• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Mahasiswa Akuntansi Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan

2.1.4.1 Persepsi

Arfan (2005 : 57) menyatakan persepsi adalah “bagaimana orang-orang melihat atau menginterpretasikan pristiwa, objek, serta manusia”.

Orang-orang bertindak atas dasar persepsi mereka dengan mengabaikan apakah persepsi itu mencerminkan kenyataan yang sebenarnya. Pada kenyataannya, masing-masing orang memiliki persepsinya sendiri atas suatu kejadian. Persepsi menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995) yang

dikemukakan oleh arfan (2005 : 57) adalah “pandangan dari seseorang atau banyak orang akan hal atau peristiwa yang didapat atau diterima. Sedangkan kata persepsi sendiri berasal dari bahasa Latin perception, yang berarti penerimaan, pengertian atau pengetahuan”. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995 : 215) persepsi diartikan sebagai “tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal yang dialami oleh setiap orang dalam memahami setiap informasi tentang lingkungan melalui panca indera (melihat, mendengar, mencium, menyentuh, dan merasakan)”.

Jadi dalam konteks penelitian ini persepsi dapat diartikan sebagai penerimaan atau pandangan seseorang melalui suatu proses yang didapat dari pengalaman dan pembelajaran sehingga seorang individu mampu untuk memutuskan mengenai suatu hal. Persepsi juga merupakan pengalaman tentang objek atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Meskipun demikian, karena persepsi tentang objek atau peristiwa tersebut bergantung pada suatu kerangka ruang dan waktu, maka persepsi akan bersifat sangat subjektif dan situasional.

Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan situasional. Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang termasuk dalam faktor fungsional.

Maka, yang menentukan persepsi bukanlah jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respons terhadap stimuli tersebut.

Sementara itu, faktor struktural berasal dari sifat fisik dan dampak saraf yang

ditimbulkan pada system saraf individu. Dalam lingkup yang lebih luas, Persepsi merupakan suatu proses yang melibatkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan menginterpretasikan stimulus yang ditunjukkan oleh pancaindra. Persepsi merupakan kombinasi antara faktor utama dunia luar (stimulus visual) dan diri manusia itu sendiri (pengetahuan-pengetahuan sebelumnya). Persepsi juga merupakan pengalaman tentang objek-objek atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

a. Etika dan perkembangan moral

Etika tidak dapat dilepaskan dari pembahasan moral karena kata yang cukup dengan etika adalah moral. Disamping itu etika dimengerti sebagai filsafat moral, tetapi juga bisa diartikan sebagai adat kebiasaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departmen Pendidikan Kebudayaan, 1998) yang dikemukakan oleh Bertens, K (2005:5) menjelaskan etika dengan membedakan tiga arti: “1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); 2) kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, 3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat”.

Etika adalah ilmu pengetahuan mengenai kesusilaan (moral). Kesusilaan mengatur perilaku manusia serta masyarakat yang ada didalamnya. Dengan demikian, etika adalah nilai atau norma yang dijadikan pegangan oleh individu atau masyarakat dalam mengatur tingkah lakunya. Menurut Bertens, K (2005 : 15-18), etika dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu:

a. Etika Deskriptif

Etika Deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan.

b. Etika Normatif

Etika Normatif itu tidak deskriptif melainkan preskiptif (memerintahkan), tidak melukiskan melainkan menentukan benar tidaknya tingkah laku atau anggapan moral. Etika Normatif bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan cara rasional dan dapat digunakan dalam praktik.

Terdapat dua alasan mengapa orang berperilaku tidak etis, yaitu standar etika seseorang berbeda dengan masyarakat umum dan seseorang memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri. Filsafat moral yang dimiliki individu akan berpengaruh terhadap perilaku etis individu tersebut, maupun terhadap persepsi dalam menafsirkan suatu peristiwa yang terjadi. Salah teori perkembangan moral yang banyak digunakan dalam penelitian adalah model Kohlberg. Kohlberg (1969) yang dikemukakan oleh Bertens K (2005) menekankan bahwa “perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap”.

b. Etika profesi akuntan

Perilaku etis sendiri sangat penting diterapkan dalam segala bidang profesi. Setiap profesi memiliki kode etik tersendiri yang digunakan sebagai pedoman melakukan pekerjaannya. Etika profesi merupakan etika khusus yang berlaku pada kelompok pekerjaan tertentu. Etika profesi akuntansi berisi tentang pedoman atau memberikan kerangka dasar bagi penyusunan aturan etika yang disusun dan disahkan oleh IAI. Tujuan profesi akuntansi adalah untuk memenuhi tanggung jawab dengan standar profesionalisme

tertinggi dan mencapai tingkat kinerja tertinggi dengan orientasi pada kepentingan publik.

Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia yang disusun dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru terdiri dari tiga bagian (Prosiding kongres VIII, 1998), yaitu:

a. Kode Etik Umum

Terdiri dari 8 prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota, yang meliputi:

Tanggung Jawab Profesi, Kepentingan Umum, Integritas, Obyektifitas, Kompetensi dan Kehati-hatian Profesionalnya, Kerahasiaan, Perilaku Profesional, dan Standar Teknis.

b. Kode Etik Akuntan Kompartemen

Kode Etik Akuntan Kompartemen disahkan oleh Rapat Anggota Kompartemen dan mengikat selurus anggota Kompartemen yang bersangkutan.

c. Interpretasi Kode Etik Akuntan Kompartemen

Interpretasi Kode Etik Akuntan Kompartemen merupakan panduan penerapan Kode Etik Akuntan Kompartemen.

d. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat itu dapat dipakai sebagai interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya Aturan dan Interpretasi baru untuk mengantikannya.

Indiana dan Sri (2009) menyebutkan “penegakan Kode Etik di Indonesia dilaksanakan oleh sekurang–kurangnya enam unit organisasi, yaitu: Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik – IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik – IAI, Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI, dan BPKP”. Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode Etik diharapkan juga dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Hal ini tercermin di dalam rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2, yang berbunyi: “Setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas dan obyektifitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak jujur, tegas dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan obyektifitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan / permintaan pihak tertentu / kepentingan pribadinya“.

Keraf (1998) yang dikemukakan oleh Indiana & Sri (2009) menyebutkan ada dua sasaran pokok dari kode etik ini, yaitu “pertama, kode etik ini bermaksud untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian, baik secara sengaja maupun tidak sengaja dari kaum profesional.

Kedua, kode etik ini bertujuan untuk melindungi keluhuran profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya sebagai orang yang professional.”

Dokumen terkait