Halaman 63-79)

Dokumen terkait